Penggunaan Serat Optik di Industri: WIMAX dan Data Center Menuju Teknologi Hijau

Tulisan ini dibuat oleh rekan-rekan saya dari Magister Manajemen Telekomunikasi & Magister Manajemen Tenaga Listrik dan Energi Universitas Indonesia yaitu Darmawan Apriyadi, Brury Sulandra & Bobby Riantori untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemodelan & Simulasi Lanjut yang wajib dimuat di media massa atau blog. Formatnya sudah saya ubah tapi isinya kurang lebih masih original, selamat menikmati dan semoga dapat bermanfaat 😀

 Abstrak

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa manusia mengembangkan budaya dan merevolusi teknologi sesuai dengan kebutuhan manusia. Seiring perkembangan zaman, muncul revolusi digitalisasi pada perkembangan teknologi komunikasi hingga komputerisasi yang diciptakan oleh manusia untuk mempermudah pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Media komunikasi digital pada dasarnya hanya adatiga, yaitu tembaga, udara dan kaca. Tembaga kita kenal sebagai media komunikasisejak lama, telah berevolusi dari hanya penghantar listrik menjadi penghantar elektromagnetik yang membawa pesan, suara, gambar dan data digital.Berkembangnya teknologi frekuensi radio menambah alternatif lain media komunikasi, kita sebut nirkabel atau wireless, sebuah komunikasi dengan udarasebagai penghantar. Tahun 1980-an kita mulai mengenal media komunikasi yanglain yang sekarang menjadi tulang punggung komunikasi dunia, yaitu serat optik, sebuah media yang memanfaatkan pulsa cahaya dalam sebuah ruang kaca berbentuk kabel.

Tentunya, padasaat sekarang ini, kabel fiber optic atau kabel serat optik telah mengubah wajah teknologi industri informasi. penggunaan fiber optik untuk jalur komunikasi digital, jauh lebih efektif dan lebih menghemat biaya, mutu dan waktu. Selain itu, keuntungan fiber optik pada green Data Center adalah pemanfaatan energi yang lebih rendah konektivitas optik 10G memberikan kontribusi untuk performa yang lebih ramah lingkungan dan juga optimasi jalur pemanfaatan ruang yang diperlukan untuk mendukung mobilitas green data center.

Kata kunci : fiber optic, serat optik, frekuensi radio, teknologi industri informasi
1. PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI SERAT OPTIK

Serat optik merupakan helaian optik murni yang sangat tipis  (tebalnya setipis rambut manusia) dan dapat membawa data informasi digital untuk jarak jauh. Helaian tipis ini tersusun dalam bundelan yang dinamakan kabel serat optik dan berfungsi mentransmisikan cahaya hamper tanpa kerugaian. Artinya, cahaya yang berhasil dikirim dari suatu tempat ke tempat lain hanya mengalami kehilangan sinyal dalam jumlah yang sangat sedikit.

Gambar 1. Konstruksi kabel serat optik

Bagian-bagian sebuah serat optik tunggal terdiri dari inti (Kaca tipis yang berada ditengah serat yang digunakan sebagai jalan cahaya), Pembungkus (bagian optikal terluar yang mengelilingi inti yang berfungsi untuk memantulkan cahaya kembali ke inti), serta jaket penyangga (jaket plastic yang melindungi serat dari temperature dan kerusakan). Ratusan atau ribuan serat optik ini kemudian disusun dalam bundelan kabel. Bundel ini masih dilindungi oleh bagian terluar kabel yang disebut jaket.

1.2. JENIS-JENIS SERAT OPTIK

1.2.1. Berdasarkan Jenis Mode yang Dirambatkan

Berdasarkan jenis mode yang dirambatkan  serat optik dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Single-mode fibers

Single-mode fibers mempunyai inti sangat kecil (berdiameter sekitar 9×10¯⁶ meter atau 9 mikron), cahaya yang merambat secara parallel di tengah membuat terjadinya sedikit disperse pulsa. Single-mode fibers mentransimsikan cahaya laser infra merah (panjang gelombang 1300-1550 nm). Jenis serat ini digunakan untuk mentransmisikan satu sinyal dalam setiap serat. Serat ini sering dipakai dalam pesawar telepon dan TV kabel.

Gambar 2. Jenis Serat Optik : Single-mode Fiber

b. Multi-mode fibers

Multi-mode fibers mempunyai ukuran inti yang lebih besar (berdiameter sekitar 6,35 x 10¯⁵ atau 63,5 mikron) dan mentransmisikan cahaya infra merah (panjang gelombang 850-1300 nm) dari lampu light-emitting diodes (LED). Serat ini digunakan untuk mentransmisikan banyak sinyal dalam setiap serat dan sering digunakan pada jaringan computer dan Local Area Networks (LAN).

Gambar 3. Jenis Serat Optik : Multi-mode Fiber

1.2.2. Berdasarkan Indeks Bias Core

       Berdasarkan indeks bias core, serat optik dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Step indeks

Pada serat optik step indeks, core memiliki indeks bias yang homogen.

b. Graded indeks

Indeks bias core semakin mendekat ke arah claddingsemakin kecil. Jadi pada graded indeks, pusat core memiliki nilai indeks bias yang paling besar. Serat graded indeks memungkinkan untuk membawa bandwidth yang lebih besar, karena pelebaran pulsa yangterjadi dapat diminimalkan.

1.3. SEJARAH SERAT OPTIK

Penggunaan cahaya sebagai pembawa informasi sebenarnya sudah banyak digunakan sejak zaman dahulu, baru sekitar tahun 1930-an para ilmuwan Jerman mengawali eksperimenuntuk mentransmisikan cahaya melalui bahan yang bernama serat optik. Percobaan ini jugamasih tergolong cukup primitif karena hasil yang dicapai tidak bisa langsung dimanfaatkan,namun harus melalui perkembangan dan penyempurnaan lebih lanjut lagi. Perkembanganselanjutnya adalah ketika para ilmuawan Inggris pada tahun 1958 mengusulkan prototipeserat optik yang sampai sekarang dipakai yaitu yang terdiri atas gelas inti yang dibungkusoleh gelas lainnya. Sekitar awal tahun 1960-an perubahan fantastis terjadi di Asia yaitu ketika para ilmuwan Jepang berhasil membuat jenis serat optik yang mampu mentransmisikangambar.Di lain pihak para ilmuwan selain mencoba untuk memandu cahaya melewati gelas (seratoptik) namun juga mencoba untuk ´menjinakkan´ cahaya. Kerja keras itupun berhasil ketikasekitar 1959 laser ditemukan. Laser beroperasi pada daerah frekuensi tampak sekitar 1014Hertz-15 Hertz atau ratusan ribu kali frekuensi gelombang mikro.Pada awalnya peralatan penghasil sinar laser masih serba besar dan merepotkan. Selain tidak efisien, ia baru dapat berfungsi pada suhu sangat rendah. Laser juga belum terpancar lurus.Pada kondisi cahaya sangat cerah pun, pancarannya gampang meliuk-liuk mengikutikepadatan atmosfer. Waktu itu, sebuah pancaran laser dalam jarak 1 km, bisa tiba di tujuanakhir pada banyak titik dengan simpangan jarak hingga hitungan meter. Sekitar tahun 60-an ditemukan serat optik yang kemurniannya sangat tinggi, kurang dari 1 bagian dalam sejuta. Dalam bahasa sehari-hari artinya serat yang sangat bening dan tidak menghantar listrik ini sedemikian murninya, sehingga konon, seandainya air laut itu semurniserat optik, dengan pencahayaan cukup kita dapat menonton lalu-lalangnya penghuni dasar Samudera Pasifik.Seperti halnya laser, serat optik pun harus melalui tahap-tahap pengembangan awal.Sebagaimana medium transmisi cahaya, ia sangat tidak efisien. Hingga tahun 1968 atau berselang dua tahun setelah serat optik pertama kali diramalkan akan menjadi pemanducahaya, tingkat atenuasi (kehilangan)-nya masih 20 dB/km. Melalui pengembangan dalamteknologi material, serat optik mengalami pemurnian, dehidran dan lain-lain. Secara perlahantapi pasti atenuasinya mencapai tingkat di bawah 1 dB/km.Tahun 80-an, bendera lomba industri serat optik benar-benar sudah berkibar. Nama-nama besar di dunia pengembangan serat optik bermunculan. Charles K. Kao diakui dunia sebagaisalah seorang perintis utama. Dari Jepang muncul Yasuharu Suematsu. Raksasa-raksasaelektronik macam ITT atau STL jelas punya banyak sekali peranan dalam mendalami riset-riset serat optik.

