Memiliki rumah adalah pilihan tempat tinggal nomor 1 bagi mayoritas orang Indonesia, termasuk saya. Rumah yang saya maksud di sini adalah rumah yang sudah berdiri, entah itu rumah second atau rumah baru gress. Keuntungan membeli rumah yang sudah jadi antara lain adalah dapat ditinggali dengan cepat, kecuali kalau rumah barunya sedang dibangun pengembang atau rumah bekasnya sedang direnovasi.
Kelebihan dan kekurangan dari rumah yang dipilih semuanya bergantung dari lokasi, lingkungan, harga dan lain-lain. Kesemuanya adalah pedang bermata dua, bisa jadi merupakan keuntungan, bisa jadi merupakan kekurangan.
Yang pasti, rumah itu berdiri di atas tanah yang kian hari harganya terus naik. Dari segi finansial, untuk jangka panjang, membeli rumah tetap relatif lebih menguntungkan daripada membeli apartemen ;). Tapi memilih rumah yang pas untuk kita tidaklah mudah, saya pernah merasakannya :’D. Berikut hal-hal yang menjadi pertimbangan saya ketika mencari rumah dulu:
1. Lokasi, Lokasi & Lokasi
Lokasi saya tulis 3 kali, bukan sekali, karena lokasih adalah hal yang paling penting dalam memilih rumah. Lokasi dari rumah yang kita pilih sebaiknya strategis. Tapi strategis dalam hal apa? Strategis itu subjektif sekali loooooh. Strategis dalam hal kenaikan harga di masa depan, atau strategis dalam hal jauh dekatnya ke tempat-tempat tertentu.
Strategis dalam hal kenaikan harga tentunya sangat menggiurkan. Biasanya rumah yang seperti ini memiliki lokasi yang beberapa tahun kedepan akan ada fasilitas tambahan dibangun di dekatnya seperti pusat perbelanjaan, jalan tol dan lain-lain. Memprediksikan hal-hal yang seperti ini sulit namun tidak mustahil. Saya sendiri pernah membeli rumah yang pada saat saya beli hanya terdapat 2 mall dan 1 akses gerbang tol di dekatnya, kemudian sekitar 5 tahun kemudian sudah ada 6 mall, 1 akses gerbang tol di dekat rumah yang saya beli. Harga rumah pun melonjak sekitar 4 kali lipat :). Entah kapan saya bisa menemukan yang seperti itu lagi, susahhh.
Nah strategis dalam hal jaraknya dengan tempat-tempat tertentu pastilah setiap orang tidak sama. Ada yang lebih memilih kalau rumahnya dekat dengan kantor atau dekat dengan rumah famili. Perlu diingat bahwa ada kalanya kita pindah tempat kerja, jadi kalau memilih rumah berdasarkan jaraknya ke kantor, rasanya kurang pas, tapi kalau terlalu jauh dari kantor ya kurang bagus juga, bisa tua di jalan nanti x_x. Sebaiknya seimbang saja, relatif tidak jauh dari kantor atau rumah famili.
Bagaimana kalau kita pendatang dan tidak punya famili? Biasanya pasti kita bertanya kepada teman yang tinggal di kota tersebut perihal lokasi mana yang strategis. Nah disinilah biasanya muncul pendapat-pendapat lebay yang terlalu membangga-banggakan tempat tinggal masing-masing, pokoknya lokasi tempat tinggal saya lebih baik dari lokasi mana pun di Bumi :P. Apabila hal ini terjadi, sebaiknya cukup ingat saja plus minusnya, tetaplah objektif dan jangan terpancing apalagi langsung terhipnotis, dengarlah pendapat orang lain juga :).
