Serial Extra History

 

Extra History merupakan sebuah serial produksi Extra Credits yang mengisahkan mengenai sejarah dari seorang tokoh, sebuah kerajaan, sebuah sistem, sebuah benda dan sebuah peristiwa penting dari seluruh penjuru dunia. Semua ditampilkan dalam bentuk kartun sederhana yang menarik. Tapi jangan harap untuk melihat kartun sekelas kartun-kartunnya Pixar atau Walt Disney yaa. Kartun di sini merupakan kartun sederhana yang informatif. Ditambah dengan narasi yang enak didengar dan santai, Extra History dapat menampilkan potongan sejarah dengan cara yang tidak membosankan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memang, karena yang ditampilkan Extra History merupakan potongan, jadi terdapat beberapa hal yang tidak diceritakan. Bagaimanapun juga, penonton Extra History tidak semuanya mahasiswa jurusan Sejarah bukan ;). Detail yang terlalu berlebih atau terlalu kurang, dapat membuat semuanya menjadi membosankan. Dari serial ini, saya memperoleh tontonan santai yang dapat mempertajam pengetahuan saya.

Pada setiap episodenya, terdapat sentilan dan ungkapan yang memancing penontonnya untuk berpikiran kritis. Bukankah sejarah biasanya ditulis oleh pemenang? Mungkinkah ini benar kalau dilihat pakai logika? Terkadang sejarah memang diambil dari sebuah sumber yang mana ditulis berdasarkan sudut pandang sumber tersebut. Jadi, ya memang akan selalu ada sedikit ruang untuk perdebatan.

Terkadang, di sana terdapat pula celetukan mengenai hal-hal yang digambarkan oleh film-film Hollywood terkadang tidak sesuai dengan catatan sejarah. Yaaah, selama ini saya sendiri memang sering menonton film yang kisahnya diambil dari potongan sejarah. Terkadang film-film seperti ini sudut pandang dan kisahnya agak digeser-geser agar lebih menarik. Namanya juga film komersil, bukan film dokumenter ;). Kalau terlalu kaku dengan catatan sejarah, yah nanti tidak laku di bioskop dong.

Nah Extra History sendiri, sebenarnya dapat dikatakan sebagai kartun dokumenter yang bercerita tentang sejarah. Serial ini tentunya tidak hadir di bioskop atau stasiun TV lokal kita. Setelah sempat berpindah-pindah “rumah”, saat ini Extra History dapat ditemukan di patreon, youtube.com dan beberapa saluran TV on-line/off-line luar negeri lainnya. Saya pribadi biasa menonton serial ini di youtube saja, gratis hehehehe.

Sangat jarang saya dapat menemukan sebuah tontonan yang dapat menghibur sekaligus memperluas pengetahuan saya. Serial Extra History layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Teman-teman yang belum pernah menontonnya, coba tonton episode mengenai Senguku Jidai, itu episode Extra History favorit saya ;).

Sumber: becausegamesmatter.com

Wisata Singapura Hari Keempat

Singapura

Setelah pada Wisata Singapura Hari Ketiga kami lelah berkeliling sampai larut malam, pada hari keempat ini  kami bangun agak siang dan langsung bersiap-siap, membeli bekal dan sarapan. Kami mulai berangkat sekitar pukul 9 pagi. Lah, berangkat kemana? Belanja, belanja dan belanja. Acara kami di hari terakhir kami ini adalah belanja.

Mustafa Centre menjadi tujuan pertama kami hari itu. Sebenarnya, untuk pergi ke Mustafa Centre dari Lavender, akan lebih cepat bila menggunakan bus nomor 133 dan sedikti berjalan kaki. Namun karena kami membawa bayi dan MRT Singapura sangat nyaman, jadi kami memutuskan untuk tetap menggunakan MRT walaupun harus berpindah jalur sebanyak 3 kali untuk jarak yang tidak terlalu jauh. Dari Stasiun Lavender, kami naik MRT jalur hijau ke arah Stasiun Joo Koon untuk berhenti di Stasiun Bugis. Dari Stasiun Bugis, kami naik MRT jalur biru ke arah Stasiun Bukit Panjang untuk berhenti di Stasiun Little India. Dari Stasiun Little India, kami naik MRT jalur ungu ke arah Stasiun Punggol untuk berhenti di Stasiun Farrer Park. Dari Stasiun Farrer Park, kami keluar di Exit H dan berjalan kaki menuju Mustafa Centre yang terletak di Jalan Syed Alwi. Sepanjang jalan kami melihat dekorasi bermorif burung, ini mungkin karena kami berada di tengah-tengah kampung India yang mayoritas warganya merayakan Dipali atau Festival Cahaya, sebuah hari raya bagi umat Hindu.

Hhhhhmmm tak lama, kami berhasil menemukan Mustafa Centre, bangunannya cukup besar dan memanjang, itulah kondisi Mustafa Centre di tahun 2016, entah seperti apa kondisinya sekarang. Toko raksasa yang dimiliki oleh Mustaq Ahmad ini buka 24 jam dan menjual aneka ragam barang elektronik, pakaian, oleh-oleh, makanan kecil, cokelat, mainan anak, jam tangan dan lain-lain. Saya rasa, hampir semua kebutuhan sehari-hari ada di sana. Kami akhirnya memberi pakaian, makanan kecil, cokelat dan mainan anak yang saat itu belum kami temui di Indonesia. Dari segi harga, sepertinya harganya terbilang standard. Kelebihan dari berbelanja di Mustafa Centre adalah jam bukanya, kenyamanan toko dan kelengkapannya. Oh yaaa, Mustafa Centre itu seperti supermarket, jadi harganya sudah tetap dan tidak dapat ditawar. Kalau mau membeli barang yang dapat ditawar, kita harus pergi ke Bugis …. tujuan belanja kami selanjutnya ;).

Dari Mustafa Centre, kami pulang dahulu ke hotel untuk memasukkan barang belanjaan ke dalam hotel. Kami kembali memilih menggunakan MRT karena lebih nyaman dan praktis, aaah kami sudah ketagihan naik MRT nampaknya :’D. Dari Stasiun Ferrer Park kami naik MRT jalur ungu ke arah Stasiun Harbour Front untuk berhenti di Stasiun Little India. Dari Stasiun Little India, kami naik MRT jalur biru ke arah Stasiun Expo untuk berhenti di Stasiun Bugis. Ahhhh, sebenarnya Bugis merupakan tujuan belanja kami berikutnya, tapi barang belanjaan yang banyak, memaksa kami untuk pulang ke hotel dulu. Dari Stasiun Bugis, kami naik MRT jalur hijau ke arah Stasiun Pasir Ris untuk berhenti di Stasiun Lavender.

Setelah merapihkan belanjaan, kami membawa koper dan semua barang bawaan kami untuk check-out dan menitipkan barang-barang tersebut kepada petugas hotel. Kami akan mengambil barang-barang tersebut lagi, ketika kami akan berangkat ke Airport. Untuk menuju Bugis, dari Stasiun Lavender, kami naik MRT jalur hijau ke arah Stasiun Joo Koon untuk berhenti di Stasiun Bugis. Dari stasiun Bugis kami berjalan ke arah pertokoan Bugis yang terletak di sekitar Bugis Junction. Pertokoan Bugis memang tidak mengunakan AC dan tidak selengkap Mustafa Centre, tapi harga oleh-oleh di Bugis dapat ditawar dan harganya lebih miring asalkaaaaaan, jangan langsung membeli di toko yang dekat dengan jalan raya. Untuk barang yang sama, tapi toko yang lebih sempit dipojokan, kami memperoleh harga yang sangat murah dibandingkan toko-toko di tempat lain. Untuk masalah harga, pertokoan Bugis memang relatif lebih unggul dibandingkan tempat lain di Singapura asalkan tekun berkelana ke pojokan dan lantai atas pertokoan tersebut. Tapi soal kenyamanan, kelengkapan, ketersediaan dan kepraktisan, Mustafa Centre lebih unggul.

Kami selesai belanja di sekitar Bugis, kami segera naik MRT jalur hijau dari Stasiun Bugis ke arah Stasiun Pasir Ris untuk berhenti di Stasiun Lavender. Sesampainya di Hotel V Lavender, kami mengambil barang-barang yang dititikan kepada pihak Hotel dan membereskan aneka belanjaan dari Bugis, ke dalam koper dan kardus yang sudah disiapkan. Apa tujuan selanjutnya? Pulaaaang!