Time Line Pengembangan Fiber Optik

Pada  1917 Theory of stimulated emission Albert Einstein mengajukanm sebuah teori tentang emisi terangsang dimana jika ada atom dalam tingkatan energi tinggi 1954 “Maser” developedCharles Townes, James Gordon, dan Herbert Zeiger di Columbia University mengembangkankan “maser” yaitu microwave amplification by stimulated emission of radiation, dimana molekul dari gas amonia memperkuat dan menghasilkan gelombang. .Pekerjaan ini menghabiskan waktu tiga tahun sejak ide Townes pada tahun 1951 untuk mengambil manfaat dari osilasi frekuensi tinggi molekular untuk membangkitkan gelombangdengan penjang gelombang pendek pada gelombang radio. 1958 Pengenalan Konsep Laser Townes dan ahli fisika Arthur Schawlow mempublikasikan paper yang menunjukan bahwamaser dapat dibuat untuk dioperasikan pada daerah infra merah dan optik. .Paper inimenjelaskan tentang konsep laser (light amplification by stimulated emission of radiation)1960 ditemukannya Continuously operating helium-neon gas laser Laboratorium Riset Belldan Ali Javan serta koleganya William Bennett, Jr., dan Donald Herriott menemukan sebuahcontinuously operating helium-neon gas laser. 1960 Ditemukannya Operable laser TheodoreMaiman, seorang fisikawan dan insinyur elektro di Hughes Research Laboratories,menemukan operable laser dengan menggunakan sebuah kristal batu rubi sintesis sebagaimedium. 1961 Glass fiber demonstration Peneliti industri Elias Snitzer dan Will Hicksmendemontrasikan sinar laser yang diarahkan melalui serat gelas yang tipis. Inti serat gelastersebut cukup kecil yang membuat cahaya hanya dapat melewati satu bagian saja tetapi banyak ilmuwan menyatakan bahwa serat tidak cocok untuk komunikasi karena rugi rugicahaya yang terjadi karena melewati jarak yang sangat jauh. 1961 Penggunaan ruby laser untuk keperluan medis Penggunaan laser yang dihasilkan dari batu Rubi yang pertama,Charles Campbell of the Institute of Ophthalmology at Columbia- Presbyterian MedicalCenter dan Charles Koester of the American Optical Corporation menggunakan prototiperuby laser photocoagulator untuk menghancurkan tumor pada retina pasien. 1962Pengembangan Gallium arsenide laser Tiga group riset terkenal yaitu General Electric, IBM,dan MIT¶s Lincoln Laboratory secara simultan mengembangkan gallium arsenide laser yangmengkonversikan energi listrk secara langsung ke dalam cahaya infra merah dan perkembangan selanjutnya digunakan untuk pengembangan CD dan DVD player serta penggunaan laser printer. 1963 Heterostructures Ahli fisika Herbert Kroemer mengajukan ideyaitu heterostructures, kombinasi dari lebih dari satu semikonduktor dalam layer-layer untuk mengurangi kebutuhan energi untuk laser dan membantu untuk dapat bekerja lebih efisien.Heterostructures ini nantinya akan digunakan pada telepon seluler dan peralatan elektronik lainnya.1966 kertas Landmark pada optical fiber Charles Kao dan George Hockham yang melakukan penelitian di Standard Telecommunications Laboratories Inggris mempublikasikan landmark  paper yang mendemontrasikan bahwa fiber optik dapat mentransmisikan sinar laser yangsangat sedikit rugi-ruginya jika gelas yang digunakan sangat murni. Dengan penemuan inikemudian para peneliti lebih fokus pada bagaimana cara memurnikan bahan gelas. 1970Fiber Optik yang memenuhi standar kemurnian. Ilmuwan Corning Glass Works yaitu DonaldKeck, Peter Schultz, dan Robert Maurer melaporkan penemuan fiber optik yang memenuhistandar yang telah ditentukan oleh Kao dan Hockham. Gelas yang paling murni yang dibuatterdiri atas gabungan silika dalam tahap uap dan mampu mengurangi rugi-rugi cahaya kurangdari 20 decibels per kilometer. Pada 1972 tim ini menemukan gelas dengan rugi-rugi cahayahanya 4 decibels per kilometer. Juga pada tahun 1970, Morton Panish dan Izuo Hayashi dariBell Laboratories dengan tim Ioffe Physical Institute di Leningrad, mendemontrasikansemiconductor laser yang dapat dioperasikan pada temperatur ruang. Kedua penemuantersebut merupakan terobosan dalam komersialisasi penggunaan fiber optik. 1973 Proses Chemical vapor deposition John MacChesney dan Paul O. Connor pada Bell Laboratoriesmengembangkan proses chemical vapor deposition process yang memanaskan uap kimia danoksigen ke bentuk ultratransparent glass yang dapat diproduksi masal ke dalam fiber optik yang mempunyai rugi-rugi sangat kecil. 1975 Komersialisasi Pertama dari semiconductor laser Insinyur pada Laser Diode Labs mengembangkan semiconductor laser komersial pertama yang dapat dioperasikan pada suhu kamar. 1977 Perusahaan telepon menguji coba penggunaan fiber optic Perusahaan telepon memulai penggunaan fiber optik yang membawalalu lintas telepon. GTE membuka jalur antara Long Beach dan Artesia, California, yangmenggunakan transmisi light-emitting diode. Bell Labs mendirikan sambungan yang sama pada sistem telepon di Chicago dengan jarak 1,5 mil di bawah tanah yang menghubungkan 2s switching station.1980 Sambungan Fiber-optic telah ada di Kota kota besar di Amerika AT&T mengumumkanakan menginstal fiber-optic yang menghubungkan kota kota antara Boston dan WashingtonD.C. kemudian dua tahun kemudian MCI mengumumkan untuk melakukan hal yang sama.1987 “Doped” fiber amplifiers David Payne di University of Southampton memperkenalkanfiber amplifiers yang dikotori oleh elemen erbium. optical amplifiers abru ini mampumenaikan sinyal cahaya tanpa harus mengkonversikan terlebih dahulu ke dalam energi listrik.1988 Kabel Pertama Transatlantic Fiber-Optic Kabel Translantic yang pertama menggunakanfiber glass yang sangat transparan sehingga repeater hanya dibutuhkanb ketika sudahmencapai 40mil. 1991 Optical Amplifiers Emmanuel Desurvire di Bell Laboratories sertaDavid Payne dan P. J. Mears dari University of Southampton mendemontrasikan opticalamplifiers yang terintegrasi dengan kabel fiber optic tersebut. Keuntungannya adalah dapatmembawa informasi 100 kali lebih cepat dari pada kabel electronic amplifier. 1996 opticfiber cable yang menggunakan optical amplifiers ditaruh di samudera pasifik TPC-5, sebuahoptic fiber merupakan fiber optic pertama yang menggunakan optical amplifiers. Kabel inimelewati samudera pasifik mulai dari San Luis Obispo, California, ke Guam, Hawaii, danMiyazaki, Japan, dan kembali ke Oregon coast dan mampu untuk menangani 320,000 panggilan telepon. 1997 Fiber Optic menghubungkan seluruh dunia Fiber Optic Link Aroundthe Globe (FLAG) menjadi jaringan abel terpanjang di seluruh dunia yang menyediakan infrastruktur untuk generasi internet terbaru.

Generasi Perkembangan Serat Optik 

Berdasarkan penggunaannya maka sistem komunikasi serat optik (SKSO) dibagi menjadi 4tahap generasi yaitu :

1. Generasi pertama (mulai 1975)

Sistem masih sederhana dan menjadi dasar bagi sistemgenerasi berikutnya, terdiri dari : alat encoding : mengubah input (misal suara) menjadi sinyallistrik transmitter : mengubah sinyal listrik menjadi sinyal gelombang, berupa LED dengan panjang gelombang 0,87 mm. serat silika : sebagai penghantar sinyal gelombang repeater :sebagai penguat gelombang yang melemah di perjalanan receiver : mengubah sinyalgelombang menjadi sinyal listrik, berupa fotodetektor alat decoding : mengubah sinyal listrik menjadi output (misal suara) Repeater bekerja melalui beberapa tahap, mula-mula iamengubah sinyal gelombang yang sudah melemah menjadi sinyal listrik, kemudian diperkuatdan diubah kembali menjadi sinyal gelombang. Generasi pertama ini pada tahun 1978 dapat mencapai kapasitas transmisi sebesar 10 Gb.km/s.

2. Generasi kedua (mulai 1981)

Untuk mengurangi efek dispersi, ukuran teras serat diperkecil agar menjadi tipe modetunggal. Indeks bias kulit dibuat sedekat-dekatnya dengan indeks bias teras. Dengansendirinya transmitter juga diganti dengan diode laser, panjang gelombang yangdipancarkannya 1,3 mm. Dengan modifikasi ini generasi kedua mampu mencapai kapasitastransmisi 100 Gb.km/s, 10 kali lipat lebih besar daripada generasi pertama.

3. Generasi ketiga (mulai 1982)

Terjadi penyempurnaan pembuatan serat silika dan pembuatan chip diode laser berpanjanggelombang 1,55 mm. Kemurnian bahan silika ditingkatkan sehingga transparansinya dapatdibuat untuk panjang gelombang sekitar 1,2 mm sampai 1,6 mm. Penyempurnaan ini meningkatkan kapasitas transmisi menjadi beberapa ratus Gb.km/s.

4. Generasi keempat (mulai 1984)

Dimulainya riset dan pengembangan sistem koheren, modulasinya yang dipakai bukanmodulasi intensitas melainkan modulasi frekuensi, sehingga sinyal yang sudah lemahintensitasnya masih dapat dideteksi. Maka jarak yang dapat ditempuh, juga kapasitastransmisinya, ikut membesar. Pada tahun 1984 kapasitasnya sudah dapat menyamai kapasitassistem deteksi langsung. Sayang, generasi ini terhambat perkembangannya karena teknologi piranti sumber dan deteksi modulasi frekuensi masih jauh tertinggal. Tetapi tidak dapatdisangkal bahwa sistem koheren ini punya potensi untuk maju pesat pada masa-masa yangakan datang.

5. Generasi kelima (mulai 1989)

Pada generasi ini dikembangkan suatu penguat optik yang menggantikan fungsi repeater padagenerasi-generasi sebelumnya. Sebuah penguat optik terdiri dari sebuah diode laser InGaAsP(panjang gelombang 1,48 mm) dan sejumlah serat optik dengan doping erbium (Er) diterasnya. Pada saat serat ini disinari diode lasernya, atom-atom erbium di dalamnya akantereksitasi dan membuat inversi populasi*, sehingga bila ada sinyal lemah masuk penguat danlewat di dalam serat, atom-atom itu akan serentak mengadakan deeksitasi yang disebut emisiterangsang (stimulated emission) Einstein. Akibatnya sinyal yang sudah melemah akandiperkuat kembali oleh emisi ini dan diteruskan keluar penguat. Keunggulan penguat optik ini terhadap repeater adalah tidak terjadinya gangguan terhadap perjalanan sinyal gelombang,sinyal gelombang tidak perlu diubah jadi listrik dulu dan seterusnya seperti yang terjadi padarepeater. Dengan adanya penguat optik ini kapasitas transmisi melonjak hebat sekali. Padaawal pengembangannya hanya dicapai 400 Gb.km/s, tetapi setahun kemudian kapasitastransmisi sudah menembus harga 50 ribu Gb.km/s.

