Bypass Road (2019)

Bypass Road atau Jalan Bypass adalah jalan yang mengubah hidup Vikram Kapoor (Neil Nitin Mukesh) selamanya. Di jalan itulah ia mengalami kecelakaan mobil. Sejak itu, ia dikabarkan menjadi lumpuh, tidak dapat berjalan lagi. Kemudian mulai saat itulah ia mengetahui berbagai rahasia yang tidak seharusnya ia ketahui. Vikram pun terlibat pada sebuah kasus kriminal yang ternyata berhubungan pula dengan kasus kriminal lainnya. Kurang lebih itulah awal dari kisah Bypass Road (2019), sebuah film India yang memiliki banyak sekali misteri.

Saya tidak dapat menghitung, ada berapa tumpukan misteri yang membalut Bypass Road (2019). Kalau dipikir-pikir, semua misteri tersebut sangat menjanjian dan sulit untuk ditebak. Sepanjang film, saya pun diajak menerka-nerka, mau dibawa kemana arah film ini. Saya harus akui bahwa misterinya keren dan berhasil mengecoh saya.

Sayang, penyajian misteri-misteri tersebut agak kurang terarah. Film ini terkesan kewalahan untuk menyampaikan berbagai lapisan misteri yang mengelilingi kehidupan Vikram. Belum lagi adegan thriller ala film-film slasher tahun 90-an yang kurang menegangkan dan memiliki persentase kebetulan yang terbilang tinggi :’D.

Thriller dan misteri terus menerus mendominasi Bypass Road (2019). Dimana joget-jogetannya?? Syukurlah adegan joget ditampilkan dengan halus dan tidak mengada-ada. Tidak ada adegan joget di balik pohon kok. Semua adegan musikal pada film ini terbilang proporsional. Cocoklah bagi saya yang kurang suka dengan adegan joget-joget ala Bollywood.

Di atas kertas, Bypass Road (2019) sebenarnya memiliki ide yang menarik. Namun penyampaiannya terasa kurang bagus. Dengan demikian saya ikhlas untuk memberikan Bypass Road (2019) nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.pvrpictures.com

Serial Mira, Royal Detective

Serial kartun anak yang mengambil latar belakang kerajaan, biasanya memiliki putri atau pangeran sebagai tokoh utamanya. Hal tersebut tidak berlaku pada Serial Mira, Royal Detective. Sang pangeran justru hadir sebagai tokoh pendukung. Mira (Leela Ladnier) merupakan anak dari punggawa Kerajaan Jalpur di abad ke-19. Dikisahkan bahwa Jalpur sendiri terletak di daerah India, Asia Tengah. Maka latar belakang serial anak yang satu ini adalah kerajaan ala ala Bollywood-laaah.

Apa istimewanya Mira? Ia memiliki kecerdasan dan berbagai nilai kebaikan lain yang patut untuk dicontoh. Pihak istana pun mengangkat Mira sebagai detektif kerajaan. Mira berhasil mengajak penonton ciliknya untuk memecahkan berbagai kasus yang ia hadapi.

Dengan menonton Mira, Royal Detective, anak-anak diajak untuk berfikir dengan teratur dan mengikuti petunjuk yang ada. Semuanya cukup mudah untuk diikuti oleh anak-anak. Kasusnya Mira memang bukan kasus kompleks yang rumit seperti benang kusut.

Mira, Royal Detective layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimal 5 yang artinya “Bagus”. Meskipun topiknya terkadang terkait tindak kriminal, serial ini tidak mengandung kekerasan dan hal-hal negatif lainnya kok. Aman untuk ditonton oleh anak-anak.

Sumber: disneynow.com/shows/mira-royal-detective

Serial Mighty Little Bheem

Sejak tahun 2008, karakter Chotta Bheem menjadi salah satu karakter andalan Green Gold Animation, sebuah perusahaan film India. Serial Chotta Bheem telah melahirkan beberapa film lepas dan spin-off. Saya sendiri tidak terlalu terkesan dengan hasil dari franchise Chotta Bheem kecuali satu. Apa itu? Serial Mighty Little Bheem tentunya.

Kalau saya hitung-hitung, Serial Mighty Little Bheem merupakan spin-off keempat dari Serial Chotta Bheem. Biasanya, Chotta Bheem digambarkan sebagai anak-anak yang memiliki kekuatan di atas rata-rata. Ia pun menggunakan kekuatanya untuk mengalahkan tokoh jahat yang berupa manusia dan siluman.

Pendekatan yang dilakukan pada serial yang satu ini agak berbeda dengan film-film Chotta Bheem lainnya. Bheem masih balitadan tinggal di gubuk sederhana bersama ibunya. Suasana pedesaan India tentunya menjadi latar belakang Bheem si balita super kuat.

