Ready Player One (2018)

Awalnya, Ready Player One (2018) sepertinya bukan termasuk film yang menarik untuk ditonton. Sambutan meriah dari beberapa rekan saya mendorong saya untuk akhirnya ikut menonton film tersebut. Film ini ternyata merupakan karya Steven Spielberg yang diambil dari novel karya Ernest Cline dengan judul yang sama. Kisahnya mengenai perebutan kekuasaan sebuah dunia virtual.

Latar belakang film ini adalah dunia masa depan dimana kemajuan teknologi tidak diiringi oleh kesejahteraan penduduknya. Muak dengan kehidupan nyata, banyak penduduk Bumi mencari pelepas penat di sebuah dunia lain, dunia dimana mereka dapat menjadi apa saja, dan dapat berbuat macam-macam. Dengan menggunakan perangkat Virtual Reality, mereka dapat masuk ke Oasis (Ontologically Anthropocentric Sensory Immersive Simulation), sebuah dunia virtual yang sangat populer dan penuh kebebasan.

Pada dasarnya Oasis merupakan permainan MMOSG (massively multiplayer online simulation game) dimana di dalamnya para pemain seolah memiliki kehidupan baru yang lepas bebas dari kehidupan nyata. Di sana mereka dapat bermain balapan, bertempur, berkelahi, berjudi, berdansa, bersosialisasi, berteman, berpartisipasi dalam berbagai event unik dan lain-lain. Semua terasa amat nyata karena pemain Oasis menggunakan kacamata Virtual Reality dan sensor-sensor di berbagai bagian tubuh mereka. Wah, kalau yang namanya Oasis memang benar-benar ada, saya juga mau ikutan :D.

Oasis diperkenalkan oleh James Donovan Halliday (Mark Rylance) dan Ogden Morrow (Simon Pegg) pada tahun 2025. Beberapa tahun kemudian Morrow memutuskan untuk meninggalkan proyek Oasis. Di tangan Halliday seorang diri, Oasis tetap kokoh dan tidak kehilangan reputasinya sebagai dunia virtual terpopuler di dunia. Oasis tetap menjadi nomor satu bahkan sampai setelah Halliday wafat pada 7 Januari 2040.

Ketika Halliday wafat, seluruh dunia menerima unggahan video yang menyatakan bahwa Halliday telah menanamkan sebuah event super unik di dalam Oasis, sebuah event yang akan mulai ketika Halliday wafat. Whah event apa yah? Para pemain harus mencari 3 buah kunci dengan memecahkan berbagai teka-teki yang terselubung di dalam dunia Oasis. Barangsiapa yang berhasil memperoleh ketiga kunci tersebut, maka ia akan memperoleh 100% kontrol akan Oasis. Sebuah event yang hadiahnya kepemilikan sebuah dunia virtual terpopuler di dunia, aaahh jelas semua orang terpacu untuk memperolehnya.

5 tahun setelah event dimulai, tak ada satupun yang berhasil menemukan kunci pertama. Mengetahui lokasi dan apa teka-teki yang harus dipecahkan saja susahnya bukan main. Semua seakan mustahil sampai seorang pemain bernama Parzival berhasil memperoleh kunci pertama.

Di dunia nyata, Parzival adalah anak yatim piatu bernama Wade Watts (Tye Sheridan) yang hidup pas-pasan bersama bibi dan paman tirinya. Dengan berhasilnya Wade atau Parzival memperoleh kunci pertama, seketika itu pulalah ia menjadi sorotan sekaligus buruan IOI (Innovative Online Industries) yang dipimpin oleh Nolan Sorreto (Ben Mendelsohn). IOI merupakan perusahan IT terbesar kedua di dunia setelah perusahaan milik mendiang Halliday. perusahaan ini ingin menguasai Oasis dan perusahaan milik Halliday dengan memperoleh ketiga kunci Halliday di dalam Oasis. Sorreto dan kawan-kawan rela membayar ratusan pegawai untuk berkelana di dalam Oasis dan memecahkan teka-teki Halliday.

