Lumayaaan, Dapat Pulsa dari Mobile Performance Meter

Siapa yang tidak doyan dapat pulsa HP gratisan? 😉 Tidak ada di dunia ini yang 100% gratisan :P. Tapi kalau mau dapat pulsa HP dengan mudah, pasti semua juga mau khaannn? 😉 Mobile Performance Meter adalah aplikasi di Android yang memberikan pulsa hanya dengan membiarkan aplikasi Mobile Performance Meter berjalan di smartphone kita, gampang lhoo. Mobile Performance Meter tentunya hanya dapat digunakan pada smartphone dengan operating system Android yang dapat diunduh dari Google Play. Setahu saya, Embee Mobile, pencipta Mobile Performance Meter, belum membuat Mobile Performance Meter versi IOS atau Windows Phone.

Mobile Performance Meter 1

Kok Mobile Performance Meter mau saja memberi pulsa HP semudah itu? Aplikasi Mobile Performance Meter yang berjalan di smartphone kita merekam data-data yang menyangkut performa dari layanan operator telekomunikasi dari sisi smartphone pengguna. Data-data tersebut akan dipergunakan sebagai kritik atau pujian bagi si operator sehingga nantinya layanan yang kita peroleh dapat meningkat kualitasnya. Jadi ibaratnya kita dibayar untuk membantu pihak operator dalam usaha peningkatan kualitas layanan mereka, layanan yang tentunya pada akhirnya kita nikmati juga. Pihak Embee Mobile menjamin bahwa data-data pribadi pengguna tidak ikut diambil, hal ini terbukti dari tidak terdeteksinya Mobile Performance Meter sebagai virus atau spyware oleh aplikasi Antivirus.

Untuk mendapatkan pulsa dari Mobile Performance Meter, pertama-tama kita harus meng-install aplikasi Mobile Performance Meter lalu mendaftarkan nomor yang kita pergunakan pada aplikasi tersebut, untuk saat ini hanya berlaku untuk nomor Telkomsel, Indosat & XL. Pastikan nomor yang kita daftarkan tidak dalam masa tenggang dan dapat dipergunakan secara normal agar tidak ditolak oleh Mobile Performance Meter.

Mobile Performance Meter 2

Mobile Performance Meter 3

Mobile Performance Meter 4

Setelah selesai mendaftarkan nomor kita, maka kita akan mendapat 50 poin per hari karena aplikasi Mobile Performance Meter akan terus berjalan di smartphone kita sebagai background application sehingga tidak mengganggu penggunaan smartphone kita. Kita dapat menggunakan smartphone kita seperti biasa, tidak ada yang berbeda.

Selain menggunakan smartphone dengan normal seperti biasa, ada cara lain untuk meningkatkan nilai poin kita yaitu menghubungan Mobile Performance Meter dengan mengisi survey dan menambah detail mengenai diri pengguna. Detail mengenai diri pengguna yang ditanyakan rasanya tidak terlalu pribadi, hanya data standard saja, tidak aneh-aneh. Survey yang diisi pun biasanya terkait penggunaan dan tingkat kepuasan kita terhadap layanan operator telekomunikasi yang kita pergunakan. Baik survey maupun menambah detail mengenai diri pengguna tidak wajib dan bersifat opsional, namun poinnya lumayan besar lhoooo,

Mobile Performance Meter 5

 

Mobile Performance Meter 6

Anyway, Apa itu poin? Poin adalah nilai yang harus dikumpulkan untuk mendapatkan pulsa. Ketika poin kita sudah mencapai nilai tertentu, kita dapat menukarkan poin tersebut dengan pulsa. Saya pun sudah mencobanya beberapa minggu yang lalu dengan memilih opsi Choose Amount dari halaman utama Mobile Performance Meter di smartphone saya. Kemudian setelah itu saya harus mengisi alamat email untuk keperluan notifikasi dan verifikasi.

Mobile Performance Meter 8

 

Mobile Performance Meter 9

Mobile Performance Meter 10

 

Pulsa saya pun kemudian bertambah setelah mendapat notifikasi melalui email & SMS ;). Horeeee!

Mobile Performance Meter 11

Mobile Performance Meter 12

 

Sampai saat ini saya masih menjalankan Mobile Performance Meter di smartphone saya. Namun ada kalanya entah kenapa kemarin saya berhenti mendapatkan poin padahal kan janjinya kita dapat 50 poin per hari. Ternyata sebabnya adalah karena saya belum mengunduh update Mobile Performance Meter terbaru dari Google Play. Saya tahu pulsanya yang diperoleh tidak terlalu besar & kita tidak akan dapat menjadi kaya raya hanya dengan menjalankan Mobile Performance Meter. Tapi yaaaah lumayanlah dapat pulsa kecil-kecilan dengan usaha minimalis seperti ini. Selamat mencoba :).

Sumber: www.embeemobile.com

Managed Service di Dunia Telekomunikasi

Sejak masih duduk di bangku kuliah dulu, saya tertarik dengan dunia telekomunikasi. Setelah lulus, kebetulan saya bekerja di dunia telekomunikasi, salah 1 operator telekomunikasi di Indonesia. Ketika saya baru saja lulus dari bangku perkuliahan, dunia telekomunikasi seperti ladang emas, pertumbuhannya masih bagus. Sekarang, dunia telekomunikasi mulai menjadi “sunset industry“. Perusahaan-perusahaan di dalam dunia telekomunikasi melakukan berbagai strategi dan inovasi agar dapat bertahan hidup, managed service adalah salah satunya. Saya pernah merasakan menjadi klien dari perusahaan managed service & pernah juga merasakan menjadi pegawai dari perusahaan managed service. Sama-sama ada plus & minusnya, well apapun pekerjaannya, yang penting halal, hehehehe. 

Baiklah, sebenarnya apa sih managed service itu? Managed Services merupakan sebuah proses transferring kegiatan operasional setiap harinya yang masih berkaitan dengan tanggung jawab dalam mengatur strategi perusahaan agar bisa lebih mengefektifkan dan mengefisiensikan kegiatan operasional perusahaan tersebut. Orang atau organisasi yang memberikan pelayanan managed service adalah MSP (Managed Service Provider).

Managed service memiliki cakupan yang sangat luas sekali. Setiap fungsi yang sifatnya support dari suatu perusahaan dapat di-managed service-kan. Tidak hanya teknikal, namun marketing, akuntansi, sumber daya manusia sampai costumer service ada perusahaan managed service-nya masing-masing. Untuk dunia teknis di bidang telekomunikasi pun, managed service dapat menjalankan fungsi optimasi, monitoring, troubleshooting, network planning dan lain-lain. Sekarang ini, perusahaan managed service berkecimpung pada hampir semua bidang dalam dunia telekomunikasi. Apa yang operator butuhkan, akan diusahakan untuk disediakan. Hal ini tentunya tidak berlaku bagi pekerjaan dari departemen yang tugasnya “memasak” rahasia perusahaan, pekerjaan seperti ini tentunya tidak akan dibebankan kepada pihak ketiga seperti managed service.

Sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 1, berbagai perusahaan di bidang telekomunikasi menghadapi tantangan-tantangan berupa:

  1. Kompetisi harga yang semakin ketat
  2. Menurunnya loyalitas konsumen
  3. Globalisasi
  4. Naiknya biaya operasional
  5. Naiknya tingkat kerumitan teknologi
  6. Konvergensi
  7. Munculnya jenis layanan-layanan baru
Managed Service 1

Gambar 1. Managed Services Market Driver

 

Dengan menggunakan layanan MSP, operator memperoleh berbagai manfaat yang dapat dipergunakan dalam menghadapi tantangan yang saat ini dihadapi. Manfaat-manfaat tersebut adalah:

1. Pelanggan dapat lebih fokus dalam menjalankan core business-nya
Pelanggan dapat memfokuskan resources yang dimiliki dalam melakukan fungsi-fungsi lain karena sudah dibantu oleh perusahaan managed service. Pelanggan dapat memonitor dan menganalisa laporan-laporan dari perusahaan managed service.
2. Penghematan CAPEX dan optimalisasi OPEX
Secara sederhana Capital Expenditure (CAPEX) adalah alokasi yang direncanakan dalam anggaran untuk melakukan pembelian atau perbaikan atau penggantian segala sesuatu yang dikategorikan sebagai aset perusahaan secara akuntansi, contohnya adalah optimalisasi jaringan, pemeliharaan jaringan dan pembangunan infrastruktur. Sedangkan Operating Expenditure (OPEX) adalah alokasi yang direncanakan dalam anggaran untuk melakukan operasional perusahaan secara normal. Dengan kata lain operating expenditure (biaya operasi) digunakan untuk menjaga kelangsungan aset dan menjamin aktivitas perusahaan yang direncanakan berlangsung dengan baik. Karena sifatnya biaya sehari-hari maka biaya operasi tidak meliput pajak pendapatan, depresiasi, dan biaya financing (bunga pinjaman). Dengan adanya managed service, maka CAPEX dapat dikurangi sehingga pelanggan dapat lebih berkonsentrasi untuk mengoptimalkan OPEX. Dengan menggunakan jasa managed service, operator tentunya memperoleh manfaat dari berkurangnya wajib pajak yang perlu dibayarkan karena jika CAPEX berkurang, maka pajak yang harus dibayarkan juga akan berkurang.
3. Menghasilkan tingkat layanan yang lebih baik
Perjanjian managed service dapat memberikan akses terhadap kemampuan teknologi, perawatan dana manajemen termasuk proses, dokumentasi dan laporan yang tidak dapat diperoleh melalui sumber daya internal operator. Ketika hal ini dipergunakan dengan baik dan benar, akan diperoleh tingkat layanan yang lebih baik. Operator dan MSP harus sama-sama cermat dalam membuat perjanjian agar masing-masing pihak dapat memperoleh keuntungan.
4. Mengurangi resiko dari perubahan teknologi
MSP akan membagi tanggung jawab dari perencanaan dan membantu operator dalam pembaharuan teknologi. MSP memastikan agar teknologi yang saat ini dipergunakan adalah teknologi yang paling tepat dan efektif bagi operator.
5. Mengurangi biaya
Pilihan akan beberapa MSP, tentunya akan menyebabkan MSP-MSP menawarkan harga yang kompetitif dengan berbagai pilihan paket harga. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan pengurangan biaya di sisi operator.

Operator harus mempertimbangkan bahwa manfaat-manfaat dari managed service juga mengandung kerugian. Kerugian tersebut berupa hilangnya kontrol dari operasional jaringan termasuk aspek kualitas jaringan dan komitmen jangka panjang kepada MSP. Operator tidak memiliki sumber daya ahli dalam menangani jaringan karena sumber daya tersebut sudah disediakan oleh MSP, operator memiliki ketergantungan terhadap MSP. MSP juga melakukan pengelolaan jaringan operator berdasarkan perjanjian kerjasama antara MSP dengan operator, perjanjian tersebut harus dibuat dengan hati-hati agar kualitas jaringan dapat tetap terjaga sesuai harapan kedua belah pihak.  

