Missing (2023)

Berusaha mengulang kesuksesan Searching (2018), Sony Pictures merilis Missing (2023) pada awal tahun ini. Film ini berada di dunia yang sama dengan Searching (2018) namun ceritanya berdiri sendiri dan tidak berhibungan langsung dengan Searching (2018). Dengan sutradara yang berbeda, apakah Missing (2023) akan sebaik Searching (2018)?

Mirip dengan Searching (2018), Missing (2023) kembali mengangkat kisah yang menggali hubungan antara seorang orang tua tunggal dengan anak semata wayangnya ketika mereka terpisah jauh. Terpisah bukan karena disengaja, terpisah karena hilang tepatnya. Sejak kecil June Allen (Storm Reid) diasuh oleh ibunya Grace Allen (Nia Long) seorang diri. Maka dunia June seakan runtuh ketika Grace menghilang setelah sebelumnya pamit untuk berlibur ke Kolombia. Dengan berbekal semua yang June miliki, ia berusaha mencaritahu dimana ibunya berada. Sebagian besar usaha tersebut June lakukan dengan komputer yang ia miliki.

Penonton pun mengikuti likaliku pencarian ini melalui layar komputer dan jam tangan digital June. Tentunya, penyelidikan June dilalukan dengan menggunakan berbagai aplikasi yang kurang lebih mirip ada di Indonesia. Hanya saja komputer June adalah Machintost dan aplikasi-aplikasi yang ia gunakan bukanlah aplikasi yang lazim digunakan di Indonesia. Jadi sopasti ada sedikit perbedaan. Semua itu bukan masalah besar, sebab Missing (2023) cukup komunikatif dalam hal ini. Penonton yang kurang melek teknologi pun tidak akan kesulitan untuk mengerti. Film ini berhasil mengisahkan sebuah kisah dengan cara yang unik namun tetap informatif.

Sejak awal, jalan cerita Missing (2023) cukup menjanjikan. Saya senang dengan bagaimana June memproses informasi yang ia miliki. Dengan segala keterbatasan yang ada, June berhasil mengembangkan beberapa informasi yang ia miliki.

Missing (2023) memang berberapa kali berusaha berbelok ke kanan san ke kiri. Namun perlahan, kok jadi mudah ditebak. Misteri mengenai masa orang-orang di sekitar June agak klise dan sudah terlihat kemana arahnya sejak pertengahan film. Kemudian chemistri ibu dan anaknya tidak terlalu nampak.

Film ini memiliki cara penyampaian yang unik dan mudah dipahami. Sayang jalam ceritanya mulai kurang menarik dipertengahan film. Saya ikhlas untuk memberikan Missing (2023) nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Saya rasa Missing (2023) masih belum mampu mengungguli film pendahulunya, Searching (2018).

Sumber: http://www.sonypictures.com

Serial Flower of Evil

Kisah pada serial Flower of Evil atau 악의, diawali dengan sebuah keluarga yang nampak bahagia. Keluarga tersebut terdiri dari Baek Hee-sung (Lee Joon-gi), Cha Ji-won (Moon Chae-won), dan anak mereka yaitu Baek Eun-ha (Jung Seo-yeon). Hubungan mereka dengan orang tua Baek Hee-sung memang kurang baik. Namun hal seperti ini kadang terjadi pula pada keluarga-keluarga lain pada umumnya. Tidak ada yang nampak janggal di sini.

Dibalik keluarga yang sepertinya normal ini, ternyata terdapat rahasia yang cukup kelam. Belasan tahun silam, Baek Hee-sung ternyata terlahir dengan menggunakan nama Do Hyun-soo. Sebuah nama yang pernah terkenal karena berhubungan dengan kematian seorang kepala desa dan kasus pembunuhan berantai.

