Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023)

Ant-Man & Wasp merupakan superhero yang kekuatan utamanya berkisar pada perubahan ukuran fisik. Keduanya menggunakan teknologi partikel Pym sehingga mereka dapat membesar sebesar raksasa dan dapat mengecil sekecil debu. Ketika sebuah objek mengecil sampai sangat kecil sekali, objek tersebut dapat masuk ke dalam sebuah dunia yang disebut dunia kuantum. Hal inilah yang terjadi pada Scott Lang (Paul Rudd), Hope van Dyne (Evangeline Lilly), Janet van Dyne (Michelle Pfeiffer), Hank Pym (Michael Douglas) dan Cassandra Lang (Kathryn Newton). Wah ini sih 1 keluarga superhero lengkap terjebak di dunia antahberantah.

Scott merupakan Ant-Man yang berhasil beberapa kali menyelamatkan dunia bersama The Avengers. Hope adalah The Wasp yang menjadi pasangan Scott. Cassandra adalah anak Scott yang kemungkinan nantinya akan menjadi Ant-Man baru menggantikan posisi sang ayah. Hank adalah Ant-Man pertama yang berhasil menemukan teknologi partikel Pym. Janet adalah The Wasp pertama, istri Hank dan ibu dari Hope. Wah lengkap dari cucu sampai kakek semua hadir di dunia kuantum.

Pada 2 film Ant-Man terdahulu dikisahkan bahwa Janet sempat terjebak di dalam dunia kuantum selama 30 tahun. Sebuah misteri menyelimuti mengenai apa yang Jenet hadapi di sana. Semua akan terkuak ketika keluarga Janet ikut terjebak di dalam dunia kuantum. Ketika mereka tiba di sana, dunia tersebut tidak sedang baik-baik saja.

Bagaimanakah bentuk dunia kuantum? Pada awalnya saya sempat skeptis. Ahh paling-paling bentuknya mirip seperti Journey to the Center of the Earth (2008) dan film-film lain sejenisnya. Wah ternyata semua nampak berbeda. Dunianya penuh dengan teknologi dan mahluk hidup yang mampu tampil unik dengan visual yang halus. Saya suka sekali dengan bagaimana film ini menggambarkan dunia kuantum.

Hanya saja, menonton Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023), lamakelamaan tak ubahnya seperti menonton salah satu film Star Wars. Ant-Man dan keluarga memang seperti terjebak di sebuah dunia asing. Jadi sekilas memang kisahnya akan mirip dengan Journey to the Center of the Earth (2008). Namun lama kelamaan jalan ceritanya justru lebih ke arah perjuangan menuju kebebasan. Semua ini didukung dengan bentuk dunia kuantum yang dipenuhi dengan mahluk-mahluk dari berbagai ras. Teknologi yang ditampilkan pun cenderung futuristik dan sangat berbeda dengan Bumi.

Konon film ini adalah jembatan utama menuju film The Avengers berikutnya. Dalam MCU (Marvel Cinematic Universe), biasanya sebuah peristiwa besar akan ditampilkan pada film The Avengers. Berbagai karakter dari film-film MCU sebelumnya akan bertemu dalam 1 film, menghadiri sebuah konflik yang masalahnya bisa saja sudah dirajut pada film-film MCU sebelumnya.

Hampir dapat dipastikan bahwa dunia paralel dan dunia kuantum akan menjadi bagian yang penting pada film The Avengers sebelumnya. Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) berhasil membawakan sebuah kisah yang melibatkan kedua dunia tersebut. Semua disajikan tanpa membuat penonton kebingungan dengan teori fisika. Yaah dunia paralel dan dunia kuantum memang memuat beberapa hukum fisika. Penonton dibuat untuk semakin terbiasa melihat kedua dunia ini.

Sayangnya Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) nampaknya agak terlena dalam usahanya menjelasakan dunia paralel dan kuantum dengan sangat sederhana. Mereka lupa membuat sebuah kisah yang menarik dan unik. Kisah Ant-Man kali ini terbilang sangat sederhana dan sudah pernah saya lihat pada film-film lain.

Beruntung adegan peperangannya terbilang seru. Pertarungan akhirnya berhasil memberikan sebuah hiburan segar disela-sela jalan cerita yang .. ah ya begitulah hehehehe.

Dengan kelemahan dari segi jalan cerita, namun ditopang oleh adegan aksi yang baik. Ditambah keberhasilan menjelaskan teori yang rumit dengan cara yang sederhana. Saya ikhlas untuk memberikan Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023) nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.marvel.com

Morbius (2022)

Sebenarnya saya sudah cukup lama menantikan kehadiran Morbius (2022). Pandemi Covid memang membuat perilisan film ini diundur beberapa kali oleh Sony Pictures. Morbius memang dilahirkan oleh Marvel. Namun hak cipta Morbius, Venom beserta tokoh-tokoh yang ada di dunia Spider-Man, sudah Marvel jual ke Sony Pictures.

