Dark Phoenix (2019)

Phoenix bukanlah kata yang asing bagi penggemar X-Men diluar sana. Ia merupakan salah satu mahluk terkuat di jagat dunia per-superhero-an ala Marvel Comics. Kekuatan Phoenix sangat dahsyat sampai-sampai ia sering kali membunuh siapa saja yang ada di sekitarnya tanpa pandang bulu.

Baik di buku komik Marvel maupun film-film terdahulunya, kehadiran Phoenix menandakan bahwa akan ada tokoh dari franchise X-Men yang gugur. Hal ini pernah terbukti pada X-Men: The Last Stand (2006). Mayoritas karakter utama X-Men tewas akibat ulah Phoenix. Sayang eksekusi dari sang sutradara pada saat itu terbilang buruk sehingga X-Men: The Last Stand (2006) dapat dikatakan sebagai salah satu film terburuk yang pernah saya tonton. Saya tidak ada masalah dengan gugurnya beberapa superhero dalam sebuah film. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mereka tewas dam kisah dibalik itu. Beberapa superhero beken dikisahkan gugur pada Avengers Infinity War (2018) dan Avengers: Endgame (2019), tapi hal tersebut tetap membuat keseluruhan film tetap bagus dan menarik. Franchise Avengers dan MCU justru semakin bersinar setelah kedua film tersebut hadir. Bagaimana dengan X-Men? Franchise X-Men sempat mati suri setelah X-Men: The Last Stand (2006), sampai akhirnya muncul X-Men: Days of Future Past (2014) yang mereboot franchise X-Men sekaligus membatalkan semua kisah yang pernah ada pada telah X-Men: The Last Stand (2006), horeeee :D. Masalahnya, apakah kesalahan yang sama akan berulang kembali?

Phoenix adalah salah satu tokoh terkuat di semesta X-Men. Pada dasarnya ia merupakan transformasi dari Jean Grey (Sophie Turner) yang selama ini memendam sebuah kekuatan yang sangat besar. Karena besarnya kekuatan tersebut, Jean beberapa kali gagal mengendalikan kekuatannya, terutama ketika ia mengetahui beberapa fakta akan masa lalunya yang Proffesor X atau Charles Xavier (James McAvoy) sembunyikan. Terlebih lagi ada pihak lain yang berusaha memanfaatkan kegalauan Jean untuk kepentingan pribadi.

Proffesor X, Mystique / Raven Darkholme (Jennifer Lawrence), Quicksilver / Peter Macimoff (Evan Peters), Beast /Hank McCoy (Nicholas Hoult), Storm / Ororo Munroe (Alexandra Shipp), Cyclops / Scott Summers (Tye Sheridan), Nightcrawler / Kurt Wagner (Kodi Smit-McPhee) dan Magneto /Erik Lehnsherr (Michael Fassbender), harus berjuang agar Jean dapat kembali normal, minimal tidak merusak perdamaian antara mutant dan manusia. Tokoh-tokoh terkenal di atas saja kesulitan bukan main ketika harus berhadapan dengan Jean yang sudah berubah menjadi Phoenix. Bahkan ada anggota X-Men yang gugur pada film ini.

Sayang oh sayang, gugurnya anggota X-Men ini tidak menyisakan emosi atau kesedihan bagi saya. Saya hanya dapat berkata, “Ohhh mati tho, ya udah …”. Tidak ada chemistry pada Dark Phoenix (2019), semua terasa datar. Walaupun saya akui ada beberapa adegan aksi yang keren pada film ini, yaitu pada adegan dimana semua anggota X-Men menggunakan kekuatannya untuk saling melengkapi dan memenangkan sebuah pertarungan. Sayang kok ya hal tersebut semakin menghilang ketika film mendekati bagian akhir. X-Men nampak tercerai berai dan lebih fokus untuk berlari mengejar Phoenix. Padahal, kalaupun sudah bertemu dengan Phoenix, mereka bisa apa? :P. Praktis hanya Proffesor X saja yang memiliki peran besar di sini. Sebagai pengganti sosok ayah bagi Jean, Proffesor X tentunya lebih memiliki peluang untuk menasehati Jean. Wah, bagaimana dengan kekasih Jean, yaitu Cyclops? Bahhh, Cyclops nampak lemah dan tidak berguna hehehehe :P.

