Drishyam (2015)

Sebagai kepala keluarga, seorang ayah tentunya memiliki naruri untuk melindungi anggota keluarganya. Dalam beberapa kasus, seorang ayah bahkan rela melakukan tindak kriminal yang bertentangan dengan hukum. Hal itulah yang menjadi topik utama dari Drishyam (2015).

Dikisahkan bahwa Vijay Salgaonkar (Ajay Devgn) hidup sederhana bersama istri dan kedua anaknya di sebuah kota kecil. Bencana hadir melalui datangnya seorang anak yang kaya raya, datang ke dalam kehidupan keluarga Salgaonkar. Terjadilah peristiwa kriminal yang melibatkan anak sulung Vijay. Perbuatan ini sudah hampir bisa dipastikan tidak akan pemperoleh pengadilan yang adil bila dibawa ke meja hijau. Keluarga Salgaonkar harus berhadapan dengan keluarga yang terdiri dari pejabat kepolisian dan pengusaha yang kaya raya.

Maka Vijay memilih untuk menyembunyikan peristiwa kriminal yang terjadi. Disinilah keunggulan dari Drishyam (2015) terlihat. Walaupun Vijay tidak lulus Sekolah Dasar, ia merupakan seseorang yang cerdas. Taktik Vijay berhasil membuat pihak kepolisian kebingungan dalam mencari motif dan barang bukti. Semua diperlihatkan dihadapan pak dan bu polisi seolah hanya ilusi visual buatan Vijay. Sesuai judulnya, Drishyam adalah bahasa India yang artinya visual atau pandangan.

Oooh tunggu dulu, Drishyam (2015) adalah film India? Ya, betul sekali. Film yang satu ini merupakan film thriller asal India. Saya termasuk penonton yang kurang suka dengan unsur musikal dari film-film India. Syukurlah adegan joget-joget di film ini sedikit sekali, hampir tidak ada. Thriller pada Drishyam (2015) terbilang lebih kental dan terasa di sepanjang film. Saya tidak seperti sedang menonton film musikal ala Bollywood. Semua nampak bagus dan memukau. Akting Ajay Devgn terbilang menonjol pada film ini.

Saya sadar betul bahwa Drishyam (2015) adalah remake dari Drishyam (2013). Drishyam (2013) sendiri sebenarnya agak mirip dengan novel Jepang yang berjudul The Devotion of Suspect X. Drishyam (2013) sendiri berbahasa Malayalam dan tampil lebih natural dan apa adanya. Film original terbitan 2013 inipun banjir penghargaan dari berbagai festival film.

Selain Drishyam (2015) terdapat film-film lain yang merupakan remake dari Drishyam (2013). Ada yang diproduksi dalam versi Tamil dan versi Kanada. Kemudiam novel The Devotion of Suspect X pun dibuat versi filmnya pada 2017 lalu. Wah wah wah, semuanya memiliki cerita yang kurang lebih sama yaaaa. Saya sudah menonton semuanya dan saya paling suka dengan Drishyam (2015). Sinematografi film ini lebih memukau. Nuansa thriller-nya lebih terasa. Walaupun hampir semua adegannya seperti copy paste dari Drishyam (2013), Drisyam (2015) berhasil mendramatisir kisah ini dengan lebih intens.

Dengan demikian, Drishyam (2015) layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Jarang-jarang nih ada film India yang berhasil membuat saya terpukau. 2 jempol deh buat Drishyam (2015).

Sumber: panoramastudios.in/portfolio-item/drishyam-2015/

Focus (2015)

Focus (2015) adalah film yang sama sekali tidak saya lirik ketika film tersebut baru dirilis. Melihat posternya, seperti melihat poster iklan kacamata hitam. Memang sih ada gambar Will Smith di sana, tapi saya bukanlah fans Om yang satu itu. Yang ada di kepala saya hanya … oooo itu iklan kacamata hitamnya Will Smith :P.