Di komiknya sendiri, Morbius merupakan vampir yang menjadi lawannya Spider-Man. Lama kelamaan terjadi pergeseran sehingga Morbius menjadi karakter anti-hero seperti Venom. Sejujurnya saya sendiri sama sekali tidak mengenal siapa itu Morbius sampai saya menonton trailer Morbius (2022).

Morbius (2022) sendiri mengisahkan kisah asal mula dari Dr. Michael Morbius (Jared Leto). Berawal dari seorang ilmuwan super jenius yang memiliki penyakit kelainan darah sejak kecil. Hingga berevolusi menjadi seorang mahluk berkekuatan super yang haus darah.

Mirip seperti apa yang Sony Pictures lakukan pada Venom, Morbius (2023) terasa agak gelap tapi tidak segelap film-film DCEU. Film ini pun tidak secerah film-film MCU. Yaahh di tengah-tengahlah. Nuansa boleh mirip. Hanya saja, saya suka dengan pejalanan Venom di layar lebar. Sedangkan untuk Morbius sayangnya …..

Pengembangan karakter sungguh mentah. Untuk sebuah origin story atau kisah asal mula, Morbius (2022) terlalu banyak melompat-lompat dan acak-acakan. Menonton film ini tidak membuat saya mengetahu dengan jelas asal mula Mas Morbius. Film ini seolah-olah seperti memiliki bagian yang dipotong-potong. Kalau teman-teman sudah menonton trailer Morbius (2022), maka … ya trailer tersebut sudah menjelaskan asal mula Mas Morbius. Di filmnya ya seperti itu saja. Otomatis saya pun seakan tidak peduli dengan nasib semua karakter-karakter yang ada pada Morbius (2023).

Belum lagi jalan ceritanya yang sangat datar dan mudah ditebak. Melihat adegan-adegan awalnya saja, akhir film ini sudah bisa ditebak. Konflik yang coba diangkat ya begitu-begitu saja, tidak ada yang baru di sana.

Adegan aksi adalah sesuatu yang masih dapat menyelamatkan Morbius (2022). Untuk yang satu ini, saya ancungkan jempol untuk Morbius (2022). Semua adegan perkelahian pada Morbius (2022) terbilang keren dan menyenangkan untuk ditonton.

Dengan demikian, mohon maaf, Morbius (2022) hanya dapat memperoleh nilai 2 dari skala maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”. Saya tidak yakin film ini akan memiliki sekuel.

Sumber: http://www.sonypictures.com

Serial I Am Groot

Groot adalah anggota sekelompok superhero yang disebut Guardian of the Galaxy. Pada saat pertama kali diperkenalkan di layar lebar, Groot bertubuh tinggi besar. Ia merupakan ras alien flora colossi dari Planet X. Memiliki wujud fisik menyerupai tumbuhan raksasa yang hidup, Groot ternyata memiliki berbagai sifat mulia. Bahkan pada Guardians of the Galaxy (2014), Groot mengorbankan dirinya demi menyelamatkan teman-temannya.

Dari abu sisa-sisa tubuh Groot, lahirlah mahluk kecil yang dipanggil Baby Groot. Sebagai mahluk dari ras flora colossi, perkataan Baby Groot agak sulit dipahami. Satu-satunya kalimat Baby Groot yang mudah dipahami adalah I am Groot. Yaahhh, kalimat inilah yang menjadi judul serial mengenai Baby Groot. Sehari-harinya, Baby Groot tinggal di pesawat luar angkasa bersama Guardian of the Galaxy. Sesekali ia ikut mendarat di planet asing dan bertualang bersama mereka.

Bertarung dan bertualang bukanlah inti cerita dari I Am Groot. Kelucuan-kelucuan dari tingkah Baby Groot adalah topik utama daru serial ini. Groot kecil selalu menemukan mesalah baru yang harus ia selesaikan dengan caranya sendiri.

Penampilan Baby Groot yang polos dan imut sangat mendukung jalan cerita I Am Groot. Siapapun yang melihat Baby Groot, pastilah langsung jatuh hati. Ia adalah bintang utama pada serial ini. Semua yang ia lakukan berhasil membuat saya dan anak-anak saya tersenyum atau tertawa.

Serial ini terbilang komplit untuk dijadikan sebagai tontonan keluarga. Semua dapat menonton I Am Groot dengan aman. Tidak ada selipan isu-isu dewasa di sana. Saya ikhlas untuk memberukan I Am Groot nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.marvel.com

Thor: Love and Thunder (2022)

Thor: Love and Thunder (2022) adalah film solo ketiga dari Thor Odison (Chris Hemsworth), sang dewa petir. Tentunya film ini adalah bagian dari MCU (Marvel Cinematic Universe) sehingga ada sedikit kesinambungan dengan film-film MCU sebelumnya. Sebagai pengantar, Thor telah menjadi superhero yang memenangkan berbagai perang besar. Beberapa diantaranya membuat Thor harus kehilangan Mjolnir, palu kesayangan Thor. Setelah Mjolnir hancur, Thor memperoleh senjata baru yang disebut Stormbreaker. Sekilas memang mirip dengan Mjolnir, namun bedanya, Stormbreaker mampu memanggil bifrost. Bifrost merupakan kekuatan untuk berkelana ke berbagai tempat dan dimensi dalam waktu singkat. Bagaimana nasib pecahan Mjolnir? Menjadi salah satu objek wisata di Bumi.

