Morbius (2022)

Sebenarnya saya sudah cukup lama menantikan kehadiran Morbius (2022). Pandemi Covid memang membuat perilisan film ini diundur beberapa kali oleh Sony Pictures. Morbius memang dilahirkan oleh Marvel. Namun hak cipta Morbius, Venom beserta tokoh-tokoh yang ada di dunia Spider-Man, sudah Marvel jual ke Sony Pictures.

Di komiknya sendiri, Morbius merupakan vampir yang menjadi lawannya Spider-Man. Lama kelamaan terjadi pergeseran sehingga Morbius menjadi karakter anti-hero seperti Venom. Sejujurnya saya sendiri sama sekali tidak mengenal siapa itu Morbius sampai saya menonton trailer Morbius (2022).

Morbius (2022) sendiri mengisahkan kisah asal mula dari Dr. Michael Morbius (Jared Leto). Berawal dari seorang ilmuwan super jenius yang memiliki penyakit kelainan darah sejak kecil. Hingga berevolusi menjadi seorang mahluk berkekuatan super yang haus darah.

Mirip seperti apa yang Sony Pictures lakukan pada Venom, Morbius (2023) terasa agak gelap tapi tidak segelap film-film DCEU. Film ini pun tidak secerah film-film MCU. Yaahh di tengah-tengahlah. Nuansa boleh mirip. Hanya saja, saya suka dengan pejalanan Venom di layar lebar. Sedangkan untuk Morbius sayangnya …..

Pengembangan karakter sungguh mentah. Untuk sebuah origin story atau kisah asal mula, Morbius (2022) terlalu banyak melompat-lompat dan acak-acakan. Menonton film ini tidak membuat saya mengetahu dengan jelas asal mula Mas Morbius. Film ini seolah-olah seperti memiliki bagian yang dipotong-potong. Kalau teman-teman sudah menonton trailer Morbius (2022), maka … ya trailer tersebut sudah menjelaskan asal mula Mas Morbius. Di filmnya ya seperti itu saja. Otomatis saya pun seakan tidak peduli dengan nasib semua karakter-karakter yang ada pada Morbius (2023).

Belum lagi jalan ceritanya yang sangat datar dan mudah ditebak. Melihat adegan-adegan awalnya saja, akhir film ini sudah bisa ditebak. Konflik yang coba diangkat ya begitu-begitu saja, tidak ada yang baru di sana.

Adegan aksi adalah sesuatu yang masih dapat menyelamatkan Morbius (2022). Untuk yang satu ini, saya ancungkan jempol untuk Morbius (2022). Semua adegan perkelahian pada Morbius (2022) terbilang keren dan menyenangkan untuk ditonton.

Dengan demikian, mohon maaf, Morbius (2022) hanya dapat memperoleh nilai 2 dari skala maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”. Saya tidak yakin film ini akan memiliki sekuel.

Sumber: http://www.sonypictures.com

Blade Runner 2049 (2017)

Blade Runner

Blade Runner 2049 (2017) merupakan sekuel dari Blade Runner (1982), sebuah film fiksi ilmiah yang dibuat berdasarkan novel karya Philip K. Dick dengan judul Do Android Dreams of Electric Sheep? Ah judul yang unik ya? Android di sini berarti robot super canggih yang sudah sangat mirip dengan penciptanya yaitu manusia. Dalam Blade Runner (1982), manusia berhasil memproduksi masal replikan, robot super canggih yang memiliki wujud dan kemampuan seperti manusia biasa. Mereka melakukan semua pekerjaan yang biasa manusia lakukan. Semakin lama, ternyata replikan berhasil berkembang sehingga mereka memiliki keinginan, kemauan dan emosi. 3 hal yang membuat replikan semakin mirip, bahkan sama seperti manusia biasa. Pada suatu hari, terdapat 4 replikan dengan kode model Nexus 6 yang memberontak dan melarikan diri. Untuk menangani kasus-kasus seperti ini, dikirim polisi khusus yang disebut Blade Runner. Blade Runner bertugas untuk “mempensiunkan” replikan yang dianggap bermasalah. Kali itu, Rick Deckard (Harrison Ford) ditugaskan untuk memburu keempat Nexus 6 yang melarikan diri. Petualangan Deckard justru membuatnya semakin mengerti apa arti menjadi manusia yang sebenarnya. Deckard pun jatuh cinta kepada seorang replikan model khusus yang dikembangkan oleh pencipta replikan, Dr. Eldon Tyrell (Joe Turkel). Latar belakang Blade Runner (1982) adalah Los Angeles di masa depan, tahun 2019. Lah? tahun 2018 saja belum ada loh itu yang namanya replikan hehehehe. Maklum, Blade Runner (1982) dirilis tahun 1982, saya saja belum lahir itu x_x.

