Serial Flower of Evil

Kisah pada serial Flower of Evil atau 악의, diawali dengan sebuah keluarga yang nampak bahagia. Keluarga tersebut terdiri dari Baek Hee-sung (Lee Joon-gi), Cha Ji-won (Moon Chae-won), dan anak mereka yaitu Baek Eun-ha (Jung Seo-yeon). Hubungan mereka dengan orang tua Baek Hee-sung memang kurang baik. Namun hal seperti ini kadang terjadi pula pada keluarga-keluarga lain pada umumnya. Tidak ada yang nampak janggal di sini.

Dibalik keluarga yang sepertinya normal ini, ternyata terdapat rahasia yang cukup kelam. Belasan tahun silam, Baek Hee-sung ternyata terlahir dengan menggunakan nama Do Hyun-soo. Sebuah nama yang pernah terkenal karena berhubungan dengan kematian seorang kepala desa dan kasus pembunuhan berantai.

Belasan tahun silam, mendiang ayah Do Hyun-soo terbukti telah menyiksa dan membunuh beberapa wanita dengan ciri khas yang unik. Ia pun memperoleh julukan sebagai pembunuh berantai Yeonju. Reputasu yang seburuk itu tentunya mempengaruhi kehidupan anak-anaknya. Terlebih Do Hyun-soo yang memang memiliki kelainan. Do Hyun-soo memiliki kesulitan dalam mengenali, merasakan dan mengekspresikan perasaannya. Berbagai gosip-pun berhembus di sekitar kediaman keluarga Hyun-soo. Mulai dari suka membunuh hewan sampai kerasukan roh halus. Semua dituduhkan kepada Do Hyun-soo, hanya karena ia berbeda. Tidak heran, ketika sang kepala desa ditemukan tewas di kediaman keluarga Hyun-soo, Do Hyun-soo langsung dijadikan tersangka utama.

Di masa kini, Do Hyun-soo sudah mengubur masa lalunya. Ia berhasil melarikan diri dan memulai hidupnya dari awal sebagai Baek Hee-sung. Dengan identitas baru ini, ia berhasil menjaga semua rahasia masa lalunya dari istri, anak, mertua dan orang-orang sekitarnya. Sebenarnya semua ini sangat berisiko tinggi karena istri Do Hyun-soo adalah seorang detektif yang handal.

Dunia sempurna milik Do Hyun-soo seketika terancam hancur. Cha Ji-won, istri Do Hyun-soo, harus menangani beberapa kasus pembunuhan yang ciri-cirinya sangat mirip dengan kasus pembunuhan berantai Yeonju. Detektif Cha dan timnya pun harus membongkar kembali kasus Yeonju yang memang masih menyisakan banyak pertanyaan. Pertanyaan yang erat hubungannya dengan Baek Hee-sung atau Do Hyun-soo. Bagaimanapun juga, mendiang ayah kandung Do Hyun-soo adalah si pembunuh berantai Yeonsu yang terkenal.

Selama menjalin hubungan dengan detektif Cha Ji-won, Baek Hee-sung atau Do Hyun-soo berhasil menyembunyikan jati dirinya rapat-rapat. Ia berhasil tampil sebagai suami dan ayah yang penyayang dan baik hati. Dengan kemampuan manipulasi yang sangat baik, semua berhasil ditutupi dengan sempurna. Di sini akting aktor-aktor yang memerankan Do Hyun-soo dan atau Baek Hee-sung memang sangat baik. Mereka dapat menunjukan perubahan karakter dengan sangat meyakinkan. Saya berhasil dibuat percaya bahwa Do Hyun-soo memang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan semua ini dari pengamatan dan insting detektif Cha Ji-won yang yang handal. Mungkinkah semua terjadi akibat rasa cinta Cha yang sangat besar? Padahal selama ini, Do Hyun-soo sendiri tidak terlalu yakin mengenai perasaannya terhadap Cha Ji-won. Apakah ini cinta?

Ternyata, pertanyaan mengenai cinta-cintaan inilah yang menjadi topik utama Flower of Evil. Do Hyun-soo terlahir dengan ciri-ciri yang menyerupai ciri-ciri calon psikopat. Apalagi, ayah kandungnya sendiri terbukti melakukan berbagai tindakan keji. Kalau di film-film kriminal lain sih, karakter Do Hyun-soo sopasti menjadi si pembunuh berantai. Namun pada Flower of Evil, ada sesuatu yang membuat Do Hyun-soo bisa saja berbelok atau berubah. Perasaan dan hubungan Do Hyun-soo dan Cha Ji-won seolah diuji dengan terpaan badai yang sangat dahsyat.