Skema pembayaran merupakan hal yang paling penting dalam menentukan pengaruh ekonomis dan pembagian resiko antara operator dan MSP. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2, terdapat berbagai skema pembayaran yang biasa dilakukan yaitu:

  • Waktu dan Material. Setiap aktifitas dibayarkan dengan biaya sesungguhnya. MSP mengasumsikan bahwa proyek managed service yang akan dilaksanakan tidak mengandung resiko dan MSP tidak harus melakukan tindakan efisiensi.
  • Open Book. Skema ini dapat dipergunakan pada kasus dimana biaya masa depan tidak dapat ditentukan, seperti pada layanan-layanan yang masih sangat baru. MSP memperoleh insentif yang kecil untuk meningkatkan efisiensi.
  • Flat Fee. Skema ini sangat sederhana dan mudah diprediksi, namun biasanya membutuhkan batasan volum tertentu agar MSP tidak terbebani oleh volum resiko pekerjaan yang terlalu besar dan operator dapat tetap membayar dengan biaya flat yang cukup rendah. MSP memperoleh insentif untuk melakukan optimasi.
  • Pay as you Use. Merupakan skema pembayaran yang mampu memberikan efek terbesar dalam mengubah biaya tetap menjadi biaya variabel.
  • Send or Pay dan Coridor Pricing. Kedua skema ini merupakan skema Flat Fee dengan batasan volum ditambah biaya tambahan bila terdapat penggunaan di atas batas volum.
  • Risk Reward Sharing. Dengan skema ini, operator dan MSP sama-sama membagi hasil efisiensi dan resiko.
Managed Service 2

Gambar 2. Skema Pembayaran Managed Service

Tindakan-tindakan penanganan jaringan suatu operator oleh pihak MSP tentunya dimaksudkan agar jaringan milik operator dapat memuaskan para pelanggan operator tersebut, kekurangan dalam penanganan jaringan tentunya juga akan mengakibatkan ketidakpuasan bagi para pelanggan operator, hal ini menunjukkan bahwa baik atau tidaknya layanan MSP dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan yang dapat memiliki dampak bagi pendapatan operator. Selain itu reputasi operator di hadapan masyarakat juga ditentukan oleh keberhasilan penaganan jaringan oleh MSP. Bila jaringan suatu operator dianggap kurang memuaskan oleh masyarakat, maka yang menjadi buruk adalah nama dan reputasi operator di hadapan masyarakat, bukan nama dan reputasi MSP di hadapan masyarakat. Maka biasanya diberlakukan skema denda pada perjanjian managed service untuk lebih memotivasi MSP dalam menangani jaringan milik operator walaupun skema yang dipergunakan pada perjanjian managed service tersebut adalah skema risk reward sharing dimana pihak operator dan MSP sama-sama membagi keuntungan dan kerugian dari penerapan manage service.

Perjanjian “hitam di atas putih” antara pihak operator dan MSP sangatlah penting demi kelangsungan hidup keduabelah pihak. Perlu ada negosiasi yang mempertimbangkan berbagai aspek agar tidak ada pihak yang dirugikan. Apabila perjanjian kerjasama berat sebelah, kedua belah pihak akan sama-sama merasakan dampak yang negatif, jangan sampai mau untung malah buntung x__x.

 

Daftar Pustaka

AMDOCS. (2010). Stop Going It Alone: Using Managed Services to Enhance The Customer Experience. Diakses: 15 Oktober 2012. http://www.amdocs.com/Services/Documents/GSS_Customer_Exper_WP.pdf

Anand, Dev. (2009). How to Setup a Managed Services Business. ZOHO Corp. Diakses: 8 November 2012. http://www.snmplink.org/pdf/how-to-setup-managed-services-business.pdf

Cioffi, Robert. (Februari 2009). Managed Services. Progressive Computing Inc. Diakses: 19 November 2012. http://www.pro-comp.com/articles/TPR-FEB09.pdf

Edward Sitorus, Romora. Apa Itu Biaya Operasi (Opex) dan Biaya Modal (Capex). (2009). Diakses: 2 November 2012. http://tiaphari.com/2009/01/24/apa-itu-biaya-operasi-opex-dan-biaya-modal-capex/

Ericsson. (Maret 2007). Managed Services’ Impact on The Telecom Industry. Diakses: 3 Oktober 2012. http://goo.gl/X4aXF

Motorola. (2007). Managed Services Simplify Taking New Technologies to Market. Diakses: 3 Oktober . http://www.motorolasolutions.com/web/Business/Global%20Services%20%28New%29/Global%20Services%20for%20Wireless%20Service%20Providers/_Documents/WiMAX_Managed_Services_White_Paper.pdf

THINKstrategies. (2005). Reduce Cost, Minimize Risk and Improve Network Performance with Managed Services. Diakses: 21September 2012. http://www.netlinkbusiness.com/white_paper/siemens_managed_services_wp.pdf

Pokok-Pokok Pemikiran untuk Undang-Undang Konvergensi Indonesia

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dunia TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) adalah dunia yang terus berkembang. Berbagai penemuan yang terus ada hingga saat ini menunjukkan bahwa perkembangan TIK tidak pernah berhenti. Dahulu kala orang masih menggunakan kode asap, surat untuk berkomunikasi jarak jauh, kemudian muncul penemuan teknologi telegram, disusul oleh radio, telefon, televisi, komputer dan lain-lain. Perkembangan ini menjadi salah satu faktor yang dapat memacu perekonomian suatu negara, maka pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan yang mengatur TIK agar Indonesia tidak menjadi “korban” dari perkembangan TIK.

Saat ini berbagai teknologi yang pada awalnya terpisah, semakin mengerucut menjadi satu sebagai akibat perubahan dan perkembangan teknologi sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.1. Semakin banyak perangkat pengguna yang memiliki sifat multifungsi. Contohnya saat ini  untuk menonton televisi atau mendengarkan radio, seseorang dapat melakukan itu semua dengan handphone yang sebenarnya fungsi utamanya adalah untuk menelefon. Pengerucutan ini tentunya tidak hanya di sisi perangkat pengguna, sistem di sisi operator pun mengalami hal yang sama, perkembangan di bidang transport yang menjadi serba IP membuat suatu node MPLS (Multiprotocol Label Switching) dapat dipergunakan untuk mengangkut trafik suara, SMS, MMS, VAS  dan data. Pengerucutan yang sedang terjadi ini disebut konvergensi. Konvergensi menyebabkan perubahan radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik visual, audio, data dan sebagainya (Preston, 2001).

Gambar 1.1. Konvergensi

Gambar 1.1. Konvergensi.

Akibat perkembangan teknologi yang sudah menuju ke arah konvergensi maka pasar dan operator juga sudah menuju ke arah konvergensi. Peraturan-peraturan yang berlaku tentunya juga harus menyesuaikan dengan teknologi yang diatur agar perkembangan teknologi yang terjadi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin menjadi hal yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Peraturan, operator dan pasar adalah tiga hal yang saling mempengaruhi satu sama lain sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 1.2.

Gambar 1.2. Regulator-Operator-Pasar.

Gambar 1.2. Regulator-Operator-Pasar.

Peraturan yang saat ini berlaku memerlukan perubahan dan penyempurnaan dalam menghadapi era konvergensi TIK. Pemerintah, operator, vendor dan seluruh lapisan masyarakat termasuk mahasiswa perlu memberikan masukan berupa pokok pikiran yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam merancang undang-undang konvergensi.

2. Data & Informasi

2.1 TIK di Indonesia

Untuk melangkah ke masa depan yang lebih baik, pengalaman masa lampau harus dijadikan pijakan untuk pembelajaran. Hal ini berlaku pula pada peraturan di era konvergensi yang akan datang. Dalam perjalanannya, pemerintah telah memberlakukan beberapa peraturan yang mengatur TIK di Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut mengalami perubahan seiring dengan perkembangan teknologi.

Dibidang telekomunikasi, peraturan-peraturan yang pernah diberlakuan oleh pemerintah Indonesia antara lain adalah:

  • UU Pos dan Telekomunikasi No. 5 tahun 1964. Merupakan undang-undang monopoli dimana PN. POSTEL diberi kewenangan menyediakan pelayanan pos & telekom, nasional dan internasional. Sebelum undang-undang ini diberlakukan, Indonesia menggunakan peraturan perundangan warisan Belanda seperti ICW (Indische Comptabiliteits Wet) dan IBW (Indische Bedrijfs Wet).
  • PP No.29/1965 dan PP No. 30/1965. Peraturan ini menetapkan bahwa PN Telekomunikasi adalah perusahaan negara yang berwenang dalam pelayanan telekomunikasi nasional dan internasional.
  • PP No.21 tahun 1974. Peraturan ini menetapkan bahwa status PN. Telekomunikasi berubah menjadi PERUMTEL.
  • UU No. 3 tahun 1989. Merupakan undang-undang telekomunikasi yang melepaskan pelayanan jasa non-dasar secara penuh ke pada swasta (Badan Lain) dan pelayanan dasar bisa dikelola swasta atas dasar kerjasama dengan BUMN (Badan Penyelenggara). Pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk mendanai seluruh sarana telekomunikasi sehingga demi mempercepat perkembangan telekomunikasi di Indonesia, pemerintah membuka pintu bagi pihak swasta untuk ikut berperan dalam dunia telekomunikasi Indonesia. Pada saat itu negara-negara tetangga bahkan Eropa masih memegang monopoli, kecuali Inggris.
  • PP No.25 tahun 1991. Peraturan yang meningkatkan status PERUMTEL menjadi PT. Pesero Telekomunikasi (Telkom). Seluruh saham masih dipegang pemerintah tetapi terbuka untuk dijual ke swasta.
  • Kepmen No. KM.6/PT.102/MPPT-95. Pada Keputusan Menteri ini, diputuskan bahwa ada duopoli untuk pelayanan hubungan internasional yaitu Indosat dan Satelindo terhitung sejak Januari 1996 hingga tahun 2004. Selain itu diputuskan juga bahwa Telkom memonopoli pelayanan dasar domestik lokal selama 15 tahun dan pelayanan dasar jarak jauh  (jaringan kawat dan nir-kawat) selama 10 tahun.
  • UU No. 36 tahun 1999. Undang-undang ini menghapus monopoli yang diberikan kepada badan usaha tertentu dan mendorong terbentuknya iklim persaingan bebas di sektor telekomunikasi Indonesia sebagai akibat dari bergabungnya Indonesia di  WTO (World Trade Organization). Dalam kesepakatan dengan WTO, telah diatur bahwa telekomunikasi telah berubah statusnya dari utilitas menjadi komoditas sehingga perlu dilakukan perubahan struktur telkeomunikasi dari monopoli ke persaingan. Pada undang-undang ini, tidak dikenal lagi jaringan dasar dan non-dasar, namun pembedaan yang dikenal adalah antara penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi. UU No. 36 tahun 1999 juga mengatur kewajiban dan kewenangan operator baru dan operator lama dalam interkoneksi, sehingga pelanggan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Akibat dari diberlakukannya undang-undang ini sangatlah besar, teledensitas di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2.1.
Gambar 1.2. Regulator-Operator-Pasar.

Gambar 1.2. Regulator-Operator-Pasar.

TIK tidak hanya mencakup bidang telekomunikasi saja, namun mencakup bidang lain juga seperti penyiaran dan internet. Regulasi yang mengatur penyelenggaraan TIK masih bersifat masing-masing dan terpisah, yaitu :

  1. Permen KOMINFO No.1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.
  2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
  3. Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
  4. Undang-Undang No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
  5. Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.

Peraturan-peraturan di atas mengatur ekosistem telekomunikasi, penyiaran dan internet secara terpisah, belum menjadi suatu kesatuan. Padahal operator, vendor, penyedia konten dan masyarakat penggunanya sudah mulai membaur menjadi suatu kesatuan sehingga batas-batas antara ekosistem telekomunikasi, ekosistem penyiaran, ekosistem internet sudah semakin mengecil dan pada suatu saat akan hilang.

Dalam bidang internet, operator yang bermain di sana pada awalnya adalah ISP (Internet Service Provider) seperti bizz.net, bolehnet, angkasa.net, asiakom.net dan lain-lain. Namun saat ini operator dari bidang telekomunikasi, seperti XL, Telkomsel, Indosat dan lain-lain, sudah meramaikan persaingan di bidang internet. Para operator telekomunikasi menawarkan layanan berlangganan internet melalui jaringan yang dimiliki dengan harga yang bersaing. Operator telekomunikasi masuk ke ranah operator internet karena perkembangan trend yang saat ini semakin menuju ke arah layanan yang serba data. Sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2.2, layanan operator telekomunikasi tradisonal seperti suara dan SMS akan semakin menurun pertumbuhannya, SMS mulai dapat tergantikan oleh layanan konten chatting yang berjalan di atas platform komunikasi data seperti Yahoo Messeger, Line, Facebook Chat, Whatsup. Sementara itu layanan suara tradisional berpotensi tergantikan oleh layanan VoIP yang saat ini sudah mulai diberikan oleh Google Talk, Friend Caller, Fring, Viber. Sama seperti layanan konten chatting, VoIP juga berjalan di atas platform komunikasi data.

Gambar 2.2. Kurva S Layanan Komunikasi.

Gambar 2.2. Kurva S Layanan Komunikasi.

