Kepulan asap barberque yang wangi menarik saya untuk menghampiri salah satu restoran di Kelapa Gading Food City, ternyata restoran tersebut merupakan cabang dari sate Afrika H. Ismail Coulibaly yang ada di daerah Tanah Abang. Berhubung rumah saya cukup jauh dari Tanah Abang, pertama kali saya mencicipi sate Afrika adalah ketika sate Afrika milik imigran Mali ini sempat hadir di festival Kelapa Gading Food City Arabian Night ketika bulan puasa. Pada fersitval tersebut, saya termasuk orang yang mengantre cukup panjang untuk menikmati sate afrika yang unik tersebut. Jadi, saat ini sate Afrika Pak Ismail ini dapat ditemui di:
- Jl. K.S Tubun No.6, Tanah Abang, Jakarta Pusat (di antara Museum Tekstil dan Gedung Indonesia Power).
- Gading Food City, Lt Dasar, Blok D # 107, Jl. Bulevar Kelapa Gading Blok M, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Pemilik restoran ini bernama Ismail Coulibaly, imigran asal Mali, Afrika Barat yang sudah membuka usaha ini sejak tahun 1999. Di Afrika, sate Afrika ini bernama diby soko. Diby bisa diterjemahkan sebagai sate dan soko artinya daging, kalau digabung jadi sate daging. Di Mali, daging yang digunakan adalah daging sapi, kambing, domba sampai unta. Pak Ismail sendiri menggunakan daging domba betina yang berusia 1 sampai 2 tahun dengan berat sekitar 20 kg, domba-domba tersebut dipesan langsung dari Cipanas.
Berbeda dengan sate yang kita kenal pada umumnya, sate Afrika tidak menggunakan tusuk sate ataupun bumbu kacang. Daging-daging domba yang masih dalam potongan besar dibakar di atas bara api seperti berberque, kemudian daging-daging tersebut diungkep di dalam panci untuk menghilangkan minyak daging yang berkolesterol. Pak Ismail mengatakan bahwa masakannya tidak berkolestrol atau membuat darah tinggi, meski menurut saya yang namanya daging pasti ada kolesterolnya, mau diperlakukan bagaimanapun juga :P. Sate Afrika ini tidak disajikan dengan menggunakan bumbu kacang ataupun kecap, namun disajikan bersama garam halus, penyedap rasa, irisan bawang bombay mentah serta sambal yang pedas sekali. Dagingnya sendiri terasa empuk, garing dan gurih, mantab deh pokoknya.
Yang unik lagi dari sate Afrika adalah teman makan dari sate ini bukanlah nasi, tapi pisang. Pisang? yup betul, anda tidak salah baca dan saya tidak salah tulis :D. Aslinya, sate Afrika disajikan bersama pisang tanduk yang digoreng tanpa tepung, bernama loco. Agak aneh memang, tapi di Afrika ini adalah hal yang biasa karena orang Afrika biasa memakan pisang sebagai sumber karbohidrat. Bagi yang tidak doyang makan sate Afrika dengan loco tidak usah khawatir karena Pak Ismail juga menyediakan nasi putih dan nasi goreng sebagai teman makan sate Afrika. Saya pribadi lebih cocok kalau makan satenya ditemani oleh nasi, bukan pisang :P. Tapi bagi anda yang pertama kali mencicipi sate Afrika dan ingin merasakan sesuatu yang berbeda, sebaiknya pesan saja sate dan loco, jangan nasi ;). Oh ya, di tempat ini juga ada minuman yang agak aneh, yaitu African drink, rasanya unik, beda dengan minuman-minuman pada umumnya, sepertinya menggunakan sejenis jahe :/. Menurut saya pribadi, secara garis besar, masakan di restoran ini layak mendapat nilai 4 dari skala maksimal 5 yang artinya “Enak”. Selamat mencicipi 😉
Ping balik: Sate Afrika H.Ismail Coulibaly Masih Buka Loh!
mm nyam nyam pula, btw di Indonesia Timur juga banyak kok yg suka menjadikan pisang goroho sebagai sumber karbohidrat.
SukaSuka
Wha, baru tau. Belum pernah ke Indonesia timur siy. Bolehlaa kapan2 nyobain klo ke sana :). Ada rekomendasi tempat yg okeh?
SukaSuka
all Indonesia Timur mulai dari Indonesia Tengah sih prinsipnya OK semua, tapi kadang ngga nyambung ama lidah “Indonesia Barat”, hehehe. Byk yang tidak halal pula disini.
SukaSuka
ooo, sayah open minded dan open lidah untuk mencoba, asal halal hehehehe 😀
SukaSuka