Terdapat berbagai adegan saling menutupi terkait kasus yang Cha Ji-won tangani. Diam-diam, Do Hyun-soo pun harus mencaritahu, siapakah pelaku pembunuhan yang baru saja terjadi. Semua ternyata bermuara pada kasus-kasus lama yang melibatkan mendiang ayah Do Hyun-soo. Kasus-kasus penuh misteri yang dapat terurai dengan tidak terlalu sulit. Serial ini memang memiliki banyak misteri dan adegan thriller. Namun tidak ada yang spektakuler di sana. Beberapa memang tidak dapat diduga, namun semua selesai dengan cepat. Lalu hadirlah misteri baru yang kemudian dapat mudah terurai juga. Karakter antagonis pada serial ini memang miaterius, tapi tidak nampak sebagai seseorang yang kuat. Sakit jiwa sih iya, tapi memiliki kekuatan untuk melawan? Sayang jawabnya adalah tidak. Perlawan sang antagonis hanya ada sedikit, itupun di akhir dan cepat melempem seperti kerupuk di kotak terbuka yang lupa ditutup.

Bagian misteri dan thriller lumayan menghibur, tapi cukup sampai kata menghibur saja. Bagian drama romantis memang menjadi hidangan utama Flower of Evil. Sayangnya beberapa bagian drama romantisnya terasa draging dan membosankan. Di sana tak ada komedi atau lucu-lucuan yang imut ya. Jadi memang pure drama romantis cinta-cintaan yang diselimuti kabut misteri dan thriller pada beberapa bagiannya.

Saya sendiri cukup menikmati berbagai episode dari Flower of Evil. Patut diakui, ada beberapa misteri dan plot twist yang menyenangkan di sana. Namun sisi drama romantisnya memang sedikit membosankan bagi saya pribadi. Mungkin, ketika memutuskan untuk menonton serial ini, saya mengharapkan sebuah tontonan yang menegangkan dan penuh misteri, bukan drama romantis hehehe. Bagaimanapun juga, yang harus saya akui adalah kenyataan bahwa akting para aktor utamanya terbilang menonjol dan layak untuk ditonton loooh. Dengan demikian, Flower of Evil layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.studiodragon.net

Split (2017)

Kali ini saya akan membahas film psikopat karya sutradara keturunan India, M. Night Shyamalan. Tenaaang, mentang-mentang sutaradaranya keturunan India, bukan berarti Split (2017) termasuk film musikal yang ada joget-jogetnya :,D. Shyamalan selama ini terkenal akan film-film supranatural dan misteri dengan kejutan di bagian akhirnya

Split (2017) mengisahkan penculikan Casey Cooke (Anya Taylor-Joy), Claire Benoit (Haley Lu Richardson) dan Marcia (Jessica Sula) yang dilakukan oleh Kevin Wendell Crumb (James McAvoy). Kevin menderita DID (Dissociative Identity Disorder) sehingga ia memiliki 23 kepribadian di dalam tubuhnya. Di sana ada Barry, Dennis, Patricia, Hedwig dan lain-lain. Rasanya hanya 4 kepribadian itulah yang dominan dan sering muncul. Kemana yang lainnya ya? Mungkin durasi filmnya akan terlalu panjang ya kalau semuanya dimunculkan di Split (2017) :’).

Semua keperibadian di dalam tubuh Kevin sama-sama percaya akan kehadiran The Beast, sebuah sosok misterius yang ganas dan menyeramkan.Penculikan yang dilakukan pun dilakukan terkait kehadiran The Beast. Dr. Karen Fletcher (Betty Buckley), psikiater Kevin, tidak sepenuhnya yakin apakah Beast termasuk kepribadian ke-24 atau hanya khayalan belaka atau mahluk yang ada di sekitar Kevin. Karen percaya bahwa penderita DID seperti Kevin kemungkinan memiliki  kemampuan supranatural misterius yang tidak dimiliki manusia normal. Apakah Karen benar?

