Terus terang saya sama sekali tidak tertarik menonton John Wick (2014). Ah, film apa itu? Paling isinya hanya John Wick (Keanu Reeves) pukul-pukulan dan tembak-tembakan saja. Saya baru menonton film ini di tahun 2017, setelah saya selesai menonton John Wick: Chapter 2 (2017), movie marathon yang terbalik urutannya, hehehehe. Ketika menonton John Wick (2014) dan John Wick: Chapter 2 (2017), saya tertarik dengan dunia yang berada di sekeliling John. Sebuah dunia bagi pembunuh bayaran di mana mereka memiliki kode dan aturan tersendiri.
Dunia dengan istilah, profesi dan aturan unik ini, kembali John masuki pada John Wick (2014). Berbeda dengan film-film aksi lainnya, si tokoh utama tidak pergi membalas dendam atas terbunuhnya istri atau pacar atau keluarga. John justru kembali menjadi pembunuh setelah sekelompok pemuda membunuh anjing kesayangan John. Awalnya saya kira ini adalah hal yang konyol, hanya anjing saja kok lebay begitu sih? Tapi melihat makna anjing tersebut bagi John, yah anehnya ini menjadi semakin masuk akal. Pada film pertama John Wick ini terdapat potongan kisah masa lalu John ketika ia hidup bersama istrinya yang ternyata mengidap penyakit berbahaya. Setelah wafat, mendiang istri John meninggalkan seekor anjing untuk menemani John agar John tidak kesepian. Yaaa, jadi anjing yang terbunuh tersebut memang memiliki makna yang mendalam bagi John. Di sini saya dapat melihat kesedihan John, sekaligus kemarahan John. Ia mengacak-acak mafia Rusia yang dianggap bertanggung jawab terhadap kematian anjing John.
Film kedua John Wick, yakni John Wick: Chapter 2 (2017), mengisahkan permasalahan yang John hadapi setelah peristiwa pada John Wick (2014) selesai. Tapi ini bukan berarti John Wick (2014) bersambung atau menggantung looh, kedua film John Wick ini dapat diperlakukan sebagai 2 film yang terpisah. Lawan dan masalah yang dihadapi pada kedua film tersebut berbeda meskipun latar belakangnya sama.
Pada John Wick: Chapter 2 (2017), Santino D’Antonio (Riccardo Scamarcio) mendatangi kediaman John untuk menagih “hutang”. Dahulu kala, untuk keluar dari dunia kejahatan dan menikah, John harus menunaikan sebuah tugas yang mustahil untuk dilaksanakan. Ternyata, dulu John dibantu oleh Santino untuk menyelesaikan tugas tersebut. Bantuan Santino tidak gratis sebab John menjadi berhutang kepada Santino. Santino membawa medali berdarah yang dahulu John berikan sebagai simbol hutang.
Apa yang Santino inginkan? Santino merupakan salah satu kepala keluarga mafia Italia. Ia meminta John untuk membunuh saudarinya sendiri demi kedudukan yang lebih tinggi di dalam organisasi mafia Italia. Karena terikat kepada peraturan yang terlanjur disepakati, John terpaksa melaksanakan permintaan Santino. Keadaan tidak menguntungkan John ketika Santino berhianat dan mengirimkan banyak pembunuh bayaran untuk menghabisi John. Di sini penonton diperkenalkan lebih dalam lagi ke dalam dunia kriminal di sekitar John yang penuh intrik dan peraturan.
Baik pada John Wick (2014) maupun John Wick: Chapter 2 (2017), saya melihat adegan aksi yang seru dengan visual yang bagus, tapi tidak berlebihan sehingga masih masuk akal. John tidak kebal dan super kuat, saya melihat raut muka John seperti kelelahan dan kesakitan, sebuah hal yang wajar ketika harus berhadapan dengan sekelompok anggota mafia dan pembunuh bayaran.
Dari segi cerita, saya suka dengan bagaimana dunia kriminal John digambarkan. Sesuatu yang unik dan belum saya lihat pada film lainnya. Penggambaran bahwa tokoh John Wick adalah tokoh yang disegani pun nampak terlihat jelas dari mimik dan dialog lawan-lawan John, bukan hanya dari kalimat pengantar atau narasi film saja.
Diluar dugaan, John Wick (2014) dan John Wick: Chapter 2 (2017), mampu memberikan hiburan yang bagus walaupun memang saya akui tidak ada kejutan atau twist pada jalan ceritanya. Tentunya, kedua film ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.
Sumber: http://www.johnwick.movie