Film ini sebenarnya memiliki peluang untul menjadi lebih baik lagi. Materi kisah Phoenix sebenarnya sangat menarik, tapi kok ya eksekusinya seperti ini. Menontom Dark Phoenix (2019) tidal terasa seperti menonton film superhero X-Men karena … mana seragamnya??? Setiap tokoh superhero pasti memiliki seragam atau kostum yang spesifik, nah inilah yang kurang sekali saya lihat pada Dark Phoenix (2019). Mereka lebih sering bertarung menggunakan celana jeans dan t-shirt ketimbang kostum superhero mereka. Selain itu, nama panggilan yang dipergunakan pada film ini, lebih banyak menggunakan nama panggilan manusianya, bukan julukan nama mutant-nya. Proffesor X selalu disebut Charles Xavier, Mystique selalu disebut Raven, Beast selalu disebut Hank, dan lain sebagainya. Aroma superhero kurang terasa kental pada Dark Phoenix (2019).

Yaaaah, mau bagaimanapun juga, saya akui bahwa Dark Phoenix (2019) tetap lebih bermutu ketimbang X-Men: The Last Stand (2006) heheheheh. Dengan demikian, Dark Phoenix (2019) masih layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Saya rasa franchise X-Men tidak akan tewas atau mati suri akibat Dark Phoenix (2019) ;).

Sumber: http://www.foxmovies.com/movies/dark-phoenix

Alien: Covenant (2017)

Sewaktu masih kecil dulu, film-film Alien karya sutradara Ridley Scott berhasil menjadi film favorit saya. Diawali dengan Alien (1978), kemudian diikuti oleh beberapa sekuel yaitu Aliens (1986), Alien 3 (1992) dan Alien Resurrection (1997). Keempat film Alien di atas sama-sama mengisahkan teror di atas kapal atau stasiun luar angkasa oleh sebuah mahluk parasit yang menggunakan tubuh manusia sebagai tempat untuk bertelur. Ellen Ripley (Sigourney Weaver) adalah tokoh sentral keempat film tersebut yang mengawal benang merah kesinambungan jalan cerita antar film.

Alien (1979) dan Aliens (1986) berhasil memberikan tontonan yang menegangkan dengan cerita yang menarik. Jadi tidak hanya kejar mengejar di dalam kapal luar angkasa saja. Ada cerita lain di sana yang membuat kedua film tersebut lebih berkualitas dibandingkan film-film lain di eranya.

Sama seperti kedua pendahulunya, Alien 3 (1992) dan Alien Resurrection (1997) masih mengisahkan petualangan Ripley menghadapi mahluk luar angkasa di lorong-lorong sempit pesawat dan penjara luar angkasa. Sayang sekali, Alien 3 (1992) dan Alien Resurrection (1997) hanya menonjolkan adegan kejar mengejar saja, tiada cerita yang menarik di sana. Saya pribadi lebih memilih untuk menganggap bahwa petualangan Ripley berakhir di Aliens (1986).

Pada tahun 2012, Ridley Scott kembali menghadirkan mahluk luar angkasa yang menjadi lawan Ripley pada Prometheus (2012). Tapi film ini bukanlah sekuel dari Alien (1979), melainkan prekuel. Jadi Prometheus (2012) mengisahkan kisah sebelum Alien (1979). Asal muasal mahluk luar angkasa seolah tidak menjadi topik utama pada film tersebut. Asal muasal manusialah yang justru ditonjolkan pada film tersebut. Pencarian para awak kapal Prometheus terhadap pencipta manusia, justru membawa bencana bagi seluruh awak kapal. Prometheus (2012) jelas lebih menarik ketimbang Alien 3 (1992) dan Alien Resurrection (1997). Kabarnya Prometheus (2012) akan menjadi film pertama bagi trilogi prekuel Alien (1979).

