The Greatest Showman (2017)

Mengambil latar belakang Amerika dan Eropa tempo dulu, The Greatest Shiwman (2017) mengisahkan perjalanan Phineas Taylor Barnum (Hugh Jackman) dari seorang anak miskin menjadi raja sirkus yang terkenal di seluruh Amerika dan Eropa. Awalnya, Barnum kecil kehilangan orang tuanya di umur yang sangat belia. Ia pun hidup menggelandang di jalanan.

Berkat kerja keras dan sedikit keberuntungan, Barnum akhirnya dapat menikahi Charity Halllet (Michelle Williams), putri mantan majikan ayah Barnum yang selalu memadang Barnum sebelah mata. Bahkan sampai Barnum memiliki 2 anak pun, hubungannya dengan sang mertua tetap buruk. Barnum menduga bahwa ini dikarenakan finansial Barnum yang kembang kempis. Hal ini diperparah ketika Barnum terkena PHK. Apa yang harus ia lakukan?

Barnum meminjam uang ke Bank dan membuka sebuah Museum lilin yang sepi pengunjung. Kemudian ia melakukan inovasi dengan mengadakan pertunjukan manusia unik di dalam Museumnya. Ada wanita berjenggot, manusia anjing, lelaki tertinggi di dunia, lelaki terberat di dunia, kembar albino, manusia dengan tato diseluruh tubuhnya, manusa kerdil dan lain-lain. Para pekerja Barnum ini memiliki penampilan yang unik sehingga mereka tersingkirkan dari masyarakat pada saat itu. Di sini Barnum terlihat berupaya untuk mengangkat kaum yang tersingkirkan agar dapat berkarya dan diterima di masyarakat.

Cobaan datang ketika pertunjukan Barnum yang kontroversial berhasil memberikannya kekayaan dan kepopuleran. Barnum seakan haus akan pengakuan sampai ia lupa akan tujuan utama ia berbisnis. Bukan pengakuan dari mertuanya, bukan pula demi mengangkat derajat kaum yang tersingkirkan. Melainkan demi kedua anak tercintanya agar kelak mereka tidak mengalami apa yang Barnum kecil alami.

Sekilas The Greatest Showman (2017) terihat seperti sebuah film yang fokusnya berbicara mengenai perbedaan dan kesetaraan. Ahhh, tidak hanya itu, ternyata film ini berbicara pula mengenai keluarga :). Pada akhirnya semua kekayaan dan ketenaran itu tidak akan berarti tanpa keluarga.

Film ini memang memiliki beberapa konflik yang berpotensi untuk diolah tapi The Greatest Showman (2017) nampak kurang mendramatisir konflik-konflik tersebut. Semua nampak seperti anti klimaks yang hanya lewat sesaat.

Beruntung nyanyian dan sinematografi The Greatest Showman (2017) terbilang bagus dan memukau. Sepanjang film, saya seperti melihat sebuah pertunjukan yang sangat menyenangkan dan mengharukan. Sountrack film ini patut diacungi jempol deh pokoknya. Saya saya yang kurang suka dengan drama musikal, ikhlas untuk memberikan The Greatest Showman (2017) nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Rasanya inilah salah satu film musikal terbaik yang pernah saya tonton.

Penilaian saya sebagai masyarakat awam, bertolak belakang dengan penilaian mayoritas kritikus film. Ketika The Greatest Showman (2017) baru dirilis, film ini langsung mendapatkn ulasan negatif karena terdapat beberapa kekurangan dalam special effect dan detail penarinya. Kekurangan yang fatal adalah kepalsuan dari cerita yang di angkat. Belakangan saya baru mengetahui bahwa Barnum ternyata memang benar-benar pernah ada. Sejarah mencatat bahwa Barnum merupakan politikus dan pebisnis yang berhasil menjadi raja sirkus di era tahun 1800-an. Menurut sejarah, Barnum di kehidupan nyata tidak sebersih Barnum pada The Greatest Showman (2017). Pada kenyataannya Barnum asli diduga melakukan eksploitasi terhadap orang-orang yang pada tahun 1800-an dianggap aneh. Ia dikenal sebagai seorang pebisnis yang bersedia melakukan apapun demi uang. The Greatest Showman (2017) dianggap mencuci dan mensucikan dosa-dosa Barnum di muka umum.

Terus terang saya yang kurang teliti ini tidak melihat kesalahan penari atau special effect yang buruk, semua nampak baik-baik saja :). Saya sendiri lebih memilih untuk menganggap The Greatest Showman (2017) sebagai film yang tidak dibuat berdasarkan kisah nyata. Toh kisah Barnum pada film ini memang jauh melenceng dari kisah hidup asli Barnum, mulai dari masa kecilnya sampai masa kejayaannya. Andaikan nama karakter utama The Greatest Showman (2017) diganti menjadi Asep, Ucok atau Joko, penilaian saya tidak akan berubah. Kesalahan film ini adalah menggunakan nama Barnum sebagai karakter utamanya.