Dalam bidang penyiaran, operator yang bermain di sana adalah stasiun televisi – stasiun televisi, baik lokal maupun nasional. Seiring dengan berkembangnya teknologi TIK, layanan penyiaran televisi yang dahulu hanya dapat disaksikan melalui televisi saja, saat ini sudah mulai dapat disaksikan di telefon genggam, laptop atau komputer desktop dengan menggunakan layanan komunikasi data yang diberikan oleh ISP. Stasiun televisi seperti ANTV sudah mulai menggeser fokus bisnis mereka menjadi ke arah penyedia konten bersaing dengan para penyedia layanan konten lain yang lebih dahulu ada, konten yang akan diproduksi oleh ANTV adalah konten penyiaran seperti sinetron, kuis, realitas, berita dan lain-lain, namun tidak menutup kemungkinan ANTV juga akan memproduksi konten yang lebih interaktif di masa depan, tentunya semua itu bergantung dari perkembangan konvergensi yang harus diatur dengan baik oleh pemerintah. Tidak hanya ANTV, stasiun televisi lain tentunya harus mengeksekusi startegi-streategi masing-masing dalam menghadapi era konvergensi agar dapat bertahan di masa depan.

Peraturan-peraturan TIK yang saat ini diterapkan, dirancang oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika yang sebenarnya dipimpin oleh 1 menteri yang sama dengan struktur organisasi seperti ditunjukkan pada gambar 2.3. Di dalam struktur organisasi tersebut, badan yang mengatur telekomunikasi dan penyiaran masih terpisah. Pembahasan mengenai perlunya penyatuan badan tersebut masih diperdebatkan dan belum terputuskan. Sebagai regulator TIK di Indonesia, Kementrian ini juga harus memiliki pendelegasian tanggung jawab yang tepat dan sesuai dengan konvergensi, karena di sama depan nanti apa yang mereka akan atur adalah ekosistem TIK yang konvergen.

Gambar 2.3. Struktur Organisasi Kominfo.

Gambar 2.3. Struktur Organisasi Kominfo.

Dalam mengatur ekosistem TIK, kementrian juga dibantu oleh BRTI dan KPI. adalah sebuah lembaga yang berfungsi sebagai badan regulator telekomunikasi di Indonesia, sementara itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Kedua lembaga ini sama-sama berfungsi melakukan pengawasan akan penyelenggaraan layanan masing-masing bidang. Namun bidang yang diawasi sudah semakin membaur dari hari ke hari, tentunya diperlukan perubahan-perubahan juga pada kedua lembaga ini.

 2.2 TIK di Negara Lain

Era konvergensi tidak hanya akan dialami oleh Indonesia, namun negara-negara lain di dunia juga akan menghadapi era konvergensi. Setiap negara tentunya memiliki badan, peraturan beserta sanksi masing-masing.

2.2.1 Amerika Serikat

Di Amerika Serikat TIK diawasi oleh lembaga NTIA dan FCC. NTIA berfungsi sebagai penasihat utama kepada Presiden dalam isu kebijakan ICT seperti halnya manajer Federal spektrum. FCC di sisi lain bertanggung jawab langsung kepada Kongres dan dibebankan mengatur ICT antar negara melalui radio, televisi, satelit, wire dan kabel. Keputusan FCC tidak memerlukan persetujuan NTIA. Mengingat tanggung jawab ganda mereka untuk mengatur spektrum, mereka harus mampu bekerjasama. Instansi pemerintah lainnya yang terlibat dalam kebijakan dan regulasi ICT adalah

  • Departemen Kehakiman apabila ada masalah yang berhubungan dengan kebijakan anti-trust dan merger
  • Perwakilan Dagang Amerika Serikat dalam hal perjanjian perdagangan
  • State Department karena apabila masuk ke dalam perjanjian internasional
  • Federal Trade Commission (FTC) yang berkaitan dengan isu-isu perlindungan konsumen.

Namun, lembaga yang utama dalam hal kebijakan dan otoritas untuk telekomunikasi dan penyiaran bagian dari sektor ICT terletak bersama-sama di tangan NTIA dan FCC.

Berbeda dengan Indonesia, Amerika Serikat sudah memiliki peraturan yang mengatur pasar sekunder dalam TIK yaitu pasar yang melakukan penjualan lisensi dan penyewaan frekuensi sehingga terdapat istilah broker spektrum, spektrum diperlakukan hampir seperti saham walaupun pada hakikatnya spektrum adalah salah satu sumber daya terbatas dalam TIK. Pasar sekunder inilah yang pada era konvergensi nanti akan didorong untuk semakin berkembang oleh FCC. Selain pasar sekunder, FCC juga berusaha untuk mendorong inovasi dan investasi agar TIK di negara mereka dapat maju dengan pesat sehingga perekonomian Amerika Serikat juga ikut maju tanpa mengorbankan ketahanan nasional dan keamanan publik. Hal tersebut tertuang dalam rencana strategis FCC periode 2012 sampai dengan 2016. Mereka sudah memiliki perencanaan matang yang disampaikan kepada publik.

 2.2.2 Inggris

Sejak tahun 2001, pemerintah Inggris sudah mulai mengambil langkah-langkah strategis dalam menghadapi era konvergensi. Salah satunya adalah dengan menggabungkan 5 badan regulator telekomunikasinya yaitu: Broadcasting Standard Commision (BSC), Indepedent Television Commision (ITC), Office Of Telecommunication (Oftel), Radio Authority dan Radiocommunication Agency (RA) menjadi Office of Communication (Ofcom) dengan payung hukum the Ofcom Act 2002. Badan regulator telekomunikasi di Inggris menjadi 1 dengan nama Ofcom (Office of Communications).

Ofcom bertanggung jawab kepada parlemen Inggris dan terlibat dalam memberikan saran dan pengaturan beberapa aspek yang lebih teknis dari regulasi, melaksanakan dan menegakkan hukum. Parlemen Inggris mengeluarkan Communication Act Tahun 2003  sebagai dasar hukum dari beroperasinya Ofcom sekaligus sebagai undang-undang konvergensi yang dengan tegas menetapkan hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh Ofcom.

Walaupun telah mengeluarkan Communication Act Tahun 2003 sebagai undang-undang konvergensi, parlemen Inggris tidak menghapus undang-undang TIK lainnya, melainkan melakukan perubahan-perubahan terhadap undang-undang tersebut agar dapat lebih diaplikasikan di era konvergensi. Secara keseluruhan, OFCOM melaksanakan tugas-tugasnya dengan berdasarkan pada Communications Act 2003, Broadcasting Act 1990 (Amended), Broadcasting Act 1996 (Amended), The Wireless Telegraphy Act 1949 (Amended), The Marine and Broadcasting Offences Act 1967 (Amended), The Wireless Telegraphy Act 1998 (Amended) and The Telecommunications Act 1984 (Amended).

Terhitung sejak bulan April tahun 2010, Ofcom mempunyai tugas dan tanggung jawab yang baru karena pemerintah Inggris mengeluarkan peraturan baru yaitu Digital Economy Act. Peraturan tersebut memerintahkan Ofcom untuk melakukan fungsi regulator terhadap bidang-bidang berikut:

  • Pelanggaran Hak Cipta
  • Penilaian infrastruktur
  • Lisensi radio
  • Pelayanan konten publik untuk seluruh platform
  • Penarikan biaya dan penegakan peraturan untuk lisensi nirkabel

Selain tugas-tugas yang telah disebutkan di atas, ada beberapa hal yang bukan merupakan tugas dari Ofcom yaitu :

  • Sengketa antara konsumen dan penyedia telekomunikasi
  • Keluhan tentang akurasi dalam program BBC
  • Biaya lisensi TV BBC
  • Surat Kabar dan Majalah

Ofcom memiliki strategi taktis jangka menengah yang sudah dipublikasikan kepada publik, yaitu:

  • Memastikan persaingan yang efektif dalam bisnis TIK di Inggris.
  • Mempromosikan kompetisi dan investasi.
  • Melakukan lelang untuk pita frekuensi di 800 MHz dan 2.6 GHz.
  • Melakukan cleansing spektrum frekuensi.
  • Memberikan jaminan pemerintah untuk spektrum frekuensi.
  • Memastikan kebenaran dan keakuratan informasi akan produk-produk TIK yang hadir agar masyarakat tidak ada yang merasa tertipu.
  • Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan yang akan meningkatkan kemudahan perpindahan antara penyedia layanan telekomunikasi.
  • Melakukan penilaian terhadap kualitas penyediaan layanan telekomunikasi.
  • Membuat pendekatan regulasi konten masa depan.
  • Memberikan saran kepada pemerintah.
  • Mendorong implementasi broadband.
  • Menerapkan Digital Economy Act 2010 terutama yang berhubungan dengan hak cipta.

Mirip seperti FCC di Amerika Serikat, Ofcom juga sudah memiliki perencanaan mengenai apa yang ingin mereka fokuskan saat ini dan di era konvergensi nanti.

2.2.3 Singapura

Kelembagaan dan peraturan TIK di Singapura sudah mulai menuju ke arah konvergensi dimulai dengan penyatuan antara  Telecommunications Authority of Singapore (TAS) dan National Computer Board (NCB) menjadi IDA (Infocomm Development Authority). Sampai saat ini, pengelolaan ICT dan manajemen spektrum frekuensi di Singapura dilaksanakan oleh IDA dibawah Kementerian Informasi, Komunikasi dan Seni (MICA).

Berbagai perubahan telah dilakukan IDA, antara lain dengan menyiapkan Infocomm Technology Roadmap (ITR) yang nanti akan dijadikan dasar pengembangan TIK di Singapura. Pada tahun 2012, IDA mengeluarkan ITR 2012 sebagai panduan pengembangan teknologi TIK Singapura untuk 3 sampai 5 tahun ke depan. Hal-hal yang dilihat oleh IDA sebagai tantangan yang dapat mempengaruhi TIK Singapura pada era konversensi anti adalah populasi penduduk Singapura yang semakin didominasi oleh penduduk dengan usia tidak produktif, urbanisasi, konsumsi energi, tren generasi muda Singapura, bisnis M2M (Machine to Machine) dan konsumerisasi produk IT. Untuk mengatasi tantangan-tanganan ICT tersebut, melalui ITR, IDA mengeluarkan 9 hal yang perlu diatur dalam era konvergensi yaitu:

  1. Kapasitas komunikasi data yang besar.
  2. Komputasi awan.
  3. Keamanan dunia maya.
  4. Internet of Things (IOT).
  5. Pengaruh TIK terhadap lingkungan sekitar.
  6. Komunikasi di masa depan.
  7. Media sosial.
  8. Ekonomi digital yang baru.
  9. Antarmuka di sisi pelanggan.

Regulator SIngapura sudah memiliki rencana akan hal-hal yang akan mereka fokuskan di era konversensi. Singapura tidak ingin bersifat pasif dalam menghadapi era tersebut.

2.2.4 Malaysia

Malaysia merasa bahwa sangat penting untuk memiliki kebijakan yang jelas untuk sektor TIK dengan membuat sebuah strategi jangka panjang untuk mencapai Visi 2020 yang dirumuskan meliputi strategi The Tenth Malaysia Plan, NITA & MSC.

The Tenth Malaysia Plan (2011-2015)

Malaysia ingin mengembangkan kemampuan TIK nasional dengan cara sebagai berikut :

  • Membangun aliansi strategis dengan pasar luar negeri untuk mendorong investor lokal pergi ke luar negeri dan berpartisipasi dalam dunia perdagangan internasional.
  • Memobilisasi pendanaan domestik yang tinggi untuk mendukung investasi lokal.
  • Memperkenalkan kebijakan untuk memastikan sebuah transformasi dari investasi berbasis investasi menjadi ekonomi berbasis produktifitas.