Belasan tahun silam, mendiang ayah Do Hyun-soo terbukti telah menyiksa dan membunuh beberapa wanita dengan ciri khas yang unik. Ia pun memperoleh julukan sebagai pembunuh berantai Yeonju. Reputasu yang seburuk itu tentunya mempengaruhi kehidupan anak-anaknya. Terlebih Do Hyun-soo yang memang memiliki kelainan. Do Hyun-soo memiliki kesulitan dalam mengenali, merasakan dan mengekspresikan perasaannya. Berbagai gosip-pun berhembus di sekitar kediaman keluarga Hyun-soo. Mulai dari suka membunuh hewan sampai kerasukan roh halus. Semua dituduhkan kepada Do Hyun-soo, hanya karena ia berbeda. Tidak heran, ketika sang kepala desa ditemukan tewas di kediaman keluarga Hyun-soo, Do Hyun-soo langsung dijadikan tersangka utama.

Di masa kini, Do Hyun-soo sudah mengubur masa lalunya. Ia berhasil melarikan diri dan memulai hidupnya dari awal sebagai Baek Hee-sung. Dengan identitas baru ini, ia berhasil menjaga semua rahasia masa lalunya dari istri, anak, mertua dan orang-orang sekitarnya. Sebenarnya semua ini sangat berisiko tinggi karena istri Do Hyun-soo adalah seorang detektif yang handal.

Dunia sempurna milik Do Hyun-soo seketika terancam hancur. Cha Ji-won, istri Do Hyun-soo, harus menangani beberapa kasus pembunuhan yang ciri-cirinya sangat mirip dengan kasus pembunuhan berantai Yeonju. Detektif Cha dan timnya pun harus membongkar kembali kasus Yeonju yang memang masih menyisakan banyak pertanyaan. Pertanyaan yang erat hubungannya dengan Baek Hee-sung atau Do Hyun-soo. Bagaimanapun juga, mendiang ayah kandung Do Hyun-soo adalah si pembunuh berantai Yeonsu yang terkenal.

Selama menjalin hubungan dengan detektif Cha Ji-won, Baek Hee-sung atau Do Hyun-soo berhasil menyembunyikan jati dirinya rapat-rapat. Ia berhasil tampil sebagai suami dan ayah yang penyayang dan baik hati. Dengan kemampuan manipulasi yang sangat baik, semua berhasil ditutupi dengan sempurna. Di sini akting aktor-aktor yang memerankan Do Hyun-soo dan atau Baek Hee-sung memang sangat baik. Mereka dapat menunjukan perubahan karakter dengan sangat meyakinkan. Saya berhasil dibuat percaya bahwa Do Hyun-soo memang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan semua ini dari pengamatan dan insting detektif Cha Ji-won yang yang handal. Mungkinkah semua terjadi akibat rasa cinta Cha yang sangat besar? Padahal selama ini, Do Hyun-soo sendiri tidak terlalu yakin mengenai perasaannya terhadap Cha Ji-won. Apakah ini cinta?

Ternyata, pertanyaan mengenai cinta-cintaan inilah yang menjadi topik utama Flower of Evil. Do Hyun-soo terlahir dengan ciri-ciri yang menyerupai ciri-ciri calon psikopat. Apalagi, ayah kandungnya sendiri terbukti melakukan berbagai tindakan keji. Kalau di film-film kriminal lain sih, karakter Do Hyun-soo sopasti menjadi si pembunuh berantai. Namun pada Flower of Evil, ada sesuatu yang membuat Do Hyun-soo bisa saja berbelok atau berubah. Perasaan dan hubungan Do Hyun-soo dan Cha Ji-won seolah diuji dengan terpaan badai yang sangat dahsyat.

Terdapat berbagai adegan saling menutupi terkait kasus yang Cha Ji-won tangani. Diam-diam, Do Hyun-soo pun harus mencaritahu, siapakah pelaku pembunuhan yang baru saja terjadi. Semua ternyata bermuara pada kasus-kasus lama yang melibatkan mendiang ayah Do Hyun-soo. Kasus-kasus penuh misteri yang dapat terurai dengan tidak terlalu sulit. Serial ini memang memiliki banyak misteri dan adegan thriller. Namun tidak ada yang spektakuler di sana. Beberapa memang tidak dapat diduga, namun semua selesai dengan cepat. Lalu hadirlah misteri baru yang kemudian dapat mudah terurai juga. Karakter antagonis pada serial ini memang miaterius, tapi tidak nampak sebagai seseorang yang kuat. Sakit jiwa sih iya, tapi memiliki kekuatan untuk melawan? Sayang jawabnya adalah tidak. Perlawan sang antagonis hanya ada sedikit, itupun di akhir dan cepat melempem seperti kerupuk di kotak terbuka yang lupa ditutup.