6. Generasi keenam

Pada tahun 1988 Linn F. Mollenauer memelopori sistem komunikasi soliton. Soliton adalah pulsa gelombang yang terdiri dari banyak komponen panjang gelombang. Komponen-komponennya memiliki panjang gelombang yang berbeda hanya sedikit, dan juga bervariasidalam intensitasnya. Panjang soliton hanya 10-12 detik dan dapat dibagi menjadi beberapakomponen yang saling berdekatan, sehingga sinyal-sinyal yang berupa soliton merupakaninformasi yang terdiri dari beberapa saluran sekaligus (wavelength division multiplexing).Eksperimen menunjukkan bahwa soliton minimal dapat membawa 5 saluran yang masing-masing membawa informasi dengan laju 5 Gb/s. Cacah saluran dapat dibuat menjadi dua kalilipat lebih banyak jika dibunakan multiplexing polarisasi, karena setiap saluran memiliki dua polarisasi yang berbeda. Kapasitas transmisi yang telah diuji mencapai 35 ribu Gb.km/s.Cara kerja sistem soliton ini adalah efek Kerr, yaitu sinar-sinar yang panjang gelombangnyasama akan merambat dengan laju yang berbeda di dalam suatu bahan jika intensitasnyamelebihi suatu harga batas. Efek ini kemudian digunakan untuk menetralisir efek dispersi,sehingga soliton tidak akan melebar pada waktu sampai di receiver. Hal ini sangatmenguntungkan karena tingkat kesalahan yang ditimbulkannya amat kecil bahkan dapatdiabaikan. Tampak bahwa penggabungan ciri beberapa generasi teknologi serat optik akanmampu menghasilkan suatu sistem komunikasi yang mendekati ideal, yaitu yang memilikikapasitas transmisi yang sebesar-besarnya dengan tingkat kesalahan yang sekecil-kecilnyayang jelas, dunia komunikasi abad 21 mendatang tidak dapat dihindari lagi akan dirajai olehteknologi serat optik

1.4. KEUNTUNGAN DAN KEGUNAAN

Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh apabila menggunakan kabel serat optic, diantaranya adalah seperti yang ada dibawah ini:

  1. Lebih murah: Pembuatan kabel serat optik memerlukan bahan-bahan yang relatif murah
  2. Lebih tipis: Serat optik memiliki diameter lebih kecil dari kawat tembaga
  3. Kapasitas muatan lebih besar: Karena serat optik lebih tipis dari kawat tembaga, lebih banyak serat yang dapat di bundel dari kabel tembaga, sehingga bundelan serat memungkinkan membawa lebih banyak saluran telepon atau televisi
  4. Lebih kecil penurunan sinyal: Kerugian sinyal cahaya pada serat optik lebih sedikit daripada kerugian sinyal listrik pada kawat tembaga
  5. Sinyal Cahaya: Tidak seperti sinyal listrik dalam kawat tembaga, sinyal cahaya dari satu serat tidak tercampur (interferensi) dengan sinyal lain pada kabel serat yang sama. Ini memberikan hasil percakapan telepon atau gambar TV yang lebih jelas
  6. Daya lebih sedikit: Karena sinyal pada serat optik hanya berkurang sedikit, lebih sedikit daya transmitter yang digunakan disbanding transmitter listrik tegangan tinggi untuk kawat tembaga. Selain itu hal ini juga menghemat biaya
  7. Sinyal Digital: Serat optik sangat ideal untuk membawa informasi digital, terutama jika digunakan dalam jaringan computer
  8. Tidak mudah terbakar: Karena tidak ada listrik yang dilewatkan serat optik, maka tidak ada risiko kebakaran yang disebabkan oleh serat optik itu
  9. Ringan: Serat optik lebih ringan. Kabel serat optik memerlukan ruang penempatan (dalam tanah, tembok, lantai, dsb)yang lebih sedikit
  10. Fleksibel: Karena serat optik fleksibel dan dapat mentransmisikan dan menerima cahaya, serat optik banyak digunakan dalam kamera digital.

 1.5. RELIABILITAS SERAT OPTIK

Reliabilitas dari serat optik dapat ditentukan dengan satuan BER (Bit Error Rate).Salah satu ujung serat optik diberi masukan data tertentu dan ujung yang lainmengolah data itu. Dengan intensitas laser yang rendah dan dengan panjang seratmencapai beberapa km, maka akan menghasilkan kesalahan. Jumlah kesalahan persatuan waktu tersebut dinamakan BER. Dengan diketahuinya BER maka, Jumlah kesalahan pada serat optik yang sama dengan panjang yang berbeda dapatdiperkirakan besarnya.

2. PEMBAHASAN

 2.1. PENGGUNAAN SERAT OPTIK PADA WiMAX

Biasanya Serat Optik digunakan untuk menghubungkan dari Gateway menuju Base station seperti gambar dibawah ini.  Dikarenakan antar Gateway menuju Hub sangat jauh, maka penggunaan Fiber Optik sangat diperlukan sebagai media penghubung. Hal ini sangat efektif dalam mengurangi terjadinya latency daripada menggunakan layanan VSAT atau Wireless Local Loop.

Gambar 4. Cara Kerja WiMax

Kemudian, ZTE dengan brilian mengembangkan idenya untuk memisahkan lokasi RRU dengan BBU. Pada sistem yang lama, maka RRU berada pada 1 rack dengan BBU. Namun sekarang tidak lagi, RRU dimodifikasi menjadi anti hujan dan diletakkan dekat dengan antena sektor. Disini peran fiber optik terlihat, yaitu sebagai media penghubung antar BBU dengan RRU. Seperti gambar dibawah, keuntungannya sudah jelas dapat meningkatkan power serta meluaskan cakupan hingga  lebih luas 30% daripada menggunakan sistem lama.

Gambar 5. Perbandingan Traditional WiMAX BS Vs Ditributed BS

Berikut ini merupakan diagram gambar Base Station WiMAX dengan  no 6 & 8 adalah Kabel Serat optik.

Gambar 6. Base Station WiMAX

1. Lightning rod

2. Antenna

3. ZXMBW R9110 chassis

4. Main antenna feeder

5. DC power cable

6. Field operational fiber

7. DC power cable

8. Field operational fiber

9. Tower

10. Feeder window

11. Cabling through

12. BBU

13. Power distribution box

Perbandingan Serat Optik dengan VSAT (WiMAX)

Adapun perbandingan serat optik dengan VSAT (WiMAX) dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 1. Perbandingan serat optik dengan VSAT (WiMAX)

2.2. PENGGUNAAN SERAT OPTIK PADA DATA CENTER

Data Center yang secara harafiah berarti pusat data, adalah suatu fasilitas untuk menempatkan sistem komputer dan equipment-equipment terkait, seperti sistem komunikasi data dan penyimpanan data. Fasilitas ini mencakup catu daya redundant, koneksi komunikasi data redundant, pengontrol lingkungan, pencegah bahaya kebakaran, serta piranti keamanan fisik. Pada era ICT (Information and Communication Technology) saat ini, Data Center telah menjadi satu issue penting di dunia, khusunya bagi para pelaku bisnis. Sebagai inti dari layanan bisnis, maka Data Center harus mampu memberikan layanan optimal, sekalipun terjadinya suatu bencana, sehingga bisnis dalam suatu korporasi harus tetap bertahan hingga menghasilkan laba. Berawal dari peran Data Center yang sangat signifikan, serta dikaitkan dengan berbagai issue yang ada pada Data Center saat ini, terutama Disaster Recovery Planning, maka kajian secara komprehensif dan holistik mengenai Data Center, telah menjadi critical issue bagi suatu institusi bisnis sebagai User dan profitable issue bagi produsen penyedia infrastruktur dan equipment Data Center. Secara umum Data Center terbagi dua berdasarkan fungsinya : Internet Data Center, biasanya hanya dioperasikan untuk kebutuhan Internet Service Provider dan Corporate Data Center, dimiliki oleh suatu korporasi atau institusi, untuk mengoperasikan proses bisnis, dengan menggabungkan layanan Internet dan Intranet.

Aspek-aspek yang harus diperhatikan saat mendesain dan merencanakan Data Center adalah

  • Lokasi yang aman serta memenuhi Syarat Sipil Bangunan seperti : Geologi, Vulkanologi dan Topografi.
  • Mempunyai Sistem Cadangan untuk Sistem Catudaya,
  • Mempunyai Sistem Tata Udara
  • Mempunyai Sistem Pengamanan
  • Mempunyai Sistem Monitoring Lingkungan
  • Mempunyai Sistem Komunikasi Data
  • Serta menerapkan tata kelola standar Data Center, meliputi : Standar Prosedur Operasi, Standar Prosedur Perawatan, Standar dan Rencana Pemulihan dan Mitigasi Bencana, serta Standar Jaminan Kelangsungan Bisnis.

Kriteria perancangan sebuah Data Center yang ideal : Availability atau Ketersediaan Data Center diciptakan untuk mampu memberikan operasi yang berkelanjutan dan terus-menerus bagi suatu perusahaan baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan terjadinya suatu kerusakan yang berarti atau tidak. Data Center harus dibuat sebisa mungkin mendekati Zero-Failure untuk seluruh komponennya. Scalability dan Flexibility Data Center harus mampu beradaptasi dengan pertumbuhan kebutuhan yang cepat atau ketika adanya servis baru yang harus disediakan oleh Data Center tanpa melakukan perubahan yang cukup berarti bagi Data Center secara keseluruhan. Security Data Center menyimpan berbagai aset perusahaan yang berharga, oleh karenanya sistem keamanan dibuat seketat mungkin baik pengamanan secara fisik maupun pengamanan non-fisik.

Tier atau Level pada Data Center merupakan perancangan Data Center yang berangkat dari kebutuhan yang ada, dan kemudian didefinisikan pada berbagai perlengkapan IT yang diperlukan beserta pemilihan teknologi berbarengan dengan perencanaan infrastruktur Data Center yang lain. Menurut Telecommunication Industry Association (ANSI/TIA-942), ada 4 Tier atau 4 Level dalam dalam perancangan Data Center, yang setiap tiernya menawarkan tingkat availabilitas yang berbeda disesuaikan dengan kebutuhan suatu Data Center, diantaranya :

1. Tier-I Basic
2. Tier-II Redundant Components
3. Tier-III Concurently Maintainable
4. Tier-IV Fault Tolerance

Maraknya isu lingkungan hidup terutama Global Warming telah menjadi tema sentral saat ini, tidak terkecuali bagi pelaku bisnis teknologi ICT. Ada berbagai sorotan, gagasan, dan usulan ICT yang berbasis kepada upaya penyelamatan lingkungan hidup demi kemaslahatan umat pada masa yang akan datang, diantaranya Data Center. Selama ini, keberadaan Data Center identik dengan : kebutuhan catu daya listrik yang sangat besar untuk proses komputasi yang kontinnyu (Non Stop), yang akan berdampak pada permasalahan Energi. Menurut lembaga riset global, IDC dan Gartner. IDC menilai bahwa untuk setiap US$1 investasi piranti keras di Data Center, akan muncul tambahan biaya US$0,5 pada Power dan Sistem Pendinginan. Angka tambahan ini naik dua kali lipat dari jumlah tahun sebelumnya. Gartner bahkan memprediksi separuh dari Data Center di dunia pada 2008 akan kekurangan kapasitas Power dan Cooling akibat krisis Energi. Dari permasalahan tersebut, dibutuhkan model baru Data Center yang ramah lingkungan atau Green Data Center.