The National Information Technology Agenda (NITA)

Tugas utama NITC adalah untuk membantu Malaysia dalam mencapai status masyarakat sipil dan pengetahuan sebagaimana diatur dalam Visi 2020 dimana semua rakyat Malaysia akan memiliki akses ke dalam informasi dan pengetahuan. Informasi dan pengetahuan merupakan jalan untuk mensejahterakan rakyatnya. Dengan rakyat yang semakin pintar dan cerdas, Malaysia dapat menjadi negara yang lebih maju dari sekarang. NITA menyediakan strategi dan rencana melalui tiga elemen kunci yaitu Masyarakat, Infrastruktur, dan Aplikasi

 • The Multi Media Super Corridor (MSC)

MSC Malaysia adalah cara untuk Malaysia untuk bergabung dengan masyarakat informasi internasional. Para pemimpin Malaysia akan mengembangkan infrastruktur internet yang lebih cepat dan lebih baik. Internet akan menghubungkan Malaysia dengan dunia beserta berbagai pengetahuan yang ada. Dengan pengetahuan yang melimpah, Malaysia diharapkan dapat menjadi negara maju.

Malaysia mempersiapkan peraturan di era konvergensi dengan mengesahkan Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998. Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia menggantikan Undang-Undang Telekomunikasi (1950) dan Undang-Undang Penyiaran (1988). Dengan adanya undang-undang tersebut, pemerintah menetapkan 10 tujuan kebijakan nasional yaitu:

  1. Menetapkan Malaysia sebagai pusat global dan sebagai hub untuk komunikasi dan informasi multimedia dan layanan konten.
  2. Mempromosikan TIK pada masyarakat sipil dimana informasi akan memberikan dasar peningkatan terhadap kualitas kerja dan kehidupan masyarakat.
  3. Menumbuhkan dan memelihara sumber daya informasi lokal dan representasi budaya yang memfasilitasi identitas nasional dan keragaman global.
  4. Mengatur tujuan jangka panjang.
  5. Mempromosikan tingkat kepercayaan konsumen dalam penyediaan layanan industri.
  6. Menjamin penyediaan jasa TIK yang terjangkau melalui infrastruktur nasional di seluruh wilayah.
  7. Menciptakan lingkungan aplikasi yang bersahabat bagi para pelanggan.
  8. Memfasilitasi alokasi sumber daya yang efisien seperti tenaga kerja terampil, modal, ilmu pengetahuan dan aset nasional lain.
  9. Mempromosikan pengembangan kemampuan dan keterampilan dalam industri konvergensi Malaysia.
  10. Memastikan kehandalan keamanan informasi jaringan dan integritasnya.

Negara tetangga Indonesia yang satu ini sudah mulai membenahi diri demi menyambut era konvergensi TIK. Penggunaan TIK bagi penguatan pengetahuan rakyat dapat menjadi modal bagi Malaysia di era konvergensi. Saat ini pengetahuan mayoritas rakyat Malaysia masih kalah dengan negara-negara maju, namun bukan tidak mungkin, undang-undang konvergensi yang pemerintah Malaysia terapkan dapat memacu pengetahuan rakyatnya yang kemudian akan memperkuat perekonnomian negara.

2.3 Akibat Perkembangan TIK bagi Masyarakat Indonesia

Internet sebagai salah satu hasil perkembangan TIK menjadi suatu hal yang dapat diakses oleh pelanggan operator telekomunikasi dan dapat penyiarkan siaran-siaran yang pada awalnya hanya dilakukan oleh lembaga penyiaran saja. Dengan perkembangan TIK, terjadi reaksi-reaksi yang terjadi di dalam masyarakat.

Latar belakang sektor pekerjaan pengguna internet saat ini paling banyak adalah pada sektor perdagangan, jasa dan konsultan, serta pendidikan sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2.4. Sektor-sektor ini memerlukan konektivitas internet yang baik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sektor tersebut.

Gambar 2.4. Sektor Bidang Pekerjaan yang Menggunakan Internet.

Gambar 2.4. Sektor Bidang Pekerjaan yang Menggunakan Internet.

Dengan majunya TIK, internet tidak hanya dapat diakses melalui komputer, namun sudah dapat diakses melalui berbagai perangkat sebagimana ditunjukkan oleh gambar 2.5. Sekitar 70.1% pengguna internet mengakses internet dari perangkat smartphone. Meningkatnya kepemilikan smartphone tentunya didorong oleh kemajuan teknologi selular baik dari sisi perangkat maupun operator telekomunikasi, baik dari segi kemampuan teknologi maupun biaya dari investasi dan penggunaan teknologi tersebut. Saat ini seorang pelanggan dapat menggunakan lebih dari satu perangkat untuk mengakses internet.

Gambar 2.5. Perangkat yang Dipergunakan untuk Mengakses Internet.

Gambar 2.5. Perangkat yang Dipergunakan untuk Mengakses Internet.

Keberagaman perangkat yang dapat dipergunakan menyebabkan semakin besarnya penetrasi internet di Indonesia. Tabel 2.1 menunjukkan perhitungan penetrasi internet pada daerah-daerah di Indonesia. Perhitungan untuk setiap area dilakukan dengan menggunakan angka penetrasi urban atau kota yang menjadi wilayah survei di masing‐masing area tersebut. Untuk area yang diwakili oleh satu kota, maka angka penetrasi di kota tersebut merepresentasikan area yang bersangkutan. Untuk area yang diwakili oleh dua kota atau lebih, maka angka penetrasi diperoleh dengan mempertimbangkan proporsi penduduk di masing‐masing kota, sehingga total angka penetrasi diperoleh dari total jumlah penduduk kota dan total jumlah penggguna di kota-kota tersebut.

Tabel 2.1. Penetrasi Internet di Indonesia.

Tabel 2.1. Penetrasi Internet di Indonesia.

Penetrasi Internet di atas dipengaruhi juga oleh pilihan pembayaran langganan internet yang saat ini dapat dinikmati. Dahulu, ketika seseorang ingin mengakses internet untuk keperluan yang membutuhkan kecepatan dan kuota yang besar, dia harus ke warnet atau berlangganan paket internet yang mahal dan kurang beragam. Saat ini pilihan yang dimiliki oleh masyarakat menjadi semakin beragam sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2.6.

Gambar 2.6. Variasi Pembayaran Langganan Internet.

Gambar 2.6. Variasi Pembayaran Langganan Internet.

Berbagai kemudahan yang saat ini diperoleh oleh masyarakat dalam mengakses internet, masih belum dipergunakan oleh masyarakat Indonesia untuk kegiatan dengan tingkat produktifitas yang tinggi. Sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2.7, internet masih dipergunakan untuk mengakses media sosial oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kegiatan yang cenderung konsumtif ini telah menyita penggunaan spektrum frekuensi yang seharusnnya dapat dipergunakan untuk kepentingan lain yang lebih produktif.

Gambar 2.7. Tujuan Mengakses Internet.

Gambar 2.7. Tujuan Mengakses Internet.

Dari berbagai situs yang ada di dunia, masyarakat Indonesia masih menempatkan situs jejaring sosial Facebook sebagai situs yang paling banyak diakses, selain Facebook, situs-situs luar negeri  lain seperti Yahoo dan Google menyusul di peringkat 2 dan 3 sebagimana ditunjukka oleh gambar 2.8.

Gambar 2.8. Situs yang Paling Sering Diakses.

Gambar 2.8. Situs yang Paling Sering Diakses.

Kenyamanan masyarakat dalam mengakses berbagai situs dunia tidak lepas dari baiknya layanan yang diberikan penyedia jasa TIK seperti ISP di hadapan masyarakat. Terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan masyarakat tetap mempertahankan ISP yang saat ini dipergunakan dan alasan yang menyebabkan pelanggan mengganti ke ISP lainnya sebagimana ditunjukkan oleh gambar 2.9 dan gambar 2.10 dengan lebih detail.

Gambar 2.9. Alasan Tetap Mempertahankan ISP yang Saat Ini Digunakan.

Gambar 2.9. Alasan Tetap Mempertahankan ISP yang Saat Ini Digunakan.

Gambar 2.10. Alasan Mengganti ke ISP Lainnya.

Gambar 2.10. Alasan Mengganti ke ISP Lainnya.

Selain memacu tumbuhnya bisnis ISP, perkembangan TIK juga menyebabkan munculnya penggunaaan TIK yang mendukung tumbuhnya aplikasi pendukung bisnis lain di Indonesia. Belanja on-line dan transaksi elektronik merupakan contoh aplikasi TIK yang mendukung perkembangan bsinis di Indonesia. Gambar 2.11 menunjukkan BCA menjadi bank dengan transaksi elektronik terbanyak kemudian disusul oleh Bank Mandiri, BNI dan BRI. Kemajuan TIK dapat dihambat oleh berbagai macam hal, gambar 2.12 menunjukkan hal-hal yang dapat menyebabkan turunnya penggunaan TIK untuk belanja on-line.

Gambar 2.11. Penggunaan TIK Oleh Bank.

Gambar 2.11. Penggunaan TIK Oleh Bank.

Gambar 2.12. Hambatan Alasan Tidak Mengininkan Belanja On-line.

Gambar 2.12. Hambatan Alasan Tidak Mengininkan Belanja On-line.

Aplikasi-aplikasi pendukung bisnis dan berbagai keunggulan lain dari internet menyebabkan kehandalan internet sebagai media penyampai informasi semakin besar dan mulai menggeser media-media lain yang telah lebih dahulu ada seperti televisi, koran, radio dan lain-lainGambar 2.13 menunjukkan bahwa internet telah hampir menyusul televisi sebagai media yang dipergunakan oleh masyarakat untuk memperoleh informasi.

Gambar 2.13. Media Informasi yang Dipergunakan oleh Masyarakat.

Gambar 2.13. Media Informasi yang Dipergunakan oleh Masyarakat.

Dengan semakin besarnya ketergantungan berbagai sektor dan masyarakat akan internet baik untuk kepentingan memperoleh informasi atau jejaring sosial atau keperluan lainnya, maka tuntutan masyarakat kepada ISP lokal semakin membesar. Gambar 2.14 menunjukkan harapan  masyarakat kepada ISP lokal.

Gambar 2.14.Harapan Pengguna Terhadap ISP Lokal.

Gambar 2.14.Harapan Pengguna Terhadap ISP Lokal.

3. Analisa & Penjelasan

Dengan meninjau data dan kondisi TIK di Indonesia, akibat perkembangan TIK bagi masyarakat Indonesia dan TIK di negara-negara lain disertai dengan pemahaman akan teori konvergensi serta diskusi dengan rekan-rekan mahasiwa Manajemen Telekomunikasi Universitas Indonesia pada platform http://www.manajementelekomunikasi.org, diperoleh berbagai pokok pikiran – pokok pikiran yang perlu diperhatikan dalam penyusuran undang-undang konvergensi bila dipandang dari berbagai aspek. Aspek-aspek yang dipertimbangkan tantara lain adalah pertahanan, keamanan, teknologi, perizinan, USO (Universal Service Obligation), industri dalam negeri, pemberdayaan sumber daya terbatas, perekonomian, kompetisi, interkoneksi, perlindungan konsumen, kelembagaan dan hukum.

3.1 Teknologi

Teknologi TIK terus maju dan berubah, hal tersebut disebabkan keinginan pengembang teknologi untuk menghasilkan teknologi TIK yang semakin murah dan semakin berkualitas sehingga pelanggan mau melakukan pembelian terhadap teknologi baru yang dihasilkan oleh pengembang teknologi yang sebagian besar berasal dari luar negeri.. Perubahan teknologi yang serba IP (Internet Protocol) mendorong konvergensi karena media IP mampu dilewatkan oleh konten penyiaran, internet dan telekomunikasi tradisional (komunikasi suara, SMS dan MMS). Karena sampai saat ini, belum ada suatu standard teknologi konvergensi yang secara de jure atau de facto akan ditetapkan secara global, maka semua negara termasuk Indonesia memiliki kesempatan untuk ikut serta menghasilkan teknologi yang dapat dipergunakan di era konvergensi nanti. Olehkarena itu dalam hubungannya dengan aspek teknologi, penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

1. Penggunaan teknologi netral.

Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No 11 Tahun 2008, teknologi netral atau kebebasan memilih teknologi diartikan sebagai pemanfaatan teknologi informasi dengan tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu, sehingga dapat mengikuti perkembangan ke depan. Konsep teknologi netral ini dapat dipakai pula terkait dengan pemanfaatan frekuensi. Teknologi netral memungkinkan pemanfaatan frekuensi untuk teknologi di luar peruntukannya. Misalnya frekuensi 900 MHz yang dikhususkan untuk teknologi GSM, dapat dimanfaatkan untuk teknologi lainnya, misalnya 3G bahkan teknologi 4G atau LTE. Dalam pengimplementasiannya, teknologi netral harus memperhatikan pula kebijakan International Telecommunication Union (ITU) yang membagi dunia ini menjadi tiga region di mana Indonesia sebagai negara Asia masuk di region 3. Sementara Eropa di region 1 dan Amerika di region 2. Teknologi yang dapat diimplementasikan di region 2, bisa saja berbeda dengan terknologi yang dapat diimplementasikan di region 3. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perangkat-perangkat yang diperbolehkan beroperasi di Indonesia beserta kemampuan perangkat tersebut beroperasi di frekuensi yang tersedia.

