Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023)

Ant-Man & Wasp merupakan superhero yang kekuatan utamanya berkisar pada perubahan ukuran fisik. Keduanya menggunakan teknologi partikel Pym sehingga mereka dapat membesar sebesar raksasa dan dapat mengecil sekecil debu. Ketika sebuah objek mengecil sampai sangat kecil sekali, objek tersebut dapat masuk ke dalam sebuah dunia yang disebut dunia kuantum. Hal inilah yang terjadi pada Scott Lang (Paul Rudd), Hope van Dyne (Evangeline Lilly), Janet van Dyne (Michelle Pfeiffer), Hank Pym (Michael Douglas) dan Cassandra Lang (Kathryn Newton). Wah ini sih 1 keluarga superhero lengkap terjebak di dunia antahberantah.

Scott merupakan Ant-Man yang berhasil beberapa kali menyelamatkan dunia bersama The Avengers. Hope adalah The Wasp yang menjadi pasangan Scott. Cassandra adalah anak Scott yang kemungkinan nantinya akan menjadi Ant-Man baru menggantikan posisi sang ayah. Hank adalah Ant-Man pertama yang berhasil menemukan teknologi partikel Pym. Janet adalah The Wasp pertama, istri Hank dan ibu dari Hope. Wah lengkap dari cucu sampai kakek semua hadir di dunia kuantum.

Pada 2 film Ant-Man terdahulu dikisahkan bahwa Janet sempat terjebak di dalam dunia kuantum selama 30 tahun. Sebuah misteri menyelimuti mengenai apa yang Jenet hadapi di sana. Semua akan terkuak ketika keluarga Janet ikut terjebak di dalam dunia kuantum. Ketika mereka tiba di sana, dunia tersebut tidak sedang baik-baik saja.

Bagaimanakah bentuk dunia kuantum? Pada awalnya saya sempat skeptis. Ahh paling-paling bentuknya mirip seperti Journey to the Center of the Earth (2008) dan film-film lain sejenisnya. Wah ternyata semua nampak berbeda. Dunianya penuh dengan teknologi dan mahluk hidup yang mampu tampil unik dengan visual yang halus. Saya suka sekali dengan bagaimana film ini menggambarkan dunia kuantum.

Hanya saja, menonton Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023), lamakelamaan tak ubahnya seperti menonton salah satu film Star Wars. Ant-Man dan keluarga memang seperti terjebak di sebuah dunia asing. Jadi sekilas memang kisahnya akan mirip dengan Journey to the Center of the Earth (2008). Namun lama kelamaan jalan ceritanya justru lebih ke arah perjuangan menuju kebebasan. Semua ini didukung dengan bentuk dunia kuantum yang dipenuhi dengan mahluk-mahluk dari berbagai ras. Teknologi yang ditampilkan pun cenderung futuristik dan sangat berbeda dengan Bumi.

Konon film ini adalah jembatan utama menuju film The Avengers berikutnya. Dalam MCU (Marvel Cinematic Universe), biasanya sebuah peristiwa besar akan ditampilkan pada film The Avengers. Berbagai karakter dari film-film MCU sebelumnya akan bertemu dalam 1 film, menghadiri sebuah konflik yang masalahnya bisa saja sudah dirajut pada film-film MCU sebelumnya.

Hampir dapat dipastikan bahwa dunia paralel dan dunia kuantum akan menjadi bagian yang penting pada film The Avengers sebelumnya. Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) berhasil membawakan sebuah kisah yang melibatkan kedua dunia tersebut. Semua disajikan tanpa membuat penonton kebingungan dengan teori fisika. Yaah dunia paralel dan dunia kuantum memang memuat beberapa hukum fisika. Penonton dibuat untuk semakin terbiasa melihat kedua dunia ini.

Sayangnya Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) nampaknya agak terlena dalam usahanya menjelasakan dunia paralel dan kuantum dengan sangat sederhana. Mereka lupa membuat sebuah kisah yang menarik dan unik. Kisah Ant-Man kali ini terbilang sangat sederhana dan sudah pernah saya lihat pada film-film lain.

Beruntung adegan peperangannya terbilang seru. Pertarungan akhirnya berhasil memberikan sebuah hiburan segar disela-sela jalan cerita yang .. ah ya begitulah hehehehe.

Dengan kelemahan dari segi jalan cerita, namun ditopang oleh adegan aksi yang baik. Ditambah keberhasilan menjelaskan teori yang rumit dengan cara yang sederhana. Saya ikhlas untuk memberikan Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.marvel.com

Serial Alice in Borderland

Setahun sebelum Squid Game mulai tayang, terdapat 1 serial lain yang genre-nya mirip. Sama-sama berbicara mengenai kompetisi maut. Hanya saja hadiah bagi sang pemenang adalah kehidupan, bukan uang. Serial 今際の国のアリス atau Alice in Borderland merupakan serial asal Jepang yang dibuat berdasarkan manga karya Haro Aso.

Kalau pada Alice in Wonderland, si tokoh utama tiba-tiba pergi ke sebuah dunia lain yang penuh warna. Nah, pada Alice in Borderland, dikisahkan beberapa penduduk kota Tokyo yang ramai, tiba-tiba berada di kota Tokyo yang sangat sepi. Kota Tokyo ini sangat berbeda dan merupakan dunia alternatif yang berbeda dengan kota Tokyo yang kita kenal. Di sana, terdapat beberapa peraturan yang harus dipatuhi. Setiap individu harus memenangkan salah satu pertandingan maut yang berada di beberapa sudut kota. Peserta yang kalah tentunya kehilangan nyawanya. Sementara itu para pemenang memiliki tambahan hari untuk hidup. Sebelum tambahan harinya habis, mereka harus mengikuti kembali salah satu pertandingan maut lagi. Siklus ini terus berulang entah sampai kapan. Namun pada perkembangannya, terdapat beberapa perubahan peraturan yang harus dihadapi.