Untuk menerapkan Green Data Center, banyak hal yang harus dilakukan, diantaranya : Mengaudit efisiensi Data Center, Menggunakan UPS yang memiliki efisiensi hingga 97%, Virtualisasi Server dan Storage Data Center. Selanjutnya, lalukan konsolidasi data Server dan Storage, Penggunaan fitur Manajemen Energi pada CPU, Penggunaan Power Supply dan Voltage Regulator tersertifikasi, Adopsi distribusi Energi terefisien dan Adopsi Sistem Cooling terbaik. Dua langkah terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah menerapkan prioritas tindakan dalam mereduksi Energi sekaligus menonaktifkan peralatan ICT yang sudah dalam kondisi idle di sebuah Data Center.

Korelasi Hijau (kW-hr, CO2 Emisi dan Investasi)

Pada Gambar 7 diilustrasikan penghematan energi kumulatif sebagai fungsi dari 10G elektronik chassis optik dan switch tembaga dan konsumsi energi pendinginan. Menurut sumber energi terakhir, untuk setiap jam-kW dibutuhkan untuk daya 10G elektronik, 2-2.5 kW-jam daya yang biasanya diperlukan untuk pendinginan. Pemanfaatan energi yang lebih rendah konektivitas optik 10G memberikan kontribusi untuk performa yang lebih ramah lingkungan.

Gambar 7. Penghematan Energi Kumulatif Sebagai Fungsi dari 10G Elektronik Chassis Optik dan Switch Tembaga dan Konsumsi Energi Pendinginan

Pada gambar 8 diilustrasikan optimasi jalur pemanfaatan ruang yang diperlukan untuk mendukung mobilitas green data center.

Gambar 8. Optimasi Jalur Pemanfaatan Ruang Green Data Center

Gambar 8. Optimasi jalur pemanfaatan ruang green data center

3. PENUTUP DAN KESIMPULAN

Berdasarkan uraian bahasan WiMAX dapat disimpulkan bahwa : Dengan jangkauan yang luas, wireless, dan transfer rate yang besar, WiMAX dapat digunakan sebagai last mile atau backhaul teknologi lain di dalam jaringan komunikasi sehingga dapat menjangkau target pasar yang besar. Namun, penggunaan fiber optik untuk jalur komunikasi digital, jauh lebih efektif dan lebih menghemat biaya, mutu dan waktu. Selain itu, keuntungan fiber optik pada green Data Center adalah pemanfaatan energi yang lebih rendah konektivitas optik 10G memberikan kontribusi untuk performa yang lebih ramah lingkungan dan juga optimasi jalur pemanfaatan ruang yang diperlukan untuk mendukung mobilitas green data center.

DAFTAR PUSTAKA

McKinsey & Company. Uptime Institute Symposium, Revolutionizing Data Center Efficiency

Fiber-Optic Communication System, Govind P. Agrawal, Institute of Optics University of Rochester

Andi Rahman Nugraha, Serat Optik, Andi Offset, 2006.

Indonesia Security Incident Response Team  on Internet Infrastructure (ID-SIRTII)

Mochamad Zainudin1, M. Zen Samsono H, Hani’ah Mahmudah , Analisa Perhitungan Untuk Kebutuhan Daya Serat Optik Di Telkom. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, ITS, Surabaya.

http://www.jalasistema.com/index.php?option=com_content&view=article&id=61&Itemid=69. Diakses tanggal 12 Februari 2012.

http://www.scribd.com/doc/78434779/Makalah-Fiber-OptikDiakses tanggal 10 Feruari 2012.

Alternatif Energi Sumber Catu Daya BTS di Wilayah Off Grid

Tulisan ini dibuat oleh saya, Azwani Dadeh & Bangsawan dari Magister Manajemen Telekomunikasi Universitas Indonesia untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemodelan & Simulasi Lanjut yang wajib dimuat di media massa atau blog. Formatnya sudah saya ubah tapi isinya kurang lebih masih original, selamat menikmati dan semoga dapat bermanfaat 😀

1. LATAR BELAKANG

Telekomunikasi, khususnya seluler, tumbuh dengan sangat pesat pada dua dekade terakhir ini. Pembangunan BTS (base transceiver station) tidak hanya terpusat di kota-kota, tetapi juga merambah ke daerah pedesaan, bahkan ke pelosok-pelosok yang belum ada listriknya (off grid). Pembangunan di pelosok tersebut sebagian untuk meng-cover jalan raya antar kota ataupun untuk transmisi backbone. 

Untuk mencatu BTS di wilayah tersebut, para operator umumnya menggunakan dua buah generator set (genset) yang beroperasi secara bergantian. Namun, akhir-akhir ini, teknologi BTS semakin efisien sehingga tidak membutuhkan daya yang besar lagi dan juga tidak membutuhkan pendingin udara (AC, air conditioner). Sebagai akibatnya, genset yang ada sekarang ini memiliki daya yang lebih (oversize), sehingga bisa digunakan untuk mengisi baterei kita mencatu BTS dan setelah penuh genset dapat diistirahatkan, BTS dicatu oleh baterei. Konsep ini disebut CDC (charge discharge). Cara ini dapat menghemat penggunaan bahan bakar hingga 75 persen.

Dampak lainnya terhadap mengecilnya konsumsi daya BTS ini adalah, energi alternatif seperti panel surya (solar panel/photovoltaic), yang sebelumnya terlalu mahal untuk diterapkan karena dibutuhkan dalam jumlah besar karena, saat ini berpeluang untuk digunakan secara luas. Mungkin penggunaan panel surya ini masih lebih mahal dari sistem CDC, namun memiliki keuntungan lain yang tidak bisa dinilai dari uang, yaitu meminimalkan kunjungan rutin ke lokasi BTS untuk mengisi bahan bakar atau pemeliharaan rutin terhadap genset. Karena jumlah BTS yang semakin banyak dan ini menyulitkan pemeliharaan, operator mulai memikirkan konsep build and forget. Artinya, operator cukup membangun dan tidak perlu lagi kembali untuk melakukan pemeliharaan rutin kecuali ada kerusakan berat.

2. SUMBER ENERGI ALTERNATIF

Sebelum lebih jauh membahas solusi energi yang tepat untuk BTS, ada baiknya kita tinjau jenis-jenis energi alternatif yang ada dan berpeluang untuk diterapkan sebagai solusi energi alternatif untuk BTS.

2.1. Energi Matahari

Cahaya matahari dapat diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan sel-sel surya (photovoltaics) yang disusun membentuk sebuah panel, sehingga disebut juga panel surya atau solar panel. Secara umum cara penggunaan energi matahari ini dibagi dua yaitu aktif dan pasif. Penggunaan secara aktif yaitu menggunakan teknologi panel surya untuk mengumpulkan energi listrik. Sementara cara penggunaan secara pasif adalah dengan cara mengatur arah bangunan, menggunakan material yang menyerap panas dan desain bangunan yang secara alami memperlancar sirkulasi udara didalam bangunan.

Hingga akhir 2011, kapasitas photovoltaic (PV) yang sudah terpasang di seluruh dunia adalah sebesar 67,000 MW.  Pembangkit PV banyak terdapat di Jerman, Itali, Spanyol dan Amerika dengan kapasitas sebesar 354 MW di padang pasir Mojaves.

2.2. Energi Angin

Dengan menggunakan kincir angin (wind turbine) angin dapat diubah menjadi listrik. Kincir angin modern berkapasitas antara 3kW sampai 5MW. Lokasi yang tepat untuk mendapatkan energi ini adalah didaerah yang berangin kencang dan konstan, yaitu antara 5 – 12 meter per detik, seperti daerah pantai atau daerah dataran tinggi.

Pertumbuhan energi angin sebesar sampai akhir 2011 sekitar 30% pertahun. Total kapasitas terpasang di seluruh dunia adalah 238.000 MW. Mayoritas digunakan di Eropa, Asia dan Amerika.

2.3. Energi Air (Hydro)

Air dapat digunakan untuk menghasilkan listrik dengan menggunakan kincir air yang disebut dengan hydroelectric. Kalau listrik yang dihasilkan tidak terlalu besar, teknologi yang digunakan disebut microhydro, listrik dari cara ini maksimal menghasilkan 100kW. Teknologi damless hydro adalah system penghasil listrik yang menggunakan energi kinetik dari aliran sungai atau gelombang laut tanpa menggunakan dam. Sekitar 3.4% energi yang dikonsumsi saat ini berasal dari hidroelektrik

2.4. Hidorgen

Hidrogen dapat menghasilkan listrik dengan menggunakan peralatan yang disebut fuel cell. Ditemukan pertama kali oleh William Grove pada tahun 1839. Secara komersial pertama kali digunakan oleh NASA untuk pembangkit energi di kapsul roket ke luar angkasa dan di satelit. Saat ini hidrogen banyak digunakan di mobil-mobil hibrida (berbakar bensin dan hidrogen). Efisiensi dari hidrogen ini berkisar 40% – 60%.

2.5. Energi Laut

Dalam hal ini termasuk marine current power, ocean thermal energi ada tidal power. Ocean thermal adalah  dengan memanfaatkan perbedaan temperatur di permukaan dan dibawah atau dibagian lebih dalam laut. Sementara tidal memanfaat pergerakan gelombang dipermukaan laut.

2.6. Biomass (plant material)

Merupakan umber renewable energi atau energi terbarukan karena energi ini berasal dari matahari. Melalui proses photosintesa, tanaman menangkap energi matahari . Dalam hal ini biomass berfungsi sebagai aki tempat penyimpanan energi surya. Biomassa telah menjadi sumber energi penting sejak orang pertama mulai membakar kayu untuk memasak makanan dan menghangatkan diri melawan dinginnya musim dingin. Kayu masih merupakan sumber yang paling umum dari energi biomassa, tetapi sumber-sumber lain dari energi biomassa meliputi tanaman pangan, rumput dan tanaman lain, limbah pertanian dan kehutanan dan residu, komponen organik dari limbah kota dan industri, bahkan gas metana dari tempat pembuangan sampah dipanen masyarakat.

Biomassa dapat digunakan untuk menghasilkan listrik dan sebagai bahan bakar untuk transportasi, atau untuk memproduksi produk yang tidak akan membutuhkan penggunaan bahan bakar fosil. 10% Energi yang digunakan oleh masyarakat saat ini berasal dari biomass, umumnya digunakan untuk pemanas atau memasak.

2.7. Biofuel

Liquid fuell atau bahan bakar bio terbagi menjadi dua yaitu bioalcohol (bioethanol) dan biodiesel. Bioethanol adalah alkohol yang didapat dari proses fermentasi gula yang ada pada tanaman. Pemakaian biofuel ini masih dengan mekanisme pencampuran dengan bahan bakar yang ada seperti biosolar. Pencampuran dilakukan masih sekitar 5%.