Tanpa Thor sadari, sebuah permintaan tulus darinya telah membuahkan jembatan hubungan antara Mjolnir dengan Jane Foster (Natalie Portman). Ketika Jane datang untuk melihat pecahan Mjolnir, seketika itu pula Mjolnir menyatu dan mengubah Jane menjadi Thor. Seketika Jane dapat memiliki kostum dan semua kekuatan Thor. Hanya saja, dibalik semua itu, Jane sebenarnya sekarat.

Dimana Thor? Setelah memenangkan peperangan besar melawan Hela dan Thanos, ia berkelana bersama The Guardians of the Galaxy. Namun beberapa peristiwa genting membuat Thor untuk kembali ke Bumi dan pada akhirnya bertemu dengan Jane.

Mereka harus berhadapan dengan Gorr (Christian Bale), sang penjagal dewa. Satu per satu dewa-dewi yang ada di semesta, berhasil Gorr bunuh. Berawal dari sebuah kekecewaan dan kebencian terhadap dewa, Gorr berhasil mengangkat necrosword. Dengan senjata tersebut, Gorr memiliki kekuatan besar yang mempu membunuh para dewa.

Awalnya saya pikir, Thor: Love and Thunder (2022) merupakan peralihan karakter Thor menjadi Jane. Saat ini MCU sedang melakukan penyegaran dengan mengganti dan menambah deretan superhero-nya. Hampir semua superhero MCU lawas sudah memiliki film “peralihan”. Saya pikir, inilah saatnya Thor memiliki pengganti. Aahhh ternyata dugaan saya kurang tepat.

Agak ambigu apakah Jane menjadi karakter pangganti Thor pada film-film MCU berikutnya. Pada film ini, Jane memang memiliki porsi yang cukup besar. Namun ternyata terdapat karakter lain yang muncul dan mendampingi Thor pada bagian akhirnya. Kata-kata Love pada judul Thor: Love and Thunder (2022) ternyata memiliki arti tersendiri. Wah keren juga, ini adalah hal yang tidak saya duga.

Selain itu, adegan pertarungannya terbilang seru. Memainkan kombinasi dengan warna hitam putih membuat Thor: Love and Thunder (2022) terlihat semakin menarik. Warna-warni nuansa 80-an pun terlihat sangat dominan di mana-mana. Mirip seperti Thor: Ragnarok (2017), film ketiga Thor ini menggunakan atribut dan lagu yang berhubungan dengan budaya 80-an. Semua terlihat bagus, jadi saya pribadi tidak ada masalah dengan ini.

Gorr berhasil tampil sebagai tokoh antagonis yang ganas. Temanya agak horor tapi agak tanggung. Karakter yang satu ini memiliki potensi untuk tampil lebih ganas lagi. Namun yaaah mungkin pihak produser melarang ini. Kalau terlalu menyeramkan, nanti Thor: Love and Thunder (2022) gagal masuk ketegori film PG13. Kalau sampai masuk ke kategori R atau NC-17, otomatis jumlah penontonnya lebih dibatasi lagi. Sayang sekali kalau kualitas sebuah film dibatasi oleh faktor komersil seperti ini.

Selain unsur horor, kali ini unsur komedinya banyak sekali. Semuanya bertebaran dimana-mana. Komedinya bukan komedi yang membuat penonton terawa terpingkal-pingkal ya, cukup senyum-senyum saja. Sayangnya otomatis Thor: Love and Thunder (2022) terlihat menjadi film yang tidak terlalu serius.

Dengan demikian, Thor: Love and Thunder (2022) masih layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Kabarnya Thor masih akan memiliki lagi setelah Thor: Love and Thunder (2022). Jadi dari beberapa deretan superhero lawas MCU, sementara ini hanya Thor masih akan terus hadir, entah sampai kapan. Semoga film keempatnya bisa lebih bagus lagi.

Ehem ehemmm …. Sedikit tambahan, Marvel dan Disney seperti biasa tak henti-hentinya berusaha untuk memasukkan unsur LGBT ke dalam film-filmnya. Tak terkecuali untuk Thor: Love and Thunder (2022). Film ini mengisahkan percintaan Thor dan Jane. Kemudian ada pula hubungan antara Thor dengan Mjolnir dan Stormbreaker yang sudah seperti mahluk hidup saja, bagian ini tergolong lucu yaaa. Di antara hubungan-hubungan tersebut, disisipikan hubungan LGBT yang dibawakan oleh 2 karakter lain. 2 karakter yang rasa sih kalaupun tidak ada, tidak akan terlalu berpengaruh terhadap jalan cerita utama. Saya jadi merasa, fungsi keberadaan mereka yah hanya sebagai bahan untuk menyisipkan pesan LGBT. Kali ini pesannya cukup terlihat jelas, bukan hanya sekilas hehehe. Yah walaupun film ini termasuk PG13 yang artinya anak umur 13 tahun ke atas boleh menonton. Saya pribadi tidak menyarankan untuk membawa anak-anak untuk menonton film ini. Biarlah orang yang sudah cukup umur dan matang untuk dapat mengambil sikap mengenai pesan LGBT yang muncul. Jangan anak-anak di bawah umur yang masih polos. Sekian terimakasih, hohohoho.

