Membuat Akta Kelahiran dengan Alpukat Betawi

Alpukat Betawi merupakan aplikasi bagi warga DKI Jakarta untuk mengurus berbagai dokumen kependudukan. Konon kita dapat mengurus akta kelahiran, kartu keluarga sampai akta kematian dengan aplikasi ini. Pada awal 2023, kalau di Google PlayStore, rating aplikasi ini cukup buruk yaaa, hanya 2 koma …. Hal ini sangat wajar karena saya pernah memiliki pengalaman buruk dengan aplikasi ini. Beberapa tahun yang lalu, saya sempat mencoba menggunakan Alpukat Betawi dan gagal. Pada akhirnya, berkas-berkas dan informasi yang sudah saya masukan via aplikasi, harus ditulis dan lampirkan ulang secara offline wkwkwkwk.

Pada tahun 2023, mungkin aplikasi ini sudah lebih matang yaaaa. Saya mencoba mengurus akta kelahiran anak saya dengan aplikasi ini. Pertama-tama, saya tentunya harus memasang kembali Alpukat Betawi di ponsel saya.

Kemudian saya melakukan registrasi. Karena saya adalah warga DKI Jakarta, maka saya memilih pilihan yang kedua.

Bedanya dengan yang non DKI adalah informasi Kartu Keluarga. Karena saya adalah warga DKI Jakarta, maka informasi pendaftarannya adalah hal-hal yang sudah ada di Kartu Keluarga saya. Tak lupa saya menggunakan password yang rahasia namun mudah diingat.

Setelah menyelesaikan pendaftaran, maka saya harus login menggunakan nomor KTP dengan password yang sudah saya tulis pada proses registrasi sebelumnya.

Setelah login, terlihatlah berbagai layanan dari Alpukat Betawi. Kalau kita hendak mengurus akta lahir bagi orang yang sudah punya KTP, kita dapat memilih pilihan Akta Kelahiran. Namun kali ini saya hendak membuat Akta Kelahiran bagi bayi yang baru saja lahir. Maka saya memilih pilihan Akta Kelahiran tanpa NIK.

Kemudian kita harus mengisi beberapa form terkait pemgurusan Akta Kelahiran. Semua hal yang ditanyakan dapat diperoleh dari:

  • Kartu Keluarga
  • Surat Nikah
  • KTP bapak
  • KTP ibu
  • KTP saksi 1
  • KTP Saksi 2
  • Surat Keterangan Lahir dari Klinik/Rumah Sakit.

Pada bagian akhir form-form ini, foto dari dokumen yang saya sebutkan di atas harus diupload.

Setelah itu kita harus memilih lokasi Kelurahan beserta tanggal pengambilannya. Kemudian akan muncul notifikasi bahwa status permohonan dokumen kita sedang diproses atau dijadwal.

Beberapa hari kemudian akan muncul pemberitahuan bahwa dokumen siap diambil. Akan muncul pesan bahwa permohonan saya telah selesai diproses. Saya pun datang ke Kelurahan sesuai dengan tanggal pengambilan yang sudah saya pilih.

Sangat berbeda dengan pengalaman saya 2 tahun yang lalu. Kali ini petugas kelurahan langsung paham dan sudah dapat melihat status dan permohonan Akta Kelahiran anak saya. Kurang dari 5 menit saya langsung memperoleh Akta Kelahiran, Kartu Keluarga baru dan KIA (Kartu Identitas Anak). Semua diserahkan dalam bentuk printout dan softcopy dengan gratis. Gratis yang sesungguhnya, tidak ada pungutan apapun. Waahhh kerennnn. Kali ini saya acungi jempol deh si Aplukat Betawi ini. Semoga pelayanan yang prima ini terus berlanjut dan stabil hingga tahun-tahun berikutnya :).

Mengubah Koordinat Kemana Saja dengan Fake GPS Location

Sudah beberapa kali saya mencari aplikasi fake GPS yang benar-benar bisa saya gunakan. Saya pun beberapa kali mengalamu kegagalan. Sementara ini, paling tidak saat saya menulis tulisan ini, Fake GPS Location atau Fake GPS Joystick atau Fake GPS Pro, dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan saya. Jangan kaget kalau aplikasi besutan dgsmartstudio yang berasal dari Valencia Spanyol ini, namamya berubah-ubah. Kalau di website resmi, namnya Fake GPS Joystick. Kalau di Google Play namanya Fake GPS Location: Joystick An. Setelah memasangnya di handphone, namanya menjadi Fake GPS Pro. Apapun namanya, yang pasti aplikasi ini gratisan. Saya mengunduh dan memasang Fake GPS Location dari Google Play Store. Setahu saya aplikasi ini memang hanya ada di Android saja.

Sebelum mulai menggunakan aplikasi ini, kita harus mengaktifkan gps mock atau fake gps di handphone android kita. Pertama-tama, masuk ke pilihan About atau Tentang Ponsel. Kemudian pilih Software atau Perangkat Lumak. Cari Build Number atau Nomor Versi. Kemudian ketuk Nomor Versi sebanyak 7 kali untuk mengaktifkan menu Pilihan Pengembang atau Developer Option. Lokasi Nomor Versi pada beberapa tipe handphone memang bisa saja berbeda. Biasanya ada di dalam menu Perangkat Lunak.

Pilihan Pengembang dapat ditemukan di dalam menu Setting atau Pengaturan. Biasanya ada pada bagian bawah. Setelah masuk ke menu Pilihan Pengembang, cari Select Mock Location App atau Pilih Aplikasi Lokasi Palsu. Lalu pilih Fake GPS Pro karena kalau di handphone, nama aplikasi ini adalah Fake GPS Pro. Bukan Fake GPS Location atau Fake GPS Joystick.

Sebelum memilih koordinat/posisi dan mengaktifkan fake GPS, aktifkan terlebih dahulu pilihan GPS/Lokasi pada handphone.

Setelah itu, buka aplikasi Fake GPS Pro. Cari lokasi yang dikehendaki dan pilih. Biasanya, lokasi yang ada di Google Maps, akan muncul di sana. Bisa juga dengan memilih sebuah titik koordinat yang ada di peta.

Tekan tombol play yang berwarna jingga untuk mulai mengaktifkan GPS di lokasi yang sudah dipilih.

Kita bisa juga memilih beberapa posisi/koordinat pada peta sehingga kita akan terdeteksi perpindah-pindah lokasi. Tentukan posisi-posisi yang hendak dituju dengan menekan pilihan yang saya lingkari dengan lingkaran hijau di bawah. Tak lupa tekan lambang Play/Start yang yaitu segitiga hijau-putih yang ada di kanan bawah. Dengan demikian koordinat GPS kita seolah-olah berpindah-pindah dari titik 1 ke 2, lalu ke 3 dan seterusnya.

Paling tidak cara ini berguna bagi saya yang menggunakan Samsung S9 Plus pada tahun 2023. Aplikasi-aplikasi sejenis sebenarnya memiliki cara penggunaan yang sangat mirip. Perbedaannya hanya di tombol saja. Kemudian berdasarkan pengalaman, tidak semuanya dapat bekerja sesuai harapan. Aplikasi fake GPS besutan dgsmartstudio inilah yang berkerja walaupun namanya berubah-ubah ya. Selamat mencoba.

