Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023)

Ant-Man & Wasp merupakan superhero yang kekuatan utamanya berkisar pada perubahan ukuran fisik. Keduanya menggunakan teknologi partikel Pym sehingga mereka dapat membesar sebesar raksasa dan dapat mengecil sekecil debu. Ketika sebuah objek mengecil sampai sangat kecil sekali, objek tersebut dapat masuk ke dalam sebuah dunia yang disebut dunia kuantum. Hal inilah yang terjadi pada Scott Lang (Paul Rudd), Hope van Dyne (Evangeline Lilly), Janet van Dyne (Michelle Pfeiffer), Hank Pym (Michael Douglas) dan Cassandra Lang (Kathryn Newton). Wah ini sih 1 keluarga superhero lengkap terjebak di dunia antahberantah.

Scott merupakan Ant-Man yang berhasil beberapa kali menyelamatkan dunia bersama The Avengers. Hope adalah The Wasp yang menjadi pasangan Scott. Cassandra adalah anak Scott yang kemungkinan nantinya akan menjadi Ant-Man baru menggantikan posisi sang ayah. Hank adalah Ant-Man pertama yang berhasil menemukan teknologi partikel Pym. Janet adalah The Wasp pertama, istri Hank dan ibu dari Hope. Wah lengkap dari cucu sampai kakek semua hadir di dunia kuantum.

Pada 2 film Ant-Man terdahulu dikisahkan bahwa Janet sempat terjebak di dalam dunia kuantum selama 30 tahun. Sebuah misteri menyelimuti mengenai apa yang Jenet hadapi di sana. Semua akan terkuak ketika keluarga Janet ikut terjebak di dalam dunia kuantum. Ketika mereka tiba di sana, dunia tersebut tidak sedang baik-baik saja.

Bagaimanakah bentuk dunia kuantum? Pada awalnya saya sempat skeptis. Ahh paling-paling bentuknya mirip seperti Journey to the Center of the Earth (2008) dan film-film lain sejenisnya. Wah ternyata semua nampak berbeda. Dunianya penuh dengan teknologi dan mahluk hidup yang mampu tampil unik dengan visual yang halus. Saya suka sekali dengan bagaimana film ini menggambarkan dunia kuantum.

Hanya saja, menonton Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023), lamakelamaan tak ubahnya seperti menonton salah satu film Star Wars. Ant-Man dan keluarga memang seperti terjebak di sebuah dunia asing. Jadi sekilas memang kisahnya akan mirip dengan Journey to the Center of the Earth (2008). Namun lama kelamaan jalan ceritanya justru lebih ke arah perjuangan menuju kebebasan. Semua ini didukung dengan bentuk dunia kuantum yang dipenuhi dengan mahluk-mahluk dari berbagai ras. Teknologi yang ditampilkan pun cenderung futuristik dan sangat berbeda dengan Bumi.

Konon film ini adalah jembatan utama menuju film The Avengers berikutnya. Dalam MCU (Marvel Cinematic Universe), biasanya sebuah peristiwa besar akan ditampilkan pada film The Avengers. Berbagai karakter dari film-film MCU sebelumnya akan bertemu dalam 1 film, menghadiri sebuah konflik yang masalahnya bisa saja sudah dirajut pada film-film MCU sebelumnya.

Hampir dapat dipastikan bahwa dunia paralel dan dunia kuantum akan menjadi bagian yang penting pada film The Avengers sebelumnya. Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) berhasil membawakan sebuah kisah yang melibatkan kedua dunia tersebut. Semua disajikan tanpa membuat penonton kebingungan dengan teori fisika. Yaah dunia paralel dan dunia kuantum memang memuat beberapa hukum fisika. Penonton dibuat untuk semakin terbiasa melihat kedua dunia ini.

Sayangnya Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) nampaknya agak terlena dalam usahanya menjelasakan dunia paralel dan kuantum dengan sangat sederhana. Mereka lupa membuat sebuah kisah yang menarik dan unik. Kisah Ant-Man kali ini terbilang sangat sederhana dan sudah pernah saya lihat pada film-film lain.

Beruntung adegan peperangannya terbilang seru. Pertarungan akhirnya berhasil memberikan sebuah hiburan segar disela-sela jalan cerita yang .. ah ya begitulah hehehehe.

Dengan kelemahan dari segi jalan cerita, namun ditopang oleh adegan aksi yang baik. Ditambah keberhasilan menjelaskan teori yang rumit dengan cara yang sederhana. Saya ikhlas untuk memberikan Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.marvel.com

Missing (2023)

Berusaha mengulang kesuksesan Searching (2018), Sony Pictures merilis Missing (2023) pada awal tahun ini. Film ini berada di dunia yang sama dengan Searching (2018) namun ceritanya berdiri sendiri dan tidak berhibungan langsung dengan Searching (2018). Dengan sutradara yang berbeda, apakah Missing (2023) akan sebaik Searching (2018)?

Mirip dengan Searching (2018), Missing (2023) kembali mengangkat kisah yang menggali hubungan antara seorang orang tua tunggal dengan anak semata wayangnya ketika mereka terpisah jauh. Terpisah bukan karena disengaja, terpisah karena hilang tepatnya. Sejak kecil June Allen (Storm Reid) diasuh oleh ibunya Grace Allen (Nia Long) seorang diri. Maka dunia June seakan runtuh ketika Grace menghilang setelah sebelumnya pamit untuk berlibur ke Kolombia. Dengan berbekal semua yang June miliki, ia berusaha mencaritahu dimana ibunya berada. Sebagian besar usaha tersebut June lakukan dengan komputer yang ia miliki.

Penonton pun mengikuti likaliku pencarian ini melalui layar komputer dan jam tangan digital June. Tentunya, penyelidikan June dilalukan dengan menggunakan berbagai aplikasi yang kurang lebih mirip ada di Indonesia. Hanya saja komputer June adalah Machintost dan aplikasi-aplikasi yang ia gunakan bukanlah aplikasi yang lazim digunakan di Indonesia. Jadi sopasti ada sedikit perbedaan. Semua itu bukan masalah besar, sebab Missing (2023) cukup komunikatif dalam hal ini. Penonton yang kurang melek teknologi pun tidak akan kesulitan untuk mengerti. Film ini berhasil mengisahkan sebuah kisah dengan cara yang unik namun tetap informatif.