Sumber: http://www.marvel.com

Serial Ms. Marvel

Sepertinya MCU (Marvel Cinematic Universe) terus menerus melakukan peremajaan terhadap berbagai superhero-nya. MCU mulai memperkenalkan berbagai karakter superhero baru yang digadang-gadang akan menggantikan peran superhero yang lama. Biasanya kemampuan keduanya agak mirip. Kali ini, tibalah giliran Captain Marvel. Umur Captain Marcel di MCU sepertinya masih panjang. Toh belum ada sekuelnya. Namun MCU sudah menghadirkan Serial Ms. Marvel. Di versi komik, Ms. Marvel memiliki hubungan yang erat dengan Captain Marvel.

Di dalam komik, terdapat berbagai karakter yang hadir sebagai Captain Marvel dan Ms. Marvel. MCU mengambil Carol Danvers (Brie Larson) sebagai Captain Marvel dengan cerita origin yang sangat berbeda dengan versi komiknya. Kalau di komik, karakter Carol Denvers adalah karakter pertama yang menggunakan nama Ms. Marvel. Kemudian Denvers mulai menggunakan Captain Marvel menggantikan Captain Marvel sebelumnya yang gugur. Wah wah wah, lalu bagaimana dengan MCU?

Captain Marvel mengambil jalur cerita yang berbeda melalui Captain Marvel (2019). Kemudian ia pun berperan dalam peperangan besar melawan Thanos pada Avengers: Endgame (2019). Setelah kemenangan Captain Marvel bersama superhero pembela Bumi lainnya, nama mereka semakin harum. Banyak sekali remaja-remaja yang mengidolakan mereka. Tak terkecuali Kamala Khan (Iman Velanni). Inilah awal dari film seri Ms. Marvel.

Kamala sangat mengidola Captain Marvel. Ia bahkan datang ke acara cosplay dengan menggunakan kostum Captain Marvel kreasinya sendiri. Tak disangka, salah satu asesoris yang ia gunakan ternyata membangkitkan sesuatu yang terkubur di dalam diri Kamala. Gelang warisan turun temurun keluarga Kamala ternyata mampu membangkitkan kekuatan super milik Kamala yang selama ini terpendam. Pada awalnya, kekuatan Kamala berkisar pada membuat proyeksi berbagai benda … yaaah jadinya mirip Green Lantern sih jatuhnya. Agak jauh di bawah Captain Marvel yang kekuatannya terlihat sangat superior. Namun, seiring dengan berkembangnya waktu, Kamala berhasil mengembangkan kekuatan baru. Karena hadir dalam bentuk film seri, kemungkinan kekuatan Kamala diperlihatkan berkembang dengan pelan-pelan. Tidak secepat Captain Marvel yang dibatasi durasi film layar lebar :’D.

Kamala hadir menggunakan kostum Ms. Marvel yang menurut saya pribadi sih keren. Ditambah bumbu-bumbu visual di mana-mana, serial ini memang terlihat cantik sekali. Coretan-coretan yang muncul pada serial ini sedikit banyak mengingatkan saya kepada The Mitchells vs. the Machines (2021). Nuansa remaja mewarnai serial MCU yang satu ini.

Permasalahan yang dihadirkan tentunya berkaitan dengan dunia remaja. Plus ditambah bumbu lingkungan masyarakat Islam di Amerika. Kamala di sini adalah seorang muslim yang hidup di tengah-tengah komunitas muslim di Amerika. Ms. Marvel adalah superhero muslim pertamanya MCU.

Sayangnya plot yang dihadirkan kadang terbilang basi. Saya sudah menyaksikan yang seperti itu pada film-film lain. Ms. Marvel seolah ingin membuat penonton penasaran, namun penasarannya kepada hal yang mudah ditebak. Masalah yang muncul seringkali agak sepele dan kurang spesial.

Beruntung visual Ms. Marvel terbilang bagus dan mampu menutupi jalan cerita yang tidak terlalu spesial. Saya pribadi hanya dapat memberikan film seri ini nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.marvel.com

Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022)

Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) merupakan bagian dari MCU (Marvel Cinematic Universe) dengan mengambil latar belakang setelah segala kejadian di Serial Wanda Vision dan Avengers: Endgame (2019). Seperti biasa, film-film MCU memang saling berhubungan tapi masing-masing film mampu berdiri sendiri. Tak terkecuali film Doctor Strange yang kedua inipun mampu berdiri sendiri. Tapi akan lebih seru kalau kita sudah menonton beberapa film MCU sebelumnya. Saya rasa keterkaitan inilah yang membuat MCU spesial.