Bagian misteri dan thriller lumayan menghibur, tapi cukup sampai kata menghibur saja. Bagian drama romantis memang menjadi hidangan utama Flower of Evil. Sayangnya beberapa bagian drama romantisnya terasa draging dan membosankan. Di sana tak ada komedi atau lucu-lucuan yang imut ya. Jadi memang pure drama romantis cinta-cintaan yang diselimuti kabut misteri dan thriller pada beberapa bagiannya.

Saya sendiri cukup menikmati berbagai episode dari Flower of Evil. Patut diakui, ada beberapa misteri dan plot twist yang menyenangkan di sana. Namun sisi drama romantisnya memang sedikit membosankan bagi saya pribadi. Mungkin, ketika memutuskan untuk menonton serial ini, saya mengharapkan sebuah tontonan yang menegangkan dan penuh misteri, bukan drama romantis hehehe. Bagaimanapun juga, yang harus saya akui adalah kenyataan bahwa akting para aktor utamanya terbilang menonjol dan layak untuk ditonton loooh. Dengan demikian, Flower of Evil layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.studiodragon.net

Serial Revenge of Others

Serial Revenge of Others (3인칭 복수) merupakan serial asal Korea Selatan yang bercerita mengenai misteri pembunuhan di sebuah sekolah. Ok Chan Mi (Shin Ye-eun) rela pindah sekolah dari Busan ke Seoul demi menyelidiki kematian saudara kembarnya. Kepolisian Seoul menyatakan bahwa ini adalah kasus bunuh diri. Semua orang percaya dan menerima hal itu kecuali Ok Chan Mi.

Sekilas, lingkungan sekolah saudara kembar Ok Chan Mi, seperti lingkungan sekolah biasa. Lama kelamaan Chan Mi menemukan berbagai masalah di dalam lingkungan tersebut. Mulai dari bullying, pelecehan, sampai cinta terlarang. Semua dibungkus dibalik budaya ketimuran yang tidak sevulgar budaya barat.

Serial ini memiliki beberapa misteri yang terus menerus muncul secara bergantian. Misterinya tidak mengadung teka-teki yang rumit sehingga semua terbilang mudah dipahami. Sayangnya, terkadang yah misterinya terlalu mudah ditebak. Semua serba ringan karena Revenge of Others berbicara pula mengenai permasalahan remaja.

Kisah percintaan dan bullying ternyata cukup dominan juga pada serial ini. Bagian paling memuaskan pada serial ini justru pada beberapa adegan yang membahas bullying. Bukan ketika misterinya terungkap. Lucunya, bullying dan misteri pembunuhannya, bukanlah bagian yang menjadi sebab akibat langsung. Entah serial ini mau bercerita mengenai misteri pembunuhan atau permasalahan remaja.

Karena latar belakangnya adalah sekolahan, jadi masuk akal kalau permasalahan remaja ikut hadir disana. Walaupun memang agak overdosis. Selain itu terdapat beberapa bagian yang lumauan menegangkan dan menbuat saya penasaran. Bagaimanapun juga, Revenge of Others tetap menarik untuk diikuti. Serial ini mampu menjadi hiburan ringan di saat penat. Saya rasa Revenge of Others layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksinum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.sbsmedia.co.kr

Serial Kingdom

Mengambil latar belakang era kekuasaan Dinasti Joseon di Korea, Serial Kingdom (킹덤) berbicara mengenai perebutan kekuasaan. Pertikaian memperebutkan kekuasaan memang sudah sering menjadi topik yang diangkat pada berbagai film lainnya. Agak berbeda dengan yang lain, Kingdom menambahkan unsur misteri dan horor ke dalam perebutan kekuasaan tersebut.

Diawali oleh kegagalan invasi Jepang ke wilayah Korea pada Perang Imjin. Korea berhasil bertahan namun dengan cara yang tidak lazim. Cara ini pun dipergunakan oleh petinggi kerajaan demi memperoleh kekuasaan. Cara yang tidak lazim ini melahirkan sebuah penyakit yang ganas dan sulit untuk dibendung.