Dari Stasiun Lavender, kami naik MRT jalur hijau ke arah Stasiun Pasir Ris untuk berhenti di Stasiun Expo. Dari Stasiun Expo, kami langsung naik MRT yang berhenti di Stasiun Changi Airport. Ahhhhh, liburan kami akhirnya berakhir dan kami harus kembali ke Jakarta. 4 hari yang menyenangkan dan penuh petualangan bagi keluarga kecil saya. Melihat perjalanan ini, nampaknya kami siap untuk pergi ke negara lain yang lebih menantang. Saya mungkin akan melakukan persiapan-persiapan seperti yang pernah saya lakukan pada Persiapan Wisata Singapura 2016 untuk tujuan lainnya. Sampai jumpa di perjalanan berikutnya! 🙂

Sumber:
http://www.tripadvisor.com
insideretail.asia
tripzilla.com
trvl.com
http://www.singapore-guide.com

Baca juga:
Persiapan Wisata Singapura 2016
Ringkasan Objek Wisata Singapura
Wisata Singapura Hari Pertama
Wisata Singapura Hari Kedua
Wisata Singapura Hari Ketiga

Wisata Singapura Hari Ketiga

Singapura

Tak terasa petualangan keluarga kecil saya sudah sampai di hari ketiga :D. Setelah pada Wisata Singapura Hari Kedua kami sudah puas berwisata di Pulau Sentosa, kali ini kami berencana untuk mengunjungi Singapore Zoo, River Safari dan Singapore Flyer. Kali ini kami bangun lebih siang dari hari kedua. Sekitar pukul 9 kami baru berangkat menuju Singapore Zoo & River Safari yang letaknya sedikit lebih jauh dari objek-objek yang sudah kami kunjungi. Untuk mencapai Singapore Zoo & River Safari, kami harus menggunakan LRT/MRT dan bus. Sebelumnya, tak lupa kami terlebih dahulu sarapan dan membeli bekal makanan halal di kios-kios kecil yang terletak di samping Hotel.

Kemudian kami bergegas menuju Stasiun Lavender untuk pergi ke arah Stasiun Joo Koon dan berhenti di Stasiun City Hall. Dari Stasiun City Hall kami pindah jalur dan naik MRT ke arah Jurong East untuk turun di Stasiun Ang Mo Kio. Sesuai arahan website penujukan jalan gothere.sg, kami keluar melalui Exit C dan berjalan menuju Ang Mo Kio Interchange (54009). Penunjuk jalannya cukup jelas sehingga kami tidak tersesat.  Ang Mo Kio Interchange (54009) wujudnya mirip Sentral Pemberhentian Bus Way di Jakarta, hanya saja ukurannya lebih besar, bersih, rapih dan sepi, praktis hampir tidak ada antrian di sana. Berbeda dengan bus konvensional di Indonesia, semua bus di Singapura hanya dapat berhenti di Bus Stop atau Bus Interchange saja, yaaaah mirip bus way yaa. Pembayarannya dapat menggunakan tiket yang harus dibeli di loket, dapat pula menggunakan STP/E-Link di dalam bus. Karena kami sudah memiliki kartu E-Link, maka kami langsung menuju tempat menunggu bus nomor 138 yang pemberhentian terakhirnya adalah Singapore Zoo & River Safari.

Singapore Zoo dan River Safari lokasinya bersebelahan, yaitu di dalam area reservoir dan hutan yang berada di bagian utara Singapura. Kedua sama-sama dikelola oleh Wildlife Reserve Singapore bersama-sama dengan Night Safari dan Jurong Bird Park. Jurong Bird Park lokasinya agak jauh dari Singapore Zoo dan kawan-kawan sehingga untuk menuju ke sana harus menggunakan jalur bus yang berbeda. Di Indonesia sendiri sudah banyak taman burung sih sebenarnya, kami sendiri kurang tertarik untuk mengunjungi Jurong Bird Park. Tapi andaikan lokasinya ada di dekat Singapore Zoo, mungkin kami akan mempertimbangkan untuk masuk ke dalam setelah selesai dari Singapore Zoo dan River Safari.

Berbeda dengan Jurong Bird Park, Night Safari berada di satu lokasi yang sama dengan Singapore Zoo, hanya saja bukanya di malam hari. Saya rasa ini mirip safari malamnya Taman Safari. Hanya saja, konon Night Safari lebih tertata sehingga lebih bagus dari safari malamnya Taman Safari. Saya pribadi kurang suka dengan safari malamnya Taman Safari sebab kok ya binatangnya tidak terlihat. Taman Safari lebih menarik untuk dikunjungi di siang hari. Sebenarnya saya tertarik untuk mengunjungi Night Safari, namun karena bukanya malam, lokasinya relatif jauh dari hotel dan kami membawa bayi mungil kami, maka kami mengurungkan niat kami dan lebih memilih untuk pergi mengunjungi Singapore Flyer di sore atau malam hari nanti.

Sebenarnya kami sudah berencana untuk membeli tiket Singapore Zoo dan River Safari secara on-line melalui situs resmi mereka. Kalau membeli lewat sana, ada diskon dan promo. Tapi karena kesibukan dan ragu-ragu, kami memilih untuk membeli tiket masuk langsung di tempat saja. Ternyata promo dan diskon yang diperoleh bila membeli on-line, dapat kami peroleh juga bila membeli langsung di loket :’D. Di sana kami langsung membeli paket tiket Singapore Zoo + River Safari. Untuk Singapore Zoo kami membeli pula tiket tram. Dengan membeli tiket tram maka kami dapat menggunakan tram sepuasnya selama berada di dalam area Singapore Zoo. Ada 4 stasiun tram dimana pemilik tiket tram dapat naik-turun sepuasnya. Sedangkan untuk River Safari, kami tidak membeli tiket River Safari Cruise meskipun kami sadar betul bahwa berkeliling kebun binatang sepuasnya dengan perahu, adalah salah satu kelebihan River Safari. Batas tinggi minimal untuk menaiki River Safari Cruise adalah 1,06 meter. Kami datang bersama anak kami yang tingginya di bawah 1,06 meter. Anak di bawah batas minimal tersebut tidak boleh dipangku pula, jadi anak kami benar-benar tidak bisa naik. Untunglah di dalam River Safari terdapat kapal besar yang rutenya mengelilingi reservoir. Semua boleh menaiki kapal tersebut, tidak ada batasan tinggi badan atau umur. Semua pengunjung River Safari boleh menaiki kapal tersebut tanpa membayar biaya tambahan.

Setelah selesai membeli tiket, kami langsung memasuki Singapore Zoo. Di sana kami melihat jerapah, gajah, kangguru, tapir, babirusa, flamingo, pinguin, orang utan, harimau, singa dan lain-lain. Pengunjung dapat berjalan melewati berbagai area binatang dengan pagar pemisah yang tidak terlalu besar atau tinggi sehingga penggunjung dapat melihat dengan jelas aneka satwa yang ada di sana.

Saya rasa semua binatang ayang ada di Singapore Zoo dapat kita jumpai pula di Indonesia, kecuali … Inuka! Oh siapa Inuka? Ia adalah beruang kutub pertama yang berhasil dilahirkan di negara beriklim tropis. Wujud Inuka yang besar sungguh mempesona, inilah alasan kenapa saya setuju kami berkunjung ke Singapore Zoo :D.

Tidak hanya berkeliling melihat binatang, pengunjung Singapore Zoo disuguhkan pula oleh berbagai acara seperti acara memberi makan Inuka, acara splash safari, acara animal friends, acara elephants work & play, dan acara rainforest fights back. Acara-acara tersebut dikemas dengan apik dan bagus. Favorit keluarga kami adalah acara elephants work & play karena di sana kami dapat memberi makan gajah-gajah dan berfoto dengan mereka. Anak saya sangat senang memberi makan gajah-gajah lucu tersebut :). Beruntung kami membeli tiket tram di loket depan tadi. Dengan bantuan tram kami dapat hemat waktu dan tenaga. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami dapat mengelilingi Singapore Zoo dan menghadiri semua acara tambahan yang diselenggarakan :).

Sekitar pukul 2 siang kami baru keluar dari Singapore Zoo dan masuk ke dalam River Safari yang terletak tepat di sebelah Singapore Zoo. Walaupun hanya dapat menaiki kapal besar saja, kami tetap mengunjungi River Safari karena di sana terdapat Kai Kai dan Jia Jia, sepasang panda raksasa yang diimport dari Cina. Kami mengunjungi Singapura pada tahun 2016, saat ini Taman Safari Indonesia belum memiliki panda. Ketika kami memasuki River Safari, kami tidak langsung bertemu Kai Kai atau Jia Jia, akantetapi kami terlebih dahulu melihat aneka binatang lau dan sungai. Agak berbeda dengan Singapore Zoo, River Safari memang lebih fokus ke arah binatang air atau binatang yang hidup di dua alam. Jadi kami berjalan menyusuri lorong-lorong yang kanan dan kirinya dipenuhi kolam penuh dengan berbagai binatang. Memang sih River Safari nampak bersih dan rapi, tapi yaa rasanya tidak terlalu istimewa. Di ujung lorong tersebut, kami menemukan antrian untuk memasuki area panda. Area panda hanya boleh dimasuki bergantian dan dilarang berbicara keras atau berisik di sana. Setelah mengantri sekitar setengah jam, kami akhirnya memasuki area panda :D. Di sana kami melihat panda merah yang lincah bergerak ke sana ke mari. Kemudian kami melihat Kai Kai dan Jia Jia sedang bermalas-malasan sambil memakan daun. Keduanya nampak lucu, apalagi pemisah antara pengunjung dengan binatang hanyalah pagar pendek saja, keduanya nampak jelas terlihat :).