Sejak awal, jalan cerita Missing (2023) cukup menjanjikan. Saya senang dengan bagaimana June memproses informasi yang ia miliki. Dengan segala keterbatasan yang ada, June berhasil mengembangkan beberapa informasi yang ia miliki.

Missing (2023) memang berberapa kali berusaha berbelok ke kanan san ke kiri. Namun perlahan, kok jadi mudah ditebak. Misteri mengenai masa orang-orang di sekitar June agak klise dan sudah terlihat kemana arahnya sejak pertengahan film. Kemudian chemistri ibu dan anaknya tidak terlalu nampak.

Film ini memiliki cara penyampaian yang unik dan mudah dipahami. Sayang jalam ceritanya mulai kurang menarik dipertengahan film. Saya ikhlas untuk memberikan Missing (2023) nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Saya rasa Missing (2023) masih belum mampu mengungguli film pendahulunya, Searching (2018).

Sumber: http://www.sonypictures.com

The Super Mario Bros. Movie (2023)

Super Mario Bros. merupakan video game yang mulai hadir pada tahun 1983 dan 1985. Sampai pada awal tahun 90-an pun video game ini masih terbilang populer. Pada era tersebut, Super Mario Bros. lazim dimainkan pada console 8 bit Nintendo Entertainment System (NES). Status sebagai video game paling populernya Nintendo, Super Mario Bros. terus hadir pada berbagai judul-judul video game lain yang eksklusif hanya dapat dimainkan pada console-console keluaran Nintendo.

Kehadiran The Super Mario Bros. Movie seakan menjadi ajang nostalgia bagi teman-teman yang besar di era 80-an dan 90-an. Apalagi, film ini kurang lebih mengambil alur cerita permainan Super Mario Bros. yang hadir di tahun 1985. Beberapa karakter video game yang populer pada NES pun ikut hadir pada film ini. Tidak hanya itu, unsur video game Super Mario Bros. yang hadir belakangan pun ikut hadir. Penonton dapat menyaksikan aksi ala Mario Kart pada film ini.

Semua karakter-karakter tersebut dapat menyatu dengan baik di dalam sebuah kisah petualangan dari si tukang ledeng, Mario Mario (Chris Prat). Bersama dengan Luigi Mario (Charlie Day), Mario Mario membuka usaha pipa air di kota Broklyn. Pada suatu malam, Mario dan Luigi tidak sengaja masuk ke dalam sebuah pipa air yang membawa mereka menuju dunia lain. Keduanya kemudian terjebak di tengah-tengah konflik antara Kerajaan Koopa dengan kerajaan-kerajaan lainnya.

Kerajaan Koopa yang dipimpin oleh Raja Browser (Jack Black) terus menerus menginvasi kerajaan-kerajaan tetangganya. Raja yang satu ini pun berniat menikahi Putri Peach (Anya Taylor-Joy), pemimpin Kerajaan Jamur. Sangat mirip dengan versi video game tahun 1985, Mario pun berniat membantu Putri Peach mengalahkan Raja Browser.

Semua unsur-unsur game Super Mario Bros. benar-benar muncul dan menonjol di sini. Bagaimana dunia yang Mario kunjungi bekerja, benar-benar seperti dunia yang ada pada video game. Sesuatu yang menyenangkan bagi teman-teman yang sering bermain Super Mario Bros. sewaktu kecil. Saya pribadi belum pernah memiliki console Nintendo. Saya hanya memainkan permainan Super Mario Bros. di rumah saudara saja hehehehe. Jadi hampir tidak ada kesan nostalgia ketika menonton film ini.

Rasanya, nostalgia saja kurang cukup. Karena kisah pada film ini terbilang datar-datar saja. Beruntung terdapat beberapa adegan lucu sehingga film ini tidak membosankan :).

Bagi saya yang bukan fans atau pemain video game Super Mario Bros. merasa bahwa film ini hanya dapat memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yabg artinya “Lumayan”. Masih cocok untuk dijadikan tontonan bersama keluarga. Yaaahh paling tidak film ini 100% aman dari agenda cuci otak yang aneh-aneh :).

Sumber: http://www.thesupermariobros.movie

Serial Vicenzo

Vicenzo (빈센조) merupakan serial asal Korea Selatan dengan karakter Vicenzo Cassano (Song Joong-ki) sebagai tokoh utamanya. Sekilas Vicenzo bukanlah nama orang Asia pada umumnya. Di sini Vicenzo adalah warga negara Italia keturunan Korea yang bekerja sebagai penasehat hukum keluarga mafia Italia. Ia pun memiliki status sebagai anak angkat pemimpin keluarga Cassano, salah satu keluarga mafia di Italia. Maka jelas sudah, Vicenzo bukan sekedar penasehat hukum biasa.

Di tengah-tengah perseteruan internal keluarga Cassano, Vicenzo memiliki untuk terbang ke Korea Selatan. Ia pulang ke tanah kelahirannya tanpa membawa pasukan atau pengawal. Penduduk Korea pun tidak menyadari bahwa ada seorang mafia yang berbahaya di antara mereka. Mau apa Vicenzo di Korea Selatan?

Ia hendak mengambil harta yang terpendam di bawah salah satu pertokoan di sana. Pada perjalannya, Vicenzo memperoleh pelajaran mengenai arti persahabatan dan cinta. Ia bertemu dengan teman baru dan lawan baru. Ia pun berhasil menemukan kebenaran mengenai orang tua kandungnya. Mengapa Vicenzo kecil ditempatkan di Panti Asuhan padahal ia masih memiliki seorang ibu.