Aaahhh sosok Beast memamg menjadi misteri sampai bagian akhir film. Mirip seperti film-film Shyamalan lainnya, Split (2017) minim lagu atau suara latar, agak sunyi senyaplahhh. Ditambah latar belakang yang itu-itu saja, terkadang Split (2017) terasa sedikit membosankan. Tapi terus terang Split (2017) adalah film karya Shyamalan paling tidak membosankan. Saya bukan fans Shyamalan dan saya relatif kurang suka dengan film-filmnya, ketika menonton film-film tersebut, rasanya saya ingin menonton bagian akhirnya saja supaya dapt melihat ada kejutan apa di film ini. Bagaimana dengan Split (2017), saya tidak merasakan “kesenyapan” yang pekat pada film ini. Shyamalan patut berterima kasih kepada James McAvoy yang mampu memerankan berbagai karakter gilanya Kevin dengan baik :). Berkat James, rasa bosan yang hinggap sedikit sekali jumlahnya, saya dibuat penasaran sepanjang film tanpa tertidur. Sayangnya hanya rasa penasaran saja yang saya rasakan, tidak ada ketegangan yang berarti di sepanjang film.

Sebagai film Shyamalan terbaik yang pernah saya tonton, Split (2017) layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”. Oh yaaa, Split (2017) ternyata terjadi di dunia yang sama dengan salah satu film lawas Shyamalan lhooo, apakah ini akan menjadi franchise seperti X-Men atau Friday The 13th?

Sumber: http://www.uphe.com/movies/split

The Voices (2014)

Voices1

Kali ini saya akan membahas mengenai film bergenre komedi gelap atau dark comedy, The Voices (2014). Film ini tentunya tidak ada hubungannya dengan kontes musik The Voices yang ditayangkan AXN :P. Sesuai genre-nya, jangan harap akan akhir yang bahagia, hampir bisa dipastikan bahwa akhir The Voices (2014) akan blur. Selain itu akan terdapat kegilaan di mana-mana.

Sesuai dengan judulnya, The Voices (2014) mengisahkan suara-suara yang muncul di dalam kehidupan Jerry Hickfang (Ryan Reynolds), seorang pekerja pabrik alat mandi. Sebagian besar suara-suara tersebut keluar dari mulut Mr.Whiskers & Bosco. Mr.Whiskers adalah kucing peliharaan Jerry yang sering mengeluarkan ide-ide jahat dan komentar-komentar sarkasme. Sedangkan Bisco adalah anjing peliharaan Jerry yang sering mengeluarkan ide-ide baik dam pendapat-pendapat dari sisi orang baik-baik. Bagaikan setan & malaikat, kedua suara tersebut berdebat di dalam kepala Jerry.

Voices2

Voices6

Voices9

Voices7

Karena sebuah peristiwa di masa lampau, Jerry memang sempat dirawat di RSJ. Saat ini pun, ia harus rutin menemui psikiater, Dr. Warren (Jacki Weafer). Sayang Jerry mengabaikan perintah Dr. Warren untuk meminum obat sehingga halusinasi dan suara-suara yang muncul di kepala Jerry semakin parah. Pada akhirnya Jerry harus berhadapan dengan beberapa peristiwa buruk yang berkaitan dengan 3 rekan kerjanya di kantor yaitu Fiona (Gemma Arterton), Lisa (Anna Kendrick) dan Alison (Ella Smith).

Voices4

Voices3

Voices8

Voices5

Voices10

Mirip dengan Birdman (2014), tokoh utama pada The Voices (2014) juga mendengar bisikan, hanya saja responnya berbeda. Saya lebih bisa menikmati The Voices (2014) ketimbang Birdman (2014). Kadar drama The Voices (2014) tidak sekental Birdman (2014). Sesuai dengan genrenya yaitu komedi gelap, saya masih dapat tertawa ketika melihat The Voices (2014), terutama ketika saya melihat melihat tingkah Mr. Whiskers, si kucing dari neraka x__x.

Meskipun terjadi banyak pembunuhan dan hal-hal yang agak gila, namun The Voices (2014) tidak menampilkan kesadisan seperti film horor Saw (2004), masih aman untuk saya tonton sambil makan nasi uduk, no problem. Saya rasa The Voices (2014) masih layak untuk mendapat nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

 Sumber: www.arrowfilms.co.uk/the-voices/