Brazil adalah salah satu negara yang memilik program energi terbarukan yang menggunaka metanol yang berasal dari tebu dan etanol. Penggunaannya saat ini sudah mencapai 18%.

2.8. Energi geothermal

Energi geothermal adalah energi yang dihasilkan dengan cara mengambil panas bumi. Ada 3 macam pembangkit (power plant) yang digunakan untuk mendapatkan energi dari energi geothermal, yaitu dry steam, flash, dan binary. Dry steam plants mengambil uap panas bumi dan langsung digunakan untuk menggerakan turbin yang memutar generator penghasil listrik. Flash plants mengambil air panas, biasanya bersuhu lebih dari 200 derajat Celcius, dari tanah yang kemudian mendidih pada saat naik ke permukaan dan kemudian dipisahkan antara air panas dan uap panas yang dialirkan ke turbin. Untuk binary plants, air panas mengalir melalui heat exchangers, mendidihkan cairan organic yang memutarkan turbin. Uap panas yang dimampatkan dan sisa dari cairan geothermal dari ketiga cara diatas disuntikkan lagi ke batuan panas agar menghasilkan panas lagi.

Instalasi geotermal terbesar di dunia terdapat di Geyser California dengan daya sebesar 750 MW.

Gambar 2.1. Kapasitas Pembangkit Energi Terbarukan

Sementara energi terbarukan diproduksi melalui proyek yang besar dan masal, teknologi terbarukan juga cocok untuk daerah rural atau remote, dimana masih memiliki keterbatasan energi.

Pada tahun 2011, Solar panel berukuran kecil telah digunakan untuk menghasilkan energi di jutaan rumah tangga. Demikian juga mikro hidro. Lebih dari 44 juta rumah menggunakan biogas buatan sendiri yang digunakan untuk memasak, pemanas dan penerangan.

Keprihatinan terhadap perubahan iklim, berbarengan dengan naiknya harga minya, naiknya subsidi pemerintah, mengakibat meningkatnya dorongan terhadap produksi dan komersialisasi energi terbarukan

Pemerintah di berbagai negara mulai membuat regulasi dan kebijakan untuk membantu industri terkait dengan energi terbarukan ini. Berdasarkan prediksi di 2011 oleh Internatioal  Energi Agency, energi matahari akan menjadi sumber energi listrik utama dalam 50 tahun ke depan. Hal ini akan mengurangi dampak rumah kaca secara signifikan.

Persoalan yang dihadapi saat ini untuk energi terbarukan adalah biaya untuk menghasilkan energi (generating cost) yang masih tinggi dibanding sumber energi fosil.  Selain itu, keterbatasan dan ketidakpraktisan juga menjadi hambatan. Panel surya membutuhkan tempat yang luas. Kincir angin (wind turbine) membutuhkan kecepatan angin tertentu dan tidak semua tempat memiliki kecepatan yang dibutuhkan tersebut. Sedangkan sumber energ air dan gelombang laut, tidak selalu tersedia di semua tempat.

Melambungnya harga minyak bumi, menipisnya sumber energi fosil dan isu pemanasan global, membuat masyarakat dunia mulai kembali melirik energi terbarukan seperti energi matahari, angin, biomas, geothermal, dan lain-lain. Untuk keperluan komersial seperti di telekomunikasi, energi listrik yang berasal dari PLN merupakan energi termurah yang bisa diperoleh, meskipun menggunakan tarif yang diberlakukan oleh PLN terhadap ATSI (Asosiasi Telepon Seluler Indonesia) yang lebih tinggi dari tarif lainnya (rumah dan perkantoran), yaitu Rp 1.200/kWh, sementara rumah tangga dan perkantoran masih sekitar Rp. 900.- /kWh. Namun, tidak semua lokasi ada PLN. Untuk kondisi ini hybrid energi menjadi pertimbangan.

3.       PEMBANGKIT ENERGI TERBARUKAN

Sistem pembangkit energi hibrida (hybrid energy) merupakan teknologi pengembangan energi listrik yang memadukan dua atau lebih sumber energi, seperti energi matahari, angin dan air. Karena keterbatasan dengan lokasi terhadap aliran air, sumber pembangkit air hanya dikembangkan di daerah-daerah tertentu saja. Sehingga, yang paling banyak digunakan saat ini adalah kombinasi antara energi angin dan matahari.

Konfigurasi energi hibrida yang umum dilakukan adalah sebagai berikut:

a.       Genset dan solar panel

b.      Genset dan wind turbine

c.       Solar panel dan wind turbine

Sebelum lebih jauh membahas hibrid dari energi hibrida, terlebih akan dibahas lebih detail mengenai energi angin dan energi matahari yang akan kita jadikan sumber energi alternatif  hibrida.

3.1. Energi Angin

Pemanfaat energi angin di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kecepatan angin di sebagian besar wilayah Indonesia kurang dari kebutuhan untuk menggerakkan kincir angin masih terbatas. Kecepatan angin di wilayah indonesia diperlihatkan seperti pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Peta Kecepatan Angin di Wilayah Indonesia (Sumber: LAPAN)

 Sebagian besar wilayah di Indonesia berada di Class 1 dengan kecepatan angin antara 0 hingga 4.4 meter/detik. Di wilayah selatan khatulistiwa berada di Class 2 dengan kecepatan: 4.4 m/det – 5.1 m/detik. Sebagian kecil  berada di Class 3 dengan kecepatan 5.1 m/det – 6.0 m/det., seperti Nusa Tenggara dan Timor.

Gambar 3.2. Daya yang Dihasilkan Wind Turbine Pada Kecepatan Angin Tertentu

Gambar 3.3. Pengaruh perubahan kecepatan angin terhadap persentase daya yang dihasilkan

Hasil perhitungan yang digambarkan dengan grafik pada gambar 3.2 dapat dilihat bahwa kecepatan angin sekitar 5 m/detik merupakan cut in wind speed, ini artinya kecepatan minimal yang dibutuhkan sebuah kincir angin (wind turbine) untuk bisa menghasilkan daya listrik adalah di sekitar kecepatan angin 5 m/detik, tergantung dari jenis dan spesifikasi kincir angin yang digunakan.

Persentase keluaran daya berubah linier terhadap kenaikan kecepatan angin mulai dari 2 m/detik hingga 9 m/detik. Gambar 3.3 menggambarkan bagaimana pengaruh keluaran daya terhadap perubahan kecepatan angin.

Dari gambaran di atas dapat kita simpulkan bahwa energi angin masih belum efektif diterapkan di wilayah Indonesia. Namun demikian masih ada peluang sepanjang nilai investasinya dan ongkos operasionalnya lebih rendah daripada harga BBM ketika melambung tinggi.

 3.2. Energi Matahari

Sebagai wilayah yang terletak di daerah tropis, Indonesia menerima sinar matahari relatif lebih banyak dari wilayah lainnya. Namun, seperti halnya angin, energi yang dihasilkan oleh sel surya (solar panel) juga tergantung dari intensitas radiasi yang berbeda-beda di setiap wilayah di permukaan bumi. Seperti diperlihatkan pada gambar 3.4. 

Gambar 3.4. Peta Radiasi Matahari di Indonesia (Sumber: LAPAN)

Gambar 3.5. Grafik Radiasi Matahari Sepanjang Tahun di Berbagai Lintang

Sebagian besar wilayah Indonesia berada di indeks radiasi 4.5, dan sebagian kecil 5.0. dan 4.0,  sangat cocok menggunakan energi matahari sebagai sumber daya. Terlebih lagi posisi Indonesia di wilayah khatulistiwa yang mendapat sinar matahari sepanjang tahun dengan fluktuasi energi berkisar di 35 MJ/m2, seperti diperlihatkan di grafik pada gambar 3.5.

Dari kedua sumber ener-gi tersebut, maka pola hibrida yang sesuai adalah solar surya de-ngan generator (genset). Genset dipilih sebagai cadangan (backup) ma-nakala matahari tidak dapat menyinari meski autonomus tiga hari. Dengan demikian pema-kaian bahan bakar fosil dapat ditekan seminal mungkin.

 4.       SOLUSI ENERGI UNTUK BTS DI OFF GRID AREA

Idealnya, BTS hanya dicatu dengan solar panel dan di-backup oleh baterei. Dengan cara demikian biaya operasional (OPEX) dapat ditekan mendekati nol, operasional BTS dapat dikategorikan 100 persen green BTS dan hanya akan ada penggantian terhadap baterei antara 4 – 5 tahun sekali. Akan tetapi, selain konsumsi daya di BTS saat ini umumnya masih cukup besar, keterbatasan lahan di BTS  membatasi jumlah panel yang dapat dipasang.

Pada bagian ini akan dilakukan perhitungan biaya energi (cost of energy, COE) per kWh jika menggunakan 100 persen solar panel dan tinjuan terhadap luas lahan yang dibutuhkan. Selanutnya dilakukan perhitungan solar panel yang didasarkan atas luas lahan tipikal yang tersedia pada lokasi BTS yang ada. Ukurannya umumnya 15×15 meter persegi dikurang alokasi lahan untuk menara. Kekurangan dayanya akan diperhitungkan dengan menggunakan genset.

Hasil perihitungan terebut dibandingkan jika kita menggunakan genset dan baterei (CDC) dan dua unit genset (Double Genset).

 4.1.  Perhitungan Biaya Energi dengan Menggunakan Solar Panel

Dalam perhitungan ini, beban BTS mengacu kepada standar tipikal BTS yang digunakan di site seperti digambarkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1. Rincian Daya di Lokasi BTS

Dengan asumsi beban merata 2.4 kW sepanjang hari dan energi dari matahari yang dapat dimanfaatkan adalah 6 jam sehari, maka dapat dilakukan perhitungan kebtuhan energi sebagai berikut dan ukuran (dimensioning) baterei dan solar panel sebagai berikut.

Tabel 4.2. Perhitungan kebutuhan Energi di Lokasi BTS

Langkah selanjutnya adalah menghitung kapasitas baterei yang dibutuhkan untuk menyimpan energi matahari dan mem-backup beban ketika tidak ada matahari.

Tabel 4.3. Perhitungan Kebutuhan Baterai

Sebenarnya, beban 2.4 kW tersebut fluktuatif setiap jam sepanjang hari. Hal ini disebabkan konsumsi daya tergantung jumlah trafik yang ada di BTS. Umumnya naik mulai dari jam 8 pagi hingga turun kembali setelah pukul 8 malam. Sementara itu matahari dapat dimanfaatkan secara optimal antara pukul 10 pagi hingga pukul 4 sore. Fluktuasi beban dan pola radiasi matahari diperlihatkan pada gambar 4.1. 