Setelah keluar dari area panda, kami ikut mengantri untuk menaiki kapal besar yang akan berputar mengelilingi reservoir. Reservoir yang dikelilingi sebenarnya hanya seperti danau besar dengan aneka tumbuhan di sekitarnya, tidak ada yang spesial di sana.

Kami kira, setelah dari area reservoir, tidak ada lagi yang dapat dilihat di River Safari. Ternyata setelah dari area reservoir, terdapat area kolam raksasa dimana kami dapat berjalan di lorong yang terdapat di bagian bawah kolam tersebut. Jadi kami dapat berjalan dengan melihat kolam di sisi kanan, kiri dan atas kami, yaaaah semacam Sea World laaah :). Luasnya memang tidak sebesar Sea World Ancol, tapi yaaah lumayanlah bisa dijadikan tempat istirahat sejenak dan menyejukkan badan. Area tersebut dilengkapi AC yang lumayan sejuk :).

Sekitar pukul 5 sore, kami kelar dari River Safari menuju halte bus yang terletak tak jauh dari pintu masuk Singapore Zoo dan River Safari. Di sana sudah banyak calon penumpang lain yang menunggu bus 138 yang akan berhenti di Ang Mo Kio Interchange (54009). Setelah kami tiba di Ang Mo Kio Interchange (54009) dengan menaiki bus 138, kami berjalan kaki menuju stasiun MRT terdekat yaitu Stasiun Ang Mo Kio. Dari Stasiun Ang Mo Kio, kami menggunakan MRT jalur merah ke arah Stasiun Marina South Pier untuk berhenti di Stasiun Newton. Di Stasiun Newton kami menggunatakn MRT jalur biru ke arah Stasiun Expo untuk berhenti di Stasiun Promenade. Kami lalu keluar melaui Exit A dan menjalan kaki ke arah Singapore Flyer. Perjalannya ternyata agak berbelok dan beberapa kali menyeberang jalan, untunglah kami sebelumnya sempat menanyakan arah kepada petugas Stasiun. Salah satu kelebihan Singapura adalah, kemampuan para petugas Stasiun memberikan informasi. Mereka beberapa kali menawarkan bantuan yang sangat bermanfaat bagi turis seperti kami.

Kami tiba di Singapore Flyer sekitar pukul setengah 8 malam. Pada puncak bagunan Singapore Flyer terdapat kincir raksasa dengan ketinggian sampai 165 m di atas permukaan tanah. Pada bagian bawah kincir raksasa tersebut terdapat taman, restoran, pijat ikan, simnulator pesawat dan penjual souvenir. Sayang ketika kami tiba di sana, mayoritas sudah tutup karena terlalu malam. Kami akhirnya mampir ke 7-Eleven untuk makan malam setelah sebelumnya membeli tiket kincir raksasa di lantai 1. Setelah kenyang, kami naik ke lantai 3 untuk naik kincir Singapure Flyer.

Setelah sekitar 15 menit mengantri, akhirnya kami bertiga masuk bersama 4 orang lainnya ke dalam kabin kincir. berbeda dengan kincir di Indonesia, kabin kincir milik Singapore Flyer ini sangat luas sekali. Pantas saja terdapat opsi untuk makan malam di dalam kincir. Anak saya tertawa dan mengoceh kesenangan di dalam kabin tersebut. Istri saya yang awalnya agak takut dan hanya berani duduk di tengah, akhirnya berani berjalan-jalan ke pinggir kabin untuk menikmati cahaya lampu Singapura dari atas. Di sana kami dapat melihat sebagian objek yang kali lewati pada perjalanan kami di hari pertama kami yaitu mulai dari Garden by the Bay, Marina Bay Sands, Jembatan Helix, Merlion, Esplanade dan Sungai Singapura. Whaaa, ini merupakan kincir raksasa paling tinggi, besar dan luas yang pernah saya naiki. Pemandangan yang bagus memang sepadan dengan harga tiket yang lumayan mahal :’D.

Ahhhh, setelah puas berputar dan melihat Singapura dari atas, kami akhirnya pulang sekitar pukul 10 malam dari Singapore Flyer. Kondisi jalanan memang sepi, tapi masih terlihat turis berlalu lalang sehingga kami tidak khawatir. Keluar dari gedung Singapore Flyer, kami langsung berjalan menuju Stasiun Promenade. Dari Stasiun Promenade, kami naik MRT jalur biru ke arah Stasiun Bukit Panjang untuk berhenti di Stasiun Bugis. Dari Stasiun Bugis, kami naik MRT jalur hijau ke arah Stasiun Pasir Ris untuk berhenti di Stasiun Lavender yang posisinya berada di bawah hotel tempat kami menginap. Ahhhhh, akhirnya bisa beristirahat. Sepertinya keesokan harinya kami akan bangun lebih siang lagi pada Wisata Singapura Hari Keempat hehehehe.

Sumber:
travel.nationalgeographic.com
http://www.flickr.com/photos/adforce1/
landtransportguru.net
http://www.riversafari.com.sg
http://www.visitsingapore.com
http://www.zoo.com.sg
thewanderingmum.com
nerdnomads.com
wrscomsg.wordpress.com

Baca juga:
Persiapan Wisata Singapura 2016
Ringkasan Objek Wisata Singapura
Wisata Singapura Hari Pertama
Wisata Singapura Hari Kedua
Wisata Singapura Hari Keempat

Wisata Singapura Hari Kedua

Singapura

Setelah lelah berwisata pada Wisata Singapura Hari Pertama, hari kedua kami mulai sedikit lebih siang dari rencana di itenari yang sudah disusun. Kami keluar dari hotel pukul 8 lewat untuk sarapan sekaligus membeli bekal di rumah makan halal tak jauh dari hotel tempat kami menginap.

Setelah selesai sarapan dan membungkus bekal, kami berjalan kaki ke Stasiun MRT Lavender. Akan kemanakah kami? Pada hari kedua ini kami akan berwisata ke Pulau Sentosa yang penuh akan berbagai atraksi dan objek wisata seperti Universal Studio, Madame Tussauds, Trick Eye, Adventure Cove Waterpark, Fort Siloso, Wings of Time dan lain-lain. Mengingat keterbatasan waktu, kami hanya akan mengunjungi Universal Studio dan menonton Wings of Time saja.

Untuk menuju ke Pulau Sentosa sebenarnya ada 3 cara yaitu:

  1. Jalur darat menggunakan mobil sewaan atau taksi atau grabcar. Cara ini relatif mahal tapi dapat berkeliling pulau sepuasnya dengan nyaman dan sesuka hati. Kalau mau sedikit berhemat, bisa saja masuk ke ke dalam pulau dengan taksi atau grabcar tapi begitu ada di dalam pulau, kita menggunakan bus sentosa atau kereta gantung atau Sentosa Express yang masing-masing ada stasiunnya.

Wisata Singapura

  1. Menggunakan kereta gantung yang berangkat dari Mount Faber Station di Faber Peak. Dari Mount Faber Station, kita dapat naik kereta gantung dengan jalur Mount Faber Line yang kemudian akan berhenti di Stasiun Harbourfront dan Stasiun Sentosa. Apabila ingin keliling Sentosa dengan kereta gantung, maka kita dapat menggunakan kereta gantung jalur Sentosa Line yang akan berhenti di Stasiun Merlion, Stasiun Imbiah Lookout dan Stasiun Siloso Point. Menaiki kereta gantung tentunya memakan biaya yang relatif besar dan tetap harus antri di setiap stasiun, tapi akan memberikan pengalaman yang menyenangkan ;).

  1. Menggunakan Sentosa Express dari Vivo City Mall. Sentosa Express merupakan monorel internal Pulau Sentosa yang dapat kita gunakan untuk masuk dan mengelilingi Pulau Sentosa. Sentosa Express akan berhenti di Stasiun Sentosa, Stasiun Waterftont, Stasiun Imbiah dan Stasiun Beach. Rasanya ini merupakan pilihan transportasi paling ekonomis yaaa.

Sarana transportasinya sangat lengkap dan banyak pilihannya. Sebenarnya kami ingin menggunakan opsi kedua yakni menggunakan kereta gantung. Namun karena faktor cuaca kami mengurungkan niat kami.

Sejak di Indonesia, ramalan cuaca memang menunjukkan bahwa kami berwisata ke Singapura di saat musim hujan datang. Hari pertama kami lalui dengan memandang langit cerah, tidak ada hujan. Sayang di hari kedua ini hujan turun sejak pagi, hicks :(. Seram juga yah kalau naik kereta gantung di saat hujan deras. Berhubung pilihan pertama terlalu mahal, maka kami memilih pilihan ketiga yaitu Sentosa Express. Toh dengan datangnya hujan, sepertinya kami terpaksa memilih untuk mengunjungi dua atau tiga lokasi dari beberapa lokasi yang awalnya kami rencanakan.