Saya pikir, film setelah Prometheus (2012) akan berjudul Prometheus 2. Ow saya salah besar, Ridley Scott justru memilih judul Alien: Covenant. Alien: Covenant (2017) mengambil peristiwa sebelum Alien (1979) dan sesudah Prometheus (2012). Dikisahkan bahwa kapal luar angkasa Covenant membawa ribuan manusia yang hendak bermigrasi dari Bumi menuju planet lain yang layak untuk ditinggali. Di tengah-tengah perjalanan, terjadi kecelakaan yang membunuh kapten kapal Covenant dan membuat kapal Covenant berhenti sejenak. Ketika para penumpang lainnya masih ditidurkan di dalam kapsul es, para awak kapal dibangunkan untuk memperbaiki situasi. Mereka seharusnya ditidurkan di dalam kapsul es selama puluhan tahun dan akan dibangunkan ketika mereka tiba di Planet tujuan yaitu Origae-6.

Sayangnya, kapten kapal pengganti yaitu Chris Oram (Billy Crodup), memilih untuk mampir ke Planet yang baru terdeteksi ketika para awak kapal sedang memperbaiki Covenant. Planet tersebut nampak mirip dengan Bumi, bersahabat, layak dihuni dan posisinya jauh lebih dekat ketimbang Planet Origae-6. Keputusan Chris berujung bencana karena di Planet misterius yang kosong ini, mereka bertemu dengan David 8 (Michael Fassbender) lengkap dengan bibit mahluk luar angkasa parasit yang pernah hadir pada film-film Alien sebelumnya. David 8 sendiri adalah salah satu awak kapal Prometheus yang selamat pada Prometheus (2012). Di sini akan terungkap apa yang terjadi kepada awal kapal Prometheus yang tersisa setelah Prometheus (2012) berakhir. Sudah pasti, para awak kapal Covenant satu demi satu berguguran.

Uniknya, para awak kapal Covenant merupakan pasangan suami istri sehingga ketika salah satu terancam bahaya atau tewas, maka pengambilan keputusan pasangannya akan terpengaruh. Tennessee Faris (Danny McBride) beberapa kali mengambil keputusan sebagai pilot Covenant dengan dipengaruhi oleh emosi karena ketidakjelasan nasib istrinya yang juga seorang pilot. Chris, sebagai Kapten pengganti pun mengalami shock dan tidak mampu memimpin lagi ketika bahaya dan bencana menimpa istrinya yang berprofesi sebagai ahli Biologi Covenant. Chris sampai harus melimpahkan tampu kepemimpinan kepada Daniels (Katherine Waterston) yang sudah lebih dahulu kehilangan suaminya. Daniels adalah istri dari kapten Covenant pertama yang gugur ketika kecelakaan di awal film terjadi. Seperti film-film Alien sebelumnya, protagonis utama diperankan oleh seorang wanita berambut pendek yang tangguh seperti Daniels. Walaupun Daniels memang nampak lebih tabah dan tangguh, sangat sulit bagi Daniels untuk menyaingi Ellen Ripley, tokoh utama keempat film Alien pertama. Saya rasa tokoh Ripley lebih tangguh dan perkasa :’D.

Sepanjang film, terjadi kerjar mengejar antara awak kapal Covenant dengan mahluk luar angkasa. Pengejaran ini juga berlangsung di lorong-lorong pesawat luar angkasa yang sempit, mirip seperti film-film Alien sebelumnya. Sayang adegan kejar mengejar ini tidak ada gregetnya dan cenderung membosankan.

Hal ini semakin diperburuk dengan tidak adanya misteri atau sesuatu yang dapat membuat saya penasaran seperti pada Prometheus (2012). Awalnya saya berharap Alien: Covenant (2017) mampu memberikan sedikit jawaban akan misteri penciptaan manusia yang belum seluruhnya terungkap pada Prometheus (2012). Pertanyaan besar akan asal mula manusia yang digembar-gemborkan pada Prometheus (2012) seakan menguap tanpa sisa. Apakah ini karena Opa Ridley Scott takut akan kontroversi dan kemarahan dari para pemuka agama?

Ahhhh, Alien: Covenant (2017) benar-benar tidak sesuai ekspektasi saya. Film ini hanya mampu memperoleh nilai 2 dari skala maksimum 5 yang artinya “Kurang Bagus”. Walaupun bagian akhirnya menyisakan beberapa pertanyaan, saya ragu bahwa jawabannya akan muncul pada film Alien berikutnya. Lama kelamaan Alien akan menjadi salah satu franchise film yang bergulir tanpa arah yang jelas.