Gambar 4.1. Energi Matahari yang Diterima Dibandingkan Daya yang Digunakan untuk Transmisi

Dari tabel 4.2 dan 4.3. diketahui bahwa jumlah energi yang dibutuhkan per harinya, selama 24 jam, adalah 57.6 kWh. Energi tersebut, selama 6 jam diambil langsung dari solar panel dan sisanya 18 jam diambil dari bateri. Akan tetapi belum termasuk pengisian baterei (charging). Untuk menentukan total energi yang digunakan harus diperhitungkan kapasitas backup ketika tidak ada matahari  yang dikenal dengan autonomous. Aurtonomous dibuat 1 hari (24 jam). Sehingga total energi yang dibutuhkan per hari adalah 100.8 kWh. Energi ini diuganakan untuk mencatu beban dan mengisi baterei. Dari tabel tabel hasil perhitungan dapat dilihat bahwa dibutuhkan batere sebesar 8.333 Ah. Karena kita akan menggunakan baterei 1000 Ah per bank, maka jumlah bank yang dibutuhkan adalah 9 bank (pembulatan ke atas dari hasil perhitungan 8.3 bank). Satu bank baterei bertegangan 48 Volt, dengan kapasitas 1000 Ah yang terdiri dari 24 blok baterei yang bertegangan 2 Volt. Jadi, total ada 9 bank yang diparalel.

Tabel 4.4. Perhitungan Kebutuhan Solar Panel

Dengan rata-rata penyinaran 6 jam per hari dan derating factor 0.9, dan beban kebutuhan energi seperti pada tabel 4.2 dan 4.3, maka dibutuhkan kapasitas solar panel sebesar 18.7 kW untuk menghasilkan energi sebesar 1296 kWh per hari. Jika digunakan solar panel dengan kapasitas 240 Watt per panel, maka jumlah panel yang dibutuhkan adalah 77.8 panel, atau dibulatkan ke atas menjadi 78 panel.Tabel 4.4 Perhitungan Kebutuhan Solar Panel

Dengan dimensi panel 1685 mm x 993 mm, maka ke-78 panel tersebut dapat disusun di lokasi BTS yang umumnya memiliki ukuran tipikal 15m x 15m.  Susunan solar panel diilustrasikan pada gambar 4.2. 

Gambar 4.2. Susunan Solar Panel di Lokasi BTS

Baterei dengan kapasitas 9 bank dapat ditempatkan di dalam kabinet di bawah solar panel.

Tabel 4.5. Perhitungan Biaya Investasi Awal

Dengan mengambil harga solar panel USD 2 per Watt-nya, berikut perangkat charge controller, maka untuk kapasitas solar panel 18.7 kW diperlukan biaya sebesar USD 37.440. Sedangkan untuk baterei, dengan menggunakan harga baterei di pasaran rata-rata USD 10 per Ah untuk kapasitas besar, maka investasi untuk baterei  yang dibutuhkan adalah USD 90.000,- Setelah ditambah dengan inverter, total biaya menjadi USD 127,940.Tabel 4.5. Perhitungan Biaya Investasi Awal

Jika sistem solar panel ini dioperasikan selama 4 tahun, maka total energi yang terpakai untuk mencatu BTS dengan beban total 2.4 kW adalah 2.4kW x 4 x 365  x 24 jam atau 84,096 kWh. Sehingga diperoleh COE (cost of energy) atau biaya per kWh-nya adalah USD 127,940/84,096 kWh atau USD 1.52/kWh. Dengan kurs Rp 9,000/USD, maka COE nya Rp 13,692/kWh. Jika perhitungan COE ini mengacu ke kapasitas produksi solar panel perhari, yaitu 187 kWh/hari (termasuk untuk mencatu beban dan mengisi baterei), maka COE nya adalah USD 0.87/kWh atau Rp 7.824/kWh. Bandingkan dengan tarif PLN ke pelanggan ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia)  yang hanya Rp 1.200/kWh. COE Solar panel masih jauh lebih tinggi dari energi PLN. Namun, karena yang kita bahas adalah site yang berada di lokasi off grid (tanpa PLN), maka harus dibandingkan dengan CDC atau dual genset.

Dengan memasukkan parameter yang sama pada aplikasi simulasi HOMER, diperoleh hasil seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 4.3. Hasil Simulasi dengan Menggunakan Aplikasi HOMER

Terdapat perbedaan dalam hal biaya investasi. Hasil simulasi dengan HOMER adalah USD 92,963. Sementara hasil perhitungan manual adalah USD 87,588. Perbedaan ini disebabkan karena pada perhitungan manual, jumlah jam dalam sehari yang terkena sinar matahari hanya 6 jam. Dengan HOMER penrhitungan dilakukan dari fraksi jam (bukan harian seperti manual) dengan men-simulasikan berdasarkan data yang diambil dari NASA. Disamping itu HOMER tidak memperhitungkan autonomi 1 hari (total 24+18 jam atau 30 jam) sehingga biaya invesstasi lebih kecil.

Perbedaan juga terjadi pada perhitungan COE. Dari hasil simulasi dengan HOMER adalah USD 0.59/kWh, sementara perhitungan manual USD 0.83/kWh atau USD 1.04/kWh. Perbedaan ini masih disebabkan oleh biaya investasi yang rendah di HOMER karena tidak mengantisipasi autonomi selama 30 jam. Penyebab lainnya adalah pengambilan periode investasi yang berbeda antara perhitungan manual dan simulasi HOMER.

4.2. Sistem Charge Discharge (CDC)

Pada kondisi dimana PLN tidak ada (jauh dari BTS), maka upaya lain yang dapat dilakukan adalah mengkonversi BTS yang dicatu oleh dua genset menjadi BTS yang dicatu dari satu genset ditambah baterei atau dikenal dengan istilah CDC (Charge DisCharge). Konversi ini lebih murah karena hanya menambahkan satu atau beberapa bank baterei dan power supply (rectifier) serta controller. Salah satu genset dinonaktifkan dan bisa digunakan atau direlokasi ke site BTS lain yang membutuhkannya.

Dengan konversi site yang beroperasi dengan dua unit genset bergantian menjadi CDC, pemakain BBM dapat ditekan dari 24 jam hingga menjadi sekitar 6 jam atau bahkan lebih rendah lagi, tergantung dari besarnya beban/kodnisi trafik dan kapasitas genset yang tersedia. Tabel berikut ini memperlihatkan contoh beban di BTS yang dikonversi dari dual genset menjadi CDC. Dengan beban 2 kilowatt dan genset 2×20 kVA, dapat dikonversi menjadi sistem CDC dengan siklus 3 jam charge (mengisi baterei) dan 9 jam discharge berulang 2 kali dalam sehari atau total dalam 24 jam genset bekerja hanya 6 jam dan battery discharge selama 18 jam. Hal ini dimungkinkan karena kapasitas genset yang berlebih dapat digunakan  untuk mengisi baterei. Setelah baterei penuh, genset istirahat bekerja dan beban dicatu oleh energi dari baterei.

Perhitungan biaya investasi CDC dan biaya operasi selama 4 tahun dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7 berikut ini. 

Tabel 4.6. Perhitungan Investasi CDC

Perhitungan investasi CDC pada tabel 4.6 didasarkan pada beban sebesar 2 kilo Watt seperti dirinci pada Tabel 4.1. Genset yang digunakan 20 kVA (16 kW) pada dasarnya adalah menggunakan genset yang ada, namun dalam hal ini dianggap sebagai investasi baru. Kapasitas 20 kVA cukup optimal untuk CDC 6 jam charge 18 jam discharge (2 cycle per hari).

Tahun kedua dilakukan penggantian baterei dikarenakan baterei yang ada dirancang untuk beroperasi 1500 cycle dengan 2 cycle per hari.

Tabel 4.7. Perhitungan Biaya Operasional CDC Selama 4 tahun

Untuk genset berkapasitas 20 kVA atau 16 kW, biaya operasional per jam berdasarkan pengalaman di lapangan adalah USD 3.9 per jam. Biaya tersebut sudah termasuk BBM (sekitar 3.5 liter/jam) dan pemeliharaan rutin. Jika dihitung TCO (Total Cost of Ownership), yaitu total CAPEX dan OPEX selama 4 tahun adalah USD 54,600 + USD 34,798 atau USD 89,398. Dengan mengambil nilai efisiensi genset sebesar 90%, maka energi yang dihasilkan sepanjang 4 tahun adalah 16 kW x 90% x 8760 jam atau  126,144 kWh. Dengan demikian biaya per kWh adalah USD 0.71 per kWh atau Rp 6,378/kWh dengan kurs Rp 9000/USD. Kalau COE dihitung berdasarkan beban yang dicatu, yaitu 2kW, maka selama 4 tahun energi yang digunakan oleh BTS adalah 70,080 kWh sehingga COE nya adalah USD 1.28/kWh atau sekitar Rp 11.481/kWh.

Jika dibandingkan dengan solar panel, CDC masih lebih murah dalam hal COE. Akan tetapi, mari kita perhatikan bersama, bahwa untuk solusi BTS dengan total beban 2 kW,  TCO solar panel masih lebih murah, yaitu USD 87,380. Sementara dengan CDC adalah USD 89,398.

Keuntungan lain dengan solar panel adalah tidak perlu khawatir dengan pengisian BBM, BBM dicuri ataupun pemeliharaan genset. Juga tidak perlu khawatir genset gagal berfungsi atau gagal switch over (kerusakan ATS).

 4.3. Double Genset

Sebelum ditemukan konsep CDC, double genset pada awalnya merupakan solusi termudah dan tercepat untuk lokasi-lokasi BTS yang tidak terjangkau oleh jaringan PLN, setidaknya sebelum ditemukan solusi dengan menggunakan CDC. Tabel 4.8 dan tabel 4.9 memperlihatkan biaya CAPEX dan OPEX pembangunan double genset 15 kVA.

Tabel 4.8. Biaya Investasi Double Genset

Penggunaan genset dengan kapasitas 15 kVA sebenarnya berlebihan untuk BTS dengan teknologi baru yang lebih efisien saat ini. Akan tetapi sebagian site yang berlokasi remote tersebut juga ditempat transmisi backbone, sehingga disamping bebannya lebih besar, juga membutuhkan sistem pendingin (Air Contitioner)

Tabel 4.9. Biaya Operasional Double Genset Selama 4 Tahun

OPEX site dengan double genset terdiri dari bahann bakar (BBM) dan biaya pemeliharaan genset. Rata-rata, berdasarkan pengalaman dan perhitungan, per jam operasional genset membutuhkan biaya USD 4, termasuk BBM dan pemeliharaan.