Penderita penyakit misterius ini akan berperilaku seperti layaknya mayat hidup atau zombie. Penyakit ini sangat mudah menular karena dapat menyebar melalui gigitan. Apalagi para zombie pada Kingdom, dapat berlari dengan sangat agresif. Hal ini menambah ketegangan ketika menonton serial tersebut.

Dari banyak karakter licik dan kejam yang ada, paling tidak terdapat 1 tokoh mulia pada serial ini. Sang Putra Mahkota Lee Chang (Ju-Ji-hoon) memiliki ambisi untuk membangun pemerintahan yang adil dan memihak rakyat. Namun, cepat lambat ia tidak akan memiliki rakyat apabila para zombie masih berkeliaran menularkan penyakit.

Dengan dibantu oleh beberapa pihak tidak semuanya 100% setia, Chang harus memusnahkan para zombie dan mengamankan tahta kerajaan dari para pejabat kotor. Perlahan misteri mengenai penyakit zombie mulai terkuak. Sebuah misteri yang tidak terlalu misterius. Namun jalan yang ditempuh untuk memecahkan misterinyalah yang menyenangkan untuk ditonton.

Perebutan kekuasaannya pun menggunakan beberapa fitnah dan taktik licik lainnya. Semuanya dalam takaran yang pas sehingga saya tidak bosan ketika melihat Chang tertimpa kemalangan. Si tokoh utama tidak dizalimi terlalu lama. Kisah Kingdom tidak bertele-tele seperti sinetron. Selalu ada saja sesuatu yang baru. Jadi saya menemukan beberapa bagian yang menyenangkan ketika menonton Kingdom.

Saya pribadi ikhlas untuk memberikan Kingdom nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Perebutan tahta kerajaan di tengah-tengah serangan zombie, ternyata mampu menjadi hiburan yang menarik.

Sumber: astory.co.kr

Serial Alice in Borderland

Setahun sebelum Squid Game mulai tayang, terdapat 1 serial lain yang genre-nya mirip. Sama-sama berbicara mengenai kompetisi maut. Hanya saja hadiah bagi sang pemenang adalah kehidupan, bukan uang. Serial 今際の国のアリス atau Alice in Borderland merupakan serial asal Jepang yang dibuat berdasarkan manga karya Haro Aso.

Kalau pada Alice in Wonderland, si tokoh utama tiba-tiba pergi ke sebuah dunia lain yang penuh warna. Nah, pada Alice in Borderland, dikisahkan beberapa penduduk kota Tokyo yang ramai, tiba-tiba berada di kota Tokyo yang sangat sepi. Kota Tokyo ini sangat berbeda dan merupakan dunia alternatif yang berbeda dengan kota Tokyo yang kita kenal. Di sana, terdapat beberapa peraturan yang harus dipatuhi. Setiap individu harus memenangkan salah satu pertandingan maut yang berada di beberapa sudut kota. Peserta yang kalah tentunya kehilangan nyawanya. Sementara itu para pemenang memiliki tambahan hari untuk hidup. Sebelum tambahan harinya habis, mereka harus mengikuti kembali salah satu pertandingan maut lagi. Siklus ini terus berulang entah sampai kapan. Namun pada perkembangannya, terdapat beberapa perubahan peraturan yang harus dihadapi.

Misteri mengenai asal dan maksud dari semua ini merupakan tanda tanya besar yang membuat penonton penasaran. Berbagai pertandingan mautnya pun sangat seru untuk ditonton. Beberapa perubahan dalam permainan yang ada pun berhasil menjadi kejutan yang keren.

Alice in Borderland tidak hanya bercerita mengenai permainan maut saja. Terdapat jeda antara satu permainan maut ke satu permainan maut lainnya. Mereka bisa saja beristirahat, atau justru menemukan mesalah dan sekutu baru. Manusia cenderung melakukan berbagai hal untuk selamat. Berbagai taktik dilakukan ketika sedang berada di dalam permainan, dan di luar permainan.

Seingat saya, pasti ada karakter yang gugur pada setiap episodenya. Terkadang, memang ada beberapa karakter yang gagal memperoleh perhatian saya. Mereka terlalu cepat gugur tanpa ada cerita di belakangnya. Namun, pada beberapa karakter utama, kisah latar belakangnya cukup detail, beberapa diantaranya bahkan mengejutkan.