Baru pada pertengahan 2020 inilah saya menontom Focus (2020), itupun secara tidak sengaja. Saya terlanjur salah menekan tombol hehehehe. Baiklah, sudah terlanjur, lanjuuuut. Sesuai judulnya, fokus merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Pada awal film saja, kata fokus, fokus, fokus, sering sekali diulang-ulang. Iyah, iya saya sadar film ini judulnya fokus x_x. Fokus untuk apa sih?? Ternyata fokus untuk mencopet dan menipu.

Whah, ternyata Focus (2020) tidak bercerita mengenai hal-hal yang berbau kacamata hitam sama sekali. Film tersebut ternyata mengisahkan dunia penipu yang penuh intrik. Kisahnya berkisar pada bagaimana Nicky Spurgeon (Will Smith) menjalankan aksinya. Sebagai seorang penipu ulung, ia melakukan berbagi trik yang cukup menghibur untuk ditonton.

Tak hanya tipu menipu saja, terdapat unsur drama romantis pula di sana. Sepanjang film, saya bertanya-tanya mengenai hubungan asmara yang Nicky hadapi. Apakah ia sungguh-sungguh, atau ini hanyalah bagian dari aksi tipu-tipu saja.

Sayangnya, saya tidak menemukan sesuatu yang istimewa di sana. Intrik-intrik yang disajikan tidak terlalu mengejutkan. Drama romantisnya agak tanggung. Namun, bagaimanapun juga, Focus (2015) berhasil memberikan hiburan segar yang mudah dipahami. Penonton tidak diajak berfikir terlalu dalam untuk mengetahui apa yang terjadi. Maka, dengan demikian, film ini layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.warnerbros.com/movies/focus

Shaun the Sheep Movie (2015)

Shaun the Sheep merupakan film seri anak-anak yang sudah ada sejak 2007. Film seri ini merupakan spin-off dari film seri Wallace and Gromit. Karena kepopulerannya, Shaun the Sheep akhirnya menelurkan spin-off lain yaitu film seri Timmy Time. Tapi sayang, Timmy Time kok ya menggambarkan anak yang agak nakal ya. Memang sih Timmy kreatif dan banyak akalnya, tapi yaaa sering kali polahnya terkesan seperti anak nakal. Timmy jelas berbeda dengan karakter Shaun.

Sesuai dengan judulnya Shaun the Sheep mengisahkan mengenai kehidupan seekor domba bernama Shaun di Peternakan Mossy Bottom, sebuah peternakan tradisional di Inggris Utara. Di sana, Shaun bersahabat dengan anjing peternakan yang bernama Bitzer. Shaun dan Bitzer selalu bekerja sama untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul tanpa sepengetahuan Si Peternak.

Nah, pada Shaun the Sheep Movie (2015), terjadi sebuah insiden yang membuat Si Peternak (John Sparkes) mengalami kecelakaan di Kota. Ia pun mengalami hilang ingatan dan terdampar di kota karena ia tersesat tanpa membawa identitas. Shaun (Justin Fletcher), Bitzer (John Sparkes), dan kawan-kawan kemudian pergi ke kota untuk membawa pulang Si Peternak yang sudah merawat mereka sejak kecil.

Dalam perjalanannya, terdapat beberapa komedi situasi yang … yaaaah tidak terlalu lucu. Kecerdikan Shaun nampak biasa dan tidak menonjol. Tapi patut diakui bahwa ada bagian yang menyentuh pada akhirnya karena film ini bercerita mengenai “keluarga”.

Versi film layar lebar dari Shaun the Sheep ini tetap menggunakan dialog yang minim sekali, seperti versi film serinya yaaah kata-kata yang keluar praktus hanya mbeee, guk guk, gggrrr dan sejenisnya :’D. Tapi film ini tatap komunukatif kok. Ini merupakan ciri khas dari film Shaun the Sheep. Justru akan sangat aneh kalau Shaun the Sheep Movie (2015) dibuat dengan banyak dialog.