Parzival tidak sendirian di dalam Oasis. Ia memperoleh dukungan dari pemain Oasis dengan nama Aech, Art3mis, Sho dan Daito. Mereka berteman di dunia maya dan belum pernah bertemu di dunia nyata. Namun mereka saling tolong menolong dalam persaingan memperebutkan ketiga kunci Halliday melawan ratusan tentara IOI dan pemain Oasis lainnya, baik di dunia virtual maupun di dunia nyata.

Film ini cukup menarik karena secara teknologi, Oasis bisa saja benar-benar ada dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, budaya pop sangat kental terlihat pada Ready Player One (2018). Tidak hanya teka-teki Halliday saja yang kental akan budaya pop, tapi atribut, musik, pengambilan gambar sampai gerakan karakter dibuat berdasarkan video game atau film yang pernah populer di era 80-an, 90-an dan awal abad 21. Pada Ready Player One (2018) saya dapat melihat bagian dari Back to the Future, The Shining, Jaws, The Irom Giants, The Terminator, Mad Max, Akira, Chucky, Buckaroo Banzai, Mortal Kombat, Alien, Ghostbusters, Godzilla, Speedracer, Batman, The Flash, Thundercats, He-Man, Firefly, Gundam, Kura-Kura Ninja, Tomb Rider, Street Fighter, Halo, Donkey Kong, Pitfall, Centipede dan lain-lain, semuanya tersebar dimana-mana. Ini bagaikan nostalgia karena mengingatkan saya akan video game yang dulu pernah saya mainkan, dan film yang pernah saya tonton ketika masih kecil. Syukurlah Ready Player One (2018) termasuk adil untuk hal ini karena budaya pop yang ditampilkan bukan hanya budaya pop tahun 80-an. Selama ini saya sering melihat budaya pop 80-an yang terus diagung-agungkan, bosan saya :’D. Bagi pecinta budaya pop 80-an garis keras, Ready Player One (2018) mungkin akan nampak hampa dan kurang memiliki unsur nostalgia hehehehehe.

Akantetapi, kalaupun Oasis benar-benar ada, kemungkinan saya hanya akan memainkannya selama sebulan pertama saja. Oasis memang nampak luas dan bebas, tapi dunia virtual pada Ready Player One (2018) ini memiliki 1 peraturan yang tak lazin ditemukan pada video game pada umumnya. Peraturan tersebut adalag, apabila si pemain tewas, maka ia akan kehilangan nilai, koin, avatar, senjata dan semua yang ia miliki. Si pemain akan lahir kembali dengan keadaan seperti awal mula ia baru bermain. Koin nyawa ekstra memang ada sih, tapi amat sangat jarang sekali, hal ini jelas terlihat pada salah satu adegan di Ready Player One (2018).

Adegan-adegan pada film ini berhasil menampilkan sebuah dunia virtual yang berdampingan dengan dunia nyata dengan sangat baik. Adegan aksinya pun terbilang bagus dan memukau. Ditambah dengan jalan cerita yang menarik dan penuh nostalgia bagi banyak orang, Ready Player One (2018) layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus” ;).

Sumber: readyplayeronemovie.com

Schindler’s List (1993)

Schindler1

Beberapa minggu yang lalu saya menonton Schindler’s List (1993) yang pada tahun 1993 dilarang pemutarannya di bioskop-bioskop Indonesia. Kenapa kok dilarang? Schindler’s List (1993) mengambil tema holocaust yang sudah pasti menggambarkan bangsa Yahudi sebagai bangsa yang tertindas. Padahal sampai saat ini tindak tanduk negara yang Yahudi bentuk, yaitu Israel, melakukan penindasan bagi rakyat Palestina. Film seperti ini yaa sudah pasti ditolak kedatangannya di Indonesia :D.