Misteri mengenai asal dan maksud dari semua ini merupakan tanda tanya besar yang membuat penonton penasaran. Berbagai pertandingan mautnya pun sangat seru untuk ditonton. Beberapa perubahan dalam permainan yang ada pun berhasil menjadi kejutan yang keren.

Alice in Borderland tidak hanya bercerita mengenai permainan maut saja. Terdapat jeda antara satu permainan maut ke satu permainan maut lainnya. Mereka bisa saja beristirahat, atau justru menemukan mesalah dan sekutu baru. Manusia cenderung melakukan berbagai hal untuk selamat. Berbagai taktik dilakukan ketika sedang berada di dalam permainan, dan di luar permainan.

Seingat saya, pasti ada karakter yang gugur pada setiap episodenya. Terkadang, memang ada beberapa karakter yang gagal memperoleh perhatian saya. Mereka terlalu cepat gugur tanpa ada cerita di belakangnya. Namun, pada beberapa karakter utama, kisah latar belakangnya cukup detail, beberapa diantaranya bahkan mengejutkan.

Paling tidak terdapat 2 karakter protagonis yang paling menonjol pada Alice in Borderland. Ryohei Arisu (Kento Yamazaki) dan Yuzuha Usagi (Tao Tsuchiya) bisa jadi menjadi karakter utama pada serial ini. Keduanya sangat menyenangkan untuk dilihat. Kecerdikan Arisu dan kelincahan Usagi membuat keduanya nampak bersinar. Hubungan romantis antara Usagi dan Arisu pun berhasil menambah bumbu yang lezKarena permainan maut pada serial ini membutuhkan kemampuan fisik dan pikiran. Ahhh satu lagi, hati. Waaah permainan hati menjadi sesuatu yang paling sulit pada Alice in Borderland. Terlebih lagi, Arisu dan Usagi perlahan memperlihatkan ketertarikan satu sama lain. Mampukan mereka bertahan?

Saya sudah berkali-kali menonton film yang bertemakan survival. Alice in Borderland memiliki berbagai kelebihan yang membuat saya terpaku ketika menontonnya. Saya ikhlas memberikan Alice in Borderland nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.robot.co.jp

Serial Mandalorian

Di dalam dunia Star Wars, ternyata terdapat satu kesatria lagi selain Jedi dan Sith, yaitu Mandalorian. Mandalorian memang tidak memiliki ilmu telekinesis seperti Jedi dan Sith. Namun para Mandalorian terkenal akan kemampuannya bertempur dengan dilengkapi oleh berbagai peralatan tempur yang canggih. Sebagian besar dari perlengkapannya terbuat dari bahan beskar. Beskar sendiri merupakan logam yang sangat kuat, namun langka dan mahal. Budaya Mandalorian memang sangat berhubungan erat dengan dunia militer. Jadi bahan semahal Beskar pun rela mereka bayar demi meraih kejayaan di medan tempur.

Bagi penonton Star Wars tentunya mengetahui bahwa Galactic Empire memiliki hubungan yang erat dengan Sith. Sementara itu Rebel Alliance atau New Republic memiliki hubungan yang erat dengan Jedi. Jadi, dimana posisi Mandalorian? Pada awalnya, para mandalorian bersekutu dengan para Sith untuk mengalahkan Jedi. Namun pada akhirnya Galactic Empire dan Sith yang menyerang Planet Mandalore dan melakukan genosida terhadap Mandalorian.

Planet Mandalore telah lama sekali menjadi rumah bagi para Mandalorian. Sejak serangan besar dari Galactic Empire, para mandalorian yang selamat, terpencar ke seluruh galaksi. Sebagian besar memilih berprofesi sebagai pemburu bayaran. Begitu pula yang tokoh utama Serial Mandalorian lakukan.

Din Djarin (Pedro Pascal) merupakan seorang Mandalorian yang handal dalam melakukan perburuan. Namun, berburu dan mendapatkan hadiah bukanlah segala-galanya bagi Djarin. Ia adalah seorang Mandalorian dengan hati nurani. Di tengah-tengah sikapnya yang dingin, Djarin rela berkorban demi sesuatu yang dianggap benar. Ia bahkan rela kehilangan segala-galanya demi menyelamatkan seorang bayi Jedi.

Berdasarkan sejarah masa lalu, para Jedi memiliki hubungan yang buruk dengan beberapa mandalorian. Latar belakang Serial Mandalorian sendiri adalah antara Star Wars Episode VI: Return of the Jedi (1983) dan Star Wars Episode VII: Star Wars: The Force Awakens (2015). Rebel Alliance dan Jedi yang dipimpin Luke Skywalker baru saja mengalahkan Galactic Empire dan Sith terkuat mereka. Keruntuhan Galactic Empire hanya menunggu waktu saja. Namun jauh di luar pusat kekuasaan Rebel Alliance, pecahan Galactic Empire masih ada dan terus merencanakan sesuatu. Inilah yang harus Djarin Sang Mandalorian hadapi.

Saya suka dengan jalan cerita Mandalorian. Sekilas memang seperti game RPG ya. Hampir di setiap Planet, Djarin memperoleh misi atau quest untuk mendapatkan apa yang Djarin inginkan. Misinya sendiri beraneka ragam dan jauh dari kesan membosankan. Semakin lama, petualangan Djarin semakin menyenangkan untuk ditonton. Kerennya, semua ini dilakukan tanpa dialog yang panjang dari Sang Mandalorian. Ia bahkan hampir tidak pernah membuka helmnya. Apa tidak gerah dan gatal ya? :,)

Pada awalnya, adegan pertempurannya terbilang lumayan. Saya menikmati tontonan ketika para tokoh serial ini saling tebak dan saling pukul. Apalagi persenjataan Mandalorian terbilang unik, agak berbeda dengan karakter lain. Semua semakin menarik ketika mulai hadir Jedi lengkap dengan pedang lasernya. Terakhir, muncul pula Dark Saber, wah wah wah apa ini?