Mencetak File Langsung dari Smartphone

Di era pandemi ini, kebutuhan mencetak atau menge-print terasa semakin besar bagi keluarga saya. Terutama bagi kebutuhan anak-anak sekolah. Seringkali materi-materi dan tugas pembelajaran dikirim via Whatsapps atau aplikasi lain. Ternyata sekarang ini, untuk mencetak sesuatu tidaklah serepot dulu. Kita tidak perlu lagi membuka komputer atau laptop. Semua dapat cepat secepat kilat hanya dengan menggunakan smartphone saja.

Kurang lebih inilah yang saya pergunakan untuk mencetak file dengan cepat:

  • Smartphone yang support OTG. Kali ini saya menggunakan Samsung S9 Plus.
  • Printer dengan konektivitas USB 2.0, Kali ini saya menggunakan HP 1216.
  • USB OTG (On-the-Go).
  • Aplikasi printing, kali ini saya menggunakan Noko Print.

Pertama-tama saya hubungkan Printer – USB OTG – Smartphobe. Kurang lebih seperti gambar di bawah ini.

Kemudian saya menginstall aplikasi printing yang tersedia seperti Noko Print. Aplikasi ini dengan mudah dapat ditemukan di Playstore.

Dengan menekan agak lama dokumen atau foto yang akan dicetak, muncul pilihan “Share”. Pada gambar di bawah ini adalah contoh untuk mencetak langsung dari chat WhatsApp. Pilihan “Share” untuk WhatsApp berupa lambang di kanan atas yang saya lingkari.

Setelah itu akan muncul pilihan berbagai aplikasi yang men-support pilihan “Share”. Kita cari aplikasi “Print” seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Ketika baru pertama kali meng-install dan menggunakan aplikasi Noko Print, maka biasanya kita diminta untuk meng-install driver printer ke dalam smartphone. Kita pilih printer yang terdetaksi pada kolom “USB Printers”. Kalau tidak terdeteksi, teman-teman bisa coba periksa sambungan kabel dan pilih “Refresh” sampai printernya tetdeteksi. Setelah itu kita dapat memilih “continue” dan “ok”.

Kemudian akan muncul dokumen yang akan kita cetak. Kita dapat mencentang halaman atau dokumen mana saja yang hendak di cetak. Bagian yang saya lingkari adalah pilihan apabila teman-teman mau mengubah ukuran kertas, warna/tidak, dan lain-lain. Kalau dirasa sudah pas, pilihlah “Print”. Selesai.

Untuk gambar atau dokumen di aplikasi lain, bisa dengan mudah pula kita cetak. Dengan cara yang sama, tekan lama bagian yang ingin kita cetak sampai keluar pilihan “Share”. Kali ini saya contohkan lagi untuk mencetak gambar langsung dari browser yang mencari menggunakan google.

Mudah bukan? ;).

Vaksinasi Drive-thru Tol Jagorawi

Pada akhir bulan September ini, saya harus mencarikan tempat vaksinasi yang tepat bagi pengasuh baru anak saya. Hanya saja kami harus mencari lokasi yang tidak terlalu banyak persyaratannya karena pengasuh tersebut memiliki KTP luar kota dan kami belum sempat mengurus Surat Domisili. Berdasarkan info seorang teman istri saya, terdapat drive-thru vaksinasi Covid-19 di tengah-tengah ruas jalan tol Jagorawi yang diselenggarakan ileg Mabes TNI dan Jasa Marga. Kegiatan vaksinasini tersebut dilaksanakan setiap hari dari 08:00 sampai 15:00.

Di sana terdapat 2 jenis vaksin, yaitu Pfizer & Sinovac. Keduanya boleh untuk untuk dosis pertama maupun kedua. Hanya saja terdapat perbedaan di kuota dan pendaftaran saja. Untuk Pfizer, kuotanya adalah 400 orang per hari. Kemudian diperlukan pendaftaran di website serbuanvaksin24.com yang dibuka pada pukul 4 sore setiap harinya. Sedangkan untuk Sinovac, kuotanya 1000 orang per hari, dan kita bisa langsung datang saja, tdak pakai acara daftar-mendaftar. Hanya perlu membawa KTP saja, tidak perlu Surat Domisili bagi yang menggunakan KTP non Jabodetabek.

Melihat hal-hal di atas, saya lebih memilih untuk mengantarkan pengasuh anak saya untuk divaksin Sinovac saja. Pada hari minggu kemarin, kami akhirnya berangkat ke Tol Jagorawi. Pada dasarnya terdapat 4 tahapan, yaitu pendaftaran, pemeriksaan, vaksinasi dan observasi.

Pendaftaran dan pemeriksaan dilakukan di Rest Area Km 21 dan Km 38 arah Jakarta. Kami memilih untuk ke Rest Area Km 21. Kami mengikuti tanda jalan dan berhenti disebuah pos. Kondisi pos tersebut tidak terlalu ramai sehingga masih bisa menjaga jatak. Di sana, pengasuh anak saya turun untuk mengisi dan menyerahkan formulir pendaftaran. Kemudian ia saya mengantri untuk pemeriksaan tekanan darah. Di sana, akan diajukan beberapa pertanyaan mengenai kondisi kesehatan seperti apakah sekarang merasa pusing, sakit kepala atau batuk.

Setelah selesai, kami memperoleh tanda terima yang akan diserahkan ke lokasi vaksinasi yaitu Km 18 arah Jakarta, tak jauh dari Rest Area Km 21. Dengan mengikuti tanda jalan, kami menepi di Km 18 dan menemukan beberapa loket. Untuk vaksin Sinovac, kami haru datang ke loket 1 atau 2. Di dalam loket itu pun dilakukan penyuntikan. Setelah selesai divaksin, petugas akan memberikan secarik kertas sebagai tanda bukti fisik sudah pernah divaksin. Kemudian kami berhenti selama 15 menit untuk observasi. Semua proses di Km 18 ini, dilakukan di dalam mobil, jadi kami tidak ada yang turun sama sekali.

Vaksinasi drive-thru di Tol Jagorawi terbilang cepat, praktis, tidak terlalu banyak persyaratan dan tidak ramai. Hanya saja waktunya terbatas. Ketika saya tiba di sana, vaksinasi akan dilakukan sampai tanggal 30 September 2021. Namun menurut staf di sana, pelaksanaan vaksin di Jagorawi inj akan terus diperpanjang. Update resminya dapat dilihat di serbuanvaksin24.com dan http://www.jasamarga.com.

Perpanjangan Tanah Makam di TPU Layur

Selama ini saya memiliki keluarga yang sudah wafat dan dimakamkan di TPU Layur, Jakarta Timur. Setiap 3 tahun sekali, pihak keluarga harus memperpanjang surat sewa makam atau surat IPTM (Izin Penggunaan Tamah Makam). Kebetulan, masa berlaku surat IPTM makam keluarga saya habis pada Juli 2021, di tengah-tengah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Aktifitas Masyarakat) akibat merebaknya virus Covid-19.