Plot mengenai bagaimana Vicenzo mengajar semua lawannya terbilang menyenangkan untuk ditonton. Lawan-lawan Vincenzo, cenderung congkak, tidak sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan seorang petinggi mafia. Sayang plot terkait harta karun sedikit kurang menarik. Tapi kekurangan ini masih tertutupi sebab kisah perebutan harta karun memiliki porsi yang relatif kecil. Vicenzo lebih banyak bercerita mengenai perseteruan antara orang kecil melawan para penguasa.

Film seri ini tidak hanya menunjukkan adegan aksi. Sebab tak jarang Vicenzo berhasil menang karena taktiknya. Di sanalah terdapat berbagai adegan yang memuaskan. Sesuatu yang membuat saya terus menonton Vicenzo meskipun durasi per-episodenya dapat mencapai hampir 1,5 jam.

Diantara semua itu terdapat beberapa komedi yang bisa membuat saya tersenyum. Yaaah cukum senyum saja karena memang komedinya tidak terlalu lucu hohoho :’D.

Film seri ini berhasil menampilkan jalan cerita yang seru dengan menampilkan penyelesaian masalah yang cerdas. Dengan demikian Vicenzo layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Oh yaaa, jangan kaget kalau di tengah-tengah film, Vicenzo sering memakan permen Kopiko. Produk Indonesia yang satu ini memang memiliki kerjasama dengan studio pembesut Vicenzo. Sebuah iklan yang tidak terduga :).

Sumber: http://www.studiodragon.net

Morbius (2022)

Sebenarnya saya sudah cukup lama menantikan kehadiran Morbius (2022). Pandemi Covid memang membuat perilisan film ini diundur beberapa kali oleh Sony Pictures. Morbius memang dilahirkan oleh Marvel. Namun hak cipta Morbius, Venom beserta tokoh-tokoh yang ada di dunia Spider-Man, sudah Marvel jual ke Sony Pictures.

Di komiknya sendiri, Morbius merupakan vampir yang menjadi lawannya Spider-Man. Lama kelamaan terjadi pergeseran sehingga Morbius menjadi karakter anti-hero seperti Venom. Sejujurnya saya sendiri sama sekali tidak mengenal siapa itu Morbius sampai saya menonton trailer Morbius (2022).

Morbius (2022) sendiri mengisahkan kisah asal mula dari Dr. Michael Morbius (Jared Leto). Berawal dari seorang ilmuwan super jenius yang memiliki penyakit kelainan darah sejak kecil. Hingga berevolusi menjadi seorang mahluk berkekuatan super yang haus darah.

Mirip seperti apa yang Sony Pictures lakukan pada Venom, Morbius (2023) terasa agak gelap tapi tidak segelap film-film DCEU. Film ini pun tidak secerah film-film MCU. Yaahh di tengah-tengahlah. Nuansa boleh mirip. Hanya saja, saya suka dengan pejalanan Venom di layar lebar. Sedangkan untuk Morbius sayangnya …..

Pengembangan karakter sungguh mentah. Untuk sebuah origin story atau kisah asal mula, Morbius (2022) terlalu banyak melompat-lompat dan acak-acakan. Menonton film ini tidak membuat saya mengetahu dengan jelas asal mula Mas Morbius. Film ini seolah-olah seperti memiliki bagian yang dipotong-potong. Kalau teman-teman sudah menonton trailer Morbius (2022), maka … ya trailer tersebut sudah menjelaskan asal mula Mas Morbius. Di filmnya ya seperti itu saja. Otomatis saya pun seakan tidak peduli dengan nasib semua karakter-karakter yang ada pada Morbius (2023).

Belum lagi jalan ceritanya yang sangat datar dan mudah ditebak. Melihat adegan-adegan awalnya saja, akhir film ini sudah bisa ditebak. Konflik yang coba diangkat ya begitu-begitu saja, tidak ada yang baru di sana.

Adegan aksi adalah sesuatu yang masih dapat menyelamatkan Morbius (2022). Untuk yang satu ini, saya ancungkan jempol untuk Morbius (2022). Semua adegan perkelahian pada Morbius (2022) terbilang keren dan menyenangkan untuk ditonton.

Dengan demikian, mohon maaf, Morbius (2022) hanya dapat memperoleh nilai 2 dari skala maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”. Saya tidak yakin film ini akan memiliki sekuel.

Sumber: http://www.sonypictures.com

Serial Taxi Driver

Melihat judul Taxi Driver (모범택시), pada awalnya saya pikir serial ini akan berkisah mengenai perjuangan supir taksi atau romansa sang supir taksi dengan anak konglomerat :P. Aahhh lambat laun, ternyata Taxi Driver berbicara mengenai kejahatan dan balas dendam. Sebuah topik klise yang kali ini diangkat dengan cara yang berbeda.

Kim Do-gi (Lee Je-hoon) dan rekan-rekannya bekerja pada sebuah perusahaan taksi. Namun dibalik semua ini ternyata mereka melakukan aksi balas dendam mewakili korban dan keluarga korban. Sering kali terjadi, pelaku kejahatan dapat lolos dari jeratan hukum. Terkadang, pelaku kejahatan mendapatkan hukuman yang ringan. Padahal penderitaan korban dan keluarga dirasa tidak sebanding dengan itu semua. Disinilah Do-gi dan kawan-kawan hadir. Taksi spesial mereka ini, menerima pesanan balas dendam tanpa pandang bulu.

Beberapa adegan balas dendamnya memang memuaskan. Namun beberapa diantaranya kurang memuaskan. Kok ya hukumannya hanya begitu saja? Pada setiap kasus yang ditangani, terkuak kronologis kejahatan yang memilukan bagi korban. Do-gi dan kawan-kawan biasanya melakukan penyamaran untuk mencari lebuh detail lagi siapa saja yang benar-benar bersalah. Di sini terkuak lagi tindakan-tindakan jahat dari para pelaku. Jadilah penonton semakin sebal dengan para pelaku.