Paling tidak terdapat 2 karakter protagonis yang paling menonjol pada Alice in Borderland. Ryohei Arisu (Kento Yamazaki) dan Yuzuha Usagi (Tao Tsuchiya) bisa jadi menjadi karakter utama pada serial ini. Keduanya sangat menyenangkan untuk dilihat. Kecerdikan Arisu dan kelincahan Usagi membuat keduanya nampak bersinar. Hubungan romantis antara Usagi dan Arisu pun berhasil menambah bumbu yang lezKarena permainan maut pada serial ini membutuhkan kemampuan fisik dan pikiran. Ahhh satu lagi, hati. Waaah permainan hati menjadi sesuatu yang paling sulit pada Alice in Borderland. Terlebih lagi, Arisu dan Usagi perlahan memperlihatkan ketertarikan satu sama lain. Mampukan mereka bertahan?

Saya sudah berkali-kali menonton film yang bertemakan survival. Alice in Borderland memiliki berbagai kelebihan yang membuat saya terpaku ketika menontonnya. Saya ikhlas memberikan Alice in Borderland nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.robot.co.jp

Serial Wednesday

Dahulu kala, saya pernah menonton serial The Addams Family. Kurang lebih serial tersebut mengisahkan sebuah keluarga dengan nuansa horor sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Semua yang seharusnya menyeramkan, diolah menjadi sarkasme. Sayangnya, saat itu saya masih terlalu kecil untuk faham sarkasmenya. Ketika The Addams Family hadir dalam berbagai film animasi atau serial lainpun, saya tidak tertarik untuk ikut menontonnya. Serial Wednesday agak berbeda. Berhubung aplikasi streaming smartphone saya terus menerus menampilkan iklan serial ini, saya pun akhirnya mencoba menontonnya. Saya menonton Wednesday tanpa mengetahui ini serial apa :’D.

Ternyata Wednesday itu adalah nama tokoh utamanya. Tokoh utama serial ini bernama Wednesday Addams (Jenna Ortega). Sudah ada nama Addams saja, pada awalnya saya tetap belum sadar siapa itu Mba Wednesday hehehehehe. Lama-kelamaan saya baru menyadari bahwa Wednesday Addams adalah salah satu anak dari The Addams Family. Jadi dapat dikatakan bahwa Wednesday adalah spin-off dari The Addams Family.

Wednesday Addams tampil sebagai gadis gothic yang cuek, pantang menyerah, cerdas dan penuh sarkasme. Uniknya, sarkasme pada serial ini berhasil membuat saya tertawa. Pembawaan karakter Wednesday sangat menyenangkan untuk ditonton. Akting Jenna Ortega sebagai Wednesday terbilang menonjol.

Selain itu, Wednesday dipenuhi oleh berbagai misteri yang menarik untuk diikuti. Setiap episodenya terdapat sesuatu yang membuat menonton penasaran. Walaupun penuh misteri, semuanya disajikan dengan sederhana dan mudah dipahami. Misterinya bukan misteri yang seperti benang kusut ala sinetron kok. Misterinya berada di tengah-tengah dunia supranatural yang bernuansa gothic.

Serial ini mengambil latar belakang yang sama dengan The Addams Family. Jadi, beberapa karakter pada serial ini memiliki kekuatan tertentu. Namun kekuatan tersebut tidak digambarkan seperti kekuatan superhero. Semua digambarkan sebagai kekuatan supranatural yang agak suram dan gelap.

Sutradara serial ini adalah Tim Burton yang sangat akrab dengan karya-karyanya yang bernuansa gothic. Biasanya saya tidak terlalu suka dengan film-filmnya Opa Tim Burton. Tapi kali ini saya harus mengacungkan 2 jempol bagi Serial Wednesday. Serial Wednesday ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Saya jauh lebih suka Wednesday ketimbang The Addams Family.