Sebagai pengantar, Doctor Strange (Benedict Cumberbatch) sempat gugur ketika Thanos (Josh Brolin) datang menyerang. Ia pun sempat tewas selama 5 tahun, sebelum The Avangers yang tersisa mampu mengalahkan Thanos. Hampir semua mahluk hidup yanv Thanos bunuh, berhasil hidup kembali, meskipun mereka harus kehilangan 5 tahun kehidupan mereka.

Setelah 5 tahun, banyak yang berubah. Ketika Doctor Strange kembali, ia harus menerima kenyataan bahwa kekasihnya akan menikahi laki-laki lain. Selain itu, gelar Strange sebagai Sorcerer Supreme sudah digantikan oleh orang lain. Saya pikir ini akan menjadi topik utama film ini. Oh ternyata saya salah. Doctor Strange harus berbagi peranan dengan tokoh lain, Wanda Maximoff (Elizabeth Olsen).

Loh bukankah Wanda sudah memiliki film sendiri? Serial Wanda Vision ternyata kurang cukup bagi Wanda. Pada Serial Wanda Vision, Wanda atau Scarlet Witch berpapasan dengan buku Darkhold. Buku terkutuk ini menggoda Wanda untuk kembali melakukan kesalahan yang sama seperti yang Wanda lakukan pada Serial Wanda Vision. Ia menginginkan sebuah keluarga, lengkap dengan anak-anak yang mencintainya. Hanya saja, kali ini Wanda melakukannya dengan lebih ekstrim.

Pada Avengers Infinity War (2018) dan Avengers: Age of Ultron (2015), Wanda harus kehilangan kekasih dan saudara kembarnya. Ia sendirian dan kesepian. Melalui mimpi, Wanda sering kali memimpikan bahwa ia memiliki 2 anak laki-laki yang mencintainya. Pada dunia MCU, mimpi adalah jendela menuju dunia paralel. Melalui mimpi, kita dapat mengintip kehidupan kita di dunia paralel lainnya. Jadi terdapat banyak sekali Wanda di dunia paralel lain, yang hidup berkeluarga dan memiliki anak. Namun, bagaimana cara Wanda pergi ke dunia paralel lain demi mencari kebahagiaan? Menggunakan sihir kegelapan dari buku Darkhold?

Hal inilah yang memicu berbagai kekacauan di dalam berbagai dunia paralel. Strange harus melompat dari satu dunia paralel ke dunia paralel lainnya untuk menghentikan Wanda. Di sini saya tidak dapat menebak mau dibawa kemana arah film ini. Saya mengenal Wanda sebagai karakter yang baik. Sebagai penonton film-film MCU sebelumnya, agak sulit bagi saya untuk menempatkan Wanda sebagai karakter antagonis. Strange dan Wanda adalah bagian dari The Avengers yang berkali-kali menyelamatkan semesta. Segala sesuatu yang Wanda perbuat pun memiliki berbagai kesedihan di dalamnya.

Tidak ada karakter yang mutlak jahat pada Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022). Terdapat Wanda yang masih berpikiran jernih di dunia paralel lainnya. Terdapat pula Doctor Strange yang sesat pada dunia paralel lainnya, karena berbagai alasan yang baik. Doctor Strange memang memiliki kecenderungan untuk menabrak aturan dan melakukan pengorbanan. Sayangnya ia sering kali terlalu berani mengambil resiko. Bahkan terkadang ia berani mengorbankan orang lain demi sesuatu yang ia anggap lebih besar. Semua dapat terlihat dari berbagai versi Doctor Strange di dunia paralel lainnya.

Film inipun membuka jalur kesinambungan baru antara MCU dengan film-film superhero Marvel yang lahir sebelum Konsep MCU digaungkan pada 2011. Semakin banyak kemungkinan yang menarik untuk diikuti. Jadi, Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) memang menyelam lebih dalam lagi dalam membahas berbagai dunia paralel.

Tak lupa, unsur horor berhasil disisipkan dengan halus pada film ini. Saya sangat suka dengan keberadaannya. Apalagi horornya tidak hadir dengan dentuman suara musik yang mengagetkan.

Meskipun karakter Doctor Strange harus berbagai spotlight dengan Wanda pada film ini, Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) tetap layak untuk diacungi jempol. Film ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Beberapa teman saya membandingkan film ini dengan Everything Everywhere at Once (2022). Sekilas memang sama-sama membahas mengenai dunia paralel atau multiverse. Sama-sama memiliki karakter antagonis yang tidak mutlak jahat. Namun konsepnya agak berbeda. Bagi saya pribadi, Everything Everywhere at Once (2022) bukanlah film untuk saya. Saya masih jauh menyukai Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) dibandingkan Everything Everywhere at Once (2022).