Akhir-akhir ini saya agak kecewa dengan beberapa film Star Wars yang saya tonton. Saya selalu berfikir bahwa Star Wars tidak akan seru kalau tokoh utamannya bukan Sith atau Jedi. Serial Mandalorian mengubah segalanya. Star Wars bukan hanya mengenai Jedi dan Sith saja. Saya rasa serial yang satu ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Kesuksesan Mandalorian melahirkan spin-off baru seperti The Book of Boba Fett. Mungkin suatu saat nanti saya akan menonton spin-off ini.

Sumber: http://www.starwars.com

Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022)

Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) merupakan bagian dari MCU (Marvel Cinematic Universe) dengan mengambil latar belakang setelah segala kejadian di Serial Wanda Vision dan Avengers: Endgame (2019). Seperti biasa, film-film MCU memang saling berhubungan tapi masing-masing film mampu berdiri sendiri. Tak terkecuali film Doctor Strange yang kedua inipun mampu berdiri sendiri. Tapi akan lebih seru kalau kita sudah menonton beberapa film MCU sebelumnya. Saya rasa keterkaitan inilah yang membuat MCU spesial.

Sebagai pengantar, Doctor Strange (Benedict Cumberbatch) sempat gugur ketika Thanos (Josh Brolin) datang menyerang. Ia pun sempat tewas selama 5 tahun, sebelum The Avangers yang tersisa mampu mengalahkan Thanos. Hampir semua mahluk hidup yanv Thanos bunuh, berhasil hidup kembali, meskipun mereka harus kehilangan 5 tahun kehidupan mereka.

Setelah 5 tahun, banyak yang berubah. Ketika Doctor Strange kembali, ia harus menerima kenyataan bahwa kekasihnya akan menikahi laki-laki lain. Selain itu, gelar Strange sebagai Sorcerer Supreme sudah digantikan oleh orang lain. Saya pikir ini akan menjadi topik utama film ini. Oh ternyata saya salah. Doctor Strange harus berbagi peranan dengan tokoh lain, Wanda Maximoff (Elizabeth Olsen).

Loh bukankah Wanda sudah memiliki film sendiri? Serial Wanda Vision ternyata kurang cukup bagi Wanda. Pada Serial Wanda Vision, Wanda atau Scarlet Witch berpapasan dengan buku Darkhold. Buku terkutuk ini menggoda Wanda untuk kembali melakukan kesalahan yang sama seperti yang Wanda lakukan pada Serial Wanda Vision. Ia menginginkan sebuah keluarga, lengkap dengan anak-anak yang mencintainya. Hanya saja, kali ini Wanda melakukannya dengan lebih ekstrim.

Pada Avengers Infinity War (2018) dan Avengers: Age of Ultron (2015), Wanda harus kehilangan kekasih dan saudara kembarnya. Ia sendirian dan kesepian. Melalui mimpi, Wanda sering kali memimpikan bahwa ia memiliki 2 anak laki-laki yang mencintainya. Pada dunia MCU, mimpi adalah jendela menuju dunia paralel. Melalui mimpi, kita dapat mengintip kehidupan kita di dunia paralel lainnya. Jadi terdapat banyak sekali Wanda di dunia paralel lain, yang hidup berkeluarga dan memiliki anak. Namun, bagaimana cara Wanda pergi ke dunia paralel lain demi mencari kebahagiaan? Menggunakan sihir kegelapan dari buku Darkhold?

Hal inilah yang memicu berbagai kekacauan di dalam berbagai dunia paralel. Strange harus melompat dari satu dunia paralel ke dunia paralel lainnya untuk menghentikan Wanda. Di sini saya tidak dapat menebak mau dibawa kemana arah film ini. Saya mengenal Wanda sebagai karakter yang baik. Sebagai penonton film-film MCU sebelumnya, agak sulit bagi saya untuk menempatkan Wanda sebagai karakter antagonis. Strange dan Wanda adalah bagian dari The Avengers yang berkali-kali menyelamatkan semesta. Segala sesuatu yang Wanda perbuat pun memiliki berbagai kesedihan di dalamnya.

Tidak ada karakter yang mutlak jahat pada Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022). Terdapat Wanda yang masih berpikiran jernih di dunia paralel lainnya. Terdapat pula Doctor Strange yang sesat pada dunia paralel lainnya, karena berbagai alasan yang baik. Doctor Strange memang memiliki kecenderungan untuk menabrak aturan dan melakukan pengorbanan. Sayangnya ia sering kali terlalu berani mengambil resiko. Bahkan terkadang ia berani mengorbankan orang lain demi sesuatu yang ia anggap lebih besar. Semua dapat terlihat dari berbagai versi Doctor Strange di dunia paralel lainnya.

Film inipun membuka jalur kesinambungan baru antara MCU dengan film-film superhero Marvel yang lahir sebelum Konsep MCU digaungkan pada 2011. Semakin banyak kemungkinan yang menarik untuk diikuti. Jadi, Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) memang menyelam lebih dalam lagi dalam membahas berbagai dunia paralel.

Tak lupa, unsur horor berhasil disisipkan dengan halus pada film ini. Saya sangat suka dengan keberadaannya. Apalagi horornya tidak hadir dengan dentuman suara musik yang mengagetkan.

Meskipun karakter Doctor Strange harus berbagai spotlight dengan Wanda pada film ini, Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) tetap layak untuk diacungi jempol. Film ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Beberapa teman saya membandingkan film ini dengan Everything Everywhere at Once (2022). Sekilas memang sama-sama membahas mengenai dunia paralel atau multiverse. Sama-sama memiliki karakter antagonis yang tidak mutlak jahat. Namun konsepnya agak berbeda. Bagi saya pribadi, Everything Everywhere at Once (2022) bukanlah film untuk saya. Saya masih jauh menyukai Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) dibandingkan Everything Everywhere at Once (2022).