Untuk mencapai Stasiun Sentosa Express yang terdapat di Level 3 Vivo City Mall, kami menaiki MRT East West Line (jalur hijau) dari Stasiun MRT Lavender arah Stasiun MRT Koon untuk turun di Stasiun MRT Outram Park. Di Stasiun Outram Park, kami pergi ke tempat menunggu MRT North East Line (jalur ungu) untuk pergi ke arah Stasiun MRT Harbour Front. Tempat menunggu MRT untuk jalur yang berbeda, sering sekali terletak di lantai yang berbeda pula, walaupun terletak di Stasiun MRT yang sama. Bahkan pada beberapa kasus, lokasinya sedikit jauh tapi masih dalam 1 gedung pusat perbelanjaan, yaaah secara halus kita disuruh putar-putar lihat dagangan heheheh. Tapi saya tidak menemukan masalah akan hal ini karena penunjuk jalannya jelas sekali, hampir dipastikan kita tidak akan tersesat :).

Stasiun MRT Harbour Front ternyata terletak di lantai bawah Vivo City Mall. Kami harus beberapa kali menaiki tangga berjalan untuk mencapai Stasiun Sentosa Express yang ada di Level 3. Sesampainya di atas, selain membeli tiket monorel, saya menukarkan e-ticket Universal Studio Singapore (USS) dan Wings of Time (WOT) dengan tiket fisik. Berhubung harga tiket USS dan WOT via online lebih murah ketimbang langsung membeli di tempat, saya memilih membeli tiket secara online di agen yang terpercaya, bukan langsung di website USS ya, entah kenapa tiket USS di agen justru bisa lebih murah. Saya sendiri membeli e-ticket untuk tanggal tertentu agar lebih murah harganya. Andaikan saya membeli e-ticket open date maka harganya akan lebih mahal tapi saya bisa datang di tanggal berapa saja dalam rentang waktu tertentu. E-ticket yang diperoleh harus di-print dan ditukarkan dengan tiket fisik agar dapat digunakan untuk masuk. Penukaran dapat dilakukan di Vivo City Mall level 3, Loket Tiket Imbiah Lookout, Loket Tiket Stasiun Beach, Loket Tiket Stasiun Waterfront, Loket Tiket Merlion Plaza dan Faberpeak Ticketing KiosK. Saya memilih menukarkannya di Vivo City Mall karena penukarannya dapat dilakukan bersamaan dengan pembelian tiket monorail. Andaikan saya menggunakan kereta gantung, saya akan menukarkannya di Faberpeak Ticketing KiosK.

Setelah menyelsaikan masalah pertiketan, kami masuk ke dalam Stasiun Sentosa Express dan menunggu kereta yang lama kemudian muncul. Kondisi di dalam kereta monorel tak jauh berbeda dengan kereta MRT/LRT, sama-sama bersih, nyaman dan stroller friendly :D. Kemudian kami turun di Stasiun Imbiah untuk melihat Merlion Sentosa, Tiger Tower dan Taman Kupu-Kupu Serangga. Sayang, karena hujan turun dengan derasnya, maka kami hanya sempat berfoto di dekat Merlion Sentosa saja. Selanjutnya kami menyantap bekal yang kami beli di restoran dekat hotel, lapaarrrr :).

Agak melenceng dari intenari, kami memutuskan untuk langsung menggunakan monorel dari Stasiun Imbiah menuju Stasiun Waterfront tanpa melihat-lihat atraksi lain. Ketika turun dari Stasiun Waterfront, kami baru menyadari bahwa salah sepatu anak saya hilang entah kemana. Waduh, kami terpaksa kembali lagi ke Stasiun Imbiah, area sekitar Merlion Sentosa dan Stasiun Sentosa Express untuk mencari sepatu tersebut. Hasilnya? Tidak ketemu, weleh-weleh, padahal itu sepatu baru pemberian eyangnya. Daripada kehabisan waktu, kami memilih untuk melaporkan ini kepada petugas loket di Stasiun Sentosa Express dan menghentikan pencarian. Bagaimana nasib sepatu anak saya yang hanya 1 buah? Jawabnya akan hadir pada bagian akhir tulisan ini ;). Kami melanjutkan acara kami dengan kembali menaiki monorel sampai Stasiun Waterfront. Di sana kami turun dan berjalan menuju bola USS untuk berfoto-foto terlebih dahulu. Bola USS yang terdapat di depan gerbang USS memang sering menjadi objek foto-foto bagi wisatawan, baik yang memang akan masuk USS maupun yang hanya lewat untuk foto-foto saja di bagian luar hehehehe. Beruntung ketika kami tiba di sana, hujan sudah mulai reda, sehingga kami tidak usah terus menerus menggunakan payung, cukup topi saja.

Walaupun terdapat gerimis yang datang dan pergi, USS tetap dapat dinikmati karena sebagian bagain dalam USS memiliki langit dan sebagian wahananya pun berada di dalam ruangan tertutup. Penghalang kami justru tinggi anak saya yang di bawah 120 cm dan umur anak saya yang masih di bawah 2 tahun. Dari sekian banyak wahana, hanya wahana Shreek 4D Adventure yang boleh dimasuki oleh anak di bawah 2 tahun dan tidak ada batasan tinggi badan. Ketika memasuki wahana-wahana lainnya, saya dan istri terpaksa memasuki wahana dengan cara bergantian dan menggunakan single rider. Dengan masuk ke wahana dengan jalur single rider yang lebih sepi, maka kami dapat menikmati wahana tapi tidak dapat memilih hendak duduk di mana. Yaaah yang penting bisa menaiki wahana tanpa antri terlalu panjang. Sayang tidak semua wahana memiliki jalur single rider, wahana-wahana populer yang penuh biasanya memiliki jalur single rider.

Dari berbagai wahana yang dinaiki, saya paling senang dengan wahana Transformer the Ride dan Revenge of the Mummy. Transformer the Ride merupakan simulator 4D dengan kursi yang bergerak-gerak, sedangkan Revenge of the Mummy sebenarnya merupakan roller coaster indoor dengan tema misteri. Terdengar sederhana bukan? Tema film dan penataan yang apik membuat kedua wahana tersebut nampak luar biasa dan membuat saya ketagihan hehehehe.

Sebenarnya semua wahana di sana kurang lebih ada di Dufan. Roller coaster, 3G simulator, 4D simulator, wahana sejenis arung jeram dan lain-lain terdapat di dalam area dengan tema tertentu. Pada dasarnya USS terbagi ke dalam 7 area yaitu Hollywood, New York, Sci-Fi City, Ancient Egypt, The Lost World, Far Far Away dan Magadascar. Di dalam setiap area terdapat wahana-wahana yang sebenarnya secara jenis sudah ada di area lain. Sebagai contoh, roller coaster terdapat di area Sci-Fi City, Ancient Egypt dan The Lost World. Tapi tema, penataan dan wujud yang berbeda membuatnya terlihat dan terasa berbeda meskipun pada dasarnya yaaaa sama-sama roller coaster :’D. Untuk roller coaster, Battlestar Galactica: Human Vs Cyclon yang terdapat di area Sci-Fi City merupakan roller coaster paling menantang di USS. Antrian yang panjang membuat kami batal menaiki wahana ini. Jalur singer rider memang ada, tapi tetap penuh khusus wahana yang satu ini hohohoho.

USS tidak hanya menawarkan wahana saja, akantetapi terdapat berbagai pertunjukkan di setiap sudut USS dengan jadwal tertentu. Hal inilah yang masih diikuti oleh bayi mungil kami. Berikut jadwalnya:

  • Pertunjukkan tari dan musik, Pantages Hollywood Theater di area Hollywood yang diadakan setiap hari pada pukul 11:00, 13:15, 15:30 dan 17:30.
  • Pertunjukkan speciall effect dengan tema air, Waterworld Show, di area The Lost World yang diadakan setiap hari pada pukul 12:30, 15:00 dan 17:30.
  • Pertunjukkan komedi, Donkey Live, di area Far Far Away Land yang diadakan setiap setengah jam sekali dari pukul 10:45 – 18:45.

Terkadang, pada pertunjukkan tersebut terdapat sesi foto, saran saya ikut mengantrilah, jangan takut harus membayar. Sebab kita tetap diperbolehkan berfoto menggunakan kamera sendiri kok, tapi kalau mau membeli hasil jepretan kamera pihak USS ya sah-sah saja, bebas dan tidak mengikat :D. Berbicara tentang foto-foto, seluruh area USS menggunakan tema film atau acara TV yang cukup terkenal. Saya menemukan banyak spot foto-foto di sepanjang area USS :D.

Tak terasa matahari mulai terbenam dan sudah saatnya kami meninggalkan USS. Kami keluar dan bergegas menuju Stasiun Waterfront. Dari Stasiun Waterfront, kami menaiki monorel dan berhenti di Stasiun Beach untuk menonton pertunjukkan Wings of Time (WoT) yang diadakan di pinggir pantai. Jadi kita duduk di kursi-kursi pinggir pantai untuk menonton sebuah pertunjukkan laser. Sebenarnya sih bisa saja menonton gratisan dari kejauhan tapi kurang jelas. Pertunjukannya terbilang bagus, meskipun tetap saja tidak sebagus pertunjukan Chine Folk Culture Village Show yang pernah saya tonton di Shenzhen. Berbagai gambar dari laser di angkasa yang diberikan WoT memang memukau tapi kalau dilihat dari segi cerita dan jenis, yaa relatif sederhana.