Sumber: http://www.marvel.com

Spider-Man: No Way Home (2021)

Sejak awal abad 21 sampai sekarang, sudah ada 3 versi Spider-Man live action di layar lebar. Spider-Man versi Tobey Maguire, Spider-Man versi Andrew Garfield dan terakhir Spider-Man versi Tom Holland. Terus terang saya kurang suka dengan Spider-Man versi Tobey Maguire sebab di sana terdapat karakter Marry Jane yang menyebalkan. Selain itu kriminalisasi Spider-Man sangat dominan di sana. Sang superhero harus menyelamatkan publik yang membencinya. Yah lebih dramatis sih. Yah memang lebih menggemaskan sih. Tapi lama-lama lelah juga melihatnya. Beruntung kemudian hadir Spider-Man versi Andrew Garfield yang memiliki tokoh kekasih yang lebih baik, serta topik kriminalisasi Spider-Man yang tidak terlalu disorot.

Kemudian, hadir Spider-Man versi Tom Holland yang pada kedua film pertamanya sama sekali tidak membahas kriminalisasi Spider-Man dan memiliki tokoh Marry Jane yang jauh lebih ok. Pada film ketiga Spider-Man versi Tom Holland ini, unsur kriminalisasi Spider-Man mulai dihadirkan kembali.

Ya, Spider-Man: No Way Home (2021) diawali dengan terkuaknya identitas Spider-Man atau Peter Parker (Tom Holland), beserta berbagai fitnah yang tiba-tiba dihembuskan oleh J. Jonah Jameson (J.K. Simmons). Wah dia lagi dia lagi. Ini dia biang keladi kriminalisasi di Spider-Man versi Tobey Maguire. Sekarang tokoh yang sama, diperankan orang yang sama, hadir di Spider-Man versi Tom Holland @_@. Si J. Jonah Jameson ini sering kali berkata, dimana Spider-Man muncul, pasti ada bencana. Well, kalau bagi saya pribadi. Dimana J. Jonah Jameson muncul, pasti saya mulai ragu untuk lanjut menonton atau tidak hehehehe. Pasti akan ada fitnah yang menggemaskan di sana. Saya sebenarnya tidak ada masalah dengan itu. Pada berbagai film, sudah biasa si tokoh utama terkena fitnah. Hanya saya, saya belum pernah melihat karakter J. Jonah Jameson terkena akibat dari perilakunya. Yah, seperti tidak adil saja. Inipun agaknya sedikit terbukti pada Spider-Man: No Way Home (2021). Yang benar dan yang berhati mulia, belum tentu dihargai.

Akibat berbagai tekanan, Peter Parker atau Spider-Man (Tom Holland) meminta pertolongan Doctor Strange (Benedict Cumberbatch). Dengan kemampuan sihir tingkat tinggi, Strange berusaha menolong Peter. Namun kegugupan dan keraguan Peter, sukses besar mengacaukan mantra Strange hingga terbukalah pintu menuju dimensi lain. Disinilah semua kekacauan yabg sudah ada, justru semakin kacau.

Film-film MCU seperti Spider-Man: No Way Home (2021) menganut paham multi dimensi. Jadi dunia terbagi ke dalam banyak dimensi dimana pada setiap dimensi bisa saja terdapat Peter Parker lain. Sebagaimana kita ketahui, ada 3 versi film Spider-Man. Nah sekarang ini, Spider-Man (Tobey Maguire) dan Spider-Man (Andrew Garfield) tersedot masuk ke dalam dimensi Spider-Man (Tom Holland). Beberapa lawan utama pada Spider-Man (Tobey Maguire) dan Spider-Man (Andrew Garfield), ikut masuk juga ke dalam dimensinya Spider-Man (Tom Holland). Ini adalah kejutan yang sangat keren. Ada 3 versi Spider-Man yang pada awalnya memiliki film masing-masing. Reboot sudah sering dilakukan oleh film-film Hollywood. Namun baru kali inilah reboot memiliki makna yang sangat besar. Bukan tidak mungkin Marvel Comic akan melakukan ini lagi pada film-film superhero yang pernah mereka reboot.

Kehadiran tokoh-tokoh dari film Spider-Man lain, benar-benar sesuatu hal yang menakjubkan. Ini adalah nilai plus terbesar dari Spider-Man: No Way Home (2021). Saya rasa film ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skalam maksimum 5 yang artinya “Bagus”.

Sumber: http://www.spidermannowayhome.movie

Eternals (2021)

Walau dibintamgi oleh beberapa nama tenar, Eternals (2021) bukanlah film yang masuk ke dalam daftar tonton saya. Film ini merupakan bagian dari MCU (Marvel Cinematic Universe). Maka Eternals ini sebenarnya ada buku komiknya. Sayang saya belum pernah membacanya. Saya agak kurang berminat. Kisah-kisah Eternals ini lebih ke arah pertarungan yang melibatkan ras mahluk asing dan berbau-bau teori penciptaan alam semesta. Jadi para Eternals ini tidak akan bertarung melawan penjahat kelas teri seperti perampok atau pencopet. Mungkin penjahat kelas teroris pun lewat. Penjahat sekelas Thanos saja Eternals acuhkan :P.