Sumber: family.foxmovies.com/movies/the-greatest-showman

Serial Super Wings

Super Wings merupakan film seri kartun anak produksi Korea, Cina dan Amerika yang anak saya tonton di rumah. Film ini bercerita mengenai Super Wings, sekelompok pesawat yang dapat berubah menjadi robot. Mereka menggunakan kekuatan dan kelebihan masing-masing untuk menolong anak-anak di penjuru dunia.

Pada umumnya, setiap episode Super Wings dimulai dengan pengiriman paket kepada anak-anak oleh Jett (Hudson Loverro), Super Wings berwarna merah yang ramah dan suka menolong. Jett tidak berhenti sampai pengiriman paket saja, ia selalu berhenti dan ikut menolong anak-anak yang ia kunjungi. Sayangnya Jett justru sering terjebak di dalam masalah yang tidak dapat ia selesaikan sendiri.

Nah disinilah Jett biasa memanggil bantuan dari rekan-rekan Super Wings lain sesuai masalah yang dihadapi. Jadi Super Wings yang datang adalah Super Wings yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Jadi setiap episode Super Wings tidaklah terlalu monoton sebab kemungkinan akan hadir robot-robot yang berbeda, paling yaaa hanya Jett saya yang sopasti selalu ada.

Film ini tidak hanya memberikan pesan moral mengenai tolong menolong, tapi di sana terdapat pula edukasi mengenai letak geografis dan budaya berbagai kota dan negara yang Jett kunjungi. Sampai saat ini saya tidak melihat adanya hal-hal yang tidak baik pada film kartun anak ini. Tapi yaaa karena Super Wings memang ditujukan untuk anak PAUD dan TK, yah jadi masalahnya terkadang sangat sederhana.

Tapi walaupun begitu, animasi yang ditampilkan cukup bagus untuk film kartun yang saya tonton di tahun 2019. Saya suka melihat bagaimana Super Wings berubah dari pesawat menjadi robot hehehehe. Karena karakternya robot dan kebanyakan laki-laki, jadi wajar kalau mayoritas penonton serial ini adalah anak laki-laki. Karakter robot berwarna merah jambu hanya ada sesekali saja, sehingga anak perempuan saya paling hanya tahan menonton 3 episoode-nya saja.

Melihat hal-hal di atas, saya rasa serial Super Wings layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Lumayanlaaah, bisa dijadikan selingan sambil menemani si kecil ;).

Sumber: web.littleairplane.com

Detective Pikachu (2019)

Melihat judulnya, Detective Pikachu (2019) pasti merupakan film dengan latar belakang dunia Pokemon. Dunia dimana terdapat mahluk-mahluk imut bernama Pokemon, berdatangan dan tersebar di seluruh permukaan Bumi. Pikachu merupakan jenis Pokemon yang memiliki kemampuan memanipulasi sengatan listrik. Yah, dari berbagai jenis Pokemon yang ada, Pikachu merupakan yang paling populer. Bermula dari sebuah video game di tahun 1996, Pokemon telah berhasil meraih popularitas dan hadir di berbagai media lain. Tapi baru kali inilah Pikemon hadir film versi live action -nya. Kemarin-kemarin sih yang keluar versi film kartunnya saja.

Berbeda dengan film kartun dan video games -nya, Detective Pikachu (2019) tidak mengambil topik pelatih Pokemon atau perburuan Pokemon. Kali ini Pikachu (Ryan Reynolds) berperan sebagai detektif yang menyelidiki sebuah kasus ;). Sayang pikachu yang satu ini kehilangan ingatannya saat rekan kerjanya dikabarkan tewas terbunuh.

Biasanya, manusia tidak akan mengerti apa ucapan Pokemon. Untuk Pikachu saja, manusia biasa pasti hanya akan mendengar kata-kata “pika pika pika” dari mulut Pikachu. Kali inu, terjadi sebuah keajaiban. Tim Goodman (Justice Smith) tiba-tiba dapat mengerti semua ucapan Pikachu. Tim sendiri ternyata merupakan anak semata wayang dari almarhum rekan Pikachu. Keduanya kemudian bekerja sama untuk mengungkap misteri kematian aya Tim. Tak lupa hadir pula pertolongan dari Lucy Stevens (Kathryn Newton), jurnalis muda yang mencurigai bahwa kematian ayah Tim disebabkan oleh sesuatu yang besar. Ternyata dugaan Lucy tidak meleset, sebab penyelidikan mereka memang lambat laun melibatkan seorang pengusaha kaya dan Pokemon terkuat di muka Bumi.