Hukuman yang Do-gi dan kawan-kawan berikan biasanya tidak langsung bunuh saja. Mereka memilih menggunakan cara yang sulit. Si pelaku kejahatan entah disekap atau dijebak agar mau berubah ataaauuu agar terkadang lebih menderita. Pada dasarnya mereka masih mencoba metode yang tepat agar para pelaku memperoleh hukuman yang lebih adil. Metodenya pun masih belum sempurna. Masih banyak kekurangan sehingga usaha Do-gi kadang justru menguntungkan pihak lain yang tak kalah jahatnya.

Serial ini bukan hanya balas dendam melulu. Terdapat perdebatan apakah perbuatan Do-gi itu salah karena melawan hukum? Hukum sendiri masih tidak sempurna dan masih tidak bisa adil pada beberapa kasus. Jadi, tindakan main hakim ini apakah dapat dibenarkan? Tarik ulur mengenai hal-hal di atas terus menerus terjadi pada episode-episodenya Taxi Driver.

Taxi Driver memberikan suguhan berbagai kisah balas dendam dengan nuansa yang berbeda. Dengan demikian Taxi Driver layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: s-studio.co.kr

Serial Flower of Evil

Kisah pada serial Flower of Evil atau 악의, diawali dengan sebuah keluarga yang nampak bahagia. Keluarga tersebut terdiri dari Baek Hee-sung (Lee Joon-gi), Cha Ji-won (Moon Chae-won), dan anak mereka yaitu Baek Eun-ha (Jung Seo-yeon). Hubungan mereka dengan orang tua Baek Hee-sung memang kurang baik. Namun hal seperti ini kadang terjadi pula pada keluarga-keluarga lain pada umumnya. Tidak ada yang nampak janggal di sini.

Dibalik keluarga yang sepertinya normal ini, ternyata terdapat rahasia yang cukup kelam. Belasan tahun silam, Baek Hee-sung ternyata terlahir dengan menggunakan nama Do Hyun-soo. Sebuah nama yang pernah terkenal karena berhubungan dengan kematian seorang kepala desa dan kasus pembunuhan berantai.

Belasan tahun silam, mendiang ayah Do Hyun-soo terbukti telah menyiksa dan membunuh beberapa wanita dengan ciri khas yang unik. Ia pun memperoleh julukan sebagai pembunuh berantai Yeonju. Reputasu yang seburuk itu tentunya mempengaruhi kehidupan anak-anaknya. Terlebih Do Hyun-soo yang memang memiliki kelainan. Do Hyun-soo memiliki kesulitan dalam mengenali, merasakan dan mengekspresikan perasaannya. Berbagai gosip-pun berhembus di sekitar kediaman keluarga Hyun-soo. Mulai dari suka membunuh hewan sampai kerasukan roh halus. Semua dituduhkan kepada Do Hyun-soo, hanya karena ia berbeda. Tidak heran, ketika sang kepala desa ditemukan tewas di kediaman keluarga Hyun-soo, Do Hyun-soo langsung dijadikan tersangka utama.

Di masa kini, Do Hyun-soo sudah mengubur masa lalunya. Ia berhasil melarikan diri dan memulai hidupnya dari awal sebagai Baek Hee-sung. Dengan identitas baru ini, ia berhasil menjaga semua rahasia masa lalunya dari istri, anak, mertua dan orang-orang sekitarnya. Sebenarnya semua ini sangat berisiko tinggi karena istri Do Hyun-soo adalah seorang detektif yang handal.

Dunia sempurna milik Do Hyun-soo seketika terancam hancur. Cha Ji-won, istri Do Hyun-soo, harus menangani beberapa kasus pembunuhan yang ciri-cirinya sangat mirip dengan kasus pembunuhan berantai Yeonju. Detektif Cha dan timnya pun harus membongkar kembali kasus Yeonju yang memang masih menyisakan banyak pertanyaan. Pertanyaan yang erat hubungannya dengan Baek Hee-sung atau Do Hyun-soo. Bagaimanapun juga, mendiang ayah kandung Do Hyun-soo adalah si pembunuh berantai Yeonsu yang terkenal.

Selama menjalin hubungan dengan detektif Cha Ji-won, Baek Hee-sung atau Do Hyun-soo berhasil menyembunyikan jati dirinya rapat-rapat. Ia berhasil tampil sebagai suami dan ayah yang penyayang dan baik hati. Dengan kemampuan manipulasi yang sangat baik, semua berhasil ditutupi dengan sempurna. Di sini akting aktor-aktor yang memerankan Do Hyun-soo dan atau Baek Hee-sung memang sangat baik. Mereka dapat menunjukan perubahan karakter dengan sangat meyakinkan. Saya berhasil dibuat percaya bahwa Do Hyun-soo memang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan semua ini dari pengamatan dan insting detektif Cha Ji-won yang yang handal. Mungkinkah semua terjadi akibat rasa cinta Cha yang sangat besar? Padahal selama ini, Do Hyun-soo sendiri tidak terlalu yakin mengenai perasaannya terhadap Cha Ji-won. Apakah ini cinta?

Ternyata, pertanyaan mengenai cinta-cintaan inilah yang menjadi topik utama Flower of Evil. Do Hyun-soo terlahir dengan ciri-ciri yang menyerupai ciri-ciri calon psikopat. Apalagi, ayah kandungnya sendiri terbukti melakukan berbagai tindakan keji. Kalau di film-film kriminal lain sih, karakter Do Hyun-soo sopasti menjadi si pembunuh berantai. Namun pada Flower of Evil, ada sesuatu yang membuat Do Hyun-soo bisa saja berbelok atau berubah. Perasaan dan hubungan Do Hyun-soo dan Cha Ji-won seolah diuji dengan terpaan badai yang sangat dahsyat.