2. Pendanaan
Harga rumah semakin hari semakin mahal. Hampir dipastikan karyawan biasa seperti saya harus kredit ke bank apabila ingin memiliki rumah di Jabodetabek, wilayah yang jaraknya dari kantor, relatif masuk akal untuk saya tempuh setiap hari. Kalau dulu saya masih mampu membeli rumah di Bekasi, maka junior-junior saya sekarang mungkin mampunya membeli rumah-rumah yang lebih ke pinggir lagi. Olehkarena itulah, saran saya bagi teman-teman yang baru mulai bekerja, kalau bisa, kredit rumahlah dahulu, baru kredit kendaraan kemudian. Harga rumah akan terus naik, harga kendaraan akan turun per tahunnya.
Membeli rumah dengan tunai memang akan lebih murah dibandingkan dengan kredit ke bank karena ada bunga bank. Masalahnya apakah kita memiliki dana sebesar itu saat akan membeli rumah? Kalau tidak, ya terpaksa meminjam dana dari bank melalui KPR (Kredit Pemilikan Rumah).
Kalau mengajukan permohonan KPR ke bank, sebaiknya langsung ajukan permohonan kepada lebih dari 1 bank. Kenapa? Biasanya maksimal bank hanya meminjamkan 70% dari harga rumah untuk rumah pertama. Kalau kita sedang mencicil properti lainnya, maksimal bank hanya akan meminjamkan 60% dari harga rumah. Harga rumah yang dimaksud disini adalah harga rumah menurut estimator bank yang bersangkutan. Nah hasil taksiran ini bermacam-macam, tidak sama untuk setiap bank sehingga dana yang cair pun berbeda-beda untuk setiap bank. Kalau kita mengajukan permohonan ke beberapa bank, maka kita akan memiliki opsi dalam waktu yang singkat. Belum tentu pemilik rumah yang hendak kita beli, bersedia menunggu terlalu lama lho.
Persyaratan KPR relatif serupa tapi tak sama untuk setiap bank. Berdasarkan pengalaman saya, berikut persyaratan KPR:
a. WNI dan berdomisili di Indonesia
b. Telah berusia 21 tahun atau telah menikah.
c. Memiliki Pekerjaan dan Penghasilan Tetap sebagai pegawai tetap/wiraswasta/profesional dengan masa kerja/usaha minimal 1 tahun.
d. Memiliki NPWP Pribadi.
Setiap bank memiliki kebijakan dan persyaratan lain yang tentunya tidaklah sama. Yang sama adalah pasti ada bunganya, eeeng inggg eeeng x__x. Wahduh, bunga bank ada yang fix untuk beberapa tahun pertama, ada pula yang fluktuatif mengikuti BI rate. Sayangnya kalau rate naik, bunga akan naik tapi kalau rate turun bunganya ogah ikutan turun, kira harus rajin komplain :(.
Dana yang kita cicil ke bank pun ada yang berbentuk piramida, ada pula yang berbentuk piramida terbalik. Singkat kata, dari total dana yang kita cicil pada tahun pertama, bisa saja 90%-nya digunakan untuk membayar bunga bank, 10%-sisanya dipergunakan untuk membayar hutang pokok. Bank ingin cepat untung dan tetap untung besar apabila kita ingin melunasi KPR sebelum waktunya. Harga rumah terus naik dan bank juga ingin mengambil keuntungan dari keadaan ini. Kalau ada jalan lain, sebaiknya tidak usah KPR.
Saran saya adalah sebaiknya kita cari pinjaman dana dari saudara terdekat dahulu, pinjaman tanpa bunga. Lumayan khan kalau bisa dapat, asalkan kita tetap amanah, jangan mentang-mentang dana dari famili dekat, tidak dibayar-bayar, bisa rusak tuh hubungan persaudaraannya ;’/.
4. Sumber Informasi
Bagimana kita mengetahui rumah mana saja yang dijual? Cara yang paling tradisional adalah berkeliling mencari rumah yang dipasangi spanduk dengan tulisan “Dijual”. Wahh tapi itu sangat melelahkan yaaaa.