Penggunaan teknologi netral untuk mengusung berbagai teknologi yang akan muncul di era konvergensi harus dipersiapkan pengaturannya agar tidak terjadi gangguan kualitas layanan, pertentangan dan inefisiensi penggunaan sumber daya yang dapat merugikan operator dan pelanggan.

2. Mendorong inovasi.

Bila suatu perusahaan ingin maju, maka perusahaan tersebut harus memiliki keunggulan kompetitif yang dapat membedakan dia dengan para pesaingnya. Inovasi dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi suatu perusahaan. Tidak hanya didasarkan oleh kemampuan memberikan keunggulan kompetitif, inovasi yang didorong juga harus menjadi inovasi yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harus dijaga agar tidak bersifat destruktif terhadap industri TIK saat ini dan di masa depan.

Inovasi TIK pada era konvergensi harus dipacu melalui undang-undang yang jelas dan tegas. Undang-undang yang mendukung inovasi dapat berupa pemberian berbagai kemudahan dan motivasi bagi inovator lokal untuk berkarya, hal tersebut dapat berupa pemberian insentif dan perlindungan hak kekayaan intelektual yang lebih baik. Inovator lokal akan lebih bergairah untuk berkarya membuat konten baru, perangkat baru atau bahkan sistem teknologi yang baru bila pemerintah mampu memberi perlindungan akan hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh inovator agar tidak dicuri oleh orang atau organisasi lain. Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan pihak kepolisian dalam merumuskan undang-undang yang memuat perlindungan terhadap kekayaan intelektual dari inovasi di bidang TIK pada era konvergensi.

3. Mendorong riset dan pengembangan TIK.

Perguruan tinggi merupakan sumber dari ilmu pengetahuan, maka seyogyanya riset dan pengembangan TIK di era konvergensi dilaksanakan dengan mendorong kerjasaman antara perusahaan dengan perguruan tinggi. Pemerintah harus mendorong agar hal tersebut benar-benar dilaksanakan, jangan hanya dijadikan persyaratan yang bersifat prosedural saja. Saat ini sudah ada kerjasama antara perusahaan dengan perguruan tinggi, namun dampaknya masih belum terlihat jelas. Undang-undang yang akan dirancang harus bersifat lebih memaksa dan agresif agar kerjasama antara perusahaan dan perguruan tinggi dapat lebih besar dan efisien. Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam merumuskan hal ini.

4. Implementasi Number Portability

Number Portability adalah teknologi yang memungkinkan pelanggan untuk hanya memiliki satu nomor, meskipun berganti-ganti operator. Keuntungan penerapan teknologi ini adalah pelanggan akan merasa nyaman untuk berpindah layanan operator bila layanan dan harga yang ia peroleh dianggap kurang memuaskan. Selain itu, operator juga didorong untung semakin meningkatkan kualitas layanan yang diberikan. Namun dengan jumlah operator yang sangat banyak dan datangnya era konvergensi, perlu ditinjau pengaturan pengimplementasian teknologi agar diperoleh cara untuk mengimplementasikan Number Portability tanpa merusak kompetisi. Biaya yang harus dikeluarkan oleh oeprator untuk mengimplementasikan Number Portability harus dipertimbangkan pula dalam merancang undang-undang.

3.2 Perizinan

Kerangka perizinan di era konvergensi harus dipersiapkan agar pada era konvergensi TIK nanti dapat terjadi peningkatan akses konsumen ke dalam berbagai layanan TIK dan tertatanya struktur industri TIK yang memungkinkan terjadinya kompetisi usaha yang mendorong kompetisi yang sehat. Perizinan dapat menjadi hambatan atau pendorong kesusksesan suatu negara dalam menghadapi era konvergensi. Perizinan yang berlaku saat ini dinilai mengandung sejumlah ketidaksempurnaan antara lain:

  1. Keterbatasan dalam lingkup dan substansi pengaturannya.
  2. Inefisiensi penggunaan sumber daya frekuensi.
  3. Adanya proteksi yang berlebihan terhadap penyelenggara incumbent.
  4. Kerancuan kategorisasi perijinan.

Dalam rancangan undang-undang konvergensi, hal-hal di atas harus diminimalisir dan dieliminasi.

Dalam hubungannya dengan aspek perizinan, penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

1. Unified Access Licensing

Dengan model Unified Access Licensing, maka pemilik izin operator telekomunikasi akan lebih leluasa menggelar jenis layanan, baik berupa teknologi telepon bergerak (selular), telepon tetap nirkabel dengan mobilitas terbatas (FWA) atau bentuk layanan telekomunikasi lainnya. Dengan lisensi itu, Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi untuk layanan seluler dan FWA akan sama dengan BHP Frekuensi seluler, sehingga operator dapat lebih leluasa menentukan jangkauan layanannya. Jadi nanti, antara selular dan FWA harganya sama. Layanannya juga bisa lebih luas. Jadi bersaingnya di layanan.

2. Kewenangan dalam perizinan penyelenggaraan antara pusat dan daerah.

Dengan berlakunya otonomi daerah, pemerintah daerah merasa bahwa perizinan apapun asalkan ada di dalam wilayah mereka menjadi ruang lingkup mereka, termasuk perizinan di bidang TIK. Perizinan diberikan tanpa koordinasi yang baik dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika. Di era konvergensi, keadaan ini dapat semakin buruk apabila tidak secepatnya diatur. Kementrian Komunikasi dan Informatika perlu bekerja sama dengan Departemen Dalam Negeri dalam membahas kesepakatan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah dalam perizinan TIK di era konvergensi.

3. Perizinan terpadu.

Pada era konvergensi, suatu operator dapat menjadi operator di bidang penyiaran merangkap operator di bidang telekomunikasi dan merangkap sebagai penyedia konten. Berbagai kombinasi lainnya dapat saja terjadi di era konvergensi nanti. Alangkah sulit dan inefisien apabila perizinan untuk suatu layanan membutuhkan prosedur-prosedur tertentu. Untuk dapat menyelenggarakan berbagai layanan, suatu operator harus menempuh lika liku perizinan yang bermacam-macam. Dengan perizinan terpadu, diharapkan operator tidak lagi melewati prosedur perizinan yang rumit untuk segera menyelenggarakan satu atau beberapa pelayanan dengan menggunakan teknologi yang dipilih.

3.3 USO (Universal Service Obligation)

Sumber daya terbatas seperti frekuensi dan orbit satelit bukanlah milik sekelompok orang saja, melainkan milik seluruh rakyat, maka dengan demikian manfaat yang diperoleh dari sumber daya terbatas tersebut juga harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Program USO akan memberikan pelayanan di bidang TIK bagi masyarakat desa sehingga arus informasi tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kota tetapi dapat dinikmati oleh masyarakat pedesaan terpencil sekalipun. Saat ini pelayanan yang dikembangkan adalah mencakup telepon umum dan internet nirkabel ke pedesaan terpencil. Di era konvergensi nanti, USO harus tetap ada dan diatur dengan seperangkat undang-undang yang tepat sasaran. Dalam hubungannya dengan aspek USO, penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

1. Pendanaan USO.

Dengan adanya teknologi baru, maka akan diperlukan penyambungan baru ke pedesaan terpencil. Agar pedesaan terpencil dapat menikmati manfaat dari konvergensi TIK, maka pendanaan USO diatur sebagai bentuk kontribusi seluruh penyelenggara TIK dan pelaksanaannya dengan menbentuk badan khusus yang fokus mengatur USO.

2. Penggunaan penomoran dalam USO

Layanan USO sebaiknya diberikan penomoran khusus untuk menjaga kesinambungan dan kualitas layanannya. Dengan adanya penomoran, maka pengendalian akan layanan USO dapat lebih mudah dilaksanakan. Mekanisme dan peraturan akan penomoran tersebut sebaiknya dimasukkan ke dalam undang-undang.

3. Kemudahan akses TIK bagi dunia pendidikan.

Demi pemerataan kualitas sumber daya manusia, USO di era konvergensi harus dapat membantu proses transfer ilmu pengetahuan dari wilayah perkotaan hingga pedesaan terpencil. Dalam menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade Area), Indonesia harus melakukan persiapan yang matang agar tidak menjadi pihak yang dirugikan. Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam merumuskan hal ini. Apabila tidak dikoordinasikan dengan baik, dikhawatirkan penetrasi TIK yang didorong oleh USO tidak memajukan dunia pendidikan namun hanya dipergunakan untuk jejaring sosial saja seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.7 pada bab 2.

4. Kemudahan akses TIK bagi dunia kesehatan.

Perkembangan teknologi ke arah konvergensi dapat membantu layanan kesehatan, contohnya adalah operasi jarak jauh yang sudah mulai dapat dilakukan dengan bantuan teknologi telekomunikasi dan robotika. Bukan tidak mungkin, konvergensi akan memicu kemunculan aplikasi dan perangkat lain yang akan membantu dunia kesehatan. Akses dari aplikasi dan perangkat tersebut seharusnya tidak hanya dapat dinikmati masyarakat perkotaan saja, maka USO yang nanti diterapkan harus dapat mengakomodir agar TIK yang dapat membantu dunia kesehatan bisa menggapai desa-desa. Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerja sama juga dengan Kementrian Kesehatan dan Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam merumuskan hal ini.

3.4 Industri Dalam Negeri

            Konvergensi mulai menggapai Indonesia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mendukung peningkatan industri dalam negeri termasuk industri mikro, kecil dan menengah. Semua stakeholder TIK berharap agar konvergensi dapat meningkatkan produksi domestik tanpa mengorbankan kepentingan, persatuan dan kesatuan Indonesia. Dalam hubungannya dengan aspek industri dalam negeri, penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

1. Standard nasional.

Perlu adanya standard nasional yang mendukung upaya penggunaan industri dalam negeri secara signifikan. Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerja sama dengan Kementrian Perindustrian dalam merumuskan hal ini.

2. Proteksi bagi industri nasional.

Era konvergensi dapat melahirkan berbagai industri baru mulai dari konten, perangkat sampai sistem teknologi. Agar industri dalam negeri dapat bertahan dan tumbuh, pemerintah sebaiknya memberikan proteksi dan subsidi terhadap industri tersebut dalam tahap awal pembangunan industrinya. Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerja sama juga dengan Kementrian Perindustrian dalam merumuskan hal ini.

3.5 Pemberdayaan Sumber Daya Terbatas

Sumber daya terbatas merupakan sumber daya yang jumlahnya terbatas dan sampai saat ini belum ada teknologi yang mampu memproduksi sumber daya tersebut. Contoh sumber daya terbatas dalam bidang TIK adalah orbit satelit, spektrum frekuensi dan penomoran. Pemanfaatan sumber daya terbatas harus diatur sebaik mungkin karena di era konvergensi nanti, penggunaan sumber daya terbatas tersebut akan mengalami perubahan, baik perubahan kecil maupun perubahan besar. Dalam hubungannya dengan aspek pemberdayaan sumber daya terbatas, penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

 1.

  • Efisiensi penggunaan spektrum frekuensi.

Pengawasan akan penggunaan spektrum frekuensi harus ditingkatkan sesuai peraturan yang berlaku. Pengawasan dari balai monitoring sebaiknya tidak bersifat terencana, namun insidental agar tidak ada operator yang menggunakan spektrum frekuensi di luar batas yang telah ditentukan. Penggunaan repeater ilegal juga harus ditertibkan dan dimasukkan ke dalam undang-undang, karena repeater ilegal menggunakan frekuensi yang akan menyebabkan interferensi bagi layanan operator. Hal-hal di atas harus mulai di perbaiki karena dapat menggangu layanan TIK di Indonesia termasuk layanan TIK di era konvergensi nanti.