Sumber: http://www.mgm.com

Pengabdi Setan 2: Communion (2022)

Pengabdi Setan 2: Communion (2022) melanjutkan berbagai musibah yang menimpa keluarga Suwono pada Pengabdi Setan (2017). Setelah menghadapi serangkaian teror pada Pengabdi Setan (2017), Rini Suwono (Tara Basro) dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke kota besar. Belajar dari pengalaman terdahulu, mereka tidak mau lagi tinggal di rumah tua dengan lokasi yang terpencil. Rini, Tony (Endy Arfian), Bondi (Nasar Anuz) dan sang ayah, Bahri Suwono (Bront Palarae), tinggal di sebuah Rumah Susun yang ramai. Walaupun terletak agak menyendiri dan dekat dengan laut, paling tidak tempat tinggal mereka kali ini dipadati oleh berbagai penduduk.

Tanpa Rini dan keluarga sadari, sebagian tetangga mereka ternyata masih memiliki kaitan dengan para pengabdi setan. Pada lokasi dan waktu yang tepat, para pengabdi setan telah merencanakan untuk menggelar sebuah pesta atau upacara misterius. Ironisnya, Rini beserta keluarganya dan beberapa tetangga yang tak tahu apa-apa, terjebak di tengah-tengah peristiwa mengerikan tersebut.

Lorong-lorong Rumah Susun beserta ruangan-ruangannya, berhasil memberikan nuansa horor yang kental. Penampakan setan atau hantunya tidak terlalu banyak. Namun kengerian yang dibangun sungguh terasa.

Nuansa tahun 80-annya pun menambah keangkeran film ini. Lagu-lagu lawas yang diputar, membuat Pengabdi Setan 2: Communion (2022) semakin nampak menakutkan. Kereeen deh pokoknya.

Penonton diajak untuk tegang, sekaligus penasaran selama Pengabdi Setan 2: Communion (2022) berlangsung. Misteri demi misteri terungkap perlahan dengan waktu yang tepat. Misteri yang ada, berhasil menjadi daya tarik yang membuat mata saya tidak mengantuk sepanjang film diputar. Bahkan sampai film berakhir terdapat beberapa hal yang masih belum terungkap. Jauh dari kata menyebalkan, hal inu justru menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk ditelisik dan dibahas. Apalagi film ini adalah film Joko Anwar yang sepertinya memiliki korelasi dengan film-film lainnya selain Pengabdi Setan (2017).

Pengabdi Setan 2: Communion (2022) merupakan sebuah film horor dan misteri yang komplit. Film ini mampu menebarkan kengerian tanpa mengobral jomp scare atau penampakan setan-setanan yang menjijikan. Dengan demikian, sekuel Pengabdi Setan (2017) ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.rapifilms.com

Serial The Midnight Club

Film seri The Midnight Club mengisahkan kehidupan dari penghuni sebuah Hospice. Pada dasarnya, para pasien hospice merupakan penderita penyakit ganas dengan peluang kesembuhan yang sangat kecil. Mereka menghadapi kondisi dimana para profesional hanya dapat memberikan perawatan paliatif saja dengan probalitas peluang hidup berada di bawah 6 bulan. Hospice diharapkan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup mereka sebelum ajal menjemput. Bukan untuk menyembuhkan.

Hospice memiliki berbagai kegiatan dan Midnight Club sebenarnya bukan salah satunya. Begitupula dengan Brightcliffe Hospice. Di atas kertas, tidak ada Midnight Club di sana. Memasuki pergantian hari pada pukul 24:00, Para pasien Brightcliffe Hospice yang semuanya masih remaja, menyelinap keluar kamar. Mereka berkumpul di sebuah tempat rahasia. Di tengah gelapnya malam, mereka bertukar kisah-kisah horor dan misteri. Masing-masing kisah biasanya berhubungan dengan masa lalu dan kegelisahan dari dari karakter yang bercerita. Melalui kisah-kisah inilah penonton diajak untuk semakin mengenal para karakter The Midnight Club.

Sayangnya, beberapa kisah-kisah tersebut agak kurang menarik. Beberapa diantaranya justru keluar jalur menjadi kisah fiksi ilmiah dan drama, bukan horor atau misteri. Biasanya, setiap episode dari The Midnight Club memiliki 1 atau 2 kisah pendek karangan pasien Brightcliffe Hospice. Durasinya tidak terlalu panjang kok. Kalau panjang, yaaa saya pasti akan tertidur hehehe.