Cara yang murah meriah dan cukup tepat adalah meminta bantuan satpam untuk mencarikan rumah yang dijual. Biasanya satpam-satpam memiliki info yang akurat untuk hal ini. Komisinya pun tidak semahal broker rumah. Tapi cakupan wilayahnya tidak besar dan mereka tidak bisa diajak diskusi mengenai KPR dan lain-lain.
Kalau meminta bantuan broker rumah, sudah pasti kita akan ditanyakan perihal anggaran dan spesifikasi dari rumah yang dicari. Cakupan wilayah pencarian luaaaasss tapi komisinya besaaaarrr, amit-amit deh. Banyak rumah di lingkungan rumah orang tua saya harganya “rusak” gara-gara broker rumah :'(. Broker rumah dapat berperan mencarikan rumah, dapat pula berperan menjualkan rumah. Harga rumah menjadi mahal, mahal karena mereka menjanjikan bahwa mereka mampu menjualkan sebuah rumah dengan harga yang tinggi. Selain ini komisi mereka pun membuat harga rumah yang sudah dibuat tinggi tersebut semakin tinggi :(. Sebenarnya tidak semua broker rumah melakukan hal ini, ada juga broker rumah yang lebih rasional dan fair. Membeli lewat broker rumah ada positifnya juga lho, mereka membantu proses KPR, surat-surat dan lain-lain. Pas sekali bagi teman-teman yang ingin cepat dan tidak repot. Semoga teman-teman ketemu dengan broker rumah yang tidak terlalu memberatkan :).
Pertama kali saya berhubungan dengan broker rumah adalah ketika saya mencari rumah lewat internet. Daripada mencari iklan rumah di koran, lebih praktis mencarinya di internet. Selain karena dapat dengan mudah dibuka di HP, saya suka mencari rumah melalui internat karena di sana saya dapat langsung melihat gambar, alamat, harga dan detail-detail lainnya. Search-nya pun dapat difilter semau kita. Berikut daftar situs pencarian rumah yang pernah saya pergunakan:
http://www.trovit.co.id
http://www.urbanindo.com
http://www.rumah123.com
http://www.rumahku.com
http://www.kaskus.co.id
http://www.olx.co.id
http://www.rumah.com
http://www.propertiproperti.com
http://www.griyakita.com
carirumah.net
http://www.lamudi.co.id
rumahdijual.com
http://www.rumahcitra.com
Jangan kaget kalau disana banyak terdapat broker rumah karena memang lebih banyak broker rumahnya ketimbang pemilik rumah langsung ;). Kalau ada rumah yang kita minati sebaiknya langsung telefon saja karena bisa saja rumah yang diiklankan langsung laku atau bisa saja itu iklan palsu. Iklan agar kita menghubungi yang bersangkutan. Nanti dia akan menanyakan spesifikasi rumah yang kita cari. Dia akan bantu carikan dengan imbalan dalam bentuk komisi ;). Mencari rumah itu tidak mudah looh, ada kalanya kita memang membutuhkan bantuan dari broker profesional.
Sebenarnya iklan di situs-situs jual rumah tidak hanya berisikan broker atau pemilik langsung, ada pula pihak marketing dari real estate, mulai dari real estate kecil-kecilan sampai yang sudah punya nama. Tidak ada salahnya membeli rumah dari real estate kecil-kecilan, siapa tahu cocok ;).
5. Kualitas Rumah
Membeli rumah baru dari siapapun, baik dari real estate kecil-kecilan maupun real estate ternama membutuhkan pengawasan yang teliti. Apakah spesifikasi dari rumah baru yang dibeli sesuai dengan perjanjian dimuka? Contohnya adalah apakah dengan menggunakan batako di lantai 1, rumah tersebut dapat direnovasi menjadi rumah 2 lantai dikemudian hari? Apa yang harus dilakukan? Pastilah berbeda untuk setiap kasus.
Kalau kita membeli rumah dari perorangan, pastilah akan ada biaya renovasi keluar dari kantong kita, yaaaah namanya juga rumah bekas.