Eternals merupakan sekelompok individu dengan kekuatan super yang masing-masing berbeda. Mereka sebenarnya sudah mendarat di Bumi sejak 5000 tahun sebelum masehi. Daerah Mesopotamia berhasil menjadi rumah pertama bagi Eternals. Bahkan konon Gilgamesh, raja legendaris Mesopotamia merupakan seorang Eternals. Sampai abad 21 pun Eternals masih ada di Bumi. Namun kemana saja Eternals selama ini?

Celestial Arishem adalah mahluk kosmik super kuat yang mengirim Eternals ke Bumi. Misi mereka adalah untuk membasmi Deviant, mahluk buas yang memangsa manusia. Mahluk seperti Thanos dan Black Order bukanlah Deviant. Maka Eternals selama ini memilih untuk diam dan membiarkan superhero baru untuk lahir dan berkembang.

Sudah ribuan tahun lamanya Eternals tinggal di Bumi. Belum ada perintah baru selain memburu Deviant. Padahal sudah ribuan tahun pula, tidak ada Deviant baru yang muncul di Bumi. Yang tidak Eternals ketahui adalah, apa rencana atau desain Celestial Arishem bagi Bumi. Sebuah rencana besar yang bukan misteri bagi saya pribadi. Plot seperti ini sudah sering saya saksikan pada film-film seperti ini. Tidak ada kejutan atau misteri lagi di sana.

Belum lagi banyaknya karakter Eternals, tidak menambah nilai plus. Semuanya asing dan gagal membuat saya peduli. Mungkin film sesingkat ini memang tidak akan sempat untuk memberikan latar belakamg yang lengkap bagi seluruh karakter yang ada. Latar belakang beberapa karakter memang ditampilkan melalui alur maju-mundur. Namun kisah ini difokuskan hanya kepada hal-hal yang berkaitan dengan misi utama Eternals dan perintah Celestial Arishem.

Kisah pada Eternals (2021) memang menggunakan alur maju-mundur yang tidak linier. Tapi semuanya diramu dengan sangat baik sehingga tidak membingungkan. Kalaupun ada beberapa bagiam dari Eternals (2021) yang agak membosankan, saya rasa ini bukan karena alur maju-mundur. Film ini memang sangat mudah ditebak dan sangat klise. Biasanya MCU mampu menampilkan sebuah tontonan yang kisahnya atraktif. Kali ini tidak, Eternals (2021) bisa jadi merupakan salah satu film MCU terburuk yang pernah saya tonton.

Humor pada film ini pun terbilang garing kecuali sentilan-sentilan kecil dari Karun Patel (Harish Patel) dan Kingo Sunen (Kumail Najiani). Hanya special effect nya saja yang lumayan ok. Itupun tidak terlalu banyak karena sepanjang film, Eternals (2021) berusaha memberikan alur mengenai kenapa Deviant semakin kuat, dan pertanyaan besar mengenai kepatuhan para Eternals kepada perintah Celestial Arishem. Yah itu-itu saja sih isinya.

Hal yang bagus dari Eternals (2021) adalah film ini tidak segan-segan membunuh beberapa karakter utama mereka yang banyak. Jadi, tidak semua Eternals bertahan hidup sampai akhir film. Paling tidak, pada film ini tidak ada istilah jagoan selalu menang ;).

Saya rasa Eternals (2021) hanya dapat memperoleh nilai 2 dari skala maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”. Oh iya film ini dengan sangat terbuka menggambarkan percintaan gay. Jadi, ada baiknya penonton dewasa mendampingi penonton cilik atau remaja ketika menonton film ini.

Sumber: http://www.marvel.com

Venom: Let There Be Carnage (2021)

Ketika masih kecil dulu, saya sering memainkan Spider-Man and Venom: Separation Anxiety di console Sega Mega Drive 2. Sebenarnya, permainan itulah yang memperkenalkan Venom kepada saya. Tak lupa, lawan terakhir permainan tersebut pun ikut memperkenalkan saya kepada Carnage. Begitu Venom: Let There Be Carnage (2021), tentunya film ini lanngsung masuk ke dalam daftar tonton saya.

Carnage sebenarnya memiliki kemampuan yang sangat mirip dengan Venom. Hanya saja, kali ini Carnage bersimbiosis dengan Cletus Kasady (Woody Harrelson), seorang pembunuh berantai. Dengan demikian Carnage dan Cletus hidup di dalam 1 tubuh yang sama. Baik Carnage mapun Venom, memang merupakan mahluk luar angkasa yang membutuhkan inang atau tubuh manusia untuk hidup. Carnage sendiri lahir dari ketika bagian dari Venom tercampur dengan darah Cletus melalui gigitan. Terlahir dan hidup di dalam tubuh seorang pembunuh berantai melahirkan seorang Carnage yang kejam dan tega berbuat apa saja tanpa batasan apapun.