Naaahhh, Blade Runner 2049 (2017), menggunakan latar belakang Los Angeles lebih jauuuuh di masa depan, yaitu sekitar 30 tahun setelah peristiwa pada Blade Runner (1982). Bisnis replikan yang dulu diciptakan oleh Tyrell, kini dikembangkan oleh Niander Wallace (Jared Leto). Wallace mengklaim bahwa ia berhasil mengembangkan replikan model baru yang handal dan mudah dikendalikan. Profesi Blade Runner bahkan dijalankan oleh replikan model baru yang Wallace kembangkan.

Blade Runner

K (Ryan Goosling) merupakan salah satu replikan yang bekerja sebagai Blade Runner. Sehari-hari, K tinggal di apartemen kumuh dengan ditemani oleh Joi (Ana de Armas), pacar virtual K yang setia dan tulus mencintai K. Penggambaran akan percintaan antara K dan Joi, ditambah dengan penampakan keadaan Bumi di tahun 2059, memang terbilang keren. Semua nampak unik dan masuk akal. Berbeda dengan Blade Runner (1982) yang filmnya serba gelap karena didukung oleh special effect tahun 80-an, Blade Runner 2049 (2017) berhasil menampilkan visual yang cantik sekaligus realistis :).

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Lalu, apa hubungan antara Blade Runner 2049 (2017) dengan Blade Runner (1982)? Penyelidikan K pada sebuah kasus, membawanya kepada Deckard. K menemukan fakta bahwa ada kemungkinan, kekasih Deckard berhasil melahirkan seorang bayi padahal kekasih Deckard adalah seorang replikan. Kehadiran seorang replikan yang lahir dari seorang replikan lain, merupakan kontroversi yang dapat memicu kembali perseteruan antara manusia dan replikan. K dan beberapa pihak lain, memburu anak Deckard yang separuh manusia, separuh replikan. Serunya lagi, semakin hari, K semakin menemukan petunjuk-petunjuk yang menunjukkan bahwa K kemungkinan merupakan anak dari Deckard.

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Mirip seperti film pendahulunya, Blade Runner 2049 (2017) kembali mengangkat tema kesetaraan dan arti menjadi seorang manusia dan memiliki jiwa. Mungkinkah mesin ciptaan manusia memiliki jiwa? Apa itu jiwa? Sebuah keajaiban? Saya rasa Blade Runner 2049 (2017) termasuk film fiksi ilmiah yang agak “nyeni”, jadi tidak murni hanya sebagai media hiburan saja. Terus terang saya kurang suka dengan Blade Runner (1982) yang dibuat terlalu “nyeni” sehingga terlihat hambar kalau dilihat dari sisi penonton yang haus hiburan. Syukurlah Blade Runner 2049 (2017) berbeda dalam hal ini, sekuel Blade Runner (1982) tersebut masih memiliki daya tarik dari sisi hiburan, tidak hanya mengandalkan special effect saja :).

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Blade Runner

Cerita yang membuat penasaran dan penuh kejutan, ditambah visual yang keren, tentunya merupakan resep yang handal untuk menciptakan sebuah tontonan yang memukau. Sayang oh sayang, semua itu dirusak oleh durasi. Saya rasa tempo Blade Runner 2049 (2017) terlalu lambat. Banyak adegan yang seolah “diam”, memperlihatkan keadaan sekitar atau mimik muka yang tidak banyak berubah. Ini sukses membuat saya kebosanan, mengantuk dan hampir tertidur di depan TV.

Secara keseluruhan, saya rasa Blade Runner 2049 (2017) dapat memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Kalau saya perhatikan, Blade Runner 2049 (2017) sepertinya dapat dikatakan sebagai film pembuka bagi sebuah franchise atau film ketiga. Masih banyak yang dapat di-explore di sana.

Sumber: bladerunnermovie.com