Yang menjadi magnet dari The Midnight Club adalah misteri yang menyelimuti Brightcliffe Hospice. Bangunan Hospice ini adalah bangunan tua dengan sejuta cerita. Tempat ini pernah menjadi lokasi kematian masal sebuah sekte misterius. Sesuatu yang spesial membuat beberapa pihak menggunakan lokasi ini untuk ritual dan hal-hal supranatural lainnya. Beberapa pasien pun sempat dihantui oleh beberapa sosok misterus ketika berada di dalam Hospice ini. Kematian dan misteri di sekeliling Brightcliffe Hospice, sangat menarik untuk ditonton.

Tak lupa serial ini ternyata memiliki muatan drama yang cukup kental. Akan ada air mata bagi karakter-karakter yang ada di sana. Mereka semua adalah remaja-remaja yang sekarat. Bersama menanti ajal di dalam sebuah Hospice. Pada beberapa episode, unsur dramanya justru sangat kental. Jadi The Midnight Club bukan horor dan misteri saja.

Saya belun pernah membaca versi novelnya. Tapi saya yakin ceritanya akan berbeda. Dengan format serial, The Midnight Club memiliki banyak ruang untuk mengekplorasi berbagai permsalahan yang muncul. Serial ini layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.intrepidpictures.com

Serial Big Mouth

Sejak melihat trailernya, saya sudah tertarik untuk menonton serial Big Mouth. Serial asal Korea Selatan yang menggunakan judul빅마우스 di negara asalnya. 빅마우스 sendiri sebenarnya berarti Big Mouse, bukan Big Mouth. Judul Big Mouse sebenarnya lebih cocok ya dijadikan sebagai judul. Film ini memang banyak mengisahkan misteri yang mengelilingi Big Mouse. Ia adalah karakter misterius yang sangat berkuasa di dunia kriminal. Dengan jaringan yang luas di mana-mana, siapapun bisa jadi merupakan mata-mata Big Mouse. Apakah Big Mouse jahat? Kalau menurut saya Big Mouse itu seperti antihero. Tokoh kriminal yang berseteru dengan tokoh-tokoh lain yang lebih jahat dan kejam darinya. Terdapat pejabat dan pengusaha yang diam-diam lebih jahat dari Big Mouse.

Di tengah-tengah perselisihan antara Big Mouse dengan berbagai pihak, muncul Park Chang-ho (Lee Jong-suk). Ia adalah pengacara sederhana yang banyak hutangnya dan jarang memenangkan kasus hukum. Hal ini diperburuk ketika Chang-ho tiba-tiba harus mendekam di penjara akibat kecelakaan mobil yang penuh rekayasa. Seketika itupulalah Chang-ho harus menjalani hidup yang berbeda. Di penjara, terjadi banyak hal yang menunjukkan bahwa Chang-ho merupakan Big Mouse. Masalahnya apakah ia benar-benar Big Mouse atau bukan?

Di sini terdapat banyak sekali misteri yang menyenangkan untuk disaksikan. Mulai dari kenapa Chang-ho dijebak, siapa Big Mouse, sampai rahasia besar sekelompok penguasa yang sudah ditutupi lebih dari puluhan tahun. Berbagai karakter dan berbagai pihak bisa saling membantu dan berhianat dalam hitungan detik. Adu strategi dan keberuntungan terlihat jelas di sana. Saya pun agak ragu menebak siapa yang paling jahat dari yang jahat.

Mayortitas ceritanya dilihat dari sudut pandang Chang-ho. Pembawaan karakter Chang-ho yang mendadak menjadi Big Mouse pun sangat menarik untuk disaksikan. Ia nampak berhasil menyelesaikan berbagai masalah yang datang dengan sangat cerdas. Bagian menyebalkan dimana karakter utama tersiksa, tidak terlalu banyak.

Di luar penjara, ada istri Chang-ho yang sangat setia, yaitu Ko Mi-ho (Im Yoon-ah). Romansa Mi-ho dan Chang-ho menjadi bagian yang mengharukan untuk ditonton. Mi-ho tidak hanya diam menunggu, ia pun melakukan penyelidikan mandiri bersama rekan-rekan Park lainnya.