Setelah selesai menonton pertunjukkan WoT, kami segera pergi ke … McDonalds, lapar, hehehehe. Beberapa orang menyarankan untuk singgah di restoran Taste of Asia, tapi kami terlalu lelah dan lapar untuk mencari letak restoran tersebut. Berhubung yang ada di depan mata McDonalds, yaaa kami makan McDonalds saja hohohohoho.

Selesai dari McDonalds, kami pergi menuju Stasiun Beach untuk pergi ke Stasiun Sentosa. Di sana kami kembali menanyakan perihal sepatu anak saya yang hilang di pagi hari. Respon petugas malam Stasiun Sentosa jauh lebih baik ketimbang respon petugas pagi yang terkesan acuh. Mba-mba petugas yang mahir berbicara bahasa melayu berhasil mengusahakan agar sepatu anak saya dapat kembali. Akhirnya kami diminta untuk datang ke kantor keamanan yang terdaoat di Stasiun Imbiah karena sepatu tersebut diduga ditemukan di sana. Begitu bertemu dengan pihak keamanan Stasiun Imbiah, kami langsung dapat mengenali sepatu anak kami tersebut. Ahhhh, bisa ketemu juga sepatu cinderella ini hehehehe. Awalnya saya sudah tidak berharap banyak loh. Setelah mengisi beberapa dokumen, kami kembali ke Stasiun Sentosa untuk berterima kasih kepada Mba-Mba petugas yang membantu kami. Tak lupa saya mengisi koesioner yang berisikan ucapan terima kasih khusus bagi mba-mba petugas Stasiun Sentosa yang mau mengusahakan pencarian sepatu anak kami. Terima kasih mbaaaaa :D.

Ahhhh, dengan bantuan gothere.com, kami kembali ke Hotel dengan rute Stasiun Harbourfront – Stasiun Outram – Stasiun Lavender. Ahhh hari sudah sangat malam dan waktunya bagi kami untuk beristirahat. Pada Wisata Singapura Hari Ketiga, kami akan ke kebun binatang dan kincir angin raksasa, hohohoho.

Sumber:
http://www.sentosa.gov.sg
http://www.buschartersingapore.com
http://www.thethemeparkguy.com
insideuniversal.net
http://www.rwsentosablog.com
http://www.themeparkinsider.com
nahaowan.com
http://www.wingsoftime.com.sg
http://www.businesstimes.com.sg
http://www.onefabergroup.com
http://www.sgtrains.com

Baca juga:
Persiapan Wisata Singapura 2016
Ringkasan Objek Wisata Singapura
Wisata Singapura Hari Pertama
Wisata Singapura Hari Kedua
Wisata Singapura Hari Ketiga
Wisata Singapura Hari Keempat

Wisata Singapura Hari Pertama

Singapura

Setelah melalui persiapan seperti pernah saya tulis pada Persiapan Wisata Singapura 2016 dan Ringkasan Objek Wisata Singapura, akhirnya saya dan keluarga kecil saya berangkat menuju Singapura dengan menggunakan Garuda dari Bandara Soekarno Hatta Terminal sekitar pukul 6 pagi. Terbang bersama Garuda dengan tiket diskonan Travel Fair terasa nyaman. Jarak antar kursinya luas dan dapat makanan, yaah lumayanlah bisa mengganjal perut kami yang sebenarnya sudah sarapan pizza di dalam taksi menuju bandara hehehe. Kalau dilihat di itenari kami, makan siang kami sepertinya akan telat, diatas jam 12, jadi makanan yang kami peroleh di pesawat ini sangat berguna ;).

Kami tiba di Bandara Changi sekitar pukul 9 pagi. Setibanya di sana, kami langsung mengurus imigrasi. Untuk pemegang passport negara anggota ASEAN seperti Indonesia, tidak perlu datang menggunakan VISA. Langsung saja ke bagian imigrasi dengan membawa form imigrasi yang sudah diisi (dibagikan di pesawat atau tersedia di Changi) dan passport, gampang kok, tidak berteletele, langsung lolos :).

Setelah imigrasi, mau apalagi? Kami tidak langsung mengambil koper yang disimpan di bagasi pesawat, tapi kami langsung wisata Changi hehehehe. Di dalam area bandara ini terdapat taman-taman lho. Kami pergi ke taman kupu-kupu dan taman bunga matahari yang lumayan bagus, bersih dan terawat. Pada saat itu, Bandara Changi dihiasi pula oleh taman-taman kecil yang dihiasi oleh burung-burung berwarna ungu. Ada apa ya ini? Oh ternyata hiasan tersebut dibuat untuk memperingati hari raya Diwali, hari raya umat Hindu yang asing di telinga saya karena di Indonesia sendiri hari raya tersebut tidak dirayakan seheboh ini. Ketika berkeliling menuju taman-taman tersebut saya melihat berbagai fasilitas gratisan Bandara Changi mulai dari kursi pijat, internet, mini cinema, sampai video games. Lengkap sekali yaaa, Soekarno Hatta masih kalah jauh.

Setelah selesai berkeliling, kami pergi ke tempat pengambilan bagasi. Barang bawaan kami tidak hilang, masih utuh, hanya saja pengambilannya dilakukan di loket khusus karena pesawat kami sudah lama mendaratnya. Dengan mengikuti petunjuk jalan yang terlihat jelas, kami pergi menuju loket LRT/MRT yang berada di area Bandara. Di sana kami mengisi ulang kartu EZ-Link yang kami pinjam dari sepupu istri saya. Seperti e-money, jadi kuota EZ-Link yang saya beli akan berkurang setiap digunakan. Sebenarnya ada opsi lain yang dapat digunakan untuk membayar biaya penggunaan LRT/MRT di Singapura selain dengan EZ-Link. Singapore Tourist Pass merupakan opsi yang sempat kami pertimbangkan karena dengan membeli Singapore Tourist Pass yang berlaku selama 3 hari, maka kami dapat menggunakan fasilitas LRT/MRT sepuasnya tanpa harus khawatir kehabisan kuota. Tapi yaaa, ada harga ya ada rupa, Singapore Tourist Pass harganya relatif tinggi juga bagi orang-orang yang tidak terlalu banyak menggunakan LRT/MRT selama di Singapura. Itulah yang menjadi alasan utama kenapa kami memutuskan untuk menggunakan EZ-Link ketimbang Singapore Tourist Pass. Kalau dilihat dari itenari yang sudah disusun, kami tidak akan terlalu sering menggunakan LRT/MRT.

Kami berangkat dari Stasiun MRT Changi Airport menuju Hotel tujuan kami pada sekitar pukul 11:30. Dengan menggunakan East-West Line (jalur hijau), kami berhenti di Stasiun MRT Tanah Merah. Dari Stasiun MRT Tanah Merah, kami menggunakan East-West Line (jalur hijau) ke arah Stasiun MRT Joo Koon atau Stasiun MRT Tuas Link. Karena Hotel tempat kami menginap tepat berada di atas Stasiun MRT Lavender, maka kami berhenti dan turun di Stasiun MRT Lavender. Membawa koper-koper, stroller dan anak di bawah 1 tahun di dalam MRT tidaklah sulit. MRT-nya nyaman, bersih dan aman. Petunjuk jalannya pun jelas dan tidak membingungkan. Sejauh ini, sarana transportasi dari Bandara menuju Hotel terbilang mudah :D.

Kami tiba di Stasiun MRT Lavender sekitar pukul 12:15. Dari Stasiun tersebut, kami hanya tinggal naik ke lantai atas untuk check-in di Hotel menggunakan voucher Traveloka diskonan, hehehehe. Di mana kami menginap? Kami menginap di Hotel V Lavender. Kenapa kok memilih Hotel tersebut? Karena akses MRT yang super dekat dan terletak di wilayah yang konon aman, yaah pokoknya bukan di red district ;). Selain itu Hotel V Lavender terletak dekat sekali dengan McDonalds, 7-Eleven dan gerai makanan halal. Tidak semua McDonalds di dunia ini halal lho, tapi syukurlah cabang-cabang McDonalds Singapura sudah memiliki sertifikat halal dari MUIS (Islamic Religious Council of Singapore). Dengan demikian, saya dan keluarga dapat makan di McDonalds yang terletak tepat di seberang Hotel :D.

Kami selesai check-in sekitar pukul 12:45, hampir jam 1 siang, untunglah di pesawat tadi kami mendapatkan makanan. Kami berangkat dengan berjalan kaki menuju tempat makan yang banyak direkomendasikan oleh beberapa rekan food blogger, yaitu Sup Tulang Deen Biasa. Dengan berbekal peta offline google map Singapura yang ada di dalam handphone ber-GPS saya, kami dapat menemukan restoran tersebut tanpa kesulitan. Kami memang memilih untuk tidak membeli paket internet di Singapura. Cukup mengandalkan peta dan data offline yang sudah di-download plus handphone ber-GPS. GPS handphone akan tetap berfungsi walaupun saya tidak berlangganan paket internet ;). Bagaimana kalau tersesat? Tanya saja, mayoritas penduduk Singapura dapat berbahasa Inggris kok ;).