Gambarnya pun menggunakan teknik animasi stop-motion. Jadi, boneka dan alat peraga yang terbuat dari bahan clay modeling, diubah-ubah posisinya sehingga menghasilkan gambar animasi yang unik, mirip tanah liat. Saya rasa ini merupakan spesialisasi dari film-film produksi Aardman Animations, perusahaan sama yang memproduksi pula Wallace and Gromit, Chicken Run (2000) dan Timmy’s Time.

Secara keseluruhan, Shaun the Sheep Movie (2015) cukup menghibur meskipun kurang “Wow” yaaa. Film ini pantas untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Film ini cocok untuk ditonton bersama keluarga tercinta.

Sumber: http://www.shaunthesheep.com

Mini Seri And Then There Were None (2015)

Sebelum Murder at the Oriont Express (2017), ternyata novel-novel karya Agatha Christie sudah ada yang terlebih dahulu dibuat filmnya, And Then There Were None (2015) adalah salah satunya. And Then There Were None (2015) pertama kali hadir di stasiun TV BBC One dalam bentuk 3 seri. Berbeda dengan Murder at the Oriont Express (2017), And Then There Were None (2015) memang hanya hadir dalam format mini seri yang biasa diputar di stasiun TV, bukan bioskop.

Saya sendiri hampir tidak mengetahui bahwa And Then There Were None (2015) diambil dari salah satu novel Agathe Chtistie. Judul ini ternyata merupakan modifikasi dari novel Agathe Christie yang berjudul 10 Anak Negro. Karena dianggap rasis, maka judul dan beberapa bagian novel tersebut diubah menjadi And Then There Were None. Saya sendiri membaca novel Agatha Christie dengan judul 10 Anak Negro dan merasa tidak ada unsur rasis di sana. Novel tersebut sama sekali tidak membahas unsur rasial.

Tapi memang di dalamnya banyak menggunakan kalimat negro yang menjadi hal sensitif di negara-negara tertentu. Kata negro banyak digunakan untuk menggambarkan boneka dan puisi terkait pembunuhan berencana di sebuah pulau. Pada And Then There Were None (2015), boneka dan puisi negro digantikan oleh boneka dan puisi prajurit. Judul film inipun menggunakan bagian akhir dari sebuah puisi yang tergantung di setiap kamar di rumah Keluarga Owen. Puisi tersebut menggambarkan bagaimana 10 prajurit mati satu persatu dengan cara yang berbeda.

Pada suatu hari, Keluarga Owen mengundang 8 orang tamu untuk datang dan menginap di rumah mereka. Tak lupa Keluarga Owen sudah menyewa 2 orang pelayan untuk memenuhi kebutuhan para tamu. 8 tamu dan 2 pelayan? Wah total ada 10 orang di sana. Kesepuluh orang yang ada di dalam rumah tersebut, satu per satu menemui ajalnya dengan cara yang berbeda seperti yang disampaikan oleh puisi 10 prajurit yang tergantung di setiap kamar. Setiap ada yang tewas, boneka prajurit yang ada di meja makan, akan hilang. Jadi boneka tersebut seolah-olah melambangkan jumlah orang yang masih hidup. Karena rumah Keluarga Owen merupakan satu-satunya rumah di sebuah pulau terpencil, tak ada satupun calon korban yang dapat meninggalkan rumah. Mau tak mau mereka harus menemukan siapa dalang dari semua ini. Apalagi semua orang yang ada di rumah tersebut tidak saling kenal. Entah apa alasan kenapa mereka diundang untuk dibunuh satu per satu seperti ini. Kemana perginya si tuan rumah? Ternyata, kesepuluh calon korban pun tidak pernah bertemu langsung dengan Keluarga Owen.