Sumber: http://www.marvel.com

Ghostbusters: Afterlife (2021)

Ghostbusters mengisahkan sekelompok ilmuwan yang menggunakan sains untuk menangkap hantu. Saya pernah membaca komik Ghosbusters dan film layar lebarnya. Pada 2016, franchise ini mengalami reboot melalui Ghostbusters: Answer the Call (2016). Tokoh imuwan yang pada awalnya laki-laki semua, berubah menjadi wanita. Saya sebenarnya suka dengan reboot ini. Namun sepertinya film Ghostbusters selanjutnya bukan lagi mengenai mereka. Sebagai film terbaru Ghostbusters, Ghostbusters: Afterlife (2021) sangat berkaitan dengan kisah awal franchise ini, keempat ilmuwan pria pendiri Ghostbusters.

Pada tahun 80-an, keempat ilmuwan pria beberapa kali menyelamatkan dunia dari ancaman hantu-hantu. Puncaknya adalah ketika New York mengahadapi serangan besar dari Vigo dan Gozer The Gozerian Sang Dewa Kehancuran Sumeria. Dengan menggunakan nama Ghostbusters, para ilmuwan tersebut berhasil menangkap para hantu. Mereka melakukan tugasnya dengan sangat baik sampai-sampai, keluhan akan gangguan hantu semakin menurun. Terus menurun sampai akhirnya Ghostbusters pun hanyalah sebuah sejarah.

Bertahun-tahun kemudian, sebuah keluarga datang ke kota kecil di Oklahoma. Mereka menerima warisan berupa sebuah tanah yang luas beserta sebuah gudang dan sebuah rumah tua. Keluarga tersebut terdiri dari si ibu yaitu Callie (Carrie Coon), dan kedua anaknya yaitu Trevor (Finn Wolfhard) dan Phoebe (Mackenna Grace). Ketiganya mengalami berbagai kejadian aneh ketika tinggal di kota tersebut. Perlahan, mereka baru menyadari bahwa aset yang mereka dapatkan bukanlah tanah biasa atau rumah tua biasa. Di sana terdapat berbagai perlengkapan Ghostbusters lengkap dengan mobilnya.

Entah apa yang terjadi di sana. Namun kota kecil tersebut ternyata tidak aman. Bencana yang puluhan tahun lalu terjadi di New York, bisa saja terjadi di Oklahoma. Phoebe yang sangat cerdas berhasil menemukan cara untuk mengoperasikan senjata dan perangkap Ghostbusters. Pada awalnya saya pikir karakter Trevor akan dominan pada film ini. Ternyata saya salah besar. Karakter Phoebe berhasil tampil menonjol. Kerja yang sangat bagus dari Mackenna Grace sebagai pemeran Phoebe.

Phoebe, Trevor dan ditambah oleh teman sekolah mereka, jadilah semacam Ghostbusters baru. Pemburu hantu baru yang masih belia dan harus banyak belajar. Saya tidak menyangka bahwa Ghostbusters yang diisi oleh sekelompok remaja, bisa menghasilkan sebuah cerita yang menarik. Unsur misteri dan penyelidikan dari film ini berhasil menjadi sesuatu hal menyenangkan untuk diikuti. Tak lupa terdapat pula beberapa humor ringan yang dapat menyegarkan suasana :).

Bagian akhirnya pun terbilang mengharukan bagi para pecinta Ghostbusters original. Ghostbusters: Afterlife (2021) memang banyak mengandung nostalgia dan bagian akhir film ini adalah puncaknya.

Saya sendiri terlalu kecil untuk mengikuti kisah Ghostbusters ketika komik dan filmnya baru hadir. Tanpa aroma nostalgia pun, saya tetap menyukai Ghostbusters: Afterlife (2021). Film ini layak untuk memperoleh bilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.ghostbusters.com

Spider-Man: No Way Home (2021)

Sejak awal abad 21 sampai sekarang, sudah ada 3 versi Spider-Man live action di layar lebar. Spider-Man versi Tobey Maguire, Spider-Man versi Andrew Garfield dan terakhir Spider-Man versi Tom Holland. Terus terang saya kurang suka dengan Spider-Man versi Tobey Maguire sebab di sana terdapat karakter Marry Jane yang menyebalkan. Selain itu kriminalisasi Spider-Man sangat dominan di sana. Sang superhero harus menyelamatkan publik yang membencinya. Yah lebih dramatis sih. Yah memang lebih menggemaskan sih. Tapi lama-lama lelah juga melihatnya. Beruntung kemudian hadir Spider-Man versi Andrew Garfield yang memiliki tokoh kekasih yang lebih baik, serta topik kriminalisasi Spider-Man yang tidak terlalu disorot.

Kemudian, hadir Spider-Man versi Tom Holland yang pada kedua film pertamanya sama sekali tidak membahas kriminalisasi Spider-Man dan memiliki tokoh Marry Jane yang jauh lebih ok. Pada film ketiga Spider-Man versi Tom Holland ini, unsur kriminalisasi Spider-Man mulai dihadirkan kembali.

Ya, Spider-Man: No Way Home (2021) diawali dengan terkuaknya identitas Spider-Man atau Peter Parker (Tom Holland), beserta berbagai fitnah yang tiba-tiba dihembuskan oleh J. Jonah Jameson (J.K. Simmons). Wah dia lagi dia lagi. Ini dia biang keladi kriminalisasi di Spider-Man versi Tobey Maguire. Sekarang tokoh yang sama, diperankan orang yang sama, hadir di Spider-Man versi Tom Holland @_@. Si J. Jonah Jameson ini sering kali berkata, dimana Spider-Man muncul, pasti ada bencana. Well, kalau bagi saya pribadi. Dimana J. Jonah Jameson muncul, pasti saya mulai ragu untuk lanjut menonton atau tidak hehehehe. Pasti akan ada fitnah yang menggemaskan di sana. Saya sebenarnya tidak ada masalah dengan itu. Pada berbagai film, sudah biasa si tokoh utama terkena fitnah. Hanya saya, saya belum pernah melihat karakter J. Jonah Jameson terkena akibat dari perilakunya. Yah, seperti tidak adil saja. Inipun agaknya sedikit terbukti pada Spider-Man: No Way Home (2021). Yang benar dan yang berhati mulia, belum tentu dihargai.