Sangat jauh berbeda dengan Venom yang hidup di dalam tubuh Eddie Brock (Tom Hardy). Eddie memang tidak ramah atau baik hati seperti Peter Parker. Namun, Eddie maih memiliki moral dan kebaikan jauh di dalam lubuk hatinya. Hal inilah yang membuat Venom terpengaruh untuk membatasi diri dari berbuat semena-mena. Venom selalu lapar dan haus akan daging dan darah manusia. Selama ini, Eddie selalu menahan Venom dari berbuat kejam. Ia bahkan berusaha mengganti hidangan makan malam Venom dari manusia menjadi ayam atau coklat.

Lama kelamaan Venom merasa bahwa Eddie membelenggunya. Bila terus menerus bersama dengan Eddie, Venom tidak dapat menjadi diri sendiri. Eddie sendiri sudah muak dengan berbagai kekacauan yang Venom lakukan. Padahal tanpa Venom dan Eddie sadari, mereka memang saling membutuhkan satu sama lain. Hubungan benci tapi sayang inilah yang menjadi inti dari Venom: Let There Be Carnage (2021).

Eddie dan Venom pun berusaha memperbaiki hubungan mereka ketika Cletus dan Carnage memburu Eddie. Ternyata Eddie adalah reporter yang bertanggung jawab dalam menyingkap lokasi para korban dari kekejaman Cletus. Tak lupa Cletus dan Carnage dibantu pula oleh Frances Barrison / Shriek (Naomie Harris). Walau nampak seperti 2 lawan 1, sebenarnya duo Venom dan Eddie jauh lebih kuat bila mereka bisa bersatu.

Komedi segar antara Eddie dan Venom, menghiasi jalannya film ini. Semua hadir disaat yang tepat sehingga Venom: Let There Be Carnage (2021) berhasil membuat saya tertawa beberapa kali. Akting Tom Hardy dalam memerankan Eddie yang praktis banyak berbicara sendiri, sunggu prima dan menonjol. Saya sadar betul bahwa formula ini sudah pernah dilakukan pada Venom (2018). Tapi saya masih tetap menikmatinya dan sama sekali tidak merasa bosan.

Jalan cerita yang mudah ditebal dan akhir yang sudah jelas terlihat pun, seolah tidak membuat film ini menjadi membosankan. Eddie pada semesta yang satu ini jauh lebih menyenangkan dibandingkan Eddie pada semesta Trilogi Spider-Man versi Sam Raimi yang hadir pada tahun 2007 lalu.

Saya ikhlas untuk memberikan Venom: Let There Be Carnage (2021) nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”. Akibat film pertama dan kedua Venom sukses di pasaran, kabarnya akan ada film kerita Venom yang melibatkan Multiverse. Konon pada akhirnya Venom akan kembali bertemu dengan Spider-Man. Wah, kemungkinan saya akan menonton kerjasama Venom dan Spider-Man seperti permainan yang saya mainkan di console e Sega Mega Drive 2 dahulu kala ;).

Sumber: http://www.venom.movie

Serial What If…?

Melalui Serial Loki, kita diperkenalkan lebih jauh mengenai multiverse-nya MCU (Marvel Cinematic Universe). Multiverse dapat diartikan bahwa setiap peristiwa dan segala hal memiliki alternatif lain di dunia lain yang berjalan bersamaan. Jadi, kisah para superhero Marvel Comics bisa saja memiliki alur yang berbeda di dunia paralel yang berbeda. Semua ini diawasi oleh karakter yang bernama The Watcher.

Melalui mata The Whatcher inilah Serial What If…? dikisahkan. Serial ini mengambil jalur alternatif dari potongan peristiwa pada berbagai film-film superhero Marvel Comics. Perbedaan sedikit saja, dapat membuat jalan hidup sebuah dunia berubah 180 derajat.

Tidak semua kisah pada What If…? berakhir bahagia. Beberapa berakhir tragis atau bahkan menggantung. Bagi penonton yang mengikuti setiap film layar lebarnya superhero Marvel, Serial What If…? memiliki daya tarik tersendiri. Melihat alternatif yang sangat berbeda dari sebuah kisah di 1 film Marvel, maka terbayang sudah perubahan yang terjadi pada kisah-kisah di film Marvel lainnya, kalau ada. Film-film superhero Marvel memang selalu saling berkaitan.

Sayang, kisahnya terkadang agak klise dan membosankan. What If…? kadang terkesan hanya menjual kisah alternatif dari berbagai tokoh Marvel Comics yang sudah difilmkan. Kisah alternatifnya sendiri ada yang terasa seperti pengulangan dan mudah ditebak. Penonton pun sering dibuat menebak sendiri akhir dari kisahnya. Yah syukur-syukur semua penonton hafal dengan cerita film MCU yang berkaitan dengan kisah tersebut. Kalau tidak, ketertaringan akan kisah alternatif tersebut bisa jadi berkurang.

Oh yaaa, serial ini merupakan film animasi yaaa. Animasinya sih terbilang bagus dan unik. Gayanya merupakan perpaduan anatar anime dengan kartun Amerika Klasik. Saya suka dengan bagaimana animasinya berjalan.

Dengan demikian, saya rasa Serial What If…? masih layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Bisalaaah dijadikan selingan sambil menunggu film MCU berikutnya.

Sumber: http://www.marvel.com