Karena penasaran, akhirnya saya tontonlah film tersebut. Seperti apa sih Schindler’s List (1993) itu? Nama Schindler ternyata bukanlah nama seorang Yahudi, Oskar Schindler (Liam Neeson) adalah pengusaha asal Cekoslowakia yang membuka pabrik di Polandia pada era perang dunia kedua. Pada saat itu Polandia berhasil dikuasai oleh Jerman. Bangsa Yahudi yang tinggal di Polandia pun langsung ditandai dan diusir dari rumah mereka untuk ditempatkan di tempat-tempat yang sudah militer Jerman tentukan. Sebagai pengusaha yang berhasil mendekati para pemimpin militer Jerman di Polandia, Schindler memperoleh Yahudi-Yahudi Polandia sebagai pekerja pabriknya dengan upah yang sangat murah. Ia pun mempercayakan Itzhak Stern (Ben Kingsley), seorang akuntan Yahudi, sebagai tangan kanannya.

 

Schindler6

Schindler10

Schindler5

Schindler7

Schindler11

Schindler3

Schindler12

Melihat perlakuan semena-mena militer Jerman kepada para Yahudi, hati Schindler yang dingin perlahan mulai luluh. Schindler memang seorang oportunis yang hobi main perempuan, mabuk dan pesta. Sebagai pengusaha pun, keahliannya lebih ke arah ahli melakukan negosiasi dengan cara apapun termasuk cara-cara yang kurang baik. Untuk menjalankan pabriknya saja, Schindler sangat bergantung pada Stern. Perbedaan Schindler dengan para pengusaha lainnya adalah hati nurani, sifat kemanusiaan Schindler tergerak dan pada ada akhirnya Schindler berani melakukan tindakan-tindakan yang menyelamatkan ribuan Yahudi. Film ini konon diambil dari kisah nyata dan sampai sekarang, para Yahudi yang Schindler selamatkan, dengan bangga menyebut diri mereka sebagai Yahudinya Schindler.

Schindler8

Schindler13

Schindler9

Dengan berbagai sifat buruk yang Schindler miliki, ia tidak hadir sebagai pahlawan yang sempurna. Sang sutradara, Steven Spielberg, berhasil menampilkan sosok manusia tidak sempurna yang mampu berbuat banyak bagi orang lain, tanpa kekuatan super atau kemampuan bertempur. Muatan drama pada Schindler’s List (1993) memang cukup kental. Banyak adengan yang mengharukan, namun kalau mengingat berita perkembangan konflik antara Israel dan Palestina, keharuan tersebut serta merta pudar hehehehe :’D.

Saya tidak melihat banyak adegan aksi di sana, hanya adegan-adegan yang menunjukkan penderitaan bangsa Yahudi. Opa Spielberg pun kali ini tidak menggunakan banyak special effect seperti film-film Spielberg lainnya. Bumbu unik yang ia berikan pada Schindler’s List (1993) hanyanya berupa penggunaan warna hitam putih pada sebagian besar adegan pada film tersebut walaupun mayoritas film-film pada tahun 1993 sudah berwarna.

Terlepas dari perseteruan antara Israel dan Palestina, Schindler’s List (1993) dapat dikatakan sebagai film yang enak ditonton, meskipun jalan ceritanya sedikit membosankan bagi saya yang bukan pecinta film drama. Saya tidak melihat sesuatu yang spesial pada film ini. Dengan demikian, rasanya Schindler’s List (1993) layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: www.uphe.com/movies/schindlers-list

 

Jurassic World (2015)

Jurassic1

Masih segar di ingatan saya betapa berhasilnya Jurassic Park (1993) memukau saya ketika saya masih SD dulu. Film karya Steven Spielberg tersebut sukses besar sampai-sampai muncul arena dinosaurus di DuFan Ancol pada waktu itu. Jurassic Park (1993) menggunakan special effect yang mutakhir untuk ukuran film tahun 90-an sehingga sosok dinosaurus yang Jurassic Park (1993) nampak bagus sekali seperti dinosaurus asli.