Semakin lama semakin terlihat bahwa masing orang di dalam rumah tersebut, pernah melakukan pembunuhan di masa lalu. Pelan-pelan mengetahui dosa masa lampau mereka memang menarik untuk ditonton. Tapi melihat cara mereka tewas, tidaklah menarik karena kok ya kurang dihubungkan dengan bunyi puisi. Padahal petunjuk-petunjuk pada puisi itulah yang membuat cerita ini menarik. Saya tidak melihat ketagangan pada film ini, jalan cerita yang seharusnya menarik, nampak agak hambar. Satu-satunya yang menarik adalah siapa dalang semua ini dan apa motif sebenarnya.

Saya hanya dapat memberikan mini seri ini nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Bolehlah dijadikan tontonan di sela waktu istirahat. Saya sendiri lebih senang dengan versi novelnya.

Sumber: http://www.agathachristie.com/film-and-tv/and-then-there-were-none

The Invitation (2015)

Berawal dari blogwalking ke krilianeh.com, saya tertarik untuk menonton The Invitation (2015), sebuah film yang pemainnya tidak saya kenal, mungkin sayanya yang kurang gaul hehehe. Alkisah sepasang suami istri, Will (Logan Marshall-Green) dan Eden (Tammy Blanchard), bercerai setelah mereka mengalami depresi berat akibat menuinggalnya anak semata wayang mereka. Beberapa tahun kemudian, Eden dan kekasih baru Eden, David (Michiel Huisman), mengundang Will untuk makan malam di rumah yang dahulu Will dan Eden tempati selama mereka masih menikah. Will memutuskan untuk datang bersama kekasih barunya, Kira (Emayatzy Corinealdi). Sesampainya di sana, Will bertemu dengan beberapa teman dekat Eden plus beberapa teman David yang gerak-geriknya agak mencurigakan bagi Will.

Siapa sih David itu? Eden bertemu dengan David di sebuah group terapi yang terletak di Mexico. Disana pulalah mereka menemukan ketenangan jiwa, setidaknya itulah yang Eden dan David katakan di Will dan kawan-kawan. Wi sendiri belum menemukan ketenangan jiwa sepeninggal anaknya tercinta. Masuk ke dalam rumah tempat mereka dulu tinggal, Will terus teringat akan anak lelakinya, Will masih tenggelam pada kesedihan dan kepedihan masa lalu, aaahhh saya pun pasti akan sesedih itu apabila saya ada di posisinya. Saya kira bisa jadi ini yang membuat Will terus berprasangka buruk kepada orang-orang yang baru dia kenal yaitu kawan-kawan David.

Sepanjang film, David dan Eden memang menggelar acara yang sedikit kontroversial dan menimbulkan perdebatan, namun masih dalam batas wajar sih sebenarnya. Akibat acara yang David langusungkan tersebut, Will semakin curiga akan maksud undangan makan malam yang David dan Eden berikan. Sepanjang film, terjadi tarik ulur akan kecurigaan Will. Apakah David memiliki niat jahat? Kalaupun memiliki niat jahat, niat jahat apa? Mayoritas kecurigaan yang Will lontarkan, ada jawaban logisnya. Akhir dari film ini tetap tertebak sesuai dugaan saya sampai saya melihat bagian paling akhir dari The Invitation (2015), . . . aaahh ternyata dugaan saya benar tapi kurang lengkap :’D.

Jalan cerita film ini cukup membuat saya penasaran meskipun terkadang agak sedikit membosankan, kadar drama film ini lumayan kental ternyata. Latar belakang dan karakter yang itu-itu saja nampaknya memberikan sumbangan yang lumayan besar bagi rasa bosan yang kadang datang menghampuri. Karakter-karakter selain Will, rasanya kurang ada gregetnya. Kesedihan akan memori masa lampau dapat diperlihatkan dengan baik oleh Will yang diperankan oleh Mas Logan Marshall-Green, bisa jadi inilah yang membuat saya penasaran dan masih bertanya-tanya, apakah Will bereaksi berlebihan? Semua adalah efek dari depresi kehilangan buah hati tersayang? 

Saya rasa The Invitation (2015) masih layak untuo memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Cocok untuk dijadikan tontonan di malam hari :).