  • 2. Efisiensi penggunaan orbit satelit.

Saat ini, untuk mendapatkan slot orbit diperlukan waktu panjang padahal trafik berkembang dengan sangat cepat. Undang-undang yang dirancang sebaiknya mempercepat proses untuk mendapatkan orbit satelit agar penetrasi konvergensi di Indonesia dapat berlangsung dengan cepat juga. Selain itu, perlu direncanakan pemanfaatan slot orbit secara terencana dan efisien tanpa mengabaikan optimalisasi penggunaan bandwidth dari teknologi yang dipergunakan.

3. Efisiensi penggunaan penomoran.

Mekanisme penggunaan penomoran yang berlaku saat ini cenderung membuat operator melakukan pemborosan dalam menerapkan sistem penomoran kepada pelanggannya. Di era konvergensi nanti, akan muncul layanan-layanan baru yang bukan tidak mungkin akan memperkeruh inefisiensi penomoran yang sekarang suah terjadi. Maka, sebaiknya undang-undang yang baru memandang bahwa blok penomoran merupakan sumber daya terbatas yang memiliki nilai sehingga untuk mendapatkannya diperlukan kompensasi pengguna kepada negara. Kompensasinya bisa dalam bentuk dana, kontribusi terhadap dunia pendidikan, kontribusi terhadap dunia kesehatan, menjadi “kakak besar” terhadap UKM (Usaha Kecil Menengah) dan lain-lain.

4. Penggunaan infrastruktur bersama.

Pada era konvergensi, akan terdapat teknologi-teknologi baru yang membutuhkan inftrasutruktur dengan biaya yang tidak murah. Penggunaan sebuah infrastruktur bersama-sama tentunya akan menjadi salah satu pilihan yang dipertimbangkan oleh operator untuk mengefisienkan biaya yang harus mereka keluarkan. Saat ini belum ada peraturan yang mengatur penggunaan inftastruktur bersama walaupun sudah ada operator-operator yang melakukan pengunaan RAN (Radio Access Network) bersama. Operator yang menyewa, menggunakan sumber daya frekuensi milik operator yang menyewakan padahal pihak operator yang menyewa sudah memiliki izin untuk menggunakan blok frekuensi tertentu. Blok frekuensi tersebut tentunya menjadi blok frekuensi yang kurang efisien penggunaannya karena pihak yang seharusnya memanfaatkan blok frekuensi tersebut justru menggunakan blok frekuensi milik operator lain dengan cara menyewa. Hal-hal seperti inilah yang harus dipertimbangkan karena dengan semakin ketatnya persaingan di era konvergensi, keinginan operator-operator untuk melakukan pengunaan infrastruktur bersama akan semakin besar. Undang-undang yang dirancang dapat memutuskan untuk memberikan syarat-syarat dan pilihan-pilihan yang inovatif agar penggunaan infrastruktur bersama dapat berlangsung dengan adil dan tidak mengakibatkan kemubaziran sumber daya terbatas.

5. Penggunaan energi yang ramah lingkungan

Selain  satelit, spektrum frekuensi dan penomoran, tentunya masih ada sumber daya terbatas lain yang tidak spesifik hanya berlaku bagi bidang TIK tapi berlaku juga bagi bidang-bidang lain. Setiap industri yang ada pasti membutuhkan energi, namun sebagian besar energi yang saat ini dipergunakan bukanlah energi yang ramah lingkungan. Dengan adanya era kovergensi, akan ada perangkat-perangkat baru yang harus diimplementasikan dan ada perangkat-perangkat yang harus dipensiunkan. Ini merupakan kesempatan yang baik untuk meningkatkan penggunaan energi yang ramah lingkungan. Undang-undang yang dirancang sebaiknya mendorong agar perangkat-perangkat baru yang akan diimplementasikan menggunakan sumber energi yang ramah lingkungan. Dorongan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengurangan pajak, persyaratan perizinan dan lain-lain. Dengan semakin majunya teknologi dan semakin besarnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan, maka penggunaan sumber energi ramah lingkungan akan menjadi trend di masa depan yang sudah selayaknya diatur oleh pemerintah. Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerja sama dengan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam merumuskan hal ini.

3.6 Bisnis dan Kompetisi

TIK di era konvergensi akan menghasilkan manfaat yang maksimal bila iklim bisnis dan kompetisinya sehat, terbuka, adil dan tidak diskriminatif. Olehkarena itu, maka penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

1. Pengaturan OTT (Over The Top).

Maraknya penggunaan internet oleh masyarakat dewasa ini tidak lepas dari OTT yang mereka akses melalui internet. OTT merupakan layanan konten melalui jaringan internet tanpa campur tangan pemilik infrastruktur jaringan internet atau ISP (Internet Service Providor) baik dalam hal pengawasan, pemfilteran, maupun pendistribusian konten tersebut. Contoh OTT yang saat ini diakses oleh banyak orang adalah facebook, twitter, youtube, netfix, foodspotting, getglue, miso, foursquare dan lain-lain. OTT yang sebagian besar berasar dari luar negeri, menumpang di atas infrastruktur jaringan internet dengan biaya operasional serta belanja model yang sangat rendah, OTT tidak membagi keuntungan yang mereka peroleh kepada pemilik infrastruktur jaringan internet karena OTT menganggap bahwa jaringan internet hanya dijadikan sebagai saluran saja, biaya penggunaan jaringan internet dibebankan kepada pelanggan dari ISP yang mengakses OTT, pelanggan ISP tentunya membayar sejumlah uang untuk berlangganan internet. Dengan semakin maraknya persaingan ISP ditambah masuknya era konvergensi yang menyebabkan operator telekomunikasi masuk juga ke zona bisnis ISP, menyebabkan persaingan harga yang menyebabkan biaya berlangganan internet semakin turun namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang diterima sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 3.1. Besarnya trafik untuk mengakses OTT akan semakin membebani jaringan ISP di tahun-tahun mendatang jika tidak terdapat perubahan. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai pilihan untuk meredakan perselisihan antara ISP dengan OTT sebab internet merupakan pintu bagi bangsa Indonesia menuju ilmu pengetahuan dan perekonomian yang maju dan tidak tertinggal, OTT memang memiliki peranan besar dalam memacu penggunaan internet tapi tanpa jaringan infrastruktur internet yang memadai maka perkembangan penggunaan internet akan terhambat.

Gambar 3.1. Pertumbuhan Pendapatan Vs. Pertumbuhan Trafik dan Pengeluaran.

Gambar 3.1. Pertumbuhan Pendapatan Vs. Pertumbuhan Trafik dan Pengeluaran.

Pilihan kerjasama yang dapat ditawarkan antara lain adalah pembangunan infrastruktur secara bersama-sama dan bundling paket konten dengan layanan jaringan. Pemerintah dapat merancang undang-undang yang mewajibkan bagi OTT yang telah diakses dengan jumlah akses tertentu dan dalam jangka waktu tertentu untuk ikut berinvestasi membangun infrastruktur  bersama-sama dengan pemilik jaringan internet yang sudah ada. Pilihan lain yang dapat dilakukan adalah bundling paket konten OTT dengan layanan jaringan, pelanggan membayar sebuah paket layanan internet dengan kelebihan berupa akses gratis ketika mengakses suatu OTT yang sudah membayarkan sejumlah dana kepada ISP dan atau pemilik infrastruktur jaringan. OTT dapat menjadi ancaman sekaligus peluang, semua bergantung dari bagaimana stakeholder menyikapinya.

1. Anti korupsi, anti monopoli dan anti persaingan tidak sehat.

Undang-undang yang dirancang harus mencegah dan membasmi praktek-praktek korupsi, monopoli dan persaingan tidak sehat yang disinyalir terjadi saat ini atau di masa depan nanti. Semua itu harus ditegaskan dalam bentuk undang-undang yang jelas dan tegas.

2. Pengaturan mengenai merger dan akusisi.

Dalam bisnis, persaingan yang ketat dapat mennyebabkan terjadinya akuisisi dan merger. Pada era konvergens nanti, dengan menyatunya layanan yang diberikan, bukan tidak mungkin merger dan akuisisi antara perusahaan TIK akan semakin banyak terjadi. Pemerintah perlu merancang undang-undang untuk mengatur hal ini agar tidak terjadi praktek antikompetisi yang dapat mencederai perkembangan TIK di Indonesia.

 3. Hak dan kewajiban penyelenggara incumbent.

Dominasi yang terlalu besar dari satu atau segelintir perusahaan dapat menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat, maka diperlukan peraturan khusus yang mengatur hak dan kewajiban penyelenggara incumbent.

4. Penyelesaian sengketa.

Di era konvergensi, sengketa-sengketa yang terjadi semakin beraneka ragam dengan tingkat yang kerumitan yang semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena semakin mendekati era konvergensi, semakin rumit teknologi TIK yang harus ditangani oleh peyelenggara dan pencipta teknologi walau jika dilihat dari sisi pelanggan, semua justru semakin sederhana dan menarik. Olehkarena itu perlu dilakukan pembentukan institusi dan mekanisme penyelesaian sengketa khusus untuk masalah kompetisi TIK.

5. Pasar sekunder.

Pasar sekunder dalam TIK dapat berbentuk penjualan lisensi dan penyewaan frekuensi seperti yang telah dilakukan di Amerika Serikat. Dengan pemberlakuan pasar sekunder, akan muncul bisnis-bisnis baru seperti broker spektrum dan penyewaan sumber daya terbatas. Fenomena ini dapat mendorong investasi dan inovasi. Di era konvergensi, pasar sekunder tentunya akan semakin rumit dan kompleks sehingga bila tidak diatur dengan bijaksana, hasil yang diperoleh justru menjadi kontra produktif.

6. Pengaturan mengenai bisnis MSP (Managed Service Provider).

Dengan semakin berkembangnya teknologi, biaya yang perlu dikeluarkan oleh operator semakin besar dan rumit. Untuk membantu operator mencapai target tahunannya, banyak operator saat ini menyerahkan kegiatan operasional jaringannya kepada MSP. Pemerintah harus merancang pasal-pasal yang mengatur agar persaingan antar MSP dan penyerahan operasional jaringan kepada MSP tidak merugikan bangsa Indonesia. Jangan sampai terjadi kompetisi yang tidak sehat pada bisnis yang mulai tumbuh ini. Di era konvergensi, bisnis ini akan semakin tumbuh karena semakin maju teknologi, semakin rumit teknologi tersebut, pihak operator perlu memfokuskan sumber daya yang mereka miliki untuk hal-hal lain yang mereka anggap merupakan bisnis utama mereka dan operasional sudah mulai bergeser statusnya menjadi non-core business bagi operator.

7. Kejelasan akan penjualan grosir dan penjualan eceran.

Pada bisnis TIK, terdapat penjualan grosir dan penjualan eceran. Kedua hal ini juga harus diatur agar persaingan tetap sehat. Penjualan secara grosir dan eceran tidak boleh disertai penjanjian-perjanjian anti kompetisi antara operator dengan distributor. Perjanjian-perjanjian seperti ini tentunya akan melukai kompetisi di era konvergensi bila tidak dipersiapkan pengaturannya sedini mungkin.

8. Kejelasan akan pemisahan kepemilikan.

Kepemilikan silang juga merupakan suatu hal yang dapat merusak kompetisi dan dapat menyebabkan terjadinya kerjasama antar dua atau beberapa kompetitor yang dapat merusak kompetisi. Hal ini akan semakin rumit di era konvergensi nanti karena suatu lembaga atau personal yang pada awalnya hanya memiliki kepemilikan di 1 ISP dan 1 operator penyiaran akan memiliki kepemilikan silang ketika era konvergensi karena ISP dan operator penyiaran akan memiliki bisnis yang semakin membaur dan menyatu.