Seingat saya, pada waktu itu wilayah DKI Jakarta masih berada di PPKM level 4. Namun betapa jahatnya penyebar hoaks, orang tua saya dibuat panik ketika menerima broadcast message Whatsapps seperti di bawah ini.

Walau saya yakin itu pasti hanya hoax, saya dan istri saya tetap datang ke TPU Layur demi menenangkan orang tua saya. Ternyata TPU Layur masih tutup karena Jakarta Timur masih berada di PPKM level 4. Perpanjangan surat IPTM boleh diurus setelah level PPKM Jakarta Timur mulai turun. Di sana ternyata sudah ada beberapa orang yang datang akibat broadcast message tersebut. Yah kebanyakan sih yang rumahnya dekat seperti saya, kalau jauh sih lebih baik di rumah saja :’D. Syukurlah di dekat sana terdapat cabang Lumpia Bandung Mang Ucup yang buka, kami bisa jajan deh hehehehe.

Pada bulan September 2021, barulah kami kembali datang ke TPU Layur untuk mengurus perpanjangan surat IPTM. Setibanya di sana, Kantor TPU Layur dalam keadaan buka dan sepi sekali, tidak ada antrian. Kami datang dengan membawa fotokopi rangkap 3 dari Kartu Keluarga dan KTP perwakilan keluarga yang datang memperpanjang. Tak lupa surat IPTM terakhir pun kami bawa, beserta fotokopi rangkap 3-nya. Kali ini, surat IPTM yang saya miliki adalah IPTM 2018.

Dari Kantor TPU Layur, kami memperoleh formulir yang harus diisi. Setelah diisi, formulir tersebut harus difotokopi rangkap 3. Weew, kami pun berangkat ke lapak fotokopi yang terletak di samping TPU.

Setelah selesai memfotokopi, kami kembali ke Kantor TPU Layur. Jadi total kami memiliki 3 rangkap fotokopian KTP, Kartu Keluarga dan surat IPTN 2018 plus …. surat IPTN 2018 asli. Pihak TPU mengambil surat IPTN asli, dan 1 rangkap fotokopian KTP, Kartu Keluarga dan IPTN 2018. Kemudian mereka memberikan surat berstempel yang dipergunakan untuk diproses pihak Kelurahan. Dalam hal ini Kelurahan Jati, karena TPU Layur berada di dalam wilayah Kelurahan Jati.

Setibanya di Kelurahan, sudah terdapat beberapa antrian. Proses mengantri di sini agak lama. Tapi yang pasti, teman-teman harus agresif bertanya terus kalau datang ke tempat ini :(. Pihak Kelurahan mengambil 1 rangkap fotokopian KTP, Kartu Keluarga dan IPTN 2018, … serta surat berstempel dari TPU. Di sini kami memperoleh Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD). Surat ini harus kami bawa ke Bank DKI untuk melalukan pembayaran.

Setelah melakukan pembayaran dari Bank DKI, SSRD beserta tanda bukti pembayaran, harus dibawa kembali ke Kelurahan. Setelah menunjukkan bukti pembayaran, Pihak Kelurahan akan memberikan IPTN yang terbaru, dalam hal ini IPTN 2021. Aaahhhh akhirnya selesai juga. Bingung? Baiklah akan saya gambar, langkah-langkahnya ke mana saja.

Dengan menggunakan kendaraan pribadi, semua proses panjang di atas kami mulai sekitar pukul 1 siang dan selesai sekitar pukul 3 sore, hanya sekitar 2 jam saja kok. Biayanya pun murah meriah, jauhlah bila dibandingkan dengan biaya makam di San Diego Hills :’D. Sampai jumpa 3 tahun lagi ;).

Tips Memasukkan Tanda Tangan ke Microsoft Word

Word 2019

  • Buatlah tanda tangan di secarik kertas lalu foto dan masukkan ke dalam komputer.
  • Edit foto tersebut agar hanya bagian tanda tangannya saja yang terlihat lalu save. Saya biasa menggunakan program Paint biasa bawaan Windows. Kalau fotonya dirasa sudah pas hanya menampilkan tanda tangan saja, lanjutkan ke langkah selanjutnya.
  • Buka file Word yang akan diberi tanda tangan. Pilih “Insert”, lalu “Pictures”, kemudian “This Device” karena foto tanda tangan ada di dalam komputer.
  • Sesuaikan besar dan lokasi dari foto yang sudah ada di dalam file Word. Saran saya, buat saja tulisan supaya terpisah dengan gambar tanda tangan. Cara yaitu dengan klik kanan gambar tanda tangan lalu pilih “Wrap Text” dan “In Front of Text”.
  • Klik 2 kali pada gambar tanda tangan, maka akan langsung menuju “Format” dari gambar tersebut. Kemudian pilih “Color”.
  • Pilih “Recolor” yang saya lingkari di bawah.
  • Selesai 🙂

Akhirnya … Kena Covid-19 Juga

Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya ketika terpapar Covid-19 pada Juni 2021. Entah terkena varian virus yang mana, yang pasti, sedang terjadi lonjakan jumlah pasien Covid-19 di Indonesia. Well, sebenarmya, sejak Covid-19 merebak pada 2019 lalu, saya sekeluarga termasuk mahluk yang rajin semprot-semprot disinfektans dan antiseptik. Masker pun tidak pernah lepas. Kemanapun kami pergi, protokol kesehatan kami terapkan dengan ketat.

Saya sendiri Work From Home (WFH), hanya sesekali ke kantor, mungkin hanya 2 kali dalam sebulan. Istri dan ibu saya tergolong tenaga kesehatan (Nakes). Tapi keduanya sangat disiplin dalam protokol kesehatan. Status Nakes mereka pulalah yang membuat mereka sudah lebih dahulu mendapatkan suntik vaksin Covid-19. Alhamdulillah kami sekeluarga tetap bebas dari Covid-19.

Pada sekitar bulan Mei akhir, saya mendadak demam, sakit perut dan nyeri otot yang amat sangat. O’ow, gawat nih, apakah ini Covid-19? Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata saya terkena Demam Berdarah. Sekitar 7 tahun yang lalu, saya terkena demam berdarah dan gejalanya ringan sekali. Sayang oh sayang sekali, kali ini semua berbeda. Saya terkena jenis Demam Berdarah yang lebih ganas sehingga saya harus di rawat di rumah sakit. Nyeri otot dan mualnya benar-benar parah. Nafsu makan terjun bebas, padahal hobi saya kulineran. Beruntung saya tidak sampai mengalami kejang. Hari berlalu dan akhirnya saya sembuh dari Demam Berdarah dan memulai masa penyembuhan di rumah.

Baru sembuh dari Demam Berdarah, saya mendadak merasa demam lagi, mual lagi. Wahdu apa lagi ini? Saya bawa tidur, demam tidak kunjung turun, badan justru menjadi lemas. Tak lama saya mendapatkan kabar buruk. Hasil antigen periodik istri saya positif. Maka seketika itu pulalah, kami 1 rumah langsung berangkat untuk PCR. Bak disambar petir siang bolong, kami semua positif Covid-19 kecuali ibu saya. Alhamdulillah beliau lolos.