Sumber: drafthousefilms.com/film/the-invitation

The Revenant (2015)

Revenant1

The Revenant (2015) merupakan film yang berlatar belakang Amerika di sekitar tahun 1823. Amerika baru saja ditemukan oleh pendatang dari Eropa yang mau tak mau harus berhadapan dengan suku Indian yang sudah lebih dulu ada di Amerika. Peperangan dengan Indian, bukanlah tema utama yang diangkat pada Revenant (2015), melainkan petualangan Hugh Glass (Leonardo DiCaprio) yang diilhami oleh kisah nyata.

Revenant17

Revenant9

Dikisahkan bahwa Glass dan teman satu timnya berprofesi sebagai pemburu kulit. Mereka memburu berang-berang lalu menguliti dan mengolah kulit berang-berang untuk kemudian selanjutnya dijual kepada produsen sarung tangan, sepatu, tas, jaket atau topi.

Ketika sedang mengumpulkan kulit di tengah hutan, Glass dan kawan-kawan diserang oleh sekumpulan suku Indian. Karena kalah dari segi jumlah dan kesiapan, Glass dan kawan-kawan terpaksa kabur sambil membawa tumpukan-tumpukan kulit yang bisa dibawa.

Revenant5

Revenant13

Dalam perjalanannya, Glass terluka parah ketika ia berduel melawan beruang. Penghianatan oleh salah satu rekan 1 tim Glass, John Fitzgerald (Tom Hardy), membuat Glass ditinggalkan begitu saja dalam keadaan sekarat. Tidak hanya meninggalkan Glass, Fitzgerald juga merenggut satu-satunya hal paling berharga yang Glass miliki. Glass hanya dapat terbaring lemah tak berdaya melihat semuanya, ia tidak kuat untuk berdiri atau berbicara.

Revenant16

Diluar dugaan, Glass tidak mati, ia mampu bertahan hidup dan memburu orang yang telah menghianatinya. Perjalanan dan perjuangan Glass untuk bertahan hidup inilah yang mendominasi keseluruhan film The Revenant (2015).

Revenant11

Kalau dilihat dari segi cerita, sebenarnya agak klise dan biasa saja. Adegan aksi pada bagian awal film memang keren karena menggunakan long continous take. Tapi adegan aksi pada bagian akhir film ini justru nampak biasa saja.

Menurut saya, yang menonjol dari The Revenant (2015) adalah visualisasinya. Keadaan Amerika tahun 1823 di musim salju yang keras, dapat tergambar dengan baik sekali. Keputusan sang sutradara, Alejandro G. Iñárritu, untuk mengambil gambar di ruang terbuka yang alami, terbukti tepat walaupun keputusan ini membuat para kru film tersiksa. Mereka harus bekerja di suhu yang sangat dingin.

Revenant3

Revenant2

Revenant12

Revenant7

Leonardo DiCaprio sendiri harus merasakan tidur di dalam bangkai kuda. Jangan kaget kalau terdapat beberapa hal yang agak menjijikan pada film ini. Bagi Mas Leo, pengorbanannya terbayar lunas karena melalui The Revenant (2015), ia berhasil memenangkan penghargaan Oscar 2016 sebagai aktor terbaik. Sebuah penghargaan dimana Leo sudah berkali-kali hanya lolos sebagai nominator, akhirnyaaa menang juga :P.

Revenant8

Revenant15

Revenant4

Revenant14

Film ini bukanlah film Leonardo DiCaprio terbaik yang pernah saya tonton, saya lebih suka Inception (2010) v(^_^). Walaupun sudah menang Oscar, The Revenant (2015) hanya mampu memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: www.revenantmovie.com

The Martian (2015)

Martian1

Mars merupakan planet merah yang letaknya termasuk dekat dengan Bumi dibandingkan planet-planet lainnya. Sudah banyak film yang mengangkat mengenai Mars, namun rasanya baru The Martian (2015) yang mengisahkan mengenai bagaimana manusia dapat bertahan hidup di Mars tanpa ada campur tangan dari alien, monster, zombie, setan atau NAZI :’P. Yaaah jarang-jarang ada film bertemakan Mars yang mengangkat topik kemampuan bertahan hidup manusia dengan segala keterbatasannya di planet lain.