Terdapat berbagai adegan saling menutupi terkait kasus yang Cha Ji-won tangani. Diam-diam, Do Hyun-soo pun harus mencaritahu, siapakah pelaku pembunuhan yang baru saja terjadi. Semua ternyata bermuara pada kasus-kasus lama yang melibatkan mendiang ayah Do Hyun-soo. Kasus-kasus penuh misteri yang dapat terurai dengan tidak terlalu sulit. Serial ini memang memiliki banyak misteri dan adegan thriller. Namun tidak ada yang spektakuler di sana. Beberapa memang tidak dapat diduga, namun semua selesai dengan cepat. Lalu hadirlah misteri baru yang kemudian dapat mudah terurai juga. Karakter antagonis pada serial ini memang miaterius, tapi tidak nampak sebagai seseorang yang kuat. Sakit jiwa sih iya, tapi memiliki kekuatan untuk melawan? Sayang jawabnya adalah tidak. Perlawan sang antagonis hanya ada sedikit, itupun di akhir dan cepat melempem seperti kerupuk di kotak terbuka yang lupa ditutup.

Bagian misteri dan thriller lumayan menghibur, tapi cukup sampai kata menghibur saja. Bagian drama romantis memang menjadi hidangan utama Flower of Evil. Sayangnya beberapa bagian drama romantisnya terasa draging dan membosankan. Di sana tak ada komedi atau lucu-lucuan yang imut ya. Jadi memang pure drama romantis cinta-cintaan yang diselimuti kabut misteri dan thriller pada beberapa bagiannya.

Saya sendiri cukup menikmati berbagai episode dari Flower of Evil. Patut diakui, ada beberapa misteri dan plot twist yang menyenangkan di sana. Namun sisi drama romantisnya memang sedikit membosankan bagi saya pribadi. Mungkin, ketika memutuskan untuk menonton serial ini, saya mengharapkan sebuah tontonan yang menegangkan dan penuh misteri, bukan drama romantis hehehe. Bagaimanapun juga, yang harus saya akui adalah kenyataan bahwa akting para aktor utamanya terbilang menonjol dan layak untuk ditonton loooh. Dengan demikian, Flower of Evil layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.studiodragon.net

Serial Alchemy of Souls

Alchemy of Souls atau 환혼 merupakan serial asal Korea Selatan yang memiliki kerajaan bercorak Korea sebagai latar belakangnya. Namun tempat dan kisahnya sendiri adalah 100% fantasi. Jadi pada Alchemy of Souls tidak akan ada Joseon, Goryeo, Goguryeo, Silla ataupun Baekje. Yang ada adalah Kerjaan Daeho yang terletak di sekitar Danau Gyeongcheondaeho.

Raja Daeho memerintah dengan didukung oleh para penyihir hebat. Keluarga Seo, Park, Jin dan Jang merupakan 4 keluarga penyihir yang sangat dominan dan ternama. Mereka berperan besar dalam pemerintahan. Beberapa jabatan penting bahkan dapat diwariskan kepada anggota keluarga dari keempat keluarga penyihir tersebut.

Sayangnya hal ini tidak berlaku bagi Jang Uk (Lee Jae-wook), anak satu-satunya dari Mahapatih Jang Gang (Joo Sang-wook). Ketika Jang Uk masih bayi, Jang Gang mengunci energi Jang Uk hingga Jang Uk tidak dapat menguasai ilmu sihir apapun. Jang Uk pun dianggap terlalu lemah untuk memegang jabatan penting. Sebagai penyihir terbaik di Daeho, Jang Gang khawatir dengan apa yang akan terjadi pada dunia ketika seluruh potensi Jang Uk dapat sepenuhnya keluar. Selain itu, besar kemungkinan Jang Uk merupakan hasil dari alchemy of soul.

Dari semua ilmu sihir yang ada, alchemy of soul merupakan ilmu yang terlarang. Dengan ilmu ini, seseorang dapat bertukar tubuh. Jiwa si penyihir dapat berpindah ke tubuh orang lain. Dalam beberapa kasus perpindahan ini memiliki efek samping yang buruk. Kekacauan tidak akan dapat dibendung apabila penggunaan alchemy of soul tidak terkendali.

Selama bertahun-tahun lamanya, Jang Uk berusaha mencari jalan untuk membuka kunci yang dipasang oleh Jang Gang. Harapan muncul ketika Jang Uk bertemu dengan Nak-su (Goo Yoon Sung) yang terperangkap di dalam tubuh Mu Deok-i (Jung So-min). Nak-su merupakan buronan yang menguasai ilmu sihir tingkat tinggi. Ketika terdesak, ia menggunakan alchemy of soul untuk bertukar tubuh. Namun entah mengapa ia justru masuk ke dalam tubuh Mu Deok-i yang lemah.

Melalui sebuah perjanjian rahasia, Nak-su bersedia membantu Jang Uk meraih potensinya. Di sini terdapat kisah from zero to hero. Nak-su dengan cerdiknya berhasil membantu mengelurkan potensi yang terpendam di dalam diri Jang Uk. Ia ternyata memang bukan orang biasa. Ketakutan Jang Gang memang sangat beralasan.

Perlahan tapi pasti, Jang Uk dan Nak-su saling jatuh cinta. Bagaimanapun juga semua pencapaian Jang Uk memang merupakan hasil jerih payah Nak-su. Di balik pria hebat, terdapat wanita hebat. Peribahasa itu sangat tepat sekali memggambangkan keadaan Jang Uk dan Nak-su.

Kisah cinta Jang Uk dengan Nak-su atau Mu Deok-i sangat menarik untuk diikuti. Begitu pula kisah cinta beberapa karakter lainnya. Di sana memang terdapat beberapa kisah cinta. Bahkan ada cinta segitiga sampai segiempat di sana. Biasanya saya paling malas menonton cinta segitiga, apalagi berlarut-larut datang dan pergi pada beberapa episode seperti ini. Hal seperti ini pernah membuat saya berhenti menonton Serial Dawson’s Creek. Tapi cinta segitiganya Alchemy of Soul berbeda dengan Dawson’s Creek. Walaupun sebenarnya lebih rumit, namun kisah cinta pada Alchemy of Soul nampak sederhana, ringan dan tidak membosankan. Terdapat kelucuan dan keharun pula di sana. Pengembangan karakternya terlihat sangat baik. Saya berhasil dibuat percaya bahwa beberapa pasangan cinta ini saling mencintai. Saya pun menjadi lebih peduli dengan nasib mereka.