Akibat berbagai tekanan, Peter Parker atau Spider-Man (Tom Holland) meminta pertolongan Doctor Strange (Benedict Cumberbatch). Dengan kemampuan sihir tingkat tinggi, Strange berusaha menolong Peter. Namun kegugupan dan keraguan Peter, sukses besar mengacaukan mantra Strange hingga terbukalah pintu menuju dimensi lain. Disinilah semua kekacauan yabg sudah ada, justru semakin kacau.

Film-film MCU seperti Spider-Man: No Way Home (2021) menganut paham multi dimensi. Jadi dunia terbagi ke dalam banyak dimensi dimana pada setiap dimensi bisa saja terdapat Peter Parker lain. Sebagaimana kita ketahui, ada 3 versi film Spider-Man. Nah sekarang ini, Spider-Man (Tobey Maguire) dan Spider-Man (Andrew Garfield) tersedot masuk ke dalam dimensi Spider-Man (Tom Holland). Beberapa lawan utama pada Spider-Man (Tobey Maguire) dan Spider-Man (Andrew Garfield), ikut masuk juga ke dalam dimensinya Spider-Man (Tom Holland). Ini adalah kejutan yang sangat keren. Ada 3 versi Spider-Man yang pada awalnya memiliki film masing-masing. Reboot sudah sering dilakukan oleh film-film Hollywood. Namun baru kali inilah reboot memiliki makna yang sangat besar. Bukan tidak mungkin Marvel Comic akan melakukan ini lagi pada film-film superhero yang pernah mereka reboot.

Kehadiran tokoh-tokoh dari film Spider-Man lain, benar-benar sesuatu hal yang menakjubkan. Ini adalah nilai plus terbesar dari Spider-Man: No Way Home (2021). Saya rasa film ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skalam maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.spidermannowayhome.movie

Serial Hawkeye

Tahun 2012 ada tahun yang cukup menyenangkan karena pada tahun itulah hadir The Avenger (2012). Beberapa superhero komik Marvel yang terkenal, hadir dalam 1 film. Black Widow (Scarlett Johansson), Hawkeye (Jeremy Renner), Thor (Chris Hemsworth), Iron Man (Robert Downey Jr), Captain America (Chris Evans) & Hulk (Mark Ruffalo) bergabung dan menamakan mereka sebagai Avengers. Mereka bertarung menyelamatkan New York dari serangan mahluk asing.

Bertahun-tahun kemudian, dilakukan peremajaan terhadap superhero-superhero Marvel. Beberapa superhero dikisahkan sudah memiliki semacam pengganti. Sebut saja Captain America melalui The Falcon and the Winter Soldier & Black Widow melalui Black Widow (2021). Kali ini tibalah giliran Hawkeye, anggota Avengers terlemah, menurut saya. Hehehe.

Serial Hawkeye mengambil latar belakang setelah Avengers: Endgame (2019). Semua anggota Avengers awal yang dulu menyelamatkan New York pada 2012 lalu, sudah terpecah. Iron Man dikabarkan gugur mengorbankan dirinya. Captain America memilih untuk pergi ke masa lalu atau dimensi lain untuk hidup damai bersama pujaan hatinya. Hulk mengalami luka yang parah setelah pertarungan sengit melawan Thanos. Thor sibuk berkelana ke galaksi lain bersama Guardians of the Galaxy. Black Widow gugur berkorban demi keselamatan umat manusia.

Natasha atau Black Widow adalah sahabat Hawkeye. Jadi, Hawkeye praktis mengalami trauma setelah Black Widow gugur di depan matanya. Pada saat itu terdapat pilihan antara apakah Black Widow atau Hawkeye yang harus berkorban. Black Widow berkeras agar ia yang berkorban agar Hawkeye dapat kembali berkumpul dengan anak dan istrinya kembali.

Akibat ulah Thanos, Hawkeye memang sempat kehilangan beberapa anggota keluarganya. Hawkeye yang pada saat itu sudah mulai menepi dari kehidupan superhero, kembali lagi namun dalam bentuk yang berbeda. Hawkeye menggunakan kostum lain yang lebih tertutup dan berubah menjadi Ronin. Ronin adalah sisi gelap Hawkeye yang langsung membasmi para penjahat di luar hukum. Yaah, Ronin ini semacam Arrow kalau di DC Comics. Namun saya lebih suka dengan Ronin. Karakter ini nampak lebih keren, gelap dan kuat. Tapi serial Hawkeye tidak akan mengisahkan aksi Hawkeye sebagai Ronin. Melainkan diantaranya mengisahkan konsekuensi dari tindakan ia ketika dulu menjadi Ronin.

Clint atau Hawkeye berusaha menutup semua hal yang dapat mengaitkan dirinya dan keluarganya kepada Ronin. Ia sekarang sudah hidup damai bersama keluarganya. Publik masih mengenali Clint sebagai Hawkeye, anggota Avengers yang sudah berkali-kali menyelamatkan Bumi. Sementara itu Publik termasuk beberapa bos mafia masih bertanya-tanya, siapa dan kemana Ronin menghilang.

Lawan Hawkeye memang bukanlah superhero maha dahsyat seperti Thanos, Loki, atau Ultron. Kelompok kriminal bersenjata menjadi menjadi penghalang Hawkeye pada serial ini. Semua disesuaikan dengan porsinya :’D. Untuk menghasilkan sebuah cerita yang seru, tidak harus menampilkan tokoh antagonis yang super kuat bukan?

Sepanjang film, Hawkeye memang nampak superior dari lawan-lawannya. Sesekali ia kerepotan tapi ini adalah film dimana sangat terlihat bahwa tokoh utamanya akan menang. Hal ini bukan masalah besar sebab, unsur misteri pada serial ini cukup menyenangkan untuk disimak. Jalan ceritanya pun tidak terlalu sederhana dan tidak terlalu kompleks. Tema dan topiknya yang diangkat memang tidak terlalu banyak tapi masih berkaitan dengan petualangan Hawkeye sebagai Avengers di masa lalu.