Dikisahkan bahwa sebuah tim astronot yang melakukan eksplorasi di Mars, tiba-tiba diserang oleh badai yang dahsyat. Salah satu astronot, Mark Watney (Matt Damon), terlempar entah kemana setelah ia tertusuk besi penyangga antena sebelumnya. Karena rekan-rekan Watney ngira bahwa Watney tewas, maka mereka kemudian langsung pulang meninggalkan Mars tanpa membawa Watney.

Martian12

Martian4

Martian19

Martian10

Diluar dugaan, ternyata Watney selamat dan berhasil berlindung di dalam pos NASA dengan perbekalan dan perlengkapan seadanya. Pada saat itu, komunikasi Watney dengan Bumi dan rekan satu timnya terputus karena antena komunikasi pos tersebut tumbang dan menancap di tubuh Watney.

Martian14

Martian11

Martian8

Martian13

Apa yang harus Watney lakukan? Ia harus bertahan hidup dengan bahan makanan, air, tempat berlindung dan oksigen yang kemungkinan hanya akan bertahan kurang dari 1 tahun padahal misi NASA ke Mars berikutnya akan dilakukan 3 tahun lagi. Watney pun belum bisa berkomunikasi dengan Bumi dan rekan-rekan setimnya yang sedang dalam perjalanan pulang ke Bumi.

Martian5

Martian18

Martian7

Martian17

Martian15

Walaupun minim aksi dan adegan menegangkan, cara Watney untuk bertahan hidup ternyata menarik untuk ditonton dan tidak membosankan. Sebagai ahli botani, ia menerapkan ilmunya untuk bertahan hidup hingga ia dapat dikatakan seperti penduduk Mars atau Martian.

Martian2

Martian3

Martian20

Martian16

Martian9

Film ini memang memiliki banyak muatan sains di dalamnya. Konon menurut beberapa ilmuwan, sebagian besar adegan The Martian (2015) adalah sesuatu hal yang memang benar dapat terjadi. Mayoritas teori-teori biologi dan fisika yang ditampilkan memang benar apa adanya, bukan rekayasa.

Martian6

Didukung oleh akting Matt Damon yang baik, saya rasa The Martian (2015) berhasil menampilkan film cerdas yang menghibur dan nyaman untuk ditonton. Film ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: www.themartianmovie.co.uk

Self/less (2015)

 

Selfless 1

Pada pertengahan 2015 ini telah hadir sebuah film dengan genre fiksi ilmiah thriller yang berjudul Self/less (2015). Dikisahkan bahwa Damian Hale (Ben Kingsley), seorang kaya raya yang memiliki segalanya, divonis mengidap kanker ganas. Apa gunanya harta, kedudukan dan lainnya kalau nikmat kesehatan mulai sirna. Di tengah-tengah penantian akan kematian, Damian memperoleh informasi mengenai prosedur medis radikal yang Professor Albright (Matthew Goode) mampu lakukan untuk memecahkan permasalahannya. Albright konon mampu memindahkan kesadaran Damien ke dalam tubuh baru yang sehat.

Selfless 4

Selfless 2

Selfless 7

Setelah Albright melakukan prosedur tersebut terhadap Damien, kesadaran Damien benar-benar berpindah ke dalam tubuh baru yang sehat, lahirlah Damien baru dengan nama Edward Kittner (Ryan Reynolds). Tubuh Edward memang sehat tapi ia selalu mengalami halusinasi yang aneh-aneh. Menurut Albright, itu adalah efek samping dari proses medis yang baru saja dilakukan.