Dari sekali melihat tokohnya saja, sudah dapat ditebak siapa yang sebenarnya jahat. Judul film ini menggunakan kata-kata detektif tapi kok ya tidak ada misteri yang dahsyat di dalam ceritanya. Saya bahkan sama sekali tidak penasaran ketika menonton Detective Pikachu (2019). Penyelesaian dan akhir dari kasus yang ditangani oleh Pikachu pun memiliki motif dan penyelesaian yang kurang kuat. Yaaah, sepertinya Detective Pikachu (2019) memang tidak dimaksudkan sebagai film misteri atau thriller. Ceritanya tergolong ringan dan tidak membuat penontonnya banyak berfikir.

Tapi kalau berbicara dari segi visual, Pikachu dan dunianya nampak unik dan bagus sekali. Saya suka melihat Pikachu yang nampak imut dengan bulu-bulu kuningnya :). Dunia Pokemon seolah dibuat hidup oleh film ini.

Visual yang memukau tapi tidak diikuti oleh cerita yang memukau membuat saya ikhlas untuk meemberikan Detective Pikachu (2019) nilai 3 dari skal maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Film ini cocok untuk ditonton bersama keluarga di rumah.

Sumber: http://www.detectivepikachumovie.com

Brightburn (2019)

Siapa yang tak tahu Superman. Superhero pembela umat manusia yang satu ini sudah terkenal sejak saya belum lahir. Nah, bagaimana kalau Superman hadir ke Bumi tapi dalam versi yang berbeda, versi yang lebih gelap? Itulah topik utama yang Brightburn (2019) tawarkan. Semoga ini dapat menjadi sesuatu yang menarik dan agak berbeda ;).

Sama persis seperti kisah Superman, pada Brightburn (2019) dikisahkan Tori Breyer (Elizabeth Banks) dan Kyle Breyer (David Denman) adalah sepasang petani yang pada suatu hari menemukan seorang bayi di dalam sebuah kapsul misterius. Kapsul tersebut jatuh dari angkasa, menimpa lahan pertanian milik keluarga Breyer. Pasangan Breyer yang sudah lama tidak memiliki keturunan, langsung mengangkat bayi yang mereka temukan sebagai anak mereka.

Hari terus berganti, tak terasa bayi mungil keluarga Breyer sudah beranjak dewasa. Brandon Breyer (Jackson A. Dunn) tumbuh tanpa mengetahui asal muasalnya. Lambat laun, Brandon mulai menyadari bahwa ia memiliki kekuatan yang besar. Hanya saja cara Brandon menyikapi kekuatan ini, sangat berbeda dengan cara Clark Kent / Superman menyikapi kekuatannya. Di sini digambarkan bahwa kekuatan Brandon sama plek ketiplek dengan kekuatan Superman.

Yaaah Brandon di sini memang merupakan Superman versi jahat. Gambaran akan kasih sayang Kyle dan Tori memang sudah ditonjolkan. Namun entah kenapa sebagian besar nampak hambar dan miskin emosi. Pada awalnya saya melihat kasih sayang Tori sebagai seorang ibu. Tapi semakin lama kasih sayang tersebut terlihat kurang meyakinkan. Usaha untuk menghentikan teror Brandon pun gagal menghasilkan adegan yang mencekam. Saya agak bingung mau dibawa ke mana arah Brightburn (2019). Mau dibilang horor yaaa tidak ada seram-seramnya. Mau dibilang misteri, dimana misterinya???

Disana sungguh tidak ada misteri yang membuat saya penasaran. Kenyataan akan apa dan siapa Brandon sungguh tidak menarik dan basi. Kalau hanya ingin mengisahkan Superman versi jahat, DC Comics sudah memiliki berbagai cerita akan Superman jahat. Yang paling terkenal diantaranya adalah Superman versi Injustice, dimana Superman berubah menjadi jahat ketika Louis Lane dibunuh oleh Joker. Cerita dan alurnya jauh lebih kompleks dan menarik ketimbang Brightburn (2019). Jadi jelas sudah, mengisahkan Superman versi jahat bukanlah sesuatu yang revolusioner bagi saya pribadi hehehehe v(^_^)v.

Di luar ekspektasi saya, Brightburn hanya dapat memperoleh nilai 2 dari skala maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”. Kalau mau melihat Superman versi jahat lebih baik melihat beberapa produk asli DC Comics seperti Injustice, Superman: Red Son, JLA: Earth 2, Irredeemable dan Infinite Crisis ;).

Sumber: http://www.sonypictures.com/movies/brightburn