Kali ini ia menggunakan kekuatan supernya untuk melakukan hal-hal yang lebih sederhana. Dalam prosesnya, kelucuan terjadi dimana-mana. Saya pun beberapa kali tertawa melihat tingkah Bheem dan kawan-kawan. Serial yang satu ini memang sama sekali jauh dari kata serius.

Komedi menjadi cara Mighty Little Bheem menyampaikan pesan positif bagi para penontonnya. Ditambah dengan animasi yang menawan, Mighty Little Bheem berhasil menjadi salah satu film seri anak yang berhasil memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.mightylittlebheem.com

Drishyam (2015)

Sebagai kepala keluarga, seorang ayah tentunya memiliki naruri untuk melindungi anggota keluarganya. Dalam beberapa kasus, seorang ayah bahkan rela melakukan tindak kriminal yang bertentangan dengan hukum. Hal itulah yang menjadi topik utama dari Drishyam (2015).

Dikisahkan bahwa Vijay Salgaonkar (Ajay Devgn) hidup sederhana bersama istri dan kedua anaknya di sebuah kota kecil. Bencana hadir melalui datangnya seorang anak yang kaya raya, datang ke dalam kehidupan keluarga Salgaonkar. Terjadilah peristiwa kriminal yang melibatkan anak sulung Vijay. Perbuatan ini sudah hampir bisa dipastikan tidak akan pemperoleh pengadilan yang adil bila dibawa ke meja hijau. Keluarga Salgaonkar harus berhadapan dengan keluarga yang terdiri dari pejabat kepolisian dan pengusaha yang kaya raya.

Maka Vijay memilih untuk menyembunyikan peristiwa kriminal yang terjadi. Disinilah keunggulan dari Drishyam (2015) terlihat. Walaupun Vijay tidak lulus Sekolah Dasar, ia merupakan seseorang yang cerdas. Taktik Vijay berhasil membuat pihak kepolisian kebingungan dalam mencari motif dan barang bukti. Semua diperlihatkan dihadapan pak dan bu polisi seolah hanya ilusi visual buatan Vijay. Sesuai judulnya, Drishyam adalah bahasa India yang artinya visual atau pandangan.

Oooh tunggu dulu, Drishyam (2015) adalah film India? Ya, betul sekali. Film yang satu ini merupakan film thriller asal India. Saya termasuk penonton yang kurang suka dengan unsur musikal dari film-film India. Syukurlah adegan joget-joget di film ini sedikit sekali, hampir tidak ada. Thriller pada Drishyam (2015) terbilang lebih kental dan terasa di sepanjang film. Saya tidak seperti sedang menonton film musikal ala Bollywood. Semua nampak bagus dan memukau. Akting Ajay Devgn terbilang menonjol pada film ini.

Saya sadar betul bahwa Drishyam (2015) adalah remake dari Drishyam (2013). Drishyam (2013) sendiri sebenarnya agak mirip dengan novel Jepang yang berjudul The Devotion of Suspect X. Drishyam (2013) sendiri berbahasa Malayalam dan tampil lebih natural dan apa adanya. Film original terbitan 2013 inipun banjir penghargaan dari berbagai festival film.

Selain Drishyam (2015) terdapat film-film lain yang merupakan remake dari Drishyam (2013). Ada yang diproduksi dalam versi Tamil dan versi Kanada. Kemudiam novel The Devotion of Suspect X pun dibuat versi filmnya pada 2017 lalu. Wah wah wah, semuanya memiliki cerita yang kurang lebih sama yaaaa. Saya sudah menonton semuanya dan saya paling suka dengan Drishyam (2015). Sinematografi film ini lebih memukau. Nuansa thriller-nya lebih terasa. Walaupun hampir semua adegannya seperti copy paste dari Drishyam (2013), Drisyam (2015) berhasil mendramatisir kisah ini dengan lebih intens.

Dengan demikian, Drishyam (2015) layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Jarang-jarang nih ada film India yang berhasil membuat saya terpukau. 2 jempol deh buat Drishyam (2015).

Sumber: panoramastudios.in/portfolio-item/drishyam-2015/

Baahubali: The Beginning (2015) & Baahubali 2: The Conclusion (2017)

Kali ini saya akan membahas salah satu film India dengan biaya termahal sepanjang sejarah India yaitu Baahubali: The Beginning (2015) & Baahubali 2: The Conclusion (2017). Konon kedua film ini menggunakan special effect dan kostum yang terbaik pada masanya.