Rasa ingin tahu Edward akan halusinasi yang ia alami mengungkap kenyataan dari praktek medis yang Albright lakukan. Selanjutnya terjadi aksi kejar-kejaran yang mengancam nyawa Edward dan orang-orang yang baru Edward kenal di kehidupannya yang baru.

Selfless 3

Selfless 5

Pada awalnya saya tertarik dengan konsep cerita Self/less (2015) yang mengangkat “produk keabadian”. Orang-orang kaya dapat berpindah tubuh dan terus hidup. Nah masalahnya yang terus hidup itu hanya memorinya saja atau pikirannya saja atau jiwanya saja? Hal ini tidak terlalu terjawab dengan tegas pada Self/less (2015), tapi yang saya lihat adalah sebaik-baiknya manusia mereplikasi kemampuan Allah, pasti ada kurangnya :). Jawaban akan pertanyaan di atas nampaknya tidak menjadi topik utama dari Self/less (2015). Tapi paling tidak film ini memberikan pelajaran yang bermanfaat meskipun tidak mendominasi keseluruhan film.

Adegan kejar-kejaran lebih mendominasi Self/less (2015) pada sekitar setengah film berjalan. Rasanya adegan seperti ini agak klise, sudah biasa. Tingkat misteri dari Self/less (2015) kurang kental sehingga rasa penasaran ketika menonton film ini agak kurang. Bagian akhirnya relatif mudah ditebak, yaaa paling begitulaaaa.

Terlepas dari kekurangan di sana dan di sini, saya rasa Self/less (2015) masih pantas untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Not bad untuk hiburan setelah pulang dari kantor :).

Sumber: www.focusfeatures.com/selfless

American Ultra (2015)

American Ultra 1

Pada American Ultra (2015) dikisahkan Mike Howell (Jesse Eisenberg) hidup damai bersama kekasihnya, Phoebe Larson (Kristen Stewart), di kota Liman yang sederhana. Sehari-hari Mike bekerja sebagai penjaga toko sampai larut malam. Dunia Mike dan Phoebe berubah ketika pada suatu malam seorang wanita misterius datang dan mengucapkan kata-kata aneh yang membuat Mike berubah. Mike seketika itu langsung memiliki refleks dan kemampuan berkelahi layaknya agen rahasia kelas atas.

American Ultra 2

Setelah itu Mike dan Phoebe diburu oleh sekelompok agen CIA dan sebatalyon tentara. Film ini menceritakan kejadian 1 malam dimana Mike dan Phoebe diburu disekitar kota Liman. Seharusnya American Ultra (2015) dapat dibuat lebih atraktif lagi dengan menyimpan misteri di awal film. Sayang hampir semua hal terkait Mike sudah dibeberkan di bagian awal American Ultra (2015).

American Ultra 3

American Ultra 6

American Ultra 4

American Ultra 5

Saya pikir American Ultra (2015) akan menjadi film from zero to hero yang sebagus salah satu serial TV favorit saya, Chuck. Pada serial Chuck, sang tokoh utama pun berubah dari seorang biasa menjadi agen rahasia CIA setelah ia mendapatkan sebuah pemicu. Sayang oh sayang kualitas American Ultra (2015) jauh di bawah serial Chuck :(.

American Ultra 8

Film American Ultra (2015) seolah seperti film absurd yang tak jelas arahnya kemana dan alurnya terlalu sederhana. Saya pun tidak melihat chemistry antara Mike dan kekasihnya. Adegan perkelahiannya terbilang biasa binti standard. Bagaimana dengan komedi atau kelucuannya? Nol, bagi saya American Ultra (2015) tidak memiliki racikan komedi di dalamnya.

Ahhh sayang sekali padahal saya sudah berharap banyak terhadap American Ultra (2015) setelah melihat trailer-nya. Maaf ya Mas Jesse Eisenberg, kali ini saya hanya mau memberikan American Ultra (2015) nilai 2 dari skala maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”.