Anak-anak saya tetap ceria dan tidak menunjukkam gejala apapun. Begitu pula ibu dan istri saya yang bisa tetap bergerak lincah seperti tidak ada apa-apa. Asisten rumah tangga kami pun hanya pilek ringan. Pengasuh anak-anak sempat demam tapi sudah ok, paling hanya batuk sesekali. Sementara saya …. panas tinggi, pegal-pegal, mual dan ahhh …. sial. Daya tahan tubuh dari Demam Berdarah belum pulih, sudah kena yang lain lagi nih.

Penyekatan untuk isolasi mandiri pun kami lakukan di rumah. Karena kondisi badan saya yang tak kunjung membaik, akhirnya saya berobat ke Rumah Sakit. Kondisi Rumah Sakit sudah mulai penuh. Saya harus bolak-balik Rumah Sakit baru bisa masuk ruang perawatan. Tidak bisa sekali jalan langsung dapat tempat. Beberapa pasien bahkan ada juga yang beberapa hari menunggu di IGD (Instalasi Gawat Darurat). IGD Rumah Sakit nampak diperlebar dan diberikan tempat tidur tambahan untuk menampung pasien. Tapi karena jumlah pasiennya banyak, ya tetap harus mengantri diawali dari menggunakan kursi roda atau tempat duduk. Beruntung pada saat itu antrian pasien belum sampai selasar.

Saya akhirnya memperoleh tempat di ruang perawatan lantai 3. Satu ruangan diisi oleh 4 orang termasuk saya. Sayangnya, diantara keempat penghuni, saya termasuk yang paling lemas dan paling tidak nafsu makan, meskipun saya termasuk yang tidak kehilangan penciuman. Kalau dilihat, makanan Rumah Sakit untuk pasien Covid-19 ini tergolong mevahlah. Sayang mual dan nyeri perut membuat setiap sesi makan menjadi sesi perjuangan. Saya harus memaksakan makan atau ini akan bertambah buruk.

Obat infus dan suntik Rumah Sakit memang lebih joss khasiatnya. Kondisi saya membaik dan hanya sesekali saja mengalami demam. Maka, setelah beberapa hari di Rumah Sakit, sayapun dipersilahkam untuk pulang untuk isolasi mandiri di rumah. Walaupun, sebenarnya menjelang pulang, saturasi oksigen saya turun ke sekitar angka 94, 95, 96.

Setelah melalui proses administrasi dan lain-lain akhirnya kami bisa meninggalkan Rumah Sakit di malam hari. Seluruh biaya 100% ditanggung Kementrian Kesehatan RI, kami tidak mengeluarkan uang sepeserpun.

Tiba di rumah, sudah ada beberapa tabung Oksigen yang istri saya siapkan. Malam itupun saya bersiap untuk tidur bersama tabung-tabung tersebut. Namun, Saturasi oksigen bukanlah kekhawatiran utama kami malam itu. Demam saya yang terus menerus muncul lagi yang menjadi masalah. Obat minum seolah tidak berdaya. Saya terus demam dan tanpa kami sadari sepertinya saturasi Oksigen saya terus menurun. Sesak? Tidak ada rasa sesak saat itu, nafas terasa normal-normal saja.

Malam itu merupakan malam yang terlupakan bagi saya. Tapi tidak bagi keluarga saya. Saya tidur setelah meminum obat. Lalu saya tidak ingat apa-apa. Sekilas terdapat ingatan saya diikat, ada pesawat Star Treek, ada lomba menggambar, … ingatan yang aneh.

Baiklah, dari cerita istri saya sepertinya malam itu saturasi oksigen saya drop mungkin sampai ke angka 80-an atau 70-an entah selama berapa jam karena saya tidur sendiri di kamar bawah. Ketika istri saya masuk ke kamar saya, ia menemukan selang Oksigen terlepas dari hidung saya dan entah bagaimana regulator tabung Oksigen saya jatuh dan rusak.

Di pagi hari pun saya langsung diangkut ke Rumah Sakit dengan mencharter Angkot yang lewat. Sampai Rumah Sakit, saya harus mengantri di IGD. Mulai yang hanya duduk, kemudian akhirnya dapat kasur di IGD. Kondisi IGD Rumah Sakit sudah lebih penuh ketimbang saya terakhir ke sana.

Konon saturasi Oksigen saya pun langsung naik ke 97 begitu mendapatkan Oksigen Rumah Sakit. Namun karena cukup lama mengalami saturasi yang kecil, maka saya kehilangan kesadaran dan …. sedikit kewarasan.

Ada berapa tindakan aneh yang tanpa sadar saya lakukan selama terdampar di IGD. Yang pasti, di sana, saya satu-satunya pasien yang diikat. Sementara yang lain ngos-ngosan tapi pikirannya benar. Saya tidak ngos-ngosan tapi melakukan tindakan-tindakan aneh yang tidak saya sadari. Saya benar-benar tidak ingat selama itu berbuat apa saja. Ada kemungkinan ini disebut hipoksia, organ saya kekurangan Oksigen. Beruntung saya memiliki istri yang selama masa-masa gila itu, menemani saya terdampar di IGD.

Saya mulai sedikit sadar ketika tiba-tiba saya sudah berada di dalam ICU (Intensive Care Unit). Di sana saya bertemu banyak orang. Ada yang mengajak mengobrol, ada yang bisik-bisik dan lain-lain. Sebenarnya ini agak aneh, tapi saya tetap berbicara dengan mereka. Semua berlangsung sampai pada suatu titik dimana saya menyadari mereka semua hanya bagian dari halusinasi saya. Bahkan ketika saya sadar bahwa saya berhalusinasi, mereka tetap datang. Yaaah tak apalah, supaya ramai. Toh mereka datang mengajak bincang-bincang santai. Tidak ada yang kasar atau agresif :’D.

Kehilangan kesadaran dan halusinasi kemungkinan karena hipoksi. Ada apa ini sebenarnya? Konon beberapa pembuluh darah saya yang ke arah paru-paru dan jantung tersumbat. Waduh untung masih bisa selamat yaa. Saya paling ingat masa-masa di ICU karena disanalah saya perlahan mulai waras.

Di ICU kita tidak boleh memegang gadget, padahal kondisi di sana sangat membosankan, panas dan berisik. Rata-rata pasien yang masuk ICU sudah dalam kondisi berat sehingga mereka bisa jadi dibantu oleh 1 sampai 3 alat bantu penyokong hidup. 1 alat saja suaranya sudah nyaring. Bayangkan ruang ICU yang terdapat lebih dari 8 pasien. 1 ruang ICU memang besar dan dipergunakan bersama-sama. Saya hitung jumlah pasiennya ICU yah sekitar 8 atau 9. Yah mungkin nanti bisa jadi teman ngobrol sungguhan, bukan teman halusinasi. Hanya saja, kalau saya hitung kok jumlah pasiennya berubah-ubah terus ya. Aaahhh mungkin karena pikiran saya yang belum 100% waras.