Beruntung serial ini tidak berlama-lama membuat karakter protagonisnya menderita. Selalu ada konflik baru dan masalah baru yang diangkat. Serial ini tudak berlama-lama membakar satu konflik terlalu lama. Semua dikemas dengan sangat mudah dimengerti.

Padahal seingat saya, banyak sekali flashback pada serial ini. Suatu bagian cerita dihilangkan, untuk kemudin dimunculkan kembali sesaat kemudian. Semua dilakukan berulang-ulang pada beberapa bagian cerita yang pendek. Bagian yang pendek tapi dapat memberikan makna ketika dimunculkan pada saat yang tepat. Beberapa kejutan pada serial ini sering kali dimunculkan dengan cara flashback. Saya kurang suka ketika hal seperti ini dilakukan berulang-ulang pada Ocean Eleven (2001) dan sekuelnya. Namun, Alchemy of Soul nampaknya berhasil melakukan flashback yang sangat baik. Anehnya saya suka dengan teknik flashback yang Alchemy of Soul lakukan.

Planting pada serial inipun terbilang baik. Semua nampak terancana. Beberapa hal yang sudah ditanamkan, dapat memiliki makna yang penting walaupun terpisah dalam jeda yang cukup lama.

Bagaimana dengan adegan aksinya? Saya sadar betul Alchemy of Soul ini berbicara mengenai para penyihir di sebuah kerajaan. Tak jarang intrik-intrik perebutan kekuasaan berujung pada perkelahian. Kombinasi antara ilmu beladiri dan ilmu sihir terlihat jelas di sana. Sayangnya special effect yang digunakan, terkadang terlihat out of date untuk sebuh tontonan yang dirilis pada tahun 2022. Yaah memang tidak seburik serial silatnya Indosiar yaaa, tapi yaa terbilang kurang ok pada beberapa bagian. Namun serial ini memang tidak bertumpu pada adegan aksi saja. Terdapat beberapa unsur lain yang memiliki andil dalam menutup kelemahan ini. Porsi adegan aksinya memang tidak terlalu banyak. Tapi masih terasa seimbang dengan romansa, komedi dan unsur-unsur lain yang ada.

Serial Alchemy of Soul berhasil menyajikan kisah yang menawan. Karakter-karakter yang ada terbilang menarik. Selama menonton serial ini, saya ausaj sibuat beberapa kali tertawa, bukan hanya senyum yaaa, ini tertawa :D. Konflik yang disajikan pun sangat menarik dan penuh kejutan. Selalu ada misteri yang membuat saya terus terhipnotis untuk menonton dari satu episode ke episode berikutnya. Kekurangan dalam hal special effect hampir tidak terasa. Semua berhasil tertutup rapat oleh berbahai kelebihan lain yang dimiliki Alchemy of Soul. Untuknya semua dilakukan dengan menggunakan beberapa hal yang biasanya tidak saya sukai. Dengan demikian, saya ikhlas untuk memberikan Alchemy of Soul nilai 5 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus Sekali”.

Sumber: http://www.studiodragon.net

Avatar: The Way of Water (2022)

Avatar (2009) sempat menjadi film dengan special effect terbaik pada masanya. Bahkan kalau kita menonton Avatar (2009) pada tahun 2023 ini, film ini tetap nampak indah dan tidak kalah dengan film-film keluaran terbaru. Mungkin itulah alasan mengapa beberapa bioskop sempat memutar ulang Avatar (2009) kembali sebelum sekuelnya dirilis. Selain itu, jeda sekitar 13 tahun bukanlah waktu yang singkat. Para penonton bisa saja sudah lupa mengenai apa saja yang pernah terjadi di Planet Pandora.

Pada Avatar (2009), manusia berusaha menginvasi Planet Pandora. Mereka datang dengan berbagai teknologi canggih, termasuk terknologi avatar. Dengan taknologi ini, manusia dapat terhubung ke dalam tubuh dari mahluk biru yang disebut Na’vi. Dengan tubuh ini, manusia diharapkan untuk mampu menyusup dan mempelajari Na’vi. Di antara berbagai spesies yang ada di Pandora, Na’vi dinilai sebagai calon ancaman. Selain ciri fisiknya menyerupai manusia, Na’vi memiliki fisik yang lebih besar dan kuat. Hanya saja, mereka masih menggunakan cara hidup dan teknologi yang sederhana. Semua masih mengacu dan berhubungan dengan alam. Alam Pandora pulalah yang berhasil mempermanenkan perpindahan jiwa dan kesadaran manusia ke dalam avatar Na’vi mereka.

Ehwa adalah pohon kehidupan di Pandora yang memiliki kekuatan apiritual yang besar. Dengan bantuan Ehwa, Kopral Jake Sully (Sam Worthington) berhasil menjadi Na’vi seutuhnya. Usaha yang sama pun telah dilakukan kepada Dr. Grace Augustine (Sigourney Weaver), namun usaha ini dianggap gagal. Sebelum upacara pemindahan dilalukan, Grace sudah terlebih dahulu terluka akibat konfrontasi dengan Kolonel Miles Quaritch (Stephen Lang), sang komandan invasi manusia.

Pada akhirnya, Quaritch gugur dan Jake Sully berhasil memimpin Na’vi meraih kemenangan. Sebuah kemenangan legendaris yang dikenang oleh seluruh suku-suku Na’vi. Paling tidak ini adalah latar belakang yang tidak terlalu dijelaskan dengan lengkap pada Avatar: The Way of Water (2022).

Film ini dimulai dengan perdamaian di Planet Na’vi. Jake pun menikah dan dikaruniai 3 anak. Perpindahan avatar Dr. Grace memang dianggap gagal, namun di dalam tubuh Na’vi Dr. Grace, ditemukan bayi Na’vi kecil. Bayi ini diangkat anak sebagai bagian dari keluarga Sully. Ketika Quaritch gugur, beberapa anggotanya ada yang memutuskan untuk pulang ke Bumi. Sebagian lagi ada yang memutuskan untuk tinggal di Pandora, hidup damai bersama Na’vi. Anak kandung Quaritch sendiri, termasuk yang tinggal dan bermain bersama para Na’vi sejak kecil.