Kedua film Baahubali karya sutradara S. S. Rajamouli ini mengisahkan bagaimana 2 Baahubali menghadapi persaingan dan perebutan tahta Kerajaan Mahespati. Di dunia nyata, Kerajaan Mahespati memang benar-benara ada, namun lokasi dan sejarah konkretnya masih agak kabur. Nah kedua film ini mengisahkan versi imajinatif dari Mahespati. Maka otomatis semua kisah di dalamnya merupakan fantasi belaka. Di sana terdapat Mahendra Baahubali dan Amarendra Baahubali yang sama-sama diperankan oleh Prabhas. Inilah tokoh utama dari film garapan S. S. Rajamouli tersebut.

Sebagai salah satu calon pewaris tahta Kerajaan Mahespati, Amarendra Baahubali harus menghadapi berbagai taktik licik yang dilancarkan oleh sepupunya sendiri, Bhallaladeva (Rana Daggubati). Tahta sebuah kerajaan bukan hanya singgasana dan gelar saja. Baahubali berhasil menjadi raja di hati sebagian besar rakyat Mahespati, walaupun ia belum diangkat menjadi raja.

Amarendra tewas melalui sebuah penghianatan dari orang terdekatnya. Hal inilah yang seolah dijadikan sebuah misteri. Siapa dan kenapa? Bukankah Amarendra Baahubali sudah berbuat baik kepada semua orang?

Anak dari Amarendra Baahubali, yaitu Mahendra Baahubali berhasil lolos dari rencana pembunuhan. Ia kemudian dibesarkan di sebuah desa kecil tak jauh dari ibukota Mahespati. Ketika sudah beranjak dewasa, takdir membawa Mahendra Baahubali menuju ibukota Mahespati untuk membalas dendam dan merebut tahta dari keluarga Bhallaladeva yang sudah puluhan tahun menawan ibu dari Mahendra Baahubali di istana.

Aaahhh, sebuah kisah zero to hero yang sudah berkali-kali dikisahkan di film lain. Hanya saja yaaa film ini menggunakan latar belakang keraajan India dan kisahnya dilakukan secara flashback. Apakah cara penceritaan flashback ini merupakan sebuah masalah? Tidak. Tapi hal ini bukan pula merupakan kelebihan.

Terlalu banyak titik lemah pada cerita di kedua film ini. Sejak awal cerita, penonton tentunya sudah mengetahui bahwa Amarendra Baahubali telah gugur. Bagaimana ia gugur digunakan sebagai cara untuk memikat penonton agar terus menonton cerita Baahubalu yang sangat panjang sampai-sampai dipecah menjadi 2 film. Sayang alasan dan bagaimana Amarendar gugur, terasa kurang kuat dan yaaah hanya begitu saja, tidak spesial atau fenomenal.

Kemudian alasan kenapa kok ibunda Mahendra Baahubali sampai dirantai puluhan tahun di pelataran istana, terlalu dibuat-buat. Saya tidak melihat alasan yang kuat bagi Bhallaladeva sampai menyiksa seorang wanita seperti itu. Toh wanita tersebut pernah Bhallaladeva jadikan sebagai alat untuk mencurangi Amarendra Baahubali.

Taktik licik yang Bhallaladeva dan keluarganya lancarkan kok ya mengingatkan saya akan taktik licik ala opera sabun yah. Saya teringat akan kelicikan-kelicikan tokoh antagonis pada beberapa sinetron dan telenovela yang pernah saya tonton ketika saya masih kecil :’D.

Kemudian cara Mahendra membalas dendam pun sangat dapat ditebak. Taktik perang yang dijalankan terbilang absurd dan jauh dari akal sehat. Kalaupun saya menganggap bahwa Baahubali di sini adalah manusia super sakti, yaah taktik pada bagian akhir tersebut tetap saja terasa aneh.

Syukur adegan perang besar antara Kerajaan Mahesapati melawan Kerajaan Kalakeya terbilang sangat menghibur. Adegan tersebut menampilkan sebuah perang kolosal dengan special effect yang baik. Sayang penggunaan special effect pada beberapa bagian perkelahian lainnya, terasa kurang pas dan terlalu mengada-ada. Sementara penggunaan special effect untuk memvisualisasikan Mahespati, sudah nampak halus dan bagus.

Kedua film inipun memiliki lagu dan adegan joget-joget ala India. Bagian inilah yang selalu saya lewatkan ketika sedang menonton film India hehehehe, bukan hanya ketika menonton film ini. Yaaah, adegan musikalnya terbilang biasa saja, jadi yaaa saya skip :’D. Kalau joget dan nyanyiannya seperti The Greatest Showman (2017) sih sopasti saya tonton dan tidak akan saya skip atau lewati.

Baahubali: The Beginning (2015) & Baahubali 2: The Conclusion (2017) berada di bawah ekspektasi saya. Saya yang sebenarnya suka dengan film-film kerajaan dengan tema zero to hero, kali ini hanya dapat memberikan kedua film Baahubali tesebut 2 dari skala maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”.