Kemungkinan-kemungkinan ini harus dijadikan bahan pertimbangam ketika akan membeli rumah. Syukur-syukur gejala ketidak beresan dapat terlihat dimuka. Terkadang, ada gejala yang tidak terlihat kasat mata karena si penjual sangat jago memoles rumah yang hendak dijualnya.
Pengalaman seorang kawan saya, dia membeli rumah dan sekitar 3 bulan kemudian salah satu bagian rumah tersebut miring. Semakin lama, semakin miring, hanya waktu robohnya saja yang belum nampak x__x. Saran saya adalah berdoa dan berusaha. Teliti sebelum membeli dan berdoa sebelum tanda tangan surat jual beli di kantor notaris ;).
6. Waspada Terhadap Penipu!
Penipu ada dimana-mana, ketika dulu saya sedang mencari rumah saya beberapa kali berpapasan dengan penipu. Secara garis besar ada 2 jenis kasus terkait hal ini.
Kasus pertama adalah ketika saya melihat iklan rumah dijual dengan harga yang sangat murah. Iklan tesebut dilengkapi dengan spesifikasi rumah, alamat rumah, gambar rumah. Dari alamatnya saya tahu itu dekat rumah orang tua saya, namun karena iklan dipasang pada pagi hari, saya sudah terlanjur ke kantor. Sekitar 1 jam setelah iklan dipasang, saya mencoba telefon si pemasang iklan beberapa kalo. Namun sayang, nada sibuk saja yang saya dapatkan. Ketika menjelang jam makan siang, saya coba telefon lagi dan hasilnya ada yang menjawab. Ketika saya menanyakan perihal rumah yang dijual, si penjual mengatakan bahwa tadi pagi rumah tersebut sudah ada yang lihat dan langsung bayar DP. Kemudian dia mengatakan kepada saya bahwa kalau saya minat serius, sebaiknya transfer uang DP ke dia saat ini juga sebelum DP dari orang yang katanya sudah melihat rumah tadi pagi, lunas terbayarkan. Siapa yang tercepat memberikan DP, dialah yang disahkan menjadi pembelinya. Bah, belum lihat rumah, belum ketemu langsung kok minta transfer uang??? Karena curiga, saya desak untuk bertemu sekarang juga atau paling tidak alamat lengkap rumah yang dijual supaya famili saya saja yang datang langsung untuk melihat-lihat. Apa jawabnya? 1000 alasan dikeluarkan, pokoknya intinya si penjual ini mengaku bahwa dia tidak mau pusing-pusing lagi, kalau minat transfer saja, kalau tidak ya silahkan tutup telefon. Saya pun memilih untuk menutup telefon. Keesokan harinya, karena penasaran, saya menghampiri alamat dari rumah yang katanya dijual itu dan apa hasilnya? Tidak ada rumah yang dijual dia alamat tersebut. Ya, sah! Si penjual yang kemarin saya telefon adalah penipu. Beberapa minggu kemudian saya melihat aksi penjual dengan modus yang sama. Saya tetap berusaha menelefon karena siapa tahu benar-benar ada penjual yang sedang butuh dana cepat. Tapi kalau si penjual langsung minta transfer tanpa saya lihat dahulu rumahnya, maka saya memilih mundur dengan alasan takut ditipu dan tidak percaya dengan si penjual :).