3.8  Interkoneksi

Definisi interkoneksi menurut Laporan Qolloquiem ke-4 ITU dapat diartikan bahwa interkoneksi terdiri pengaturan komersial dan teknis di mana penyelenggara jasa telekomunikasi menyambungkan peralatan, jaringan dan pelayanan mereka agar pelanggan dapat menjangkau pelanggan, jasa pelayanan dan jaringan penyelenggara jasa lainnya. Olehkarena itu, maka penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

1. Keadilan dan kepastian sambungan.

Any to any connection harus terjadi antara semua pelanggan/end user jaringan apapun dari penyelenggara manapun. Pada era konvergensi akan terjadi perubahan yang tentunya akan mempengaruhi interkoneksi juga. Para pemain baru dalam bisnis yang semakin berkembang harus dilindungi dengan seperangkat peraturan agar terdapat kompetisi yang tidak hanya memihak para penyelanggara incumbent.

2. Perubahan teknologi interkoneksi yang mulus.

Di masa depan semuanya akan menjadi IP based termasuk interkoneksi, di masa transisi yang masih didominasi teknologi non IP based harus dipastikan bahwa dominasi teknologi non IP based tidak menghambat pengimplementasian  IP yang akan menjadi pengendali di masa depan.

3.8 Perlindungan Pelanggan

            Pelanggan dari TIK merupakan elemen yang harus dilindungi oleh pemerintah agar industri dapat terus berkembang. Keberadaan konsumen dengan jumlah yang besar, menjadi salah satu daya tarik Indonesia agar para investor tertarik untuk berinvestasi dan mendorong roda perkembangan TIK di Indonesia. Olehkarena itu, maka penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

1. Pengaturan standar QOS (Quality of Services).

Undang-undang yang baru harus mempu mendorong agar kepentingan konsumen ,terutama tarif dan kualitas, dijamin sepenuhnya oleh undang-undang sehingga konsumen dapat memperoleh layanan dengan kuantitas dan kualitas sesuai dengan janji dari penyelenggara layanan. Perlu adanya pengaturan mengenai mekanisme pengawasan dan penegakkan mengenai standar QOS untuk setiap layanan yang akan berkembang di era konvergensi nanti.

2. Akses bagi regulator untuk memonitor TMN operator secara real time.

Kekuasaan dalam hal pengawasan oleh pihak regulator sebaiknya diperkuat dengan memberikan akses bagi regulator untuk memonitor TMN operator secara real time sehingga pelanggaran-pelanggaran akan hak dan kewajiban operator dapat diminimalisir dan dapat mempermudah regulator dalam mengkaji pokok-pokok pikiran baru dalam merancang undang-undang di masa depan. Akses yang diberikan tentunya harus diatur dengan mekanisme tertentu agar data-data sensitif operator, vendor dan pelanggan dapat tetap terlindungi.

3. Keamanan pelanggan.

Dewasa ini sering terjadi penipuan melalui media TIK. Di era konvergensi, media dan teknologi yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk melakukan tindak kriminalitas akan semakin banyak dan beragam. Hal ini harus diantisipati sedini mungkin melalui seperangkat peraturan-peraturan yang sudah memasukkan sanksi bagi kriminalitas melalui media TIK. Bisnis-bisnis yang mulai berkembang seperti belanja on-line, VAS (Value Added Service) dan lain-lain tidak akan berkembang tanpa adanya perlindungan yang jelas dan tegas dari pemerintah. Tidak hanya berupa kebijakan, perlindungan yang dimaksudkan di sini adalah berupa aksi juga. Olehkare itu Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam merumuskan undang-undang yang meyangkut keamanan pelanggan agar penegakannya mendapat dukungan penuh dari pihak kepolisian.

3.9 Kelembagaan

Undang-undang telekomunikasi yang saat ini masih sangat singkat dalam mengamanatkan pendirian badan regulasi independen telekomunikasi. Institusi regulator telekomunikasi saat ini dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999, masih dalam bentuk transisi menuju kepada regulator yang independent secara penuh. Kemudian regulator untuk bidang penyiaran masih terpisah kelembagaannya dan diatur oleh peraturan yang berbeda yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2002. Ketika bidang yang diatur oleh regulator bidang penyiaran dan regulator bidang telekomunikasi menyatu, akan terjadi benturan kepentingan dan kekuasaan. Olehkarena itu, maka penyusunan undang-undang konvergensi harus memperhatikan:

1. Pembeda antara pembuat kebijakan dan regulator.

Perlu adanya undang-undang yang mengatur tentang pembagian kewenangan, peran dan tugas antara pembuat kebijakan dan regulator sehingga terdapat regulator yang lebih mandiri dan memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding sekarang. Hal ini sangat dibutuhkan di era konvergensi.

2. Penguatan regulator.

Perlu adanya undang-undang yang memperluas dan memperkuat peranan regulator beserta hubungannya dengan badan-badan pemerintahan lainnya agar regulator dapat bertindak dengan lebih cepat dalam menghadapi dinamika perkembangan TIK.

3.10 Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu hal yang penting agar industri TIK dapat berjalan dengan adil dan sesuai harapan. Saat ini belum diatur mengenai sanksi administratif dalam bentuk denda. Sanksi administratif hanya berupa pencabutan ijin, sehingga pelaksanaan sanksi tersebut akan sangat sulit untuk diterapkan, karena pemerintah perlu mempertimbangan atas kelajutan pelayanan kepada pengguna jasa. Jangan sampai sanksi yang diberikan justru menambah besarnya kerugian dari pengguna jasa yang akan semarin beragam di era konvergensi nanti. Perlu adanya undang-undang yang mengatur perluasan sanksi administratif agar bentuknya tidak hanya berupa pencabutan ijin saja, namun berupa pencabutan ijin dan atau denda.

4. Penutup

4.1 Kesimpulan

  1. Dunia TIK membutuhkan undang-undang konvergensi yang dapat berjalan harmonis dengan perkembangan TIK yang sangat pesat karena perkembangan TIK dapat memacu perkembangan sektor-sektor lainnya.
  2. Kebijakan dan implementasi dari kebijakan pada suatu negara berbeda dengan negara lainnya.
  3. Berbagai pokok pikiran yang dapat dipergunakan dalam merancang undang-undang konvergensi Indonesia dapat dipandnag dari aspek teknologi, perizinan, USO (Universal Service Obligation), industri dalam negeri, pemberdayaan sumber daya terbatas, bisnis dan kompetisi, interkoneksi, perlindungan pelanggan,kelembagaan dan penegakan hukum.

4.2 Saran

  1. Kebijakan yang akan dibuat, membutuhkan komitmen dari semua stakeholder dalam pelaksanaannya. Tidak hanya pemerintah, namun pihak operator, vendor dan masyarakat juga harus berkomitmen. Komitmen dari berbagai pihak akan semakin kuat apabila undang-undang yang dirancang memperhatikan kepentingan, peluang dan risiko masing-masing stakeholder.
  2. Kebijakan TIK dari negara lain, dapat dijadikan masukan yang baik bagi kelangsungan TIK Indonesia di era konvergensi, namun semua itu harus difilter dengan baik oleh pemerintah agar tidak menjadi “bumerang” bagi bangsa Indonesia.
  3. Dalam merancang kebijakan TIK, Kementrian Komunikasi dan Informatika sebaiknya berkoordinasi juga dengan kementrian lain agar kebijakan yang disahkan dapat mencapai atau mempertahankan keunggulan sebagai suatu bangsa, bukan sektoral.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2012). Profil Pengguna Internet Indonesia 2012

[2] Business Monitor International (2012). Asia Pacific Telecommunications June 2012

[3] Business Monitor International (2012). Indonesia Telecommunications Report Q2 2012

[4] Direktorat Energi, Telekomunikasi dan Informatika. Ringkasan Hasil Kajian Platform Kompetisi Penyelenggaraan Telekomunikasi

[5] FCC, 2008 Performance and Accountability Report, September 2008

[6] FCC, Commissioners from 1934 to Present

[7] FCC, Federal Communications Commisions STrategic Plan 2012-2016

[8] Kementrian Komunikasi dan Informatika RI (2011). Laporan Tahunan 2011

[9] Krisnadi, Iwan, Ridwan, Wawan (2011). Regulatory Impact Analysis Terhadap Rancangan Undang-Undang Konvergensi Teknologi Informasi dan Komunikasi. InComTech, Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, vol. 2, no.2, 2011

[10] Satriya, Eddy. USO Telekomunikasi

[11] Tim Kajian Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 (2006). Naskah Kajian Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi DIkaitkan Dengan Perkembangan Konvergensi Telematika

[12] ________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

[13] ________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

[14] http://brti.or.id/

[15] http://hsutadi.blogspot.com

[16] http://kominfo.go.id/

[17] http://mastel.wordpress.com

[18] http://www.hasnulsuhaimi.com/

[19] http://www.ida.gov.sg/

[20] http://www.kpi.go.id/

[21] http://www.manajementelekomunikasi.org

[22] http://www.ofcom.org.uk/

[23] http://www.wikipedia.org/

Studi Kasus Nokia dari Sudut Pandang Manajemen Nokia

Nokawal

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Nokia adalah perusahaan asal Finlandia yang sempat menjadi perusahaan telekomunikasi terbesar di Finlandia dan dunia. Pada tahun 1865, Fredrik Idestam mendirikan perusahaan penggilingan kayu yang bernama Nokia, kata Nokia sendiri diambil dari nama sebuah komunitas yang tinggal di Finlandia Selatan. Kemudian pada sekitar tahun 1950, Nokia mulai membangun divisi elektronik karena Nokia memandang bahwa industri elektronik menjanjikan masa depan yang cerah, pendirian divisi ini adalah awal mula terjunnya Nokia ke dalam industri telekomunikasi. Walaupun pada awalnya Nokia bukanlah perusahaan telekomunikasi, Nokia berhasil menghasilkan produk-produk telekomunikasi yang dapat diterima oleh pasar, mulai dari produk telefon genggam sampai perangkat telekomunikasi lainnya seperti HLR, MSC, BSC, RNC dan lain-lain. Kesuksesan Nokia tidak diperoleh dengan instan, melainkan melalui proses trial & error yang panjang, Nokia melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan-kesalahan mereka sehingga Nokia mampu menghasilkan inovasi-inovasi yang berhasil membuat mereka merajai pasar telefon genggam selama 14 tahun sebelum tahtanya direbut oleh Samsung. Dalam Pada era kejayaannya, Nokia banyak mengeluarkan produk telefon genggam dengan model-model yang baru dalam waktu yang tidak terlalu jauh & langsung diserap dengan baik oleh pasar.

Gambar 1.1 Pergerakan Saham Nokia

Gambar 1.1 Pergerakan Saham Nokia.

Sayangnya era kejayaan Nokia saat ini sudah mulai memudar, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 1.1 saham Nokia semakin turun, berbeda dengan S&P500, Nasdaq dan Dow Jones. Bila dibandingkan dengan Q2 2011 lalu, market share Nokia pada Q2 2012 ini mengalami penurunan di semua negara. Nokia juga melakukan pengurangan pegawai dan penutupan kantor dan pabriknya termasuk pabrik Nokia yang terletak di Finlandia, jadi saat ini tidak ada lagi produk Nokia yang dibuat di Finland, negara asal Nokia.

Gambar 1.2 Market Share Nokia

Gambar 1.2 Market Share Nokia.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam tulisan ini adalah

  1. Temukan 10 fakta yang menyebabkan perusahaan besar seperti Nokia dapat mengalami kesulitan besar seperti ini (5 faktor eksternal dan 5 faktor internal),
  2. Diskusikan strategi yang dijalankan dan temukan 3 penyebab yang paling dominan, menurut Anda, yang menjadi penyebab utama kesulitan ini.
  3. Berapa besar kontribusi Nokia terhadap perekonomian Finlandia dan apa strategi Nokia ke depan.
  4. Apakah ada perusahaan lain yang akan menyusul. Sebutkan data, fakta, dan analisisnya.

1.3  Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan tulisan ini antara lain:

  • Melakukan pendataan, melakukan analisis, dan mengajukan usulan perbaikan yang diperlukan dari sudut pandang pihak manajemen Nokia agar perusahaan dapat kembali menggapai masa-masa kejayaan yang saat ini mulai pudar.
  • Berbagi, berbagi ilmu dan pendapat tentunya ;).

1.4  Ruang Lingkup Pembahasan

Tulisan ini akan membahas strategi Nokia dari sudut pandang pihak manajemen Nokia.