Sumber: http://www.alien-covenant.com

X-Men: Apocalypse (2016)

Apocalypse1

Saya termasuk penonton film yang kecewa dengan X-Men: Last Stand (2006), salah satu film superhero terburuk yang pernah saya tonton. Ironisnya, pada film tersebut dikisahkan bahwa mayoritas anggota tetap dan iconic X-Men gugur, jadi yaa tidak akan ada X-Men formasi lengkap pada film-film X-Men berikutnya. X-Men: Last Stand (2006) seolah mematikan franchise X-Men dan mengalihkannya ke franchise Wolverine. Ketika kemudian X-Men kembali hadir melalui film prekuel yaitu X-Men: First Class (2011), saya masih kurang berminat menontonnya, yaaah paling hanya menceritakan awal terbentuknya X-Men, apa spesialnya? Tohh mayoritas dari mereka akan mati dibunuh Phoenix pada X-Men: Last Stand (2006) :P.

Ternyata X-Men: First Class (2011) adalah awal dari reboot yang dieksekusi dengan lumayan baik pada X-Men: Days of Future Past (2014). Nah X-Men: Apocalypse (2016) adalah kelanjutan dari X-Men: Days of Future Past (2014) dimana Wolverine mengubah masa depan sehingga bisa jadi peristiwa-peristiwa pada X-Men: Last Stand (2006) tidak pernah terjadi, horee :).

Tapi pada X-Men: Apocalypse (2016), sosok Phoenix yang membantai habis anggota X-Men pada X-Men: Last Stand (2006), akan muncul lhoooo. Akankah tragedi tersebut akan terulang kembali? Tonton saja sendiri filmnya :P, yang pasti Phoenix bukanlah lawan utama Charles Xavier (James McAvoy) dan kawan-kawan pada film X-Men kali ini.

Siapa lawan X-Men kali ini? Dikisahkan bahwa mutant sudah ada sejak zaman dahulu kala. Beberapa dari mereka hidup sebagai dewa pada zamannya masing-masing termasuk En Sabah Nur atau Apocalypse (Oscar Issac). Konon Apocalypse merupakan mutant pertama yang pernah ada di Bumi. Ia dapat mengambil tubuh mutant lain beserta kekuatan mutant tersebut. Sejak zaman dahulu, Apocalypse sudah banyak mengkoleksi beraneka ragam kekuatan mutant-mutant yang pernah lahir di muka bumi ini. Melalui sebuah serangan mendadak, bangsa Mesir kuno berhasil mengalahkan Apocalypse sehingga Apocalypse terjebak dalam sebuah tidur yang sangat panjang.

Apocalypse6

Apocalypse17

Apocalypse9

Apocalypse kemudian terbangun di tahun 1983 mengikuti jalur waktu setelah Wolverine mengubah masa depan pada X-Men: Days of Future Past (2014). Melihat keadaan dunia di tahun 1983, Apocalypse merasa bahwa umat manusia sudah tersesat dan membutuhkan bimbingan dari dirinya untuk mengatur segalanya, ia ingin berperan sebagai dewa lagi seperti zaman dahulu. Untuk memuluskan keinginannya, Apocalypse merekrut 4 mutant yang sedang bimbang akan keadaan dunia saat itu dimana hubungan antara mutant dan manusia terkadang tidak harmonis. Keempat mutant tersebut adalah Magneto (Michael Fassbender), Psylocke (Olivia Munn), Storm (Alexandra Shipp) dan Angel (Ben Hardy).

Apocalypse13

Apocalypse14

Apocalypse19

Apocalypse5

Apocalypse2

Di pihak yang berseberangan, terdapat Charles Xavier atau Proffesor X, Cyclops (Tye Sheridan), Jean Grey (Sophie Turner), Mystique (Jennifer Lawrence), Beast (Nicholas Hoult), Quicksilver (Evan Peters), Nightcrawler (Kodi Smit-McPhee) dan Havok (Lucas Till). Oooh tunggu dulu, dimanakah Wolverine berada? Akhirnya tokoh yang selalu hadir dominan di semua film-film X-Men hanya muncul sesaat. Baiklah, sah sudah, X-Men: Apocalypse (2016) betul-betul film tentang X-Men, bukan film tentang Wolverine yang menggunakan kata-kata X-Men pada judulnya seperti X-Men: Last Stand (2006) ;P.