Praktis, pengorbanan Black Widow dan penghilangan bukti masa lalu Hawkeye sebagai Ronin, adalah bagian penting dari serial ini. Tidak hanya itu, dalam perjalannya, terdapat 2 karakter calon Avengers baru terlibat. Di sana akan hadir Kate Bishop (Hailee Steinfield) dan Yelena Belova (Florence Pugh). Kate adalah Hawkeye baru dan Yelena adalah Black Widow baru. Hawkeye dan Black Widow memang diplot sebagai sahabat, jadi tak heran kalau kisah keduanya akan berkaitan. Namun karena serial Hawkeye memang adalah bagian dari cara Marvel Comics untuk memperkenalkan Hawkeye baru, maka karakter Kate akan hadir sejak awal. Yelena akan muncul dipertengahan serial ini berjalan.

Serial ini adalah cara perkenalan yang sangat baik. Sepanjang serial, penonton semakin diperlihatkan bagaimana, secara tak langsung, Kate mempelajari semua kemampuan Clint. Awal pertemanan antara Hawkeye baru dan Black Widow baru-pun ditunjukkan pada serial ini. Setelah menonton serial Hawkeye, saya tidak lagi menganggap enteng, karakter Avengers yang hanya bersenjatakan panah saja hohoho. Serial Hawkeye sudah selayaknya memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.marvel.com

The Matrix Resurrection (2021)

Sebagai penggemar The Matrix (1999), saya tentunya langsung memasukan The Matrix Resurrection (2021) ke dalam daftar tonton saya. Setelah The Matrix Reloaded (2003) & The Matrix Revolutions (2003), praktis tidak ada lagi sekuel film layar lebar The Matrix (1999) yang hadir. Saya sendiri sebenarnya sedikit kecewa dengan The Matrix Reloaded (2003) & The Matrix Revolutions (2003) yang tidak sebagus The Matrix (1999). Jadi, saya tidak terlalu berharap banyak dengan The Matrix Resurrection (2021). Toh kedua sekuel The Matrix (1999) memang tidak terlalu istimewa. Tapi yaaa tetap penasaran seperti apa yaaaa Matrix Resurrection (2021)?

Film ini masih mengambil latar belakang dunia digital dimana manusia dijadikan baterai bagi mesin. Para manusia dimasukkan ke dalam kapsul, dibiarkan hidup agar energinya dapat dipanen oleh bangsa mesin untuk terus beroperasi. Selama tertidur, para manusia hidup di dunia digital yang pada awalnya dikendalikan oleh mesin. Manusia seolah dijajah dan dijadikan sapi perah bangsa mesin. Semua berubah ketika Neo (Keanu Reeves) dan Trinity (Carrie-Anne Moss) berhasil menerobos pusat kota bangsa mesin dan membuat perubahan. Mereka tidak ingin membinasakan bangsa mesin. Perdamaian adalah yang berhasil Neo dan Trinity capai kala itu. Paling tidak ini adalah kisah dari The Matrix (1999), The Matrix Reloaded (2003) & The Matrix Revolutions (2003). Bagaimana dengan The Matrix Resurrection (2021) sebagai film keempatnya?

Tanpa diketahui sedang berada di timeline mana atau dunia mana, Neo merupakan seorang pembuat game terkemuka. Karyanya yang terbesar adalah The Matrix. Cepat atau lambat, game besutan Neo akan diangkat ke layar lebar. Neo benar-benar sukses besar sebagai pembuat game. Sementara itu Trinity hidup bersama suami dan anak-anaknya.

Baik Neo maupun Trinity merasakan ada yang kurang dalam hidup mereka. Trinity terus dihantui oleh mimpi-mimpi aneh. Sedangkan Neo mengalami depresi hingga ia pernah mencoba untuk bunuh diri.

Semua nampak janggal hingga pada suatu hari, Morpheus (Yahya Abdul-Mateen II) hadir dan mewarkan Neo untuk bangun dan meninggalkan dunia The Matrix. Ini agak aneh karena pemeran Morpheous kok bukan Laurence Fishburne? Ini bukan karena Fishburne menolak tampil. Tapi karena tuntunan ceritanya, memang penampilan Morpheus harus berbeda. Bagian awal The Matrix Resurrection (2021) memang terbilang menarik. Penonton dibuat bertanya-tanya mengenai keberadaam Neo.

Berikutnya, akan semakin banyak adegan dan latar belakang yang sangat mirip dengan ketiga film Matrix sebelumnya. The Matrix Resurrection (2021) memang benar-benar memberikan nuansa nostalgia bagi penonton ketiga film Matrix sebelumnya.

Sayangnya, Matrix Resurrection (2021) hanua mampu menawarkan nostalgia. Sisanya, praktis tidak ada yang baru dan mengesankan di sana. Ceritanya relatif biasa-biasa saja. Penampilan Keanu Reeves justu mengingatkan saya dengan John Wick dibandingkan Neo-nya The Matrix (1999).

Adegan aksinya pun tidak sebagus film-film pendahulunya. Kombinasi antara ilmu beladiri dengan senjata api seolah hilang digantikan oleh aksi kejar-kejaran kendaraan bermotor yang agak klise.

Saya sangat suka dengan unsur nostalgianya tapu kurang berkesan dengan cerita, karakter dan adegan aksinya. Maka Matrix Resurrection (2021) hanya dapat memperoleh nilai 3 dari skalam maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sepertinya Matrix Resurrection (2021) ingin menjadi tonggak awal dari sebuah franchise. Dengan mencuatnya isu metaverse, sepertinya saat ini memang saat yang tepat untuk menghadirkan film keempat Matrix. Dunia Matrix kurang lebih memang menggambarkan kemungkinan yang mungkin terjadi bila metaverse memang akan berkembang. Tapi dengan awal yang biasa-biasa saja seperti ini, saya agak ragu apakah akan ada film layar lebat Matrix berikutnya.