Kasus kedua adalah ketika saya telah menghubungi si penjual dan sudah setuju untuk bertemu di depan runah yang dijual. Sayangnya, saya tidak dapat masuk ke dalam rumah tersebut dengan alasan rumah tersebut sedang dikontrakan dan kontraknya baru akan habis bulan depan. Sebelum saya datang, sudah ada orang lain yang melihat ke dalam, jadi tak elok rasanya kalau di hari yang sama saya masuk lagi ke dalam. Si pengontrak pastilah tidak senang. Alhasil saya hanya dapat melihat bagian depan rumah secara langsung tapi informasi sisanya dalam wujud foto saja. Kemudian si penjual mengatakan bahwa calon pembeli yang datang sebelum saya sudah mentransfer DP untuk pembelian rumah tersebut dengan harga tertentu. Apabila saya berminat, maka saya diminta untuk membayar DP untuk pembelian dengan harga di atas harga yang sudah disetujui oleh si penjual dan calon pembeli sebelum saya. Saya pribadi langsung menolak meskipun rumah tersebut memang dijual dengan harga awal sedikit di bawah harga rata-rata, tidak terlalu mencurigakan. Masalahnya apakah rumah tersebut benar-benar milik si penjual? Kalaupun benar milik si penjual, apakah benar rumah tersebut sedang dikontrakkan? Jangan-jangan itu hanya alasan supaya saya tidak melihat kelemahan dari rumah tersebut, entah dalamnya sudah keropos, lapuk, miring atau . . . Kalaupun rumah tersebut dalam kondisi baik dan memang benar sedang dikontrakkan, apakah si penjual dapat saya percaya? Saya rasa tindakan si penjual yang menawarkan saya untuk membeli dengan harga yang lebih tinggi dari calon pembeli sebelum saya, bukanlah tindakan gentelmen, calon pembeli sebelum saya tersebut sudah lunas membayar DP lho, saya pun diperlihatkan kuitansinya. Nanti kalau saya sudah lunas membayar DP, jangan-jangan saya akan “dikhianati” seperti calon pembeli sebelum saya, ogaaah.
Dari kedua contoh kasus di atas, pada intinya jangan mentransfer uang kepada siapapun sebelum kita benar-benar melihat langsung rumah yang akan dibeli. Selain itu kita juga harus tahu betul bahwa yang bersangkutan adalah pemilik sah dari rumah yang dijual. Jangan mau ditekan untuk memutuskan suatu hal dengan terburu-buru. Usaha boleh maksimal, tapi kalau itu rumah memang bukan rezeki kita, apa mau dikata ;).
7. Kondisi Lingkungan
Lingkungan dari rumah yang akan kita beli tentunya sangat penting karena hal ini akan mempengaruhi tingkat kenyamanan ketika kita menghuni rumah tersebut nantinya. Apakah lingkungannya rawan kejahatan? Apakah lingkungannya merupakan sarang bandit? Lingkungan dapat mempengaruhi kita juga terutama bagi kawan-kawan yang memiliki anak. Nanti anak-anak saya akan bergaul dengan anak yang seperti apa ya kalau tinggal di rumah itu? Anak-anak yang berpendidikan atau anak-anak tukang mabuk? Hal ini harus dipikirkan juga, jangan sampai menyesal dikemudian hari.
8. Probabilitas Terjadinya Bencana
Bencana memang tak dapat ditolak, tapi manusia harus berusaha mencegahnya. Kalau kita memang besar di suatu daerah tertentu, kita pasti tau daerah mana yang rawan banjir dan daerah mana yang rawan longsor. Tapi bagimana dengan orang luar daerah yang belum tahu apa-apa? Cobalah bertanya kepada tukang becak, warung atau tukang ojeg terdekat mengenai kondisi daerah rumah yang akan kita beli. Jangan bertanya kepada pemilik rumah atau broker rumah. Biasanya mereka akan bengatakan bahwa rumah tersebut bebas banjir. Kalaupun daerah dekat rumah tersebut sudah terkenal langganan banjir, biasanya mereka akan “ngeles” yaaa hanya jalannya yang banjirlah, yaaa sudah ada BKT-laaah, yaaa sudah ada tanggul-laaaah, yaaa . . . . yang pasti rumahnya belum tenggelam :P. Tapi kalau teman-teman tidak keberatan apabila harus menghadapi banjir tahunan atau 4 tahunan, ya tidak masalah ;).
9. Gengsi
Di setiap daerah pasti ada suatu wilayah yang dianggap bergengsi bagi beberapa orang tertentu. Contohnya adalah Jakarta Selatan, Bintaro, Cinere.