Apocalypse8

Apocalypse16

Apocalypse11

Apocalypse10

Apocalypse3

Sayangnya saya tidak melihat sesuatu yang baru selain special effect yang bagus. Pertarungannya memang keren, ditambah hadirnya Phoenix semakin menambah warna pada film ini. Namun, ceritanya masih berkutat pada sekelompok mutant yang membela umat manusia meskipun sebagian umat manusia membenci mereka, ahhhh sebagian umat manusia pada film-film X-Men memang menyebalkan, mungkin Magneto dan kawan-kawanlah yang pantas menang? Hohohohoho.

Apocalypse12

Apocalypse4

Apocalypse18

Apocalypse7

Beruntung Quicksilver kembali hadir pada X-Men: Apocalypse (2016). Ia memang hanyalah seorang mutant yang mampu bergerak secepat kilat tanpa kekuatan lain yang dahsyat, namun kepribadiannya yang santai dan lucu berhasil menghibur saya. Sepertinya seru juga kalau Quicksilver memperoleh jatah film layar lebar sendiri seperti Wolverine dan Deadpool :D.

Apocalypse15

Saya rasa X-Men: Apocalypse (2016) masih layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Bolehlaaaah untuk dijadikan tontonan bersama kawan-kawan :).

Sumber: http://www.foxmovies.com/movies/x-men-apocalypse

X-Men: Days of Future Past (2014)

X-Men Future Past 1

X-Men termasuk franchise komik superhero-nya Marvel yang sampai saat ini sudah beberapa kali diangkat ke layar lebar, yaitu X-Men (2000), X2 (2003), X-Men: The Last Stand (2006), X-Men: First Class (2011) dan X-Men: Days of Future Past (2014). Film X-Men (2000), X2 (2003) dan X-Men: The Last Stand (2006) masih bercerita dengan 1 runtutan alur cerita yang searah dengan bagian akhir yang kurang saya sukai, sebagian besar anggota X-Men tewas. Kemudian tiba-tiba muncul film X-Men: First Class (2011) yang tidak melanjutkan kisah pada  X-Men: The Last Stand (2006), tapi justru kembali ke masa lampau menceritakan asalmuasal Professor X dan Magneto sebelum kedua sahabat ini berseteru. Professor X nantinya akan menjadi pemimpin dari X-Men yang berusaha menjaga perdamaian antara mutant dan manusia. Sementara itu Magneto nantinya akan memimpin sekelompok mutant untuk membunuh umat manusia karena berbagai sikap diskriminatif yang dilakukan beberapa manusia kepada mutant. Kalau begitu, bagaimana dengan X-Men: Days of Future Past (2014)? X-Men: Days of Future Past (2014) merupakan kelanjutan dari X-Men: The Last Stand (2006) sekaligus X-Men: First Class (2011).

Pada film X-Men: Days of Future Past (2014), dikisahkan bahwa manusia menciptakan Sentinel, mesin pembunuh mutant yang mampu meniru & mereplikasi kemampuan unik berbagai mutant. Sentinel didesain khusus untuk memburu mutant, Sentinel dapat dimenemukan mutant, dimanapun mutant bersembunyi. Banyak mutant diburu dan dibunuh. Kisah ini terjadi setelah kisah pada X-Men: The Last Stand (2006) usai sehingga anggota X-Men senior yamg tersisa tinggal Professor X (Patrick Steward), Wolverine (Hugh Jackman), Storm (Halle Berry) & Rogue (Anna Paquin). Sisanya adalah mutant murid Professor X yang sudah mulai tumbuh dewasa plus Magneto (Ian McKellen), mantan musuh X-Men yang sudah tua dan sadar akan kesalahannya di masa lampau.