Kebetulan saya di tempatkan di bagian pojok ICU. Jadi hanya ada teman di depan dan samping saja. Itupun ternyata mereka dalam keadaan berat semua. Selama beberapa hari di ruangan inilah saya melihat pasien yang berguguran. Kematian di ICU ternyata bisa terjadi dalam hitungan detik. Entah sekeras apa mental para Nakes ruang ICU. Dalam satu hari saja saya pernah mengalami pergantian tetangga selama 3 kali. Jadi pasien di sebelah saya 3 kali tidak terselamatkan. Belum lagi yang diseberang. Waduh, dalam 1 hari saya bisa melihat beberapa kematian.

Saya melihat perjuangan para Nakes di sana. Habis pasang alat ini itu, membujuk pasien supaya mau makan, tiba-tiba lari CPR ke pasien lain. Belum selesai 1, alat penyokong hidup ada yang membunyikan tanda bahaya. sungguh luar biasa. Apalagi kalau saya lihat kok Nakesnya itu-ituuuu saja. Mereka seperti tidak pernah pulang. Yang paling saya tidak tega adalah ketika pasien ICU adalah orang tua dari si Nakes sendiri. Sudah dipasang macam-macam alat bantu dan tetap tidak selamat. Salah satu Nakes yang membantu saya makan dan infus harus menangis di dalam ruangan….

Mayoritas yang tidak selamat memang sudah datang dalam keadaan berat dan sesak nafas. Sayapun sebenarnya datang dalam keadaraan hilang kesadaran, hanya saya saya tidak ingat. Begitu banyak keharuan di dalam ruangan ICU. Saya tidak menyangka sebigini kerasnya perjuangan para Nakes.

Semua kejadian di ICU terasa jelas karena kondisi badan saya terus membaik ketika sedang di dalam ICU. Badan terasa segar meski belum bisa kemana-mana. Tangan kanan dan kiri diinfus, belum lagi kena dikateter. Obat minum yang saya konsumsi lumayan banyak, bisa 7 sampai 8 butir sekali telan di pagi hari. Nanti siang yaa 7 sampai 8 butir lagi. Malam yaaaa begitu lagi :”D. Kalau menjelang tengah malam biasanya saya memperoleh suntikan pengencer darah di perut. Kemudian suntikan obat lambung, vitamin C dan beberapa suntikan lain melalui selang infus. Yang pasti yang nyeri adalah suntik Vitamin C, yang lainnya tidak terasa apa-apa. Wah banyak sekali obatnya, tapi tak apalah, semua demi kesembuhan.

Selama saya di ICU, ternyata istri dan keluarga saya berkelana mencari obat tambahan yang dianjurkan oleh tim dokter yang merawat saya. Setiap malam istri saya muncul sesaat di jendela pojok ICU, ternyata selain menengok, ia memberikan obat yang disarankan kepada perawat ruangan.

Sebenarnya, Kementrian Kesehatan menanggung 100% biaya pasien Covid termasuk obat-obatnya. Obat-obatan yang ditanggung pun bukan obat murahan. Saya sendiri mendapatkan infusan 2 jenis antibiotik yang harganya lumayan mahal kalau bayar sendiri. Belum obat-obat yang lainnya, banyak sekali. Namun, memang terkadang ada obat-obat dari dokter yang tidak termasuk ke dalam paket bantuan Kementrian. Biasanya itu adalah obat yang agak langka dan tidak tersedia di Rumah Sakit. Olehkarena itulah keluarga saya harus berkelana mencari obat tambahan.

Ternyata, perjalanan mencari obat tambahan bagi saya, tidaklah mudah. Jadi, tim dokter yang merawat pasien ICU melakukan rapat setiap sore. Setelah rapat itulah pihak keluarga terkadang dikabari mengenai kondisi pasien, rencana tindakan dan daftar obat tambahan yang disarankan. Sejak awal, keluarga saya disarankan untuk mencari Remdesivir yang tidak tersedia di Rumah Sakit tempat saya dirawat. Istri saya langsung berkelana se-Jabodetabek untuk memperoleh stok Remdesivir. Sepertinya ini berlangsung beberapa hari karena dalam sehari saya membutuhkan lebih dari 1 kantong Remdesivir. Alhamdulilllah istri saya selalu berhasil memperoleh Remdesivir tepat waktu sehingga saya cepat siuman. Obat infus yang satu ini berfungsi melemahkan dan mematikan virus Covid-19 dengan lebih cepat.

Namun virus bisa saja melemah tapi ia akan terus mengeluarkan racun yang merusak. Kerusakan terparah yang biasa Covid-19 lakukan adalah badai sitokin. Indikasi akan terjadinya badai sitokin antara lain dapat dilihat dari nilai interleukin dari cek darah. Nah, pada suatu siang, ibu saya mendadak ditelefon langsung oleh tim dokter agar sesegera mungkin menyediakan obat tambahan Actemra dan Ivermectin. Ada apa ini? Jadi nilai interleukin saya ternyata amat sangat tinggi sekali sehingga entah dalam hitungan berapa jam lagi akan ada badai sitokin besar yang akan menghantam tubuh saya. Ada kemungkinan apabila badai sitokin ini benar-benar terjadi, saya tidak akan selamat. Mungkin hal inilah yang terjadi pada pasien-pasien ICU yang saya lihat mendadak tidak terselamatkan.

Untuk Ivermectin kebetulan tidak sulit untuk diperoleh pada saat itu. Kami mendapatkan Ivermectin dari tetangga kami yang baik hati. Namun Actemra adalah obat yang sulit untuk diperoleh. Kalau memesan ke perusahaannya langsung, harus menunggu selama 3 hari, terlalu lama. Keluarga saya sampai menefon semua keluarga yang ada, sampai keluarga yang di luar kota. Dari sana diperoleh info bahwa masih ada sedikit stok Actemra di daerah Pasar Minggu dan Pondok Indah. Maka istri saya berburu ke Pasar Minggu dan tante saya berburu ke Pondok Indah. Di Pondok Indah tante saya berhasil memperoleh 70mg Actemra, padahal kebutuhan saya total adalah 400mg, waduh 😦

Di Pasar Minggu, istri saya bertemu dengan anak almarhum seorang dokter. Dokter tersebut terkena Covid-19 dan memiliki nilai interleukin yang tinggi seperti saya. Kebetulan ia berhasil mendapatkan 2 kantung 400mg Actemra. Sayang, setelah pemberian kantung yang pertama, respon tubuh beliau terhadap Actemra kurang baik sehingga akhirnya beliau meninggal. Actemra memang memiliki efek samping ke jantung bagi beberapa orang. Beruntung masih ada 1 kantung 400mg Actemra yang disimpan di lemari es. Keluarga almarhum bersedia menjual 400mg Actemra kepada istri saya dengan harga lama, kalau harga baru sopasti sudah membumbung tinggi. Malam itu juga istri saya langsung mengantarkan 400mg Actemra tersebut ke Rumah Sakit tempat saya dirawat. Aksi cepatnya tidak terlambat dan sepertinya berhasil mencegah badai sitoksin besar terjadi. Wah makin cinta deh sama istri :D.