Dengan efisiensi genset sebesar 90%, maka total energi yang dihasilkan selama 4 tahun oleh kedua genset 15 kVA (12 kW) adalah  378,432 kWh.  Jika diasumsikan load yang ada di site tersebut adalah 2 kW, maka total energi terpakai adalah 70,080 kWh.

TCO (Total Cost Ownership) selama empat tahun untuk operasional doubel genset adalah  USD 199,164. Dari biaya tersebut,dapat diperkirakan COE (Cost of Energy) terhadap energi yang diproduksi adalah USD 0.53/ kWh atau Rp 4,736/kWh. Jika dihitung terhadap energi yang terpakai, makah COE nya adalah USD 2.84/kWh atau Rp 25,578/kWh 

5. KESIMPULAN

Di tengah persaingan bisnis telekomunikasi yang semakin ketat, para operator mulai berusaha melirik semua alternatif energi yang mungkin. Saaran utama adalah menekan biaya. Faktor utama yang dilihat adalah Cost of Energy (COE) dan Total Cost of Ownership (TCO). Dari beberapa alternatif, paling disukai adalah solar panel, karena tidak perlu direpotkan dengan pemeliharaan rutin seperti pengisian BBM, servis berkala dan juga masalah kegagalan seperti genset tidak bisa start atau ATS (automatic transfer switch) tidak berfungsi sehingga genset bisa beroperasi tapi tidak bisa menyuplai beban dan masih banyak masalah lain. Kelebihan solar panel adalah tidak menghasilkan polusi, baik polusi udara maupun polusi suara.

Akan tetapi, yang menjadi kendala saat ini adalah TCO solar panel yang masih relatif tinggi dibanding CDC (Charge Dis-Charge) misalnya. Selain itu masalah luas area juga menjadi masalah.

Dari uraian di atas, berikut ini ringkasan COE dan TCO untuk masing-masing sumber energi yang mungkin digunakan.

Tabel 5.1. COE dan TCO 2 Genset, Solar Panel, CDC dan PLN Selama 4 Tahun

PLN memang paling murah, tapi tidak semua lokasi tersedia jaringan PLN. Alternatif yang paling mungkin adalah CDC. Namun demikian, dengan semakin kecilnya konsumsi energi BTS jenis baru dan semakin murahnya harga solar panel bukana tidak mungkin dalam waktu dekat ini solar panel menjadi sumber energi utama bagi BTS-BTS, setidaknya di wilayah yang tidak terdapat jaringan PLN.

 6. DAFTAR PUSTAKA

Cloud Computing Sebagai Salah Satu Solusi Menuju Green ICT

Tulisan ini dibuat oleh rekan-rekan saya dari Magister Manajemen Telekomunikasi & Magister Manajemen Tenaga Listrik dan Energi Universitas Indonesia yaitu Abdul Muchyi, Ade Abdul Azis & Adysti Wahyu Dewantari untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemodelan & Simulasi Lanjut yang wajib dimuat di media massa atau blog. Formatnya sudah saya ubah tapi isinya kurang lebih masih original, selamat menikmati dan semoga dapat bermanfaat 😀

I. Pendahuluan

Pada tahun 90-an, teknologi telekomunikasi dan informatika terbatas pada telepon rumah tetap (fixed telephone) dan penggunaan komputer yang masih terbatas dengan system operasi berbasis WS. Sistem networking komputer pun masih sederhana dan tergantung pada floppy disk dalam transferring data-nya. Di abad 20-an hingga saat ini, teknologi informasi dan telekomunikasi berkembang dengan begitu cepat. Penggunaan gadget-gadget canggih bertebaran dimana-mana, transfer data pun sudah tidak bergantung dengan disket melainkan melalui internet dengan kecepatan data yang makin meningkat dari waktu ke waktu. Pertumbuhan demand pengguna teknologi yang tumbuh dengan pesat juga mendorong tumbuhnya penyelenggara-penyelenggara jasa informasi dan pembangunan infrastruktur informatika di seluruh dunia. Munculnya penyedia jaringan internet bahkan penyedia konten yang menjamur dimana-mana, berkaitan dengan pembangunan data center yang dimiliki masing-masing penyedia. Bukan hanya para penyedia jaringan dan konten, namun perusahaan-perusahaan mulai dari skala kecil sampai besar membangun data center-nya sendiri sebagai penunjang sistem operasi perusahaan.

Dengan semakin banyaknya pembangunan datacenter yang terjadi di seluruh dunia, terjadi pemborosan di sisi material, energy, kelistrikan, limbah secara tidak langsung. Padahal kita tahu, cadangan energy di dunia semakin sedikit, tumpukan limbah material atau perangkat telekomunikasi dan informatika yang sudah tidak terpakai atau lewat masa pakainya semakin banyak. Oleh karena itu, dalam mendukung dan menciptakan ICT yang selaras dengan pemeliharaan lingkungan dan bumi kita “Green ICT”, direncanakan dan disusun suatu solusi yang disebut “Cloud Computing”.

II. Green ICT

Go Green” merupakan konsep yang disusun berdasarkan kesadaran dari seluruh masyarakat dunia atas apa yang terjadi di bumi kita saat ini. Eksplorasi energy, sumber daya alam dan penggunaanya secara berlebihan berdampak pada kelangsungan makluk hidup khususnya flora dan fauna yang semakin lama semakin berkurang, apalagi diinformasikan bahwa lapisan ozon yang menyelubungi dunia rusak yang menyebabkan sinar ultraviolet akan semakin mudah menembus ke bumi dan berakibat tidak baik bagi kulit manusia. Negara penghasil karbon tertinggi di dunia adalah Amerika Serikat, Jepang dan China, sedangkan Negara kita Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-5 sebagai negara penghasil karbon terbesar di dunia.

Green ICT dikonsepkan juga dalam rangka mendukung gerakan “Go Green” di segi teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Green ICT dikonsepkan dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi energi dan sumber daya alam lainnya serta emisi dan sampah yang dihasilkan dari kegiatan di bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Contoh sederhana dalam implementasi Green ICT adalah penggunaan electronic mail (email) untuk berkomunikasi. Melalui email, kita akan mengurangi penggunaan kertas sehingga semakin sedikit pohon yang ditebang untuk dibuat kertas. Dengan berkurangnya penebangan pohon, emisi karbon yang rendah akan terjadi. Green ICT di bidang ICT termasuk menerapkan layanan teleconference yang dapat mengurangi biaya perjalanan, dimana berdampak pada penurunan emisi karbon namun tetap mampu meningkatkan produktivitas usaha.

III.       Konsep Cloud Computing

Sejarah Cloud Computing dimulai di tahun 1960-an, saat seorang pakar computer dari MIT bernama John McCarth meramalkan bahwa suatu hari nanti komputerisasi akan menjadi infrastruktur publik layaknya seperti berlangganan listrik atau telepon. Kemudian pada akhir tahun 1990-an, lahirlah konsep ASP (Application Service Provider) yang ditandai munculnya perusahaan pengolah data center. Selanjutnya tahun 1995, Larry Ellison – pendiri Oracle – melahirkan wacana “Network Computing” pasca penetrasi Microsoft Windows 95 yang merajai pasar software dunia pada saat itu. Larry Ellison menyatakan bahwa instalasi software-software tidak perlu dilakukan ke sebuah PC sehingga membuat kinerjanya menjadi berat, sebagai gantinya sebuah terminal utama berupa server. Pada awal tahun 2000-an, Marc Beniof – eks Vice President Oracle – meluncurkan aplikasi CRM berbentuk “software as a service” bernama Salesforce.com sebagai awal lahirnya Cloud Computing. Pada tahun 2005, situs online shopping Amazon.com meluncurkan Amazon EC2 (Elastic Compute Cloud) dan diikuti oleh Google dengan Google App Engine dan IBM dengan Blue Cloud Initiative.

Cloud Computing adalah pemanfaatan teknologi komputer dengan menggunakan internet. Atau dapat dikatakan user dapat menyimpan atau melakukan transfer informasi melalui server di lokasi lain melalui jaringan internet. Cloud Computing membantu user untuk menggunakan aplikasi tanpa melakukan instalasi, mengakses file pribadi dari manapun melalui akses internet. Cloud Computing sendiri merupakan perwujudan dari demokratisasi teknologi, di mana teknologi sekarang terjangkau untuk siapapun, karena layanan Cloud Computing tersedia mulai dari yang gratis sampai berbayar. Teknologi ini memungkinkan efisiensi dengan memusatkan penyimpanan, pemrosesan dan bandwith ke dalam server tertentu yang sudah dialokasikan.

Sebagai contoh : Kita dapat mengakses data yang telah kita simpan dalam server Google Apps melalui alat komunikasi apapun dan dimanapun. Atau kita dapat  mengakses dan menggunakan aplikasi bisnis umum yang tersimpan di server Google Apps tanpa harus melakukan instalasi program di dalam gadget atau peralatan komunikasi kita.

Adapun karakteristik dari Cloud Computing yang didefinisikan oleh NIST (National Institute of Standards and Technology) sebagai berikut :

  • On-demand self-service – setiap orang dapat mendaftarkan dirinya sendiri tanpa bantuan siapapun, menikmati layanan sesuai kebutuhan dan dan langsung tersedia pada saat dibutuhkan
  • Broad network access – layanan Cloud Computing bisa diakses dari mana saja, kapan saja, dengan alat apa pun, asalkan kita terhubung ke jaringan layanan internet
  • Resource pooling – tersedia secara terpusat dan dapat membagi sumber daya secara efisien. Karena cloud computing digunakan bersama-sama oleh berbagai pelanggan, penyedia layanan harus dapat membagi beban secara efisien, sehingga sistem dapat dimanfaatkan secara maksimal
  • Rapid elasticity – setiap kebutuhan bisa dilayani secara fleksibel tergantung kebutuhan saat itu
  • Measured service – semua layanan bisa diukur dan dibebankan biaya sesuai dengan penggunaan aktual

Komponen-komponen dari Cloud Computing itu sendiri adalah:

  • Cloud Clients : seperangkat komputer ataupun software yang didesain secara khusus untuk penggunaan layanan berbasis Cloud Computing.
  • Cloud Services : produk, layanan dan solusi yang dipakai dan disampaikan secara real-time melalui media Internet. Contoh yang paling popular adalah web service.
  • Cloud Applications : memanfaatkan Cloud Computing dalam hal arsitektur software. Sehingga user tidak perlu menginstal dan menjalankan aplikasi dengan menggunakan komputer.
  • Cloud Platform : layanan berupa platform komputasi yang berisi hardware dan software infrasktruktur dan biasanya mempunyai aplikasi bisnis tertentu dan menggunakan layanan PaaS sebagai infrastruktur aplikasi bisnisnya.
  • Cloud Storage : melibatkan proses penyampaian penyimpanan data sebagai sebuah layanan.
  • Cloud Infrastructure : layanan yang menyediakan infrastruktur komputasi.