Setibanya di Sup Tulang Deen Biasa yang terletak di Jalan Sultan Nomor 95, kami langsung memesan sup tulang merah. Seperti apa bentuk sup tulang merah? Hidangan ini terdiri dari beberapa potongan besar tulang kambing yang disiram oleh kuah merah yang sedikit gurih. Daging kambing yang melekat pada tulangnya empuk dan lumayan banyak jadi cukup mengenyangkan. Kami menyantap sup tersebut dengan potongan roti yang dicelupkan ke dalam kuah merah sup tersebut. Rasanya sedikit gurih, relatif flat, yaaa lumayanlaah. Tapi ketika kami membayar, aaawww, yah harganya jadi lumayan terutama ketika dikoversikan ke rupiah heheheh :’D.

Setelah kenyang, kami melanjutkan perjalanan kami menuju Malay Heritage Centre di daerah Kampong Glam dengan berjalan kaki. Sekitar 170 tahun yang lalu, Malay Heritage Centre ini merupakan istana dari Sultan Singapura yang keturunan Melayu. Sekarang, tempat tersebut menjadi museum dan pusat berbagai kegiatan kebudayaan Melayu di Singapura. Saya masih dapat melihat bangunan istana yang cukup sederhana di sana. Di bagian halaman, terdengar musik Melayu diperdengarkan dan ada beberapa penari yang sepertinya sedang melakukan gladi resik untuk suatu acara, anak saya ikut berjoget sambil mesem-mesem di sana. Tak lupa kami berfoto halaman tersebut, sepertinya itu adalah lokasi umum untuk berfoto. Sebelum pergi meninggalkan Malay Heritage Centre, tak lupa kami masuk ke area souvenir untuk . . . menumpang berteduh, hehehehe. AC di area souvenirnya lumayan dingin. Lumayan bisa istirahat sesaat ;).

Tepat di seberang Malay Heritage Centre, terdapat Masjid Sultan yang merupakan masjid paling terkenal di Singapura. Tempat ini sufdah sejak dulu menjadi pusat kegiatan umat muslim di Singapura. Terus terang kami tidak masuk ke dalam masjid sebab kami sudah sholat jamak di hotel dan waktu masih menunjukkan sekitar pukul 3 sore. Kami hanya berfoto-foto saja di bagian depan masjid. Selain menjadi lokasi foto-foto bagi para turis narsis, bagian depan masjid menjadi lokasi bagi beberapa restoran dan toko souvenir. Nah berdasarkan pengalaman saya kemarin, harga souvenir di sana terbilang paling murah meskipun tidak terlalu banyak macamnya.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan kami ke arah Arab St. dan Haji Lane untuk melihat-lihat cafe, toko dan hiasan mural yang terdapat di tembok. Penataan toko dan cafe terlihat rapi dan elok di mata. Mural-muralnya menjadi bonus bagi para pengunjung yang melintas :).

Selanjutnya kami melakukan perjalanan yang lumayan jauh bagi pejalan kaki, yaitu perjalanan menuju Stasiun MRT Bugis sekaligus melihat-lihat daerah pertokoan di Bugis yang terkenal murah meriah :D. Kami tiba di sana sekitar pukul setengah lima sore dan melihat-lihat sebentar pertokoan di daerah Bugis, yaaahh survey-survey sekilas, kemungkinan kami akan ke Bugis lagi di hari terakhir apabila di daerah lain memang murahnya tidak bisa mengalahkan Bugis :D. Setibanya di Stasiun MRT Bugis, kami langsung naik MRT Downtown Line (jalur biru) yang ke arah Stasiun MRT Chinatown untuk turun di Stasiun MRT Bayfront. Tak lama kami tiba di Stasiun MRT Bayfront untuk selanjutnya keluar dan berjalan menuju Gardens by the Bay.

Gardens by the Bay merupakan taman dengan konstruksi unik yang nampak cantik terutama di malam hari. Ketika saya tiba di sana, lampu-lampu belum menyala padahal sudah hampir masuk waktu sholat Magrib. Kami pikir, kami harus membayar untuk masuk ke dalam Gardens by the Bay. Ternyata hanya beberapa area saja yang dipungut bayaran. Kamipun memutuskan untuk berkeliling di area yang gratis tapi dengan menaiki trem. Temnya gratis? Ya bayarlah, masak semuamuanya gratisan :P. Kami memutuskan untuk menaiki trem karena dengan menaiko trem kami dapat mengistirahatkan kaki kami sambil berkeliling area di mana Super Tree Grove berada. Saya rasa maskot dari Gardens by the Bay adalah Super Tree Grove dan itu dapat kami nikmati tanpa harus membayar biaya masuk. Saya pribadi terus terang tidak terlalu tertarik untuk masuk sebab saya sehari-hari tinggal di Indonesia yang iklim, lingkungan dan tanamannya mirip dengan Singapura, yaah mungkin bagian dalamnya begitu-begitu saja. Andaikata ada waktu lebih, mungkin kami akan ikut membeli tiket masuk ke dalam OCBC Skyway, Flower Dome & Cloud Forest. Tapi sayang waktu tak berpihak kepada kami karena waktu sudah menunjukkan sekitar pukul setengah delapan malam.

Kami melanjutkan perjalan dengan berjalan kaki menuju Marina Bay Sands. Kami masuk ke dalam area mall yang dilengkapi sungai pada bagian tengahnya. Kita dapat menyewa perahu untuk menaiki perahu mengelilingi sungai buatan tersebut. Saya lihat toko-toko di dalam mall ini merupakan toko-toko mewah yang menjual barang-barang banded. Karena harga yang terlampau jauh di atas budged kami, maka kami hanya jalan sambil lihat-lihat saja di sana. Kami berjalan terus sampai ke lantai paling atas mall tersebut. Di sana terdapat pintu keluar menuju jembatan helix.

Jembatan helix merupakan salah satu jembatan unik yang Singapura miliki. Jembatan yang nampak cantik di malam hari tersebut, menghubungkan antara area Marina Centre dengan Marina South. Kami menyeberangi jembatan tersebut sambil berfoto-foto untuk seterusnya berjalan ke arah Patung Merlion. Sepanjang perjalanan kami melihat Singapore River yang dikelilingi oleh Marina Bay Sands, Garden by the Bay, Esplanade. Pemandangan yang lumayan bagus di malam hari yang cerah dan tidak terlalu dingin :).

Sebenarnya pada jam-jam tertentu, terdapat pertunjukan laser dari Marina Bay Sands yang dapat dilihat dari seberang sungai tempat kami berdiri. Tapi karena waktunya tidak pas, maka kami memilih untuk langsung saja melanjutkan perjalanan menuju icon utama Singapura, Patung Merlion. Patung Merlion yang terdapat tak jauh dari Hotel Fullerton ini nampak cantik dengan berbagai hiasan lampu dan suasana pinggir sungai yang asri. Patung ini terletak di dalam area Merlion Park di mana diadakannya beberapa pertunjukkan seni jalanan. Kami ikut menonton sambil menikmati suasana yang ada dan mengistirahatkan kaki kami yang sudah bekerja keras sepanjang hari hehehehe.

Kalau melihat itenari, kami seharysnya melanjutkan perjalanan menuju ke arah Clarke Quay untuk menonton Singapore River Festival. Sayang kami harus mengurungkan niatan tersebut karena waktu menunjukkan pukul 9 malam dan kami sudah kelelahan, plus kami membawa bayi yang baru berumur kurang lebih setahun.

Tujuan kami selanjutnya adalah Hotel tentunya. Aaaaahhh kami kemudian segera berjalan menuju Stasiun MRT terdekat yaitu Stasiun MRT Raffles Place. Perjalanan menuju Stasiun MRT Raffles Place lumayan panjang namun nyaman karena kami melalui tengah-tengah pusat perbelanjaan yang AC-nya dingin. Tak apalah disuruh melihat-lihat dagangan mereka, toh lorong-lorongnya bersih dan sejuk. Setibanya di Stasiun MRT Raffles Place, kami menaiki MRT Downtown Line (jalur hijau) ke arah Pasir Ris untuk berhenti di Stasiun MRT Lavender.

Setibanya di Stasiun MRT Lavender, kami mampir dulu di McDonalds dekat Hotel untuk makan malam. Aaahhh, tanpa kami sadari kami belum makan karbohidrat lagi sejak siang, hanya jajan-jajan saja. Pantas di Patung Merlion tadi, kok rasanya seperti kekurangan tenaga. Belajar dari kesalahan di hari pertaman ini, setiap pagi kami harus membeli bekal nasi atau kentang. Toh di sekitar Hotel banyak makanan halal, tinggal pilih ;). Setelah kenyang, kami langsung pulang untuk mandi, sholat dan beristirahat agar besok kami siap untuk melanjutkan perjalanan wisata Singapura kami pada Wisata Singapura Hari Kedua.