X-Men Future Past 10 X-Men Future Past 12 X-Men Future Past 14

Kelelahan dan kekurangan personel, posisi X-Men semakin terpojok. Kekalahan telak dari para Sentinel tinggal menunggu waktu saja. Akhirnya, seluruh anggota X-Men setuju untuk mengirim Wolverine kembali ke masa lampau, tahun 1973. Tahun setelah kisah pada film X-Men: First Class (2011) usai. Kenapa Wolverine yang dikirim? Karena Wolverine memiliki kemampuan untuk sembuh sendiri, hanya Wolverine-lah mutant yang cukup kuat untuk di kirim jauh ke masa lampau, 1973. Kenapa 1973? Karena pada tahun itulah Mistique (Jennifer Laurence) membunuh Bolivar Trask (Peter Dinklage), pencipta Sentinel generasi pertama. Trask memang tewas, namun riset pengembangan Sentinel tidak dihentikan, pembunuhan Trask justru memacu para pemimpin dunia untuk mendukung proyek Sentinel. Pada tahun 1973 jugalah Mistique berhasil ditangkap dan dijadikan bahan eksperimen, eksperimen yang akhirnya membuat Sentinel semakin kuat karena berhasil merekayasa kemampuan Mistique, replikasi.

X-Men Future Past 5 X-Men Future Past 15

Andaikan Mistique tidak tertangkap dan Trask “disingkirkan” dengan cara yang lebih “baik”, mungkin kehancuran yang terjadi di masa depan dapat dihentikan. Masalahnya apakah mungkin seseorang yang dikirim ke masa lalu dapat mengubah masa depan? Ada teori quantum yang menjelaskan bahwa mengubah masa depan dengan datang ke masa lalu adalah mustahil, seseorang yang datang ke masa lalu hanya akan menjalani lagi takdir yang memang akan terjadi di masa depan, hal ini pernah dijelaskan pada filmnya Opa Bruce Wilis, 12 Monkeys (1995). Masalahnya, Wolverine bukan seorang manusia biasa, ia adalah mutant yang akan dibantu oleh Professor X muda atau Charles Xavier (James McAvoy), Magneto muda atau Erik Lehnsherr (Michael Fassbender), Beast muda atau Hank McCoy (Nikholas Hoult) dan terakhir, Quicksilver muda atau Peter Maximoff (Evan Peters). Di tahun 1973, mereka memang belum memiliki nickname mutant yang keren atau kostum yang canggih, tapi sekelompok mutant ini akan bahu membahu menyelamatkan masa depan mereka dengan mengubah sejarah.

X-Men Future Past 17

X-Men Future Past 2 X-Men Future Past 4 X-Men Future Past 6 X-Men Future Past 8 X-Men Future Past 9 X-Men Future Past 11 DF-06049.JPG X-Men Future Past 13

X-Men Future Past 16

Cerita-cerita yang diambil dari komik Amerika memang sarat dengan dunia paralel dan mesin waktu, beda dengan komik Jepang. Jadi, saya tidak kaget kalau kisah X-Men direset melalui usaha merubah masa depan yang berat sebelah. Kisah-kisah X-Men relatif kompleks karena seolah tidak ada musuh abadi atau teman abadi, semua dapat berubah demi mencapai keseimbangan. Mutant & manusia dikisahkan sama-sama ada yang jahat & ada yang baik. Misi atau tujuan yang dituju pun dapat sama, namun cara untuk mencapai tujuannya dapat berbeda, hal ini sudah sering diperagakan oleh Professor X dan Magneto.

X-Men Future Past 7

Walaupun ada beberapa intrik dan sedikit kejutan pada X-Men: Days of Future Past (2014), rasanya film ini tetap standar-standar saja, kurang ada gregetnya. Sayang porsi kehadiran Quicksilver muda atau Peter tidak terlalu banyak padahal karakter tesebut cukup konyol dan membawa kesegaran baru bagi X-Men: Days of Future Past (2014). Special effect yang cukup banyak dan terlihat bagus pun tidak terlalu menolong penilaian saya terhadap film ini. Menurut saya, X-Men: Days of Future Past (2014) relatif lebih bagus daripada film Godzilla (2014) yang saya tonton minggu lalu. Kalau Godzilla (2014) hanya mendapat nilai 2, maka X-Men: Days of Future Past (2014) layak mendapat nilai 3 dari skala maksimal 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: www.x-menmovies.com