Tingkatan layanan yang diberikan Cloud Computing kepada pengguna, sebagai berikut :

a. Layanan Aplikasi (Software as a service)

Memfokuskan pada aplikasi dengan web-based interface yang diakses melalui Web Service dan Web 2.0. Contoh perusahaan – perusahaan yang sudah ditetapkan dalam bisnis perangkat lunak siap pakai atau SaaS dimana dikenakan biaya pelanggan dan biaya berlangganan dalam software return host pada server pusat yang diakses oleh user melalui internet :

  • Salesforce.com (CRM)
  • Google (GOOG)
  • NetSuite (N)
  • Cordys
  • Facebook
  • Taleo (TLEO)
  • Concur Technologies (CNQR)

Berikut perusahaan perangkat lunak berbasis lisensi dimana menjual lisensi kepada user kemudian menjalankan perangkat lunak dari server :

  • SAP AG (SAP)
  • Oracle (ORCL)
  • Blackbaud (BLKB)
  • Lawson Software (LWSN)
  • Blackboard (BBBB)

b. Layanan Platform (Platform as service)

Memfokuskan pada aplikasi dimana developer tidak perlu memikirkan hardware dan tetap fokus pada pembuatan aplikasi tanpa harus mengkhawatirkan sistem operasi, infrastructure scaling, load balancing dan lain-lain.

Banyak perusahaan dengan layanan aplikasi, juga mengembangkan layanan platform. Berikut perusahaan – perusahaan yang telah mengembangkan layanan platform :

  • Google (GOOG) – Apps Engine
  • Amazon.com (AMZN) – EC2
  • Microsoft (MSFT) – Windows Azure
  • SAVVIS (SVVS) – Symphony VPDC
  • Terremark Worldwide (TMRK) – The Enterprise Cloud
  • Salesforce.com (CRM) – Force.com
  • NetSuite (N) – Suiteflex
  • Rackspace Cloud – cloudservers, cloudsites, cloudfiles
  • Metrisoft – Metrisoft SaaS Platform
  • SUN Oracle direct link
  • Cordys Process Factory – The Enterprise Cloud Platform

c. Layanan Infrastruktur (Infrastructure as service)

Memfokuskan pada virtualized server, storage dan network.  Berikut perusahaan – perusahaan yang menyediakan layanan infrastruktur :

  • Google (GOOG) – Managed hosting, development environment
  •  International Business Machines (IBM) – Managed hosting
  • SAVVIS (SVVS) – Managed hosting & Cloud Computing
  • Terremark Worldwide (TMRK) – Managed hosting
  • Amazon.com (AMZN) – Cloud storage
  • Rackspace Hosting (rax) – Managed hosting & Cloud Computing

 

Tipe-tipe penerapan (deployment) dari layanan Cloud Computing yaitu:

  1. Private Cloud : Infrastruktur dioperasikan hanya untuk sebuah organisasi tertentu dan dapat dikelola oleh organisasi itu atau oleh pihak ketiga. Lokasinya dapat berupa on-site ataupun off-site.
  2. Community Cloud : Infrastruktur digunakan bersama-sama oleh beberapa organisasi yang memiliki kesamaan kepentingan yang bisa dikelola oleh salah satu dari organisasi itu ataupun oleh pihak ketiga.
  3. Public Cloud : Diperuntukkan untuk umum.
  4. Hybrid Cloud : Infrastruktur merupakan komposisi dari dua atau lebih infrastruktur cloud (private, community atau public). Jadi  secara entitas tetap berdiri sendiri-sendiri namun dihubungkan oleh suatu teknologi yang memungkinkan portabilitas data dan aplikasi antar cloud. Sebagai contoh : mekanisme load balancing antar cloud.

 IV. Peran Serta Cloud Computing Dalam Mendukung Green ICT

Rencana implementasi Cloud Computing dalam upaya mendukung Green ICT didasarkan pada banyak hal yang dalam analisisnya mampu melakukan penghematan-penghematan di segala bidang demi kelangsungan bumi kita. Penghematan tersebut meliputi penghematan biaya dalam investasi maupun operasionalnya. Dapat dilakukan penghematan biaya investasi awal untuk pembelian sumber daya karena tidak melakukan pembelian perangkat – perangkat server / storage dimana dilakukan penyewaan space pada server yang dikelola penyelenggara Cloud Computing. Dengan demikian pengeluaran modal (CAPEX = Capital Expenditure) tidak diperlukan namun hanya melakukan pengeluaran operational (OPEX = Operational Expenditure) untuk biaya sewanya. Penghematan bukan hanya dilakukan dari segi biaya investasi, penghematan dari segi penggunaan energy pun dilakukan. Energi yang sebelumnya untuk suplai server-server berbagai perusahaan, akan berkurang dengan berpindahnya ke server pusat yang diakses dan digunakan bersama-sama oleh berbagai perusahaan.

Masalah sampah juga menjadi hal yang krusial dan hangat dibahas saat ini. Sampah teknologi semakin menumpuk akibat teknologi yang berkembang dengan cepat, perangkat dan gadget yang terus berubah mengikuti perkembangan teknologi. Diperkirakan ada sebanyak 70 juta computer baik Personal Computer / PC, Laptop dan Netbook di Indonesia. Diperkirakan terdapat 1 juta PC yang dibuang tahun 2010 dan meningkat sebesar 25% per tahun. Dengan menggunakan Cloud Computing, masalah storage terpecahkan, sehingga tiap-tiap perusahaan tidak perlu mengadakan perangkat server sendiri untuk menyimpan data perusahaan melainkan hanya terhubung pada sebuah server yang dapat digunakan ratusan bahkan ribuan perusahaan secara bersama-sama dengan jaminan keamanan data. Dengan demikian, sampah ICT akan semakin berkurang.

Dengan Cloud Computing, fleksibilitas akan semakin meningkat dengan catatan terhubung dengan layanan internet. Kita dapat melakukan akses data dimanapun dan kapanpun karena data berada di server cloud sehingga membuat operasional dan manajemen lebih mudah karena sistem pribadi/perusahaan yang tersambung dalam satu cloud dapat dimonitor dan diatur dengan mudah. Selain itu, terjadi penghematan waktu sehingga perusahaan bisa langsung fokus ke profit dan berkembang dengan cepat.

V. Tantangan Cloud Computing

Berbagai perusahaan dan industry TIK memberikan dukungan terhadap Green ICT. Karena selain memberikan dampak positif terhadap bumi kita, Green ICT juga memberikan keuntungan-keuntungan terhadap industry dari sisi finansial.

Konsep Cloud Computing jelas mendukung apa yang menjadi ide dasar dari konsep “Go Green”, namun disisi lain masih dipertanyakan terkait jaminan keamanan data dikarenakan belum ada jaminan pasti terkait data pribadi / perusahaan yang ditempatkan pada server cloud. Apalagi sasaran sebenarnya dari Cloud Computing ini adalah perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan server-server dalam skala besar untuk mendukung operasionalnya.

Selain masalah jaminan keamanan, keuntungan-keuntungan atas Cloud Computing diperoleh dengan syarat akses internet yang baik. Permasalahannya adalah bagaimana apabila terjadi masalah pada akses ke server cloud tersebut. Karena tidak adanya akses langsung ke resource, maka user atau perusahaan yang menyewa layanan dari Cloud Computing tergantung pada vendor / penyedia layanan Cloud Computing, apabila server cloud rusak atau dengan layanan backup yang buruk maka perusahaan akan mengalami kerugian besar.

 VI. Kesimpulan

Cloud Computing merupakan sistem komputasi kolaboratif yang berbasis internet yang memungkinkan para pengguna komputer dapat berbagi semua sumber dayanya, mulai dari : software, hardware, termasuk pusat data (server). Sehingga nantinya diharapkan para pengguna komputer tidak lagi perlu memiliki item-item tersebut yang selama ini menguras banyak investasi. Sederhananya, para pengguna komputer dapat menggunakan source tanpa perlu membeli, memiliki atau menginstall program di dalam komputer yang membuat berkurangnya memori penyimpanan dalam komputer serta mempengaruhi kinerja computer, namun cukup dengan menyewa sumber daya (lunak atau peranti keras) dari server inti yang dipilih sesuai dengan kebutuhan (pay per use).

Cloud Computing  mendukung Green ICT dimana sebuah perusahaan atau instansi pemerintah yang memiliki ribuan data penting dan membutuhkan media simpan yang lebih besar, fleksibel, mudah dikembangkan dan hemat biaya. Teknologi ini dapat menekan biaya investasi server-server raksasa, menekan penggunaan energy yang berlebihan baik untuk suplai perangkat maupun pendukung lain, lebih efektif, transparan dengan jumlah sumber daya manusia sebagai pengelola yang lebih sedikit. Cloud Computing adalah jawaban dari Green ICT.

 Daftar Pustaka

  1. www.postel.go.id
  2. www.depkominfo.go.id
  3. http://ilhamsk.com/apa-itu-cloud-computing/
  4. http://id.wikipedia.org/wiki/Komputasi_awan
  5. http://teknoinfo.web.id/teknologi-cloud-computing/
  6. http://wartaduniamaya.blogspot.com/2011/02/saran-saran-implementasi-green-and-cool.html
  7. http://www.yudiherdiana.com/2010/07/green-ict.html
  8. http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_11783/title_definisi-komputasi-awan-cloud-computing/
  9. http://teknik-informatika.com/apa-itu-cloud-computing-komputasi-awan/
  10. Chappell, D. (August 2008). A short introduction to cloud platforms: An enterprise-oriented view. San Francisco, CA: Chappel and Associates.
  11. Grossman, R. L. (March/April 2009). The case for cloud computing. IEEE ITPro, 23–27.
  12. Hutchinson, C., & Ward, J. (March/April 2009). Navigation the next-generation application architecture. IEEE ITPro, 18–22.
  13. Jens, F. (September 2008). Defining cloud services and cloud computing. http://blogs.idc.com/ie/?p=190.
  14. Jones, M. T. Cloud computing with linux. www.ibm.com/developerworks/linux/library/l-cloudcomputing.