Sumber:
changiairport.com
http://www.vhotel.sg
malayheritage.org.sg
http://www.travelhackergirl.com
http://www.archdaily.com
http://www.thousandwonders.net
hwww.gardensbythebay.com.sg
http://www.esplanade.com
http://www.meritushotels.com
http://www.facebook.com/MUIS.SG/posts/10151836686296329

Baca juga:
Persiapan Wisata Singapura 2016
Ringkasan Objek Wisata Singapura
Wisata Singapura Hari Kedua
Wisata Singapura Hari Ketiga
Wisata Singapura Hari Keempat

10 Cloverfield Lane (2016)

cloverfield1

Pernah menonton film tentang zombie, bencana alam dahsyat atau serbuan mahluk luar angkasa? Film-film dengan tema di atas menunjukkan akhir dunia. Bagaimana apabila hal tersebut benar-benar terjadi? Pertanyaan inilah yang melahirkan komunitas doomsday preppers di Amerika sana. Mereka mempersiapkan diri sedemikian rupa sehingga bila akhir dunia tiba, mereka dapat bertahan hidup. Hal yang paling sering dipersiapkan adalah membangun bunker lengkap dengan segala penunjang kehidupan di dalamnya. Hal itulah yang telah dipersiapkan oleh Howard Stambler (John Goodman) pada 10 Cloverfield Lane (2016).

Berbeda dengan Howard, Michelle (Mary Elizabeth Winstead) bukanlah seorang doomsday preppers, namun ia tiba-tiba terbangun di dalam bunker Howard setelah mobil Michelle ditabrak oleh sebuah truk misterius. Howard mengklaim bahwa telah terjadi bencana dahsyat di Bumi sehingga mereka harus berlindung di dalam bunker miliknya apabila ingin tetap hidup.

Bersama-sama dengan Michelle dan Howard, hadir pula Emmett DeWitt (John Gallagher) yang secara sukarela ikut berlindung di dalam bunker Howard ketika bencana datang. Sayang baik Emmett maupun Howard tidak dapat melukiskan dengan gamblang mengenai bencana yang terjadi. Keraguan akan apa yang sebenarnya terjadi menjadi magnet untuk terus menyaksikan 10 Cloverfield Lane (2016). Apalagi belakangan Michelle memperoleh informasi mengenai truk yang menabrak mobilnya. Ditambah lagi semakin hari, Michelle menemukan beberapa kenyataan yang menunjukkan bahwa beberapa kisah masa lalu Howard adalah kebohongan belaka.

10 CLOVERFIELD LANE

cloverfield7Howard, Michelle dan Emmett adalah 3 karakter yang dominan sekali muncul pada 10 Cloverfield Lane (2016). Mayoritas latar belakang film inipun hanyalah bunker sajaaa. Adakalanya hal ini sedikit membosankan meskipun akhir ceritanya sedikit mengejutkan, tidak sesuai dugaan saya :). Setelah menonton film ini, saya baru sadar bahwa judul film ini mirip sekali dengan sebuah film yang pernah saya tonton sekitar 2008 silam, ahhh ternyata ada hubungannya thooo. Tapi tenang saja, kita tidak perlu menonton film tersebut untuk memahami film 10 Cloverfield Lane (2016).

cloverfield6

cloverfield2

cloverfield5

Akhir kata, 10 Cloverfield Lane (2016) mampu membuat saya penasaran sehingga film ini masih layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Not bad-lah untuk dijadikan hiburan setelah seharian kerja.

Sumber: http://www.10cloverfieldlane.com

Serial Mr. Robot

robot1

Pernah menonton V for Vendetta (2005)? Atau membaca versi novel grafisnya? Kisah mengenai revolusi dengan simbol topeng ini cukup mudah diingat karena keunikannya. Masyarakat bangkit bersama-sama akibat aksi pemberontakan oleh seorang misterius, berbuntut lengsernya sebuah rezim. Sekitar tahun 2015 lalu, hadir sebuah serial yang ratif mirip dengan V for Vendetta (2005), judulnya Mr. Robot.

Siapa Mr. Robot? Mr. Robot adalah karakter misterius yang menggunakan topeng monopoli. Heh? Topeng monopoli? Kalau teman-teman pernah melihat permainan monopoli yang original, makan teman-teman pasti melihat karakter kakek tua yang menggunakan setelan jas, nah wajah si kakek tersebut sangat mirip dengan topeng Mr. Robot.

robot10

Apa yang Mr. Robot lakukan? Ia memimpin sekelompik hacker untuk menumbangkan sistem dunia yang hanya memperkaya segelintir orang. Sebagaimana kita lihat sendiri, saat ini untuk memperoleh yang kita kehendaki, terkadang kita harus berhutang. Sukur-sukur kalau ada yang mau meminjamkan. Nah bagaimana kalau tidak? Walaupun sopasti kena bunga, ya terpaksa berhutang ke bank atau lembaga keuangan alternatif lainnya. Dengan sistem ini maka sudah bukan hal baru ketika seseorang harus berhutang demi membeli rumah, menyekolahkan anak, memulai sebuah usaha, membeli kendaraan dan lain-lain. Dari seluruh masyarakat dunia, pastilah ada segelintir orang yang menikmati hasil dari hutang-hutang tersebut. Inilah yang Mr. Robot lawan dan ingin tumpas.

Berbeda dengan V for Vendetta (2005) yang menggunakan jalan kekerasan, Mr. Robot lebih memilih menggunakan kelemahan pada sistem komputer demi mencapai tujuannya. Pada pemutaran perdana serial Mr. Robot, perusahaan E menjadi target utamanya karena perusahaan E merupakan perusahaan yang menguasai segalanya sedemikian rupa sehingga banyak penduduk dunia yang berhutang dan atau memiliki ketergantungan terhadap perusahaan E. Pada episode-episode berikutnya, akan terpapar alasan pribadi Mr. Robot kenapa perusahaan E yang dia targetkan. Bukankah ada perusahaan lain yang seperti perusahaan E?

Perlawanan Mr. Robot ditampilkan melalui kacamata seorang Elliot Alderson (Rami Malek), seorang ahli komputer yang anti-sosial, mengalami depresi berkepanjangan dan ketergantungan kepada narkoba. Elliot direkrut masuk ke dalam fsociety oleh Mr.Robot yang bentuk fisiknya diperankan oleh Christian Slater. Fsociety sendiri merupakan kelompok hacker yang ingin memicu sebuah revolusi melawan sistem perekonomian dunia. Dalam prosesnya, Elliot banyak sekali mengalami konflik dengan Mr. Robot sebab Elliot masih ragu akan rencana besar Mr. Robot padahal rencana besar Mr. Robot sangat bergantung kepada kemampuan Elliot sebagai seorang hacker.

robot7

robot11

robot6

robot2

robot9

robot8

Saya melihat banyak kejutan pada serial Mr. Robot karena kelainan dan penyakit yang Elliot derita. Berhubung mayoritas cerita pada serial ini disajikan melalui kacamata seorang Elliot maka semuanya akan dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental Elliot.

robot5

robot3

robot12

robot13

Bukan hanya konsep ceritanya yang bagus, tapi penyajiannya pun pas sehingga secara keseluruhan serial Mr. Robot layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Namun Mr. Robot tidak pantas ditonton anak-anak karena mengandung hal-hal yang sifatnya dewasa, jadi jangan ajak anak-anak menonton serial ini :).

Sumber: www.whoismrrobot.com

Serial Supergirl

supergirl-1

Supergirl merupakan superhero dari DC Comics dengan kostum yang sangat mirip dengan Superman, bedanya hanya pada bagian rok Supergirl saja. Tidak hanya kostumnya saja yang mirip, kekuatan super mereka pun identik. Yaah bisa dibilang Supergirl adalah Superman versi perempuan. Kemiripan ini terjadi karena pada dasarnya Superman dan Supergirl sama-sama berasal dari planet Kripton yang sudah hancur. Mereka sama-sama memperoleh kekuatan dari matahari yang menyinari planet kita ini.

Apa hubungan antara Supergirl dan Superman? Supergirl atau Kara Zor-El (Melissa Benoist) ternyata adalah sepupu Superman atau Kal-El. Ketika Kripton meledak, Kara berhasil lolos dengan menggunakan kapsul menyelamat dan seharusnya ia bertugas untuk melindungi Kal-El yang usianya lebih muda. Namun tidak seperti Kal-El yang langsung mendarat di Bumi, kapsul Kara justru terjebak di zona Phantom sehingga Kara terjebak di sana tanpa menua sedetikpun.