Sumber: http://www.thematrix.com

Venom: Let There Be Carnage (2021)

Ketika masih kecil dulu, saya sering memainkan Spider-Man and Venom: Separation Anxiety di console Sega Mega Drive 2. Sebenarnya, permainan itulah yang memperkenalkan Venom kepada saya. Tak lupa, lawan terakhir permainan tersebut pun ikut memperkenalkan saya kepada Carnage. Begitu Venom: Let There Be Carnage (2021), tentunya film ini lanngsung masuk ke dalam daftar tonton saya.

Carnage sebenarnya memiliki kemampuan yang sangat mirip dengan Venom. Hanya saja, kali ini Carnage bersimbiosis dengan Cletus Kasady (Woody Harrelson), seorang pembunuh berantai. Dengan demikian Carnage dan Cletus hidup di dalam 1 tubuh yang sama. Baik Carnage mapun Venom, memang merupakan mahluk luar angkasa yang membutuhkan inang atau tubuh manusia untuk hidup. Carnage sendiri lahir dari ketika bagian dari Venom tercampur dengan darah Cletus melalui gigitan. Terlahir dan hidup di dalam tubuh seorang pembunuh berantai melahirkan seorang Carnage yang kejam dan tega berbuat apa saja tanpa batasan apapun.

Sangat jauh berbeda dengan Venom yang hidup di dalam tubuh Eddie Brock (Tom Hardy). Eddie memang tidak ramah atau baik hati seperti Peter Parker. Namun, Eddie maih memiliki moral dan kebaikan jauh di dalam lubuk hatinya. Hal inilah yang membuat Venom terpengaruh untuk membatasi diri dari berbuat semena-mena. Venom selalu lapar dan haus akan daging dan darah manusia. Selama ini, Eddie selalu menahan Venom dari berbuat kejam. Ia bahkan berusaha mengganti hidangan makan malam Venom dari manusia menjadi ayam atau coklat.

Lama kelamaan Venom merasa bahwa Eddie membelenggunya. Bila terus menerus bersama dengan Eddie, Venom tidak dapat menjadi diri sendiri. Eddie sendiri sudah muak dengan berbagai kekacauan yang Venom lakukan. Padahal tanpa Venom dan Eddie sadari, mereka memang saling membutuhkan satu sama lain. Hubungan benci tapi sayang inilah yang menjadi inti dari Venom: Let There Be Carnage (2021).

Eddie dan Venom pun berusaha memperbaiki hubungan mereka ketika Cletus dan Carnage memburu Eddie. Ternyata Eddie adalah reporter yang bertanggung jawab dalam menyingkap lokasi para korban dari kekejaman Cletus. Tak lupa Cletus dan Carnage dibantu pula oleh Frances Barrison / Shriek (Naomie Harris). Walau nampak seperti 2 lawan 1, sebenarnya duo Venom dan Eddie jauh lebih kuat bila mereka bisa bersatu.

Komedi segar antara Eddie dan Venom, menghiasi jalannya film ini. Semua hadir disaat yang tepat sehingga Venom: Let There Be Carnage (2021) berhasil membuat saya tertawa beberapa kali. Akting Tom Hardy dalam memerankan Eddie yang praktis banyak berbicara sendiri, sunggu prima dan menonjol. Saya sadar betul bahwa formula ini sudah pernah dilakukan pada Venom (2018). Tapi saya masih tetap menikmatinya dan sama sekali tidak merasa bosan.

Jalan cerita yang mudah ditebal dan akhir yang sudah jelas terlihat pun, seolah tidak membuat film ini menjadi membosankan. Eddie pada semesta yang satu ini jauh lebih menyenangkan dibandingkan Eddie pada semesta Trilogi Spider-Man versi Sam Raimi yang hadir pada tahun 2007 lalu.

Saya ikhlas untuk memberikan Venom: Let There Be Carnage (2021) nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Akibat film pertama dan kedua Venom sukses di pasaran, kabarnya akan ada film kerita Venom yang melibatkan Multiverse. Konon pada akhirnya Venom akan kembali bertemu dengan Spider-Man. Wah, kemungkinan saya akan menonton kerjasama Venom dan Spider-Man seperti permainan yang saya mainkan di console e Sega Mega Drive 2 dahulu kala ;).

Sumber: http://www.venom.movie

Dune (2021)

Novel dan film Dune sebenarnya sudah saya kenal tapi saya enggan menonton atau membacanya. Terus terang franchise Dune kalah populer dibandingkan dengan Star Wars yang bergenre kurang lebih sama. Kalau fanchise Star Wars diawali oleh film, maka Dune diawali oleh novel karangan Frack Herbert yang populer dan memenangkan berbagai penghargaan di era tahun 60-an. Kemudian Dune pun diangkat ke layar lebar pada 1984 oleh David Lynch. Karena Dune (1984) kurang mendapatkan sambutan yang baik, maka film ini tidak ada kelanjutannya. sampai pada tahun 2000 mulai hadir mini seri Dune yang terbilang cukup sukses. Saya sendiri belum lahir dan masih kecil ketika novel dan film-film Dune hadir. Apalagi saya lebih mengenal Star Wars dan Star Trek dibanding Dune. Maka saya pun tidak terlalu antusias dengan kehadiran Dune (2021). Apakah Dune (2021) akan mengulang kesalahan Dune (1984)?