Karena kondisi semakin membaik dan stabil, maka akhirnya saya dipindahkan ke HCU (High Care Unit), horeeeee. Pasien ICU yang kondisinya membaik, biasanya dikirim ke HCU untuk observasi lagi. Kondisi pasien HCU tetap dimonitor alat macam-macam seperti di ICU. Hanya saja di Rumah Sakit tempat saya dirawat ini, modelnya 1 ruangan terdiri dari 2 pasien. Ada kamar mandi dan boleh memegang gadget. Kateter boleh dilepas asalkan kuat berjalan. Saya optimis untuk lepas kateter, mau mandi sendiri, mau ke toilet sendiri. Namun ternyata semua tak mudah. Ternyata, tanpa bantuan oksigen, nafas saya ngos-ngosan saat berusaha mandi atau melakukan aktifitas fisik lainnya. Saya bahkan sempat gagal mandi dan hanya berhasil cuci muka saja.

Sementara itu teman 1 ruangan saya di HCU mengalami sesak nafas yang lumayan, tapi tidak nampak separah pasien-pasien ICU. Beliau pun tidak ikut kompetisi mencoba mandi seperti saya, masih berjuang mengatur nafas yang tersengal-sengal. Baru sekitar 5 atau 6 jam bersama-sama di HCU, saya kaget ketika Nakes HCU tiba-tiba berlari untuk melakukan CPR kepada tetangga sebelah saya tersebut. Hasilnya terbilang sedih. Beliau akhirnya tidak terselamatkan dan ternyata beliau adalah orang tua dari 2 Nakes yang bertugas.

Beruntung pengalaman di atas akan menjadi kematian terakhir yang saya saksikan. Rekan sekamar HCU saya yang baru, mengalami sesak nafas yang sama seperti rekan sekamar saya sebelumnya. Hanya saja, ia masih muda dan masih bisa diajak berkomunikasi. Kami berdua ngobrol sambil ngos-ngosan @_@. Jadi, rekan sekamar saya yang satu ini kolaps setelah suntuk pertama vaksin. Ternyata kondisi badannya memang tidak terlalu fit ketika akan vaksin. Bisa jadi dia sudah positif Covid-19 sebelum vaksin. Wah-wah harus waspada juga ya ketika hendak disuntik vaksin.

Karena saturasi Oksigen saya tetap stabil meskipun selang oksigen saya sudah diperkecil, saya akhirnya sudah bisa pindah ke ruang perawatan biasa. Di sana tim rehab medik mulai melakukan edukasi mengenai latihan pernafasan. Saya pun pelan-pelan belajar untuk tidak 24 jam menggunakan selang Oksigen lagi. Selang 2 hari di kamar perawatan, saya diijinkan pulang ke rumah. Namun kali ini dengan kondisi yang jauh lebih prima. Tidak ada mual, tidak ada demam, nafsu makan sudah ok. Hanya saja nafas memang masih bermasalah.

Saya kembali pulang ke rumah, tidur di kamar isolasi saya yang dilengkapi beberapa tabung Oksigen. Sampai saat ini saya masih positif, begitu pula kedua anak saya beserta pengasuhnya. Beruntung anak-anak dan pengasuhnya tanpa gejala. Sementara gejala dominan yang masih saya rasakan adalah batuk & nafas yang ngos-ngosan. Untuk mandi saja saya harus membagi ke dalam 3 tahap. Sikat gigi dulu lalu istirahat. Lanjut cuci muka, tangan dan kaki lalu istirahat lagi x__x. Terakhir, barulah sabunan badan. Kalau 1 kali jalan siy saya masih belum kuat.

Saturasi oksigen, tensi dan nadi saya masih dimonitor di rumah. Kemudian setelah 1 minggu lewat, saya harus kontrol ke dokte paru-paru, cek darah, & cek jantung. Semua untuk melihat apakah kerusakan yang Covid-19 tinggalkan sudah mereda. Ini demi keselamatan jangka panjang.

Baru beberapa hari isolasi mandiri di rumah, saya menerima kabar mengejutkan dari lingkungan perumahan. Jadi ada tetangga saya yang seumuran dengan saya. Dia diduga terpapar Covid-19 beberapa hari setelah saya. Gejalanya mirip & masuk ICU karena alasan yang kurang lebih sama dengan saya. Hanya saja halusinasi yang ia alami sepertinya lebih tak terkendali. Istrinya terpaksa setiap hari masuk ke ICU menggunakan full APD Covid-19 untuk menenangkan. Mirip seperti saya, ia juga memperoleh obat tambahan. Keluarga kami bahkan berbagi stok obat karena obat tambahannya memang mirip. Dia pun cepat membaik dan dipindahkan dari ICU ke HCU. Di HCU dia memperoleh hasil PCR yang menunjukkan bahwa ia sudah negatif. Hebatnya Covid-19 adalah ia dapat membunuh dan merusak meskipun sudah mati di dalam tubuh. Itulah yang terjadi pada tetangga saya. Tak lama terdapat pengumuman bahwa ia mendadak meninggal. Kemungkinan karena mengalami badai sitokin atau serangan jantung akibat kerusakan yang sudah Covid-19 berikan. Wuuuaaahhhh, kok seram begini ya? Saya yang pada hari itu mulai bandel mau coba-coba membuka VPN untuk WFH (Work From Home), langsung mendadak insyaf. Saya langsung berjemur di luar sambil senam pernafasan, kemudian kembali merebahkan badan di kasur x__x.

Mengingat semua yang baru saya alami, terutama ketika di dalam ruang ICU & HCU, hidup terasa sangat berharga. Terlebih lagi orang-orang yang berusaha mempertahankan hidup orang lain. Mereka sangatlah berharga. Pengorbanan dan dedikasi Nakes sangat terlihat disana. Padahal mereka harus berhadapan dengan kematin setiap hari, bahkan ketika pasien mereka sudah memperoleh nilai PCR negatif. Pokoknya bravo untuk Nakes Indonesia di manapun kalian berada. Tak lupa saya juga sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang sudah ikhlas membantu saya memperoleh obat dan dukungan moral. Ternyata masih banyak masyarakat yang bersedia untuk saling menolong. Semoga kesehatan selalu menyertai kalian dan keluarga. Aamiin.

Mengurus Perpanjangan SIM 2021 di SIM Keliling

Tidak terasa, sudah saatnya saya memperpanjang masa berlaku SIM saya pada tahun 2021 ini. Pada 2016 lalu saya memperpanjang di Pelayanan SIM Keliling pada tulisan Mengurus Perpanjangan SIM 2016. Saya pikir, kali ini saya dapat memperpanjang SIM lewat aplikasi online. Ohhh ternyata, aplikasinya belum siap. Saya pun akhirnya kembali memperpanjang di Pelayanan SIM keliling seperti 5 tahun yang lalu.