Sekitar 24 tahun kemudian, Kara akhirnya dapat lolos dari zona Phantom dan mendarat di Bumi. Setibanya di sana, Kal-El sudah dewasa dan menjadi Superman. Di sinilah awal mula kisah serial Supergirl. Dikisahkan bagaimana asalmula Kara berusaha memanfaatkan kekuatan supernya agar berguna bagi lingkungan sekitarnya. Ia pun berusaha untuk melepaskan diri dari bayang-bayang kejayaan Superman yang sangat dominan. Perlahan tapi pasti, Kara berubah menjadi Supergirl yang dapat diandalkan oleh penduduk kota National ketika bahaya datang.

supergirl-2

supergirl-13

supergirl-9

supergirl-7

supergirl-11

Kalau Batman tinggal di Gotham, Superman di Metropolias, Flash di Central dan Arrow di Starling, nah Supergirl memilih National sebagai tempat tinggalnya. Mirip dengan Superman, sehari-harinya Supergirl menggunakan identitas samaran yaitu Kara Danvers yang bekerja sebagai asisten Cat Grant (Calista Flockhart) di CatCo Worldwide Media kota National, perusahaan media masa mirip Dailly Planet di Metropolis. Aaahhh identitas rahasia yang sekali-lagi sangat mirip dengan identitas rahasia Superman. Kara hanya melepaskan ikat rambut dan kacamata ketika berubah menjadi Supergirl. Di era tahun 70-an, penyamaran seperti itu mungkin masih ampuh. Tapi ini sudah abad 21, yaa ampun, mana mungkin bisa. Bos Kate, Cat Grant, saja hanya membutuhkan beberapa episode untuk mengetahui indentitas Supergirl. Saya rasa karakter Cat relatif lebih unik dan menonjol sepanjang pemutaran perdana serial Supergirl. Sayang pada musim pemutaran kedua Supergirl, Cat memutuskan untuk pergi dan menyerahkan kursi pimpinan Catco Worldwide Media kepada James Olsen (Mehcad Brooks).

supergirl-6

Sama seperti serial The Flash, si karakter utama jatuh cinta kepada tokoh berkulit gelap yang secara fisik tidak rupawan, tapi pada serial tersebut dibuat seolah-olah menjadi “rebutan” :’D. Nah, kalo Flash memiliki Iris West, Supergirl memiliki James Olsen. Dengan wujud Supergirl yang cantik, sepertinya hal ini tidak seimbang dengan Mas Olsen. Olsen praktis tidak memiliki kelebihan yang terlalu menonjol sepanjang saya menonton serial Supergirl.

Satu hal unik yang Olsen lakukan adalah ikut-ikutan menjadi superhero. Dengan menggunakan kostum besi dan perisai, Olsen berubah menjadi Guardian. Sebenarnya Guardian versi komik merupakan Captain America kawe 2 karena kemampuannya sama tapi kostumnya berbeda. Untunglah penampilan Olsen sebagai Guardian relatif bagus.

Saya perhatikan kostum superhero-superhero pendamping yang muncul pada serial Supergirl, lebih bagus dibandingkan serial Arrow. Pada serial Arrow, banyak tokoh tambahan yang menggunakan kostum bertopeng tapi terkesan asal-asalan, kurang elok bagi film seri yang diproduksi di abad 21.

Pada Supergirl, selain Guardian, hadirpula Martian Manhunter, Lar Gand, Bizarro, Siobhan Smythe dan…. Superman. Whaa, Superman sampai diterbangkan DC Comics ke kota National demi mendongkrak serial sepupunya hehehehehe. Bagaimanapun juga kehadiran mereka mampu menambah warna serial Supergirl.

supergirl-4

supergirl-5

supergirl-8

Kalau diliat dari segi cerita, Supergirl memang relatif hambar, kurang greget dan tidak mampu membuat saya penasaran. Yaaaa biasa saja, sebuah kisah superhero dengan kostum dan special effect yang bagus, tak lebih dari itu.

supergirl-15

supergirl-3

Secara keseluruhan, serial Supergirl masih layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Masih bisa dijadikan hiburan diwaktu senggang bersama keluarga meakipun mau diapakan juga, pamor Supergirl tidak akan menyamai pamor Superman.

Sumber: http://www.warnerbros.com/tv/supergirl

Mission: Impossible – Rogue Nation (2015)

Rogue Nation 1

Pada tahun 2015 ini Ethan Hunt (Tom Cruise) dan agen-agen IMF (Impossible Missions Force) hadir kembali pada film layar lebar Mission Imposible kelima, Mission: Impossible – Rogue Nation (2015). Lawan Ethan dan kawan-kawan kali ini adalah sebuah sindikat yang beranggotakan mantan agen rahasia dari berbagai negara. Ethan menduga bahwa sindikat misterius tersebut bertanggung jawab terhadap berbagai aksi misterius di Jakarta, Manila dan kota-kota besar lainnya. Maksud, tujuan sampai siapa pemimpin dan donatur sindikat tersebut masih tidak diketahui. Keberadaan sindikat tersebut pun disangkal oleh para petinggi MI6 dan CIA.

Rogue Nation 11

Keadaan semakin parah ketika IMF tiba-tiba dibubarkan dan para anggotanya ditarik menjadi anggota CIA, semua anggota IMF dipanggil pulang untuk penempatan tugas berikutnya oleh CIA. Ethan menolak pemanggilan tersebut dan dianggap sebagai buronan oleh CIA. Ethan bersikeras mengejar dan menyelidiki sindikat yang keberadaannya disangkal oleh CIA. Chief Director CIA sendiri, Alan Hunley (Alec Baldwin), ikut aktif turun tangan mengejar Hunt. Padahal diam-diam Hunt sendiri dibantu oleh mantan anggota IMF yang terpaksa ditarik oleh Alan menjadi anggota CIA seperti Benji Dunn (Simon Pegg), William Brandt (Jeremy Renner) dan Luther Stickell (Ving Rhames).

Rogue Nation 4

Rogue Nation 10

Rogue Nation 6

Rogue Nation 12

Rogue Nation 7

Dalam perjalanannya, Ethan beberapa kali berhadapan dengan Ilsa Faust (Rebecca Ferguson), agen MI6 yang entah benar-benar masih bekerja untuk MI6 atau sudah sepenuhnya berpaling kepada sindikat atau lebih memilih bekerja untuk dirinya sendiri. Ilsa terkadang nampak sebagai teman, terkadang nampak sebagai lawan.

Rogue Nation 9

Rogue Nation 8

Mission: Impossible – Rogue Nation (2015) penuh tipu daya dan intrik yang tidak mudah ditebak ke mana arahnya. Jebakan-jebakan ala film seri Mission Imposible lebih kental terasa pada Mission: Impossible – Rogue Nation (2015) dibandingkan 4 film layar lebar Mission Imposible terdahulu. Film layar lebar kelima Mission Imposible inipun masih menampilkan adegan aksi yang dapat dikatakan hampir mustahil dilakukan. Ada adegan kejar-kejaran motor, bergelantungan di pesawat dan menyelam.

Rogue Nation 5

Rogue Nation 3

Rogue Nation 2

Tapi entah kenapa kurang ada emosi di sana, saya tetap tidak merasakan efek “wow” ketika menonton Mission: Impossible – Rogue Nation (2015). Film ini masih layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Sejauh ini Mission: Impossible – Rogue Nation (2015) adalah film layar lebar Mission Imposible terbaik yang pernah saya tonton.

Sumber: www.missionimpossible.com

Dying of the Light (2014)

Dying Light 1

Dying of the Light (2014) adalah film bergenre thriller yang mengisahkan mengenai perburuan seorang musuh lama oleh Evan Lake (Nicolas Cage), seorang mantan agen lapangan CIA. Ketika masih muda dulu, Evan sempat ditangkap dan disiksa oleh Muhammad Banir (Alexander Karim). Beruntung bala bantuan yang datang berhasil membebaskan Evan dan membunuh Banir.

Ketika Evan sudah menua dan sudah tidak bekerja lagi di lapangan, Evan mendapatkan informasi yang mengindikasikan bahwa sebenarnya Banir masih hidup, namun saat ini Banir sedang sakit parah. Kesempatan ini Evan gunakan untuk memburu Banir meskipun ia tidak mendapatkan restu dari CIA.

Dying Light 7

DYING OF THE LIGHT

Evan tidak sendirian, ia didampingi oleh seorang agen muda, Milton Schultz (Anton Yelchin). Keduanya berangkat ke Eropa Timur dan Afrika untuk memburu seorang musuh tua yang sedang sakit.

Dying Light 4

Dying Light 3

D02_0271.NEF

Awalnya saya pikir kisah perburuan ini akan seru, sayang ternyata kisah perburuan ini ternyata relatif sederhana dan terlihat mudah. Walaupun Evan sudah tua, pikun dan sering mengalami tremor tangan, musuh utama yang Evan hadapi sudah sakit tergelatak tak berdaya. Jiaaaaah, payah, kurang seru, tidak ada greget dan tidak ada faktor X yang mengejutkan. Ketika saya menonton bagian akhir Dying of the Light (2014), saya hanya dapat berkomentar “gini aja nih?”.

Dying Light 2

Dying Light 8

Dying Light 9

Dying of the Light (2014) hanya dapat memperoleh nilai 2 dari skalam maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”. Untunglah saya tidak menontonnya di bioskop. Sayang sekali aktor papan atas pemenan Academy Awards seperti Nicolas Cage akhir-akhir ini turun derajat bermain di film-film kelas B yang sering mendapat nilai 2 dari saya :(.