Kesuksesan film yang dibuat berdasarkan novel karya Michael Crichton tersebut membuat Michael Crichton sendiri membuat sekuel dari novel Jurassic Park karyanya. Novel sekuel tersebut pun diadaptasi kembali ke layar lebar pada The Lost World: Jurassic Park (1997). Karena special effect yang dihadirkan relatif tak ada yang baru, film terdebut rasanya tidak terlalu “wow” lagi seperti pendahulunya. Namun itu tidak menghalangi hadirnya film Jurassic Park III (2001) yang menurut saya semakin menurun kualitasnya.

14 tahun kemudian, setelah Jurassic Park (1993), The Lost World: Jurassic Park (1997) dan Jurassic Park III (2001), dinosaurus-dinosaurus dari pulau Isla Nublar kembali hadir pada Jurassic World (2015). Seperti telah dikisahkan pada film-film Jurassic sebelumnya, para peneliti berhasil melakukan modifikasi dan rekonstruksi DNA dinosaurus purba sehingga mereka mampu mengembangbiakkan dinosaurus hidup di pulau Isla Nublar. Kekacauan yang sempat terjadi pada taman hiburan Jurassic Park di pulau Isla Nublar beberapa tahun yang lalu nampaknya sudah dilupakan oleh dunia. Sekarang sudah berdiri taman hiburan baru di pulau tersebut yaitu Jurassic World.

Jurassic2

Pada awalnya dinosaurus mampu menjadi magnet bagi orang-orang untuk berwisata ke Jurassic World. Lama kelamaan mereka mulai bosan sehingga pendapatan Jurassic World mulai turun. Untuk mempertahankan labanya, pihak Jurassic World melakukan modifikasi lebih lanjut terhadap dinosaurus-dinosaurus purba sehingga mereka mampu mengembangbiakkan dinosaurus tipe baru yang lebih besar, lebih banyak giginya, lebih buas, lebih menyeramkan :’D.

Jurassic3

Jurassic13

Jurassic8

Apakah Jurassic World akan mengalami nasib yang sama seperti Jurassic Park? Sudah dapat ditebak jawabannya, terjadi kekacauan ketika dinosaurus tipe terbaru milik Jurassic World terlepas dari kandangnya. Dinosaurus tersebut kemudian membunuh mahluk hidup apapun yang ia temui, baik manusia maupun dinosaurus lain. Para pengunjung Jurassic World terpaksa dikumpulkan ke area aman selagi menunggu bantuan dan evakuasi.

Jurassic4

Jurassic5

Jurassic14

Claire Dearing (Bryce Dallas Howard), manager operasional Jurassic World, pusing 7 keliling bukan hanya karena taman hiburan tempat ia bekerja dalam keadaan bahaya, tapi selain itu terdapat 2 keponakan Claire yang sedang berlibur di Jurassic World dan tidak jelas sedang berada di mana. Dengan dibantu oleh Owen Grady (Chris Pratt), seorang ahli dan pelatih dinosaurus Velociraptor, Claire pergi ke area Jurassic World yang berbahaya. Owen dan Grady kemudian harus menghadapi masalah lain karena kekacauan ini ternyata dimanfaatkan oleh pihak lain untuk hal-hal yang kurang baik.

Jurassic11

Jurassic7

JURASSIC WORLD (2015)

Jurassic6

Jurassic9

Jurassic10

Bah, plotnya mirip sekali dengan Jurassic Park (1993). Pertama-tama datang ke taman hiburan, lalu dinosaurus lepas, lalu dikejar-kejar dinosaurus, lalu bertemu pekerja taman hiburan yang memanfaatkan keadaan, lalu . . . Sampai bagian akhirnya pun tak jauh beda dengan Jurassic Park (1993). Karena terlalu mirip, Jurassic World (2015) terasa kurang greget, yaaa biasa-biasa saja. Kemampuan Owen bersahabat dan melatih dinosaurus memang merupakan hal baru yang dapat menjadi nilai plus film ini. Penampilan dinosaurus-dinosaurus pada Jurassic World (2015) didukung oleh special effect yang terbilang bagus, tapi tidak dapat dikatakan menonjol bagi film keluaran tahun 2015. Secara keseluruhan, Jurassic World (2015) masih layak untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan”.

Sumber: http://www.jurassicworld.com