Jeda 5 tahun ternyata membuat beberapa peraturan sudah berubah. Saat ini, perpanjangan SIM dapat dilakukan kapan saja dan efektif berlaku 5 tahun setelah tanggal perpanjangan. Kita diperbolehkan memperpanjang kapan saja, bisa 6 bulan, 1 tahun, atau bahkan 2 tahun sebelum masa berlaku habis. Hanya saja masa berlakunya efektif ikut bergeser mengikuti tanggal kita memperpanjang SIM. Contohnya adalah, ketika masa berlaku SIM saya habis pada 1 April 2021, saya memilih memperpanjang pada 15 Februari 2021. Maka, otomatis masa berlaku SIM saya akan berakhir pada 15 Februari 2026. Jadi kedepannya, batas akhir masa berlaku SIM tidak akan selalu sama dengan tanggal ulang tahun.

Semua itu dapat saya lakukan selama kondisi SIM tidak habis masa berlakunya, tidak rusak dan tidak hilang. Kini SIM tidak dapat diperpanjang setelah masa berlakunya habis, walaupun hanya telat 1 hari sekalipun. SIM yang masa berlakunya sudah habis mengharuskan pemiliknya untuk mengikuti alur seperti membuat SIM baru.

Dengan demikian, saya memilih untuk memperpanjang SIM saya seminggu sebelum masa berlakunya habis. Selanjutnya memperpanjang dimana ya enaknya? Saya biasa memperpanjang di SIM Keliling karena lokasinya yang relatif dekat dengan Posisi SIM keliling pun sudah berubah-ubah. Untuk SIM Keliling yang ada di Jakarta, lokasinya ada di Mall Grand Cakung, Kantor Pos Lapangan Banteng, LTC Glodok, Kampus Trilogi Kalibata dan Jalan M. Saidi Raya. Sekarang SIM manapun boleh diperpanjang di mana saja. Jadi, SIM dari wilayah lain di luar Jakarta, bisa memperpanjang di SIM Keliling Jakarta, berlaku pula sebaliknya. Saya sendiro memilih untuk memperpanjang di SIM Keliling yang berada di Parkiran Mall Grand Cakung.

Pelayanan SIM keliling Mall Grand Cakung beroperasi pada 08:00 sampai 14:00 di hari kerja. Pada saat akhir pekan, mereka beroperasi pada 08:00 sampai 12:00. Saya tiba di sana pukul 08:00 tepat dan antriannya sudah cukup panjang :’D.

Hal yang pertama saya lakukan adalah mengantri nomor. Di sana, saya memgantri berdiri sampai ke meja petugas. Saya kemudiam menyerahkan SIM lama dan 2 lembar fotokopi KTP kepada petugas. Tak lupa saya menulis nama lengkap, tanda tangan tipe SIM dan golongan darah. Dari meja pertama itu saya memperoleh nomor urut. Kebetulan kemarin saya memperoleh nomor urut 48.

Selanjutnya saya ikut mengantri untuk masuk ke dalam mobil SIM Keliling. Saya duduk di kursi hijau yang tersedia, sesuai nomor urutnya. Saya bergeser dari kursi ke kursi sampai akhirnya saya sampai di kursi terdepan. Prosesnya mudah, saya hanya mengikuti arahan petugasnya saja. Setelah tiba gilirannya, saya masuk ke dalam mobil SIM Keliling untuk melakukan foto, tanda tangan dan pengamban sidik jari. Tak lupa pembayaran juga yaaaa.

Setelah keluar dari mobil SIM Keliling, saya menunggu di pelataran Mall sampai nama saya dipanggil melalui pengeras suara. Saya datang ke arah petugas yang memanggil untuk mengambil SIM baru saya. Ahhh selesai, prosesnya memang lama tapi tidak terlalu melelahkan karena semuanya diatur dengan tertib dan teratur. Sampai jumpa di tahun 2026, mungkin tata caranya sudah bergeser lagi nanti :’D.

Mengatasi Port Ethernet Laptop HP EliteBook 820 yang Bermasalah

Setelah penggunaan selama 5 tahun, akhirnya port ethernet Laptop HP EliteBook 820 saya pecah berkeping-keping :'(. Port tersebut memang selalu saya gunakan untuk connect ke LAN kantor, jadi yaaaah pada akhirnya gugur. Berbeda dengan port ethernet laptop-laptop saya sebelumnya, port ethernet HP 820 ini ada engsel cengkramannya, semacam katup penutup. Maka setiap saya gunakan, RJ45 yang saya masukkan tidak mudah lepas. Desain port ethernet yang mencengkram ternyata memiliki titik lemah juga kalau kita gunakan terus menerus. Cengkramannya lama-kelamaan melemah dan akan copot pada akhirnya. Dalam kasus saya, copot dan pecahhhhh, hiks.

Saya pergi ke service center HP yang ada di lantai bawah kantor saya dan saya mendapatkan kenyataan pahit. Laptop saya sudah di luar masa garansi. Kemudian suku cadang yang rusak harus inden 3 bulan. Kalaupun sudah ada, harga suku cadangnya diperkirakan sekitar 1,5 juta, weew.

Ok, saya ogah beli suku cadang yang terlalu mahal untuk bende sekecil itu. Maka saya memiliki 2 solusi yang sudah saya coba dan berhasil.

Solusi 1

Gunakan USB to Ethernet Adapter. Dengan tambahan alat ini, saya menggunakan port USB saya yang masih ok, sebagai pengganti port ethernet saya yang gugur. Namun kalau kita bekerja di perusahaan atau lokasi yang tim IT-nya melakukan filter berdasarkan Mac Address, maka USB to Ethernet Adapter akan gagal menjalankan fungsinya.

Sebagai contoh, kantor saya hanya mengijinkan perangkat tertentu yang boleh masuk ke dalam jaringan internal. Maka mereka melakukan filter dengan mendata Mac Address dari setiap pegawai yang ada. Pada database kantor, yang tercatat adalah Mac Address dari port ethernet laptop HP 820 saya yang sudah gugur. Maka langkah berikutnya yang saya harus lakukan adalah mendaftarkan ulang Mac Address kepada tim IT. Hal ini akan berhasil dengan mudah apabila kita bekerja hanya di 1 lokasi saja, dan tim IT-nya sangat responsif. Apabila kita berpindah-pindah lokasi kantor yang memiliki kebijakan yang sama, maka akan hal ini akan memakan waktu. Apalagi kalau kita sedang menghadapi deadline :(. Maka yang bisa kita lakukan adalah mengubah Mac Address dari USB to Ethernet Adapter agar sama dengan Mac Address port ethernet laptop yang sudah terdaftar.

Pada kasus ini saya menggunakan Windows 10 dan menggunakan USB to Ethernet Adapter merk TP-Link. Pertama-tama saya Command Prompt dan memasukkan command “ipconfig /all”. Kemudian saya mencatat Phisical Address dari Ethernet adapter. Ini merupakan Mac Address dari port ethernet bawaan laptop yang rusak.

Kemudian saya masuk ke menu Control Panel, lalu Network and Internet, lalu Network Connections. Dari sana, saya melakukam klik kanan dan men-Disable Ethernet bawaan laptop saya.