Misteri ada, romansa ada, naaah komedi juga ada loh. Porsi komedi pada Big Mouth terbilang cukuplah porsinya. Masih ok sebagai selingan. Jadi serial ini tidak terus menerus membahas hal-hal yang serius.

Serial Big Mouth terbilang komplet. Ada tawa, haru dan ketegangan di sana. Unsur misteri dan tokoh utamanya berhasil membuat serial ini semakin greget. Saya rasa Big Mouth sudah sepantasnya untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Serial ini mengambil latar belakang sebuah negara yang dipenuhi oleh korupsi dan pelanggaran hukum. Sesuatu yang agak fiksi yaaa. Karena selama saya di Korea dulu, yaah Korea itu sangat tertib dan taat hukum. Jadi, setelah menonton Big Mouth, jangan beranggapan bahwa di Korea Selatan seperti itu keadaannya :’D.

Sumber: astory.co.kr

The Black Phone (2021)

The Black Phone (2021) merupakan film yang diadaptasi dari sebuah cerita pendek karya Joe Hill. Saya beberapa kali melihat kegagalan dari film yang diambil dari cerita pendek. Materi yang tidak terlalu banyak, harus disajikan dengan durasi yang agak panjang. Bagaimana dengan The Black Phone (2021)?

Melihat trailernya saya langsung tertarik untuk menonton. Kisahnya berhubungan dengan kasus penculikan oleh The Grabber (Ethan Hawke). Nama The Grabber adalah julukan dari masyarakat bagi seseorang yang melakukan penculikan anak-anak di pinggiran kota Denver pada tahun 80-an. Anak-anak dari berbagai kalangan, diculik di jalanan yang sepi. Anak-anak tersebut belum ada yang berhasil ditemukan. Telefon meminta tebusan pun tak ada. Semua menduga bahwa anak-anak tersebut sudah tewas, kemungkinan disiksa dulu sebelumnya ….

Ok, saya fikir The Black Phone (2021) adalah kasus kriminal biasa. Lalu dimana telefon hitamnya? :’D. The Grabber berhasil melakukan aksinya dengan sangat lancar. Semua berubah ketika ia melakukan kesalahan dengan menculik salah satu anak dari keluarga Blake. Keluarga Blake memiliki masa lalu yang kelam terkait dunia supranatural. Disinilah unsur horor dari film ini. Keluarga Blake hanya terdiri dari si bapak dan 2 anaknya. Si ibu meninggal bunuh diri setelah mendengar berbagai bisikan dan mengalami mimpi-mimpi aneh. Si bapak mengalami depresi dan sering mabuk-mabukan. Finney Blake (Mason Thames) adalah anak sulung dari keluarga Blake. Sementara itu Gwen Blake (Madeleine McGraw) adalah adik Finney yang sudah mulai mengalami mimpi-mimpi aneh seperti mendiang ibu mereka. Siapa yang The Grabber culik? Finney, si sulung yang sementara itu belum memiliki kemampuan supranatural apa-apa.

Finney disekap di ruang bawah tanah yang cukup luas. Di sana hanya terdapat kasur dan sebuah telefon rusak. Melalui telefon ini, Finney dapat memulai komunikasi dengan para korban The Grabber. Masing-masing korban memberikan petunjuk dan saran agar Finney dapat menyelamatkan diri. Inilah bagian yang paling seru dari The Black Phone (2021). Perlahan tapi pasti, Finney menguak berbagai misteri yang ada.

Dengan lokasi yang hanya itu-itu saja, The Black Phone (2021) berhasil membuat saya menyimak tanpa mengantuk, jauhlah dari kata bosan. Kisahnya, misterinya semua disajikan dengan menarik.

Kemudian, The Black Phone (2021) tidak banjir jump scare. Penggunaan jump scare pada film ini terbilang sangat pas. Saya paling benci kalau menonton film horor yang menggunalan jump scare di mana-mana sampai di bagian yang tidak perlu.

Secara keseluruhan, The Black Phone (2021) layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Ternyata ada juga film hasil adaptasi cerita pendek yang sebagus ini.

Sumber: http://www.theblackphonemovie.com