Bencana datang ketika manusia kembali datang dan menginvasi Pandora. Kali ini mereka tidak membawa teknologi Avatar. Mereka datang dengan kloning Na’vi. Jadi, manusia berhasil mengkloning kesadaran beberapa tentara handal ke dalam tubuh Na’vi. Kloning Quaritch ada di antaranya.

Pertempuran sengit pun terjadi dan manusia kali ini datang dengan kekuatan yang jauh lebih besar. Jake dan keluarganya sampai harus mundur keluar dari hutan. Mereka harus mengungsi ke wilayah kepulauan yang dihuni oleh suku Metkayina.

Di sana, kita dibawa ke dalam dunia Pandora yang lebih luas dan beranekaragam. Ternyata di dalam Pandora terdapat berbagai spesies lain yang tak kalah kuatnya dengan Na’vi. Spesies Na’vi pun terdiri dari berbagai suku dengan adat dan budaya yang berbeda-beda.

Sang sutradara seolah tidak segan-segan untuk membeberkan ini semua dalam waktu yang cukup lama. Jangan kaget kalau Avatar: The Way of Water (2022) memakan waktu hingga 3 jam-an hohohoho. Masuk bioskop siang, keluar bioskop sudah sore, ganasss :’D. Dengan visual yang cantik, saya tetap betah menonton film ini meskipun kadang agak terasa lambat yaa. Bagusnya film ini adalah bagaimana menampilkan alam bawah laut Pandora yang nampak indah. Tidak rugi deh kalau menonton Avatar: The Way of Water (2022) di bioskop atau layar lebar, kereeennnn.

Tapi jangan berharap untuk menyaksikan adegan peperangan yang spektakuler. Adegan aksinya memang ok, tapi memang terasa sedikit dan relatif biasa-biasa saja. Film ini lebih fokus untuk memperkenalkan alam Pandora beserta ada para suku Metkayina yang hidup di kepulauan.

Selain itu, ceritanya sendiri memang panjang. Banyak permasalahan yang muncul di sana. Mulai dari masalah invasi, adaptasi keluarga Sully di tempat baru, misteri bagaimana Dr. Grace memiliki anak, hubungan antara anak Quaritch dengan kloningan Quaritch, dan lain-lain. Sebagian terjawab, sebagian masih menyisakan misteri hingga akhir film.

Sepertinya Avatar: The Way of Water (2022) dijadikan pembuka bagi sebuah franchise baru. Sudah hampir dipastikan film ini akan ada kelanjutannya. Saya pun kemungkinan besar akan menontonnya bila tak ada halangan.

Saya pribadi ikhlas untuk memberikan Avatar: The Way of Water (2022) nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Sebenarnya ini merupakan sebuah penurunan bila dibandingkan dengan Avatar (2009). Banyak misteri yang tidak jelas akhirnya, kemudian ada beberapa bagian film yang terasa lambat sekali. Tapi secara keseluruhan, yaaa masih baguslah :).

Sumber: http://www.avatar.com

Strange World (2022)

asih segar di dalam ingatan saya, bagaimana Strange World (2022) masuk ke dalam daftar tontonan keluarga saya. Bagaimana tidak? Trailer-nya saja membawa-bawa nama Big Hero 6 (2014) dan Encanto (2021). 2 film yang saya tonton bersama anak-anak saya. Jadi yaaaa, secara tersirat, otomatis Strange World (2022) memang dibuat untuk anak-anak dan keluarga. Oh apa saya salah menyimpulkan ya?

Film ini hadir dengan animasi yang cantik dan mengadirkan sebuah dunia yang berbeda. Sebuah dunia asing yang penuh misteri tapi jauh dari kata menyeramkan. Semua dibungkus oleh warna-warni yang cerah. Tidak ada adegan sadis di sana, lha wong monsternya saja tidak menakutkan. Masalah mulai ditemui ketika saya mengikuti jalan ceritanya. Yah paling tidak masalah bagi saya pribadi. Saya yakin banyak yang memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal ini.

Sepintas, Strange World (2022) seperti film petualangan bagi anak-anak dan keluarga. Kisahnya berkisar pada sebuah wilayah yang disebut Avalonia. Wilayah ini kelilingi oleh pegunungan yang tidak dapat dilewati oleh siapapun. Seberapa tinggi pun manusia terbang, tetap saja pegunungan tersebut tidak dapat dilewati. Seperti apa dunia di luar Avalonia? Jaeger Clade (Dennis Quaid) adalah penjelajah paling terkenal dari Avalonia. Perlahan tapi pasti, ia selalu selangkah di depan dalam menembus pegunungan yang mengelilingi Avalonia.

Berbeda dengan sang ayah, anak Jaeger yaitu Searcher Clade (Jack Gyllenhaal), justru tidak senang menjelalah. Clade justru berhasil mengembangkan tanaman ajaib yang dapat menghasilkan energi bagi Avalonia. Sebuah penemuan fenomenal yang membuat kehidupan rakyat Avalonia semakin nyaman. Jaeger dan Searcher memiliki patung besar di tengah kota, sebagai wujud penghormatan rakyat Avalonia bagi kedua anggota keluarga Clade tersebut. Keduanya dihormati atas 2 hal yang bertolakbelakang. Jaeger berusaha membantu rakyat Avalonia untuk keluar dan menemukan hal baru di luar Avalonia. Sementara itu Searcher justru memberikan penemuan yang membuat rakyat betah hidup damai di dalam Avalonia.

Berada di bawah nama besar ayah dan kakeknya, Ethan Clade (Jaboukie Young-White) seakan berada di tengah-tengah. Ethan adalah anak semata wayangnya Searcher Clade. Sebagai seorang ayah, Searcher sendiri berharap agar Ethan mengikuti jejaknya sebagai petani dan penemu yang sukses. Padahal diam-diam Ethan menginginkan sesuatu yang berbeda ….