Gambar di atas adalah kondisi disaat USB to Ethernet Adapter belum dipasang. Nah ketika saya mentancapkan USB to Ethernet Adapter saya, di sana kebetulan terbaca Ethernet4. Pada bagian Device Name terlihat merk yang saya gunakan yaitu TP-Link. Saya kemudian meng-klik kanan Ethernet4 dan memilih Properties. Pada layar Properties saya memilih Configure.

Nah pada menu Advanced dan Network Address, saya mengganti Value dengan Mac Address port ethernet bawaan Laptop yang sudah saya catat pada langkah pertama di Command Prompt. Tinggal klik Ok, selesai deh.

Solusi 2

Solusi 1 terlalu panjang? Port USB-nya juga rusak? Tidak punya biaya untuk beli Adapter? 😛 Tenaaaang, ada solusi kedua wkwkwkwkwk. Silahkan ke toko aksesoris mobil dan belilah peredam suara mobil. Lhoh?? Kalau saya kemarin pakai Automat 3mm sisa hehehehe. Peredam tersebut digunakan untuk menempelkan pecahan port ethernet laptop saya. Kekuatan dan kelenturannya terbukti mempu menjadi perekat yang tepat ;). Kalau pakai lem, akan terlalu keras dan kurang lentur. Nah kalau pakai lakban atau selotip biasa, yah kurang kuat.

Kekurangan solusi yang kedua ini adalah katup slot SD card tertutup sehingga saya tidak dapat lagi menggunakan slot tersebut. Kalau potongannya kurang besar, maka selotip peredam akan mudah lepas. Bagi saya pribad ini bukan masalah besar karena saya jarang menggunakan SD Card. Kekurangan lainnya adalah bentuk laptop saya jadi kurang elok kalau dilihat dekat-dekat …. dari bawah. Aaahhh siapa pula yang mau lihat dari bawah hehehehe. Sampai saat ini saya masih awet menggunakan solusi yang kedua. Ini jauh lebih awet daripada menggunakan ganjalan atau selotip yang lebih tipis dan kurang lentur.

Solusi kedua sangat saya sarankan bagi temen-teman yang senasib dengan saya, yaitu kondisi dimana katup penutup port ethernetnya sudah pecah. Bagi teman-teman pemilik HP 820 yang port ethernetnya baru sampai tahap retak saja, sebaiknya gunakan solusi pertama. Peredam suara sangat lengket dan menimbulkan noda, sayangkan? Apalagi kalau nanti hendak dijual ;). Kabarnya sih penyakit HP 820 berikutnya adalah fan. Wew, yah namanya juga laptop tempur, setiap hari digunakan untuk mencari sesuap nasi, pasti ada bagian yang lama-lama loyo, hohohoho.

Membagi 1 File Excel ke Dalam Beberapa File Excel

Adakalanya kita butuh memecah 1 file excel ke dalam beberapa file excel. Jadi informasi yang ada di dalam file excel tersebut dipecah-pecah ke dalam beberapa file excel sesuai kebutuhan. Saya mengalami masalah ini ketika saya harus meng-upload ribuan baris data excel ke dalam sebuah database padahal sekali  upload hanya dapat membaca 50 baris data. Setelah putar sana putar sini, akhirnya saya menggunakan cara di bawah ini pada Microsoft Excel saya.

Pertama-tama, saya akan membagi data yang ada di dalam 1 Sheet, ke dalam beberapa Sheet tapi masih dalam 1 file Excel yang sama. Pada contoh kali ini saya memiliki data yang terdiri dari 1284 baris. Nah data ini akan saya pecah-pecah ke dalam beberapa Sheet dimana 1 Sheet terdiri dari 50 baris data.

Dari Excel, tekan Alt+F11 untuk membuka Visual Basic. Kemudian pilih Insert dan Module untuk membuka modul script VB.

Copy-paste command-command di bawah ini ke dalam modul script VB yang sudah terbuka

Sub SplitData()
Dim WorkRng As Range
Dim xRow As Range
Dim SplitRow As Integer
Dim xWs As Worksheet
On Error Resume Next
xTitleId = "AliefKasep"
Set WorkRng = Application.Selection
Set WorkRng = Application.InputBox("Range", xTitleId, WorkRng.Address, Type:=8)
SplitRow = Application.InputBox("Split Row Num", xTitleId, 5, Type:=1)
Set xWs = WorkRng.Parent
Set xRow = WorkRng.Rows(1)
Application.ScreenUpdating = False
For i = 1 To WorkRng.Rows.Count Step SplitRow
resizeCount = SplitRow
If (WorkRng.Rows.Count - xRow.Row + 1) < SplitRow Then resizeCount = WorkRng.Rows.Count - xRow.Row + 1
xRow.Resize(resizeCount).Copy
Application.Worksheets.Add after:=Application.Worksheets(Application.Worksheets.Count)
Application.ActiveSheet.Range("A1").PasteSpecial
Set xRow = xRow.Offset(SplitRow)
Next
Application.CutCopyMode = False
Application.ScreenUpdating = True
End Sub

 

Jalankan command dengan memilih Run atau menekan F5. Maka kemudian akan muncul pertanyaan mengenai data mana yang hendak dipecah-pecah. Dalam contoh ini saya memilih data dari cell A1 sampai G1284. Hal ini dapat dilakukan dengan memblok cell yang hendak dipilih.

Kemudian akan muncul pertanyaan, pemecahannya hendak dibuat per-berapa baris? Pada contoh ini saya membutuhkan pemecahan data setiap 50 baris.

Setelah itu, command-command VB berjalan dan membuat data yang tadinya terdiri dari 1284 baris terpecah-pecah ke dalam 25 Sheet. Setiap Sheet pada Sheet2 sampai Sheet 27 berisi 50 bari pecahan data dari Sheet1. Sheet1 masih utuh berisikan data awal yang belum dipecah dan masih terdiri dari 1284 baris.

Baiklah, dengan selesainya proses di atas maka pemecahan 1 Sheet ke dalam beberapa Sheet sudah selesai. Selanjutnya, saya ingin memecah Sheet-Sheet ini ke dalam beberapa file Excel yang terpisah. Langkah berikutnya adalah kembali membuka Visual Basic dengan menekan Alt+F11. Kemudian kembali buka modul dan copy-paste command-command di bawah ini.

Sub Splitbook()
'AliefCakep
Dim xPath As String
xPath = Application.ActiveWorkbook.Path
Application.ScreenUpdating = False
Application.DisplayAlerts = False
For Each xWs In ThisWorkbook.Sheets
xWs.Copy
Application.ActiveWorkbook.SaveAs Filename:=xPath & "\" & xWs.Name & ".xlsx"
Application.ActiveWorkbook.Close False
Next
Application.DisplayAlerts = True
Application.ScreenUpdating = True
End Sub

Jalankan command dengan menekan F5 dan Sheet-Sheet pada file tersebut sudah terpecah-pecah ke dalam beberapa file excel yang terpisah. Judul dan isi dari masing-masing file tersebut akan sama persis dengan Sheet-Sheet yang terdapat pada file awal.

Akhir kata, semoga bermanfaat (^_^).