Sumber: baahubali.com

Chicking Dubai, Restoran Fastfood Ala Timur Tengah

Chicking

Hadir di UEA (Uni Emirates Arab) pada tahun 2000, Chicking Dubai saat ini telah melebarkan sayap sampai ke Asia, termasuk Indonesia. Setelah membuka cabang Indonesia pertamanya di Royal Plaza Shopping Mall Surabaya, saat ini Chicking Dubai sudah memiliki cabang lain di Jabodetabek yaitu Bassura, Mega Bekasi Hypermall, Lulu Hypermarket QBIG BSD, Cibinong City Mall dan Plaza Kalibata. Dengan lokasi yang tersebar di dalam pusat perbelanjaan, maka sudah pasti tempatnya nyaman dan bersih.

Chicking

Bagian Dalam

Hidangan yang Chicking Dubai tawarnya, cukup beragam. Sekilas mereka mirip sekali dengan hidangan restoran fastfood pada umumnya. Apakah rasanya sama? Diantara varian hidangan tersebut, saya sudah mencicipi royal wrap, tandoori burger sandwich, kopi arab, nasi chicking, ayam goreng dan ayam panggang.

Ayam goreng Chicking Dubai pada dasarnya merupakan ayam goreng crispy yang sudah biasa ada di mana-mana. Saya tidak melihat sesuatu yang istimewa di sana selain ukurannya yang besar. Saya rela menunggu 15 menit demi ayam goreng yang besar. Kalau mau yang bagian sayap, biasanya bisa langsung tersedia dan dapat potongan harga ;).

Nasi chicking (chicking rice) dan ayam panggang (grilled chicken) merupakan hidangan yang saya santap ketika pertama kali mampir di Chicking Dubai. Nasi chicking nampak unik, karena menggunakan beras basmati yang bentuknya panjang-panjang. Nasi yang berwarna kuning ini sebenarnya sudah dibumbui, tapi rasanya agak flat. Rasanya yaa memang tidak mungkin kalau kita makan nasi saja tanpa lauk. Maka saat itu saya memesan ayam panggang untuk menemani nasi chicking. Ayamnya tidak renyah tapi seperti sudah direndam oleh rempah-rempah bumbu nasi kebuli. Kalau nasi dan ayam tersebut digabung, maka hidangan ini akan terasa seperti nasi kebuli ayam yang lumayan rasanya. Ini jelas berbeda dengan ayam-ayam di restoran fastfood sebelah.

Chicking

Nasi Chicking & Ayam Panggang

Royal wrap pada dasarnya adalah balutan roti tortila dengan 2 chicken strip yang besar memanjang, sedikit sayur dan saus ala timur tengah di dalamnya. Potongan daging ayamnya, empuk dan besar sehingga sangat terasa ketika digigit. Saus khas timur tengahnya terasa sangat cocok dengan ayam dan tekstur roti tortila yang juga khas. Hidangan inilah yang menjadi hidangan favorit saya di Chicking Dubai.

Royal Wrap

Tandoori burger sandwich pada dasarnya sangat mirip dengan royal warp, hanya saja ia menggunakan roti burger, fillet ayamnya hanya 1 tapi super besar, dan ada tambahan saus tandoori di sana. Karena komposisi lainnya mirip dengan royal wrap, maka praktis rasa tandoori burger sandwich akan mirip dengan royal wrap. Hanya saja, rasa tandoori burger sandwich sedikit lebih asam. Rasa asam ini diperoleh dari saus tandoori yang pada umumnya terbuat dari yogurt, bawang, garam masala, saffron dan lain-lain. Hidangan ini terasa seperti burger India. Tandoori sendiri memang banyak digunakan di India. Kalau dibandingkan dengan royal wrap, ukuran tandoori burger sandwich memang lebih besar dan mengenyangkan. Tapi kalau soal rasa, royal wrap tetap lebih unggul. Potongan ayam dan rempah-rempah ala Timir Tengah memang tetap terasa, tapi tekstur roti tortila tetap lebih unggul dan saya sendiri tidak terlalu suka dengan rasa asam dari saus tandoori-nya.

Tandoori Burger Sandwich

Kopi arab pada dasarnya adalah kopi pahit dengan kapulaga di dalamnya. Saya sendiri tidak terlalu suka dengan kopi ini. Penggunaan kapulaga tidak memberikan nilai tambah atau rasa yang unik. Kapulaga tetap lebih enak kalau digunakan pada sop kambing seperti Warung Sate H. Mansur yang sering saya kunjungi hehehehehe.

Chicking

Kopi Arab

Secara keseluruhan, Chicking Dubai memang memberikan cita rasa yang berbeda dibandingkan restoran fastfood lainnya. Saya rasa Chicking Dubai pantas untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.