Searcher seolah lupa bahwa ia pun melawan arus. Keluarga Clade terkenal akan kemampuannya untuk menjadi petualang dan penjelajah, bukan petani. Menjadi petani adalah keputusan yang agak berbeda bagi seorang Clade. Sekarang, Searcher berada di posisi Jaeger. Memiliki seorang anak yang mengambil jalan yang berbeda. Berbeda di sini adalah berbeda mengenai profesi dan hobi, bukan perbedaan preferensi seksual. Semua karakter pada Strange World (2022) tidak mempermasapahkan Ethan Clade yang menyukai sesama jenis. Semua karakter pada Strange World (2022) memiliki toleransi yang sangat baik terkait hal ini. Mengingat, karakter yang jelas-jelas seorang LGBTQ hanya Ethan, si karakter utama yang masih ABG.

Dari sudut pandang mengajarkan toleransi, hal ini merupakan hal yang positif. Namun sudah pantaskah memperkenalkan anak-anak kecil kepada konsep LGBTQ? Dari cerita, visual sampai iklannya saja, Strange World (2022) seolah-olah dibuat untuk ditonton oleh keluarga lengkap dengan anak-anaknya. Di agama saya sendiri, LGBTQ termasuk hal yang dilarang. Namun semua bergantung pada individu masing-masing. Setiap orang berhak menentukan apa yang ingin ia lakukan. Saya pun harus menghormati keputusan yang diambil. Namun, bagaimana dengan anak-anak kecil yang masih jauh dari kata dewasa?

Sebagai orang tua, saya ingin menanamkan nilai-nilai yang saya anggap baik kepada anak-anak saya. Merupakan hak dan kewajiban saya untuk memprogram anak-anak saya sedari dini. Sebagai seseorang yang beragama, saya ingin anak-anak saya untuk paham dulu mengenai ajaran agamanya. Termasuk pandangan agama yang dianut terkait LGBTQ. Di sana mereka belajar pula bagaimana caranya menghadapi perbedaan. Perbedaan tidak seharusnya membuat manusia saling benci. Kita masih dapat hidup berdampingan dengan orang-orang yang memiliki pandangan atau keyakinan yang berbeda dengan kita. Namun semua itu ada batasannya masing-masing. Toleransi berbeda dengan mencampuradukan keyakinan.

Disney membungkus Strange World (2022) dalam bentuk animasi yang bagus sekali. Sesuatu yang menarik bagi anak-anak. Saya sadar film ini masuk ke dalam kategori PG (Parental Guide) yang artinya bukan untuk anak-anak dan harus didampingi orang tua. Tapi bukankah di Indonesia terkadang orang-orang agak abai dengan pengkategorian umur penonton seperti ini? Apalagi nama Disney sangat identik dengan film-film animasi yang ramah anak-anak. Padahal akhir-akhir ini, Disney agak sudah mulai melenceng…. Zaman sekarang, orang tua memang memiliki tantangan ekstra untuk menentukan film apa yang bisa anak-anaknya tonton. Sesuatu yang terlihat seolah-olah cocok bagi anak-anak, belum tentu benar-benar cocok bagi anak-anak. Apakah pesan moral yang dibawakan sudah cocok semua?

Saya sendiri tidak akan mengijinkan anak-anak saya untuk menonton Strange Worlds (2022). Karena anak-anak saya belum ada yang siap untuk disuntikkan pengetahuan LGBTQ oleh Disney. Silahkan sebut saya homophobic, tapi ini sudah melampaui batas. Ini kita berbicara mengenai anak-anak kecil yang masih polos looooh.

Disney nampaknya sibuk dengan agenda LGBTQ-nya hingga lupa bagaimana membuat film animasi dengan cerita yang menarik. Biasanya, pada film-film Disney sebelumnya, unsur LGBTQ dibuat tersirat atau muncul sekilas. Dengan demikian, hanya orang dewasa yang akan faham dan menyadarinya. Pada Strange World (2022), karakter utamanya saja sudah terang-terangan flirting dengan ABG laki-laki lain. Kemudian di tengah-tengah dialog basa-basi saja, topik LGBTQ tiba-tiba muncul sebagai bahan obrolan. Nampaknya hal ini sengaja ditonjolkan sampai-sampai tidak ada komedi yang lucu pada Strange World (2022). Biasanya ada selipan lelucon yaaa di film-film seperti ini. Lah ini yang ada hanya obrolan LGBTQ saja.

Terlepas dari ada LGBTQ atau tidak, dunia misteriusnya Strange World (2022) gagal membuat saya penasaran. Hal-hal unik yang ada di sana pun gagal menambah greget film ini. Petualangan ketiga generasi keluarga Clade pun terasa klise dan membosankan. Saya pun beberapa kali berhenti ketika menonton film ini. Setelah 15 menit saya malas dan berhenti. Kemudian melanjutkan menonton lagi besok-besok, itupun hanya 10 menit wkwkwkwk. Setelah melawan kebosanan, karena tanggung ya, siapa tahu ada hal yang keren pada film ini. Saya masih tidak percaya kok ya Disney bisa-bisanya membuat film animasi seperti ini :(.

Sebenarnya, film ini bisa jadi tetap menarik bagi penonton cilik. Namun agenda dan pesan LGBTQ saya rasa kurang cocok bagi anak-anak kecil. Pangsa pasar film ini terada agak membingungkan. Maka, cerita yang membosankan dan pesan moral yang kurang cocok bagi anak-anak, membuat saya hanya memberikan Strange World (2022) nilai 1 dari skala maksimum 5 yang artinya “Tidak Bagus”. Strange World (2022) gagal total di box office dan sukses membuat Disney rugi ratusan juta dolar. Bukan kerugian terparah Disney sih. Namun kepercayaan saya terhadap Disney, sebagai penghasil film animasi unggulan ramah anak, lenyap sudah. Tapi yaa apalah saya, hanya buih di Samudera Hindia hehehehe.

Sumber: http://www.disney.com