Jakarta Selatan saya akui memang relatif lebih hijau dibandingkan dengan kawasan Jakarta lainnya tapi tidak semua wilayah di Jakarta Selatan itu lebih baik. Saya ingat ada beberapa teman sekolah dulu yang merasa hebat karena rumahnya masuk Jakarta Selatan padahal lokasi rumahnya super macet, banjir dan aksesnya kurang baik. Bagi si empunya merasa bangga, tapi bagi teman-temannya yang sudah datang ke sana merasa prihatin. Di sini saya kadang merasa sedih :P.
Agak lebih ke Selatan Jakarta lagi ada wilayah yang disebut Bintaro. Bintaro memang masuk ke dalam wilayah Jakarta Selatan tapi kemudian bermunculan perumahan-perumahan di selatan Bintaro original dengan menggunakan nama perumahan yang ada kata-kata Bintaro-nya. Lama kelamaan daerah yang dulunya masuk Serpong coret pun diakui sebagai Bintaro, Bintaro KW :P. Nama Bintaro terus digunakan mungkin karena gengsi dan lebih menjual? Buktinya beverapa orang yang tinggal di wilayah Bintaro KW kalau ditanya rumahnya dimana pasti akan menjawab Bintaro padahal rumahnya sudah masuk Tangerang Selatan atau Serpong :). Selama 4 tahun bekerja di wilayah Bintaro KW, saya akui pertumbuhannya sangat pesat, harga tanahnya naik dengan cepat juga, cocok untuk investasi :). Sayang ada pertimbangan-pertimbangan pribadi lain yang membuat saya enggan untuk membeli properti di sana.
Tidak jauh berbeda dengan Bintaro KW, ada sebuah wilayah yang bernama Cinere. Cinere itu masuk Depok looooh, tapi kenapa kebanyakan teman-teman saya yang tinggal di Cinere selalu menyebut Cinere sebagai lokasi rumahnya, bukan Depok. Sementara itu mayoritas teman-teman saya yang tinggal di wilayah lain tapi termasuk Depok, menyebutkan Depok sebagai lokasi rumahnya. Apakah mungkin karena Cinere lebih terkenal? Maaf tapi bagi saya pribadi, Cinere itu terasa jauuuuuhh dari kantor atau tempat tinggal saya, hehee. Jadi tidak semua orang memiliki respon yang wow ketika mendengar kata Cinere. Banyak sekali famili saya yang tinggal di sana sehingga saya memang beberapa kali merasakan perjalanan menuju Cinere.
Mohon maaf bagi teman-teman yang rumahnya di Jakarta Selatan, Bintaro atau Cinere, contoh di atas adalah contoh gengsi lokasi. Ini hanya pendapat pribadi dari seseorang yang sudah terlanjur nyaman tinggal di Jakarta Pusat. Saya rasa dari sudut pandang lain pastilah ada yang mengatakan bahwa Jakarta Pusat bergengsi atau tidak nyaman atau rawan maling atau . . . tapi menurut saya pribadi, Jakarta Pusat sama seperti wilayah-wilayah lainnya, ada baik dan buruknya. Sebaiknya jangan memasukkan faktor gengsi ketika sedang mencari rumah, baik gengsi lokasi, bentuk rumah, lingkungan dan lain-lain. Lingkungan bergengsi yang penuh artis, belum tentu lingkungannya sehat bagi keluarga kita. Bentuk rumah yang keren, siapa tahu justru mudah bocor atau rusak karena desainnya aneh-aneh.
Akhir kata, sebaiknya lihatlah poin nomor 1 sampai 8 di atas. Poin nomor 9? Jangan dijadikan pertimbangan, jadikanlah pengingat saja agar jangan membeli rumah karena gengsi. Tapi belilah karena hal lain terlepas apakah rumah tersebut memiliki gengsi dalam hal tertentu dan bagi orang-orang tertentu. Selamat berburu rumah ;).
Menyukai ini:
Suka Memuat...