Sumber: http://www.americanultrathemovie.com

Inside Out (2015)

Inside Out 1

Akhir-akhir ini saya mendapat rekomendasi dari teman-teman blogger untuk menonton film animasi terbaru Walt Disney & Pixar, Inside Out (2015). Tapi saya sendiri sebenarnya kurang tertarik untuk menonton Inside Out (2015) setelah beberapa kali menonton trailer-nya, apalagi kakak ipar saya mengatakan bahwa Inside Out (2015) biasa saja. Hhhhmmm karena penasaran, akhirnya akhir pekan lalu saya dan istri menonton Inside Out (2015) dengan harapan film animasi tersebut sebagus Up (2009), film animasi karya Pixar dengan trailer yang kurang meyakinkan dan konyol tapi ternyata memiliki cerita yang mampu memukau saya.

Berbeda dengan Up (2009), Inside Out (2015) menampilkan emosi-emosi manusia sebagai tokoh utamanya, aneh yaaaaa :’D. Ada Joy (Amy Poehler), Sadness (Phyllis Smith), Anger (Lewis Black), Fear (Bill Hader) dan Disgust (Mindy Kaling). Kelima emosi ini hadir di ruang kontrol utama setiap manusia termasuk Riley Anderson (Kaitlyn Dias). Diawali ketika Riley baru lahir, munculah Joy yang mengatur emosi kegembiraan Riley. 33 detik kemudian Riley menangis dan munculah Sadness yang mengatur emosi kesedihan Riley. Selanjutnya muncul Anger yang mengatur emosi marah Riley, lalu Fear yang mengatur rasa takut Riley dan Disgust yang mengatur emosi jijik Riley. Selama masa-masa awal pertumbuhan Riley, emosi kegembiraan mendominasi keseharian Riley sehingga peranan Joy sangat dominan di dalam ruang kontrol Riley.

Inside Out 3

Inside Out 11

Inside Out 13

Inside Out 8

Inside Out 4

Inside Out 2

Inside Out 9

Semua berubah ketika keluarga Riley pindah ke kota lain. Riley harus menghadapi lingkungan baru yang belum tentu ia sukai. Karena perubahan lingkungan tersebut, entah kenapa Sadness pelan-pelan mulai mendominasi ruang kontrol, hal ini berusaha Joy cegah karena Sadness adalah lambang dari kesedihan, Joy tidak ingin Riley sedih. Melalui sebuah pertikaian, Joy dan Sadness tidak sengaja terlempar keluar dari ruang kontrol. Kedua emosi yang bertolak belakang ini harus menemukan jalan pulang ke ruang kontrol karena tanpa adanya Joy di sana, Riley tidak dapat gembira. Bagaimana dengan Sadness? Bukankah terkadang manusia harus merasa sedih dulu agar dapat bahagia? 😉

Inside Out 6

Inside Out 14

Inside Out 5

Inside Out 10

Inside Out 7

Inside Out 16

Inside Out 12

Inside Out 15

Saya suka dengan pelajaran yang Inside Out (2015) berikan kepada penontonnya, cocok sekali kalau ditonton bersama anak-anak kecil. Saya melihat anak-anak beberapa kali tertawa ketika menonton Inside Out (2015). Sayang saya pribadi jarang tertawa ketika menonton film ini, mungkin hanya tersenyum terutama pada bagian awal film. Pada bagian tengah saya merasa bosan dan agak mengantuk. Nah pada bagian akhir ada bagian mengharukan yang bagus dan mendidik.

Ide kreatif film ini memang bagus dan unik tapi saya masih lebih senang dan terhibur oleh Up (2009) ketimbang Inside Out (2015). Pada akhirnya, saya setuju dengan pendapat kakak ipar saya, Inside Out (2015) biasa saja. Tapi film ini tetap bagus dan cocok untuk ditonton anak-anak kecil :). Bagi saya pribadi, Inside Out (2015) hanya mempu untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”, not bad laaahh :).

Sumber: movies.disney.com/inside-out