Sekilas, saya pikir Dune (2021) akan mengisahkan Novel pertama Dune dari awal sampai akhir. Apalagi durasi Dune (2021) adalam lebih dari 2 jam. Namun, beberapa saat setelah Dune (2021) dimulai, terdapat tulisan kecil yang berbunyi “part one”. Ahahahahaha, ini merupakan keterangan kecil yang menyatakan bahwa Dune (2021) tidak akan mengisahkan semuanya. Paling tidak film ini merupakan awalan dari sebuah kisah yang panjang dengan intrik di mana-mana. Sisi negatifnya, sopasti akhir dari Dune (2021) seolah masih separuh menggantung. Sisi positifnya, Dune (2021) belajar dari kesalahan Dune (1984) yang berusaha mengisahkan 1 novel ke dalam 1 film. Kisah Dune terlalu kompleks, maka sangat mustahil untuk mengisahkan semuanya hanya dalam 1 film saja. Memimal dan memilih bagian mana saja yang dikisahkan tentunya tetap menjadi tantangan tersendiri bagi Denis Vileneuve, sang sutradara Dune (2021).

Sebagai pengantar, Dune sebenarnya adalah sebutan bagi Planet Arrakis yang dipenuhi oleh gurun pasir. Di dalam pasir-pasir Planet tersebut terdapat rempah-rempah yang sangat berharga. Hal inilah yang membuat Arrakis dikuasai oleh sebuah kekaisaran antar galaksi. Kekaisaran ini di pimpin oleh beberapa keluarga bangsawan. Keluarga Corino, Ateides dan Harkonnen adalah 3 keluarga bangsawan yang paling berpengaruh di dalam kekaisaran.

Keluarga Corino merupakan keluarga dengan kekuatan militer terkuat dan sudah ratusan tahun memimpin kekaisaran. Kemudian, sejak ratusan tahun yang lalu pula, Keluarga Ateides mengusai Planet Caladan yang penuh dengan laut dan menjadikan planet tersebut sebagai rumah mereka. Sementara itu keluarga Harkonnen pun sudah ratusan tahun menguasai Planet Arrakis dan menjadikan Planet tersebut seolah seperti planet jajahan. Selama itu pulalah penduduk asli Arrakis pun diperlakukan sewenang-wenang. Harapan para penduduk lokal ini hanyalah pada sebuah ramalan akan kebebasan.

Konon, pada suatu masa, akan hadir seseorang dari luar Planet Arrakis dengan ciri-ciri tertentu yang akan membebaskan Arrakis dari belenggu penjajahan. Sang pembebas Planet Arrakis ini bahkan disebut Mahdi. Dune memang menggunakan beberapa istilah Islam seperti Mahdi dan jihad. Namun Dune bukanlah kisah mengenai Islam. Dune tetap merupakan kisah fiksi ilmiah yang tidak ada hubungannya dengan Islam. Apakah film ini menyinggung Islam? Sepenglihatan saya sih tidak. Dune (2021) justru banyak sekali memangkas unsur kultur Islam yang ada pada versi novelnya. Mungkin hal ini disebabkan karena agama berpotensi menjadi isu yang sensitif. Dari pada mencari masalah, lebih baik mencari aman saja hehehe.

Tapi bagaimanapun juga, Dune (2021) kerap menggunakan istilah jihad yang kelak akan Mahdi pimpin. Harapan akan kedatangan Mahdi semakin terlihat ketika Keluarga Ateides mulai menguasai Arrakis. Film Dune (2021) sendiri diawali dengan bagimana Keluarga Ateides datang ke Arrakis.

Bagaimana awal Keluarga Ateides menguasai Arrakis? Hal ini diawali oleh persaingan politik di dalam kekaisaran. Kiprah keluarga Ateides belakangan sangat menonjol. Hal ini menimbulkan kecemburuan dari Kaisar Shaddam dari Keluarga Corino yang menguasai kekaisaran. Maka, secara mengejutkan, Sang Kaisar menyerahkan penguasaan dan pengelolaan Planet Arrakis kepada keluarga Ateides. Keluarga Harkonnen pun harus menyingkir dan melepaskan Planet tersebut. Keluarga Ateides sadar bahwa ini bukanlah anugerah. Bisa jadi ini merupakan manuver Sang Kaisar untuk menyingkirkan Keluarga Ateides.

Di dalam rombongan keluarga Ateides yang datang ke Arrakis, terdapat Paul Atteides (Timothée Chalamet). Paul adalah anak dari kepala Keluarga Ateides dan seorang Bene Gesserit. Di dalam Dune, Bene Gesserit semacam Jedi di Star Wars. Bene Gesserit pada dasarnya merupakan perkumpulan persaudaraan wanita yang memiliki kemampuan psikis di luar nalar manusia. Perkumpulan ini mendesain pernikahan agar menghasilkan garis keturunan yang unggul. Hal ini dilakukan bertahun-tahun hingga ibu dari Paul Ateides menutuskan untuk mengajarkan kemampuan Bene Gesserit kepada Paul. Para tetua Bene Gesserit pun khawatir akan hal ini karena mereka melihat bahwa Paul menyimpan sebuah potensi yang sangat besar. Mereka pun ragu apakah Paul akan mampu mengendalikan kekuatannya di masa depan. Kekuatan yang besar, tentunya tanggung jawabnya besar pula.

Paul tentunya menjadi karakter utama pada Dune (2021). Kalau di Star Wars, Paul itu seperti Luke Skywalker. Otomatis, from zero to hero sopasti menjadi bagian yang melekat pada Dune (2021). Saya suka bagaimana Paul berkembang dan semakin kuat.

Dunia Dune yang kompleks pun berhasil dijelaskan dengan sangat baik. Tidak ada kebingungan ketika sedang menonton Dune (2021). Film ini berhasil memberikan informasi yang tepat sehingga saya sendiri ikut tertarik dengan keanekaragaman yang ada pada Dune (2021).

Akhir Dune (2021) yang agak menggantung, bukanlah masalah besar. Karena jalan ceritanya menarik, tak terasa 2 jam lewat sudah dilalui. Pada akhirnya saya sudah tak sabar untuk menonton kelanjutan Dune (2021).

Saya pribadi ikhlas untuk memberikan Dune (2021) nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Ini merupakan awal yang baik bagi film-film Dune berikutnya.

Sumber: http://www.dunemovie.com