Berbicara mengenai Shazam, kita akan mengupas kembali perseteruan lama antara 2 penerbit komik asal Amerika Serikat, DC Comics dan Marvel Comics. Kehadiran Superman pada 1948 di DC Comics cukup fenomenal. Kekuatan Supermen yang superior membuat perusahaan komik lain membuat karakter serupa dengan sedikit modifikasi. Fawcett Comics adalah penerbit pertama Captain Marvel dan berhasil meraih popularitas yang cukup tinggi. Hal ini membuat DC Comics melayangkan gugatan hak cipta yang memakan waktu bertahun-tahun. DC Comics akhirnya berhasil memenangkan gugatannya dan karakter Captain Marvel ala Fawcett Comics berhasil diakuisisi oleh DC Comics. Sebelum DC Comics menerbitkan karakter yang baru mereka akuisisi, Marvel Comics sudah memiliki hak cipta atas nama Captain Marvel. Marvel Comics pun menerbitkan komik Captain Marvel yang memiliki kekuatan sesuperior Superman. DC Comics memilih untuk menerbitkan superhero yang baru mereka akuisisi dengan judul Shazam. Captain Marvel versi Marvel Comics hadir pula di layar lebar bersamaan dengan Shazam! (2019), manakah yang lebih unggul?
Kekuatan keduanya memang sama-sama superior, tapi latar belakang dan tema yang diusung jauh berbeda loh. Captain Marvel (2019) mengambil tema peperangan antar mahluk luar angkasa yang pada akhirnya mendukung alur cerita film-film MCU (Marvel Cinematic Universe). Dengan runtuhnya DCEU (DC Extended Universe) Shazam! (2019) nampak lebih bebas dan tidak terikat dengan alur film lain manapun. Film ini mampu tampil lebih terang dan ceria dengan mengusung keluarga sebagai tema utamanya.
Berbeda dengan Captain Marvel (2019), karakter utama Shazam! (2019) adalah seorang anak yatim piatu bernama Billy Batson (Asher Angel). Billy tak segan-segan melanggar hukum demi menemukan ibu kandungnya. Hal itulah yang membuatnya berpindah-pindah dari rumah penampungan satu ke rumah penampungan lainnya. Semua terus berulang sampai pada suatu hari Billy ditempatkan di rumah penampungan milik Victor Vasquez (Cooper Andrews) dan Rosa Vasquez (Marta Milans). Di sana Billy berkenalan dengan 5 anak yatim lainnya yaitu Frederick “Freddy” Freeman (Jack Dylan Grazer), Darla Dudley (Faithe Herman), Mary Bromfield (Grace Fulton), Eugene Choi (Iab Chen) dan Pedro Peña (Jovan Armand). Perlahan tapi pasti, Billy telah menemukan sebuah keluarga, walaupun tidak ada ikatan darah di sana.
Nah, bagaimanakah cara Billy menjadi Shazam? Hhhhmmmm, Shazam sendiri ternyata merupakan nama dari seorang penyihir sakti yang sudah ratusan tahun mencari seorang penerus. Shazam (Djimon Hounsou) akhirnya memilih Billy untuk mewarisi semua kekuatannya. Billy hanya perlu berkata “Shazam!”, dan Billy pun akan berubah menjadi seorang superhero lengkap dengan kostumnya.
Perubahan dan pengenalan terhadap kekuatan baru Billy, berhasil disajikam dengan humor yang bagus sekali. Zachary Levi sukses besar dalam memerankan versi Billy besar yang memiliki kekuatan super tapi masih memiliki jiwa anak-anak. Yah namanya juga anak-anak, walaupun fisik Billy berubah drastis, dia tetap anak-anak. Jadi, superhero DC yang satu ini memang bisa dikatakan hampir sekuat Superman, tapi pemanfaatan kekuatannya sering sekali untuk hal yang konyol.
Kemampuan Billy dalam mengendalikan kekuatannya pun, masih belum stabil. Ia sampai harus berjibaku ketika berhadapan dengan Dr. Thaddeus Sivana (Mark Strong) yang dibantu oleh monster-monster perwujudan dari 7 dosa manusia. Sebenarnya, monster-monster inilah yang selama ini Shazam Sang Penyihir jaga. Thaddeus yang sakit hati atas keputusan Shazam di masa lalu, berhasil masuk ke tempat tinggal Shazam. Kemudian Thaddeus membuat monster ketujuh dosa manusia, mau mengikutinya ke dunia manusia dan menyebarkan teror di mana-mana. Karakter antagonis yang satu ini memang agak asing di telinga saya, tapi rasanya Thaddeus memiliki latar belakang yang cukup kuat untuk memberikan alasan bagi semua tindakan jahat yang ia lakukan. Memang sih Thaddeua tidak segarang Black Adam, tapi yaaaa cukup okelah untuk film pertama sebagai pemanasan hehehehe.
Sayang solusi yang Billy lakukan untuk melawan Thaddeus, menunjukkan kepada saya bahwa saya tidak sedang menonton film superhero. Saya seperti sedang menonton film live action dari Walt Disney :’D. Memang sih, Shazam! (2019) berhasil memberikan warna yang sangat cerah bagi jagat DCEU, tapi ini terlalu cerah bagi saya pribadi.
Saya rasa Shazam! (2019) lebih cocok untuk disebut sebagai film keluarga atau film anak, dibanding film superhero. Selain memberikan pesan moral yang baik terkait arti sebuah keluarga, Shazam! (2019) termasuk aman untuk ditonton oleh anak-anak. Dengan demikian Shazam! (2019) layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.
Sumber: http://www.shazammovie.com