2. Dasar Teori

2.1 Teori Inovasi

Nokia adalah perusahaan yang kaya akan inovasi dan berada di industri telekomunikasi yang haus akan inovasi. Teori inovasi yang berhubungan denga kasus Nokia adalah distruptive innovation dan innovation dilema yang diutarakan oleh Clayton M. Christensen, seorang ahli di bidang inovasi bisnis.

Distruptive innovation adalah sebuah inovasi yang membantu munculnya pasar baru, namun inovasi ini mengganggu pasar yang sudah ada, mengganti teknologi yang sudah ada sebelumnya. Dalam kata lain distruptive innovation memberikan kemajuan akan suatu layanan atau produk dengan cara yang tidak diduga oleh pasar.

Gambar 2.1 Distruptive Innovation

Gambar 2.1 Distruptive Innovation.

Clayton M. Christensen, seorang ahli di bidang inovasi bisnis, mengatakan bahwa “distruptive innovation dapat merusak kesuksesan perusahaan incumbent yang sudah memiliki respon yang baik terhadap kebutuhan pelanggan dan didukung oleh riset yang baik.” Perusahaan incombent terkesan terlambat menghadari distruptive innovation, mereka seolah-olah tidak menduga bahwa ada inovasi baru yang berhasil mengalahkan layanan atau produk yang sudah mereka kembangkan secara bertahap, hal itulah yang disebut innovator dilema. Innovator dilema terjadi ketika suatu perusahaan ragu dalam mengembangkan inovasi baru yang radikal karena perusahaan tersebut masih menikmati keuntungan dari inovasi yang telah mereka lahirkan di masa lampau, selain itu mereka juga khawatir bahwa bila mereka menghasilkan inovasi baru yang radikal, maka inovasi tersebut akan menghantam produk yang saat ini dianggap mampu memberikan keuntungan.

2.2  Teori Manajemen Strategis

Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya. Manajeman strategis berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan manajeman pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasional

Gambar 2.2 di bawah ini merepresentasikan model komprehensif dari proses manajemen strategis yang diambil dari buku Manajemen Strategis Konsep karangan Fred David. Terdapat 3 tahapan dalam manajemen strategis, yaitu perumusan, penerapan dan penilaian startegi. Ketiganya sangat penting perananya dalam mengantarkan perusahaan menuju tujuan yang ingin dicapai.

Gambar 2.2 Model Manajemen Strategis Komprehensif

Gambar 2.2 Model Manajemen Strategis Komprehensif.

Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi ancaman dan peluang eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan

Pada tahap perumusan strategi, terdapat faktor eksternal dan internal yang akan mempengaruhi langkah-langkah berikutnya. Kekuatan/kelemahan internal, ditambah dengan peluang/ancaman eksternal dan pernyataan visi misi yang jelas, memberikan landasan untuk menetapkan tujuan dan strategi. Oleh karena itu setiap perusahaan yang ingin mencapai semua tujuannya wajib melakukan audit internal dan audit eksternal.

Audit eksternal menekankan pada identifikasi dan evaluasi tren dan kejadian yang berada diluar kendali perusahaan, seperti meningkatnya persaingan luar negeri, pergeseran populasi, semakin meningkatnya persentase masyarakat berusia tua, ketakutan konsumen untuk bepergian, dan fluktuasi pasar saham. Audit eksternal mengungkapkan peluang dan ancaman utama yang dihadapi perusahaan sehingga manajer dapat memformulasi strategi untuk mengambil keuntungan dari peluang dan menghindari atau mengurangi dampak ancaman. Tujuan audit eksternal adalah untuk mengembangkan daftar yang terbatas tentang peluang yang dapat memberi manfaat dan ancaman yang harus dihindari.

Pada dasarnya hal-hal yang mempengaruhi audit internal adalah mmanajemen, pemasaran, keuangan, penelitian, pengembangan, operasional. Kekuatan/kelemahan internal setiap bidang bisnis adalah berbeda sebab keadaan setiap internal perusahaan tidaklah sama antara yang satu dengan yang lainnya.

3. Data & Informasi

Data dan informasi yang berhasil dikumpukan antaralain adalah:

1. Nokia dan Kompetitornya 

Gambar 3.1 Turunnya Harga Saham Nokia

Gambar 3.1 Turunnya Harga Saham Nokia.

Gambar 3.2 iPhone dan Android

Gambar 3.2 iPhone dan Android.

Gambar 3.3 Nokia Profit Margin dan Apple Profit Margin.

Gambar 3.3 Nokia Profit Margin dan Apple Profit Margin.

Gambar 3.4 Penjualan Nokia, Samsung dan Apple.

Gambar 3.4 Penjualan Nokia, Samsung dan Apple.

Berdasarkan gambar-gambar di atas, dapat diketahui bahwa keuntungan dan pasar Nokia terus menurun sementara keuntungan dari Apple & Samsung, kompetitor utamanya di dunia telefon genggam, terus mendapatkan keuntungan.Nokia dan Finlandia.

2. Pengaruh Pemerintah Finlandia

Gambar 3.5 Nokia dan Finlandia.

Gambar 3.5 Nokia dan Finlandia.

Gambar 3.6 Total Pajak Nokia dari Total Pendapatan Pajak Finlandia.

Gambar 3.6 Total Pajak Nokia dari Total Pendapatan Pajak Finlandia.

Tabel 3.1 Indikator Utama Finlandia.

Tabel 3.1 Indikator Utama Finlandia.

Tabel 3.2 Pembiayaan Riset Nokia oleh Finlandia.

Tabel 3.2 Pembiayaan Riset Nokia oleh Finlandia.

Berdasarkan data-data di atas, eksport Nokia sangat mempengaruhi GDP dari Finlandia. Negara Finlandia juga mendapatkan penghasilan dari pajak yang dibayarkan oleh Nokia setiap tahunnya. Persentase besar pajak Nokia dari total pendapatan pajak perusahaan mencapai puncaknya pada tahun 2003 yaitu di atas 20%. Meski terus mendapatkan pengaruh positif dari Nokia, pertumbuhan GDP Finlandia juga sempat mengalami penurunan mulai tahun 2008 bersamaan dengan krisis Lehman Brothers.

Nokia selalu ingin menjadi yang pertama dan terdepan dalam hal inovasi. Inovasi-inovasi yang berhasil memukau penduduk dunia ini dihasilkan oleh Nokia melalui riset dan penelitian yang cukup mahal. Selama ini, biaya riset dan penelitian Nokia dibantu oleh negara Finlandia melalui Tekes (The Finnish Funding Agency for Technology and Innovation) sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 3.2.

3. OS Telefon Genggam

Dari Majalah Chip Edisi 02/2011, diperoleh data sebagai berikut:

Android 2.2 
 Jumlah Aplikasi: 95.154
 App Store: Android Market
Symbian 3 
 Jumlah Aplikasi: 19.625
 Store: OVI Store
Windows Phone 7 
 Jumlah Aplikasi: 292
 Store: Marketplace
iOS 4.1
 Jumlah Aplikasi: 252.769
 App Store: App Store
Blackberry 6
 Jumlah Aplikasi: 13.869
 App Store: BB App World

Dapat diketahui bahwa jumbal aplikasi dari OS besutan IOS milik Apple dan aplikasi dari OS Android yang digunakan oleh Samsung memiliki jumlah yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah aplikasi yang ada pada OS Symbian maupun OS Windows Phone. Jumlah aplikasi yang beragam dapat menjadi daya tarik terhadap pengguna telefon genggam saat ini sebab telefon genggam saat ini tidak hanya digunakan untuk menelefon atau SMS aja, tapi digunakan untuk hal-hal yang lain seperti bermain game on-line,  memantau harga saham, media sosial, GPS dan lain-lain. 

Gambar 3.7 Jumlah User mobile OS

Gambar 3.7 Jumlah User mobile OS

Grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah pengguna OS Android dan OS IOS terus naik dan berhasil menyusul jumlah pengguna Symbian pada 2012, pasar menggemari telefon genggam yang menggunakan OS IOS dan Android.

4. RIM

Tabel 3.3 Inovasi RIM.

Tabel 3.3 Inovasi RIM.

Gambar 3.8 Kondisi RIM.

Gambar 3.8 Kondisi RIM.

Mirip dengan Nokia, RIM dengan perangkat Blackberry-nya terus mengalami penurunan keuntungan. RIM memang masih memperoleh keuntungan, namun bila hal ini diteruskan maka pada akhirnya RIM akan mengalami kerugian.

4. Analisi & Penjelasan

Gambar 4.1 Diagram Ishikawa Nokia.

Gambar 4.1 Diagram Ishikawa Nokia.

Dengan menggunakan data-data pendukung & Ishikawa Diagram (Fish Bone) di atas, diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan Nokia yaitu:

  • 5 Faktor Eksternal yang mempengaruhi masalah Nokia:

a)      Resesi ekonomi di Eropa

b)      Bantuan dari pemerintah Finlandia untuk mendanai R&D Nokia

c)      Persaingan dari perusahaan lain (Samsung, Apple, HTC dan lain-lain)

d)     Lokasi bisnis ritel, manufaktur & jasa dari Nokia tersebar di penjuru dunia

e)      Perkembangan gaya hidup masyarakat

  • 5 Faktor Internal yang mempengaruhi masalah Nokia:

f)       Kerjasama dengan Microsoft dalam hal OS Handset Nokia

g)      Tersedianya tenaga kerja ahli

h)      Paten milik Nokia

i)        Kemampuan Nokia berinovasi

j)        Sistem kerja internal Nokia

Kemudian faktor-faktor di atas dimasukkan ke dalam matriks hubungan agar dapat diperoleh 3 faktor yang paling mempengaruhi problem Nokia saat ini.

Tabel 4.1 Matriks Hubungan.

Tabel 4.1 Matriks Hubungan.

Dari matriks hubungan di atas, diperoleh 3 faktor dengan nilai yang paling tinggi yaitu:

  1. Kemampuan Nokia berinovasi.
  2. Persaingan dari perusahaan lain (Samsung, Apple, HTC dan lain-lain).
  3. Perkembangan gaya hidup masyarakat.

Kemampuan Nokia dalam berinovasi tidak perlu diragukan lagi, dengan didukung oleh riset yang baik dan kemampuan Nokia dalam melihat apa yang diinginkan oleh pelanggannya berhasil membuat Nokia menjadi produsen telefon genggam nomor 1 di dunia selama 14 tahun. Perkembangan gaya hidup masyarakat pastilah berubah dari waktu ke waktu, Nokia tetap menyadari hal tesebut sehingga Nokia terus melakukan riset dan mengeluarkan model-model produk baru agar masyarakat tidak meninggalkan merk Nokia. Masyarakat mengenal Nokia sebagai produsen telefon genggam terbaik di masanya.

Bencana mulai datang ketika Apple mengeluarkan distruptive innovation, yaitu telefon layar sentuh yang didukung oleh beragam aplikasi walaupun sebenarnya teknologi layar sentuh milik Apple bukanlah yang pertama di dunia. Teknologi layar sentuh telah lahir di laboratorium akademik dan korporat sejak 1960, teknologi ini sempat dipergunakan oleh HP melalui produk komputer layar sentuhnya, HP-150, pada 1983. Bencana bagi Nokia diperparah lagi dengan hadirnya Samsung sebagai pengikut Apple dengan mengeluarkan telefon genggam layar sentuh yang didukung oleh OS Android milik Google. Masyarakat kelas atas dan menengah yang dahulu menjadi pelanggan setia Nokia mulai beralih ke Apple dan Samsung karena inovasi dan reputasi. Sementara itu Nokia akan sulit bersaing bila mentargetkan masyarakat kelas bawah karena di sana telefon genggam buatan Cina sangat sulit ditandingi, terutama dari segi harga.

Sebenarnya Nokia mampu menghasilkan inovasi-inovasi dan kampanye-kampanye yang lebih agresif ketika Nokia masih ada dipuncak, namun Nokia mengalami apa yang disebut oleh Cyalton Christensen, seorang pakar dalam inovasi, sebagai dilema inovator. Nokia terlena dan ragu untuk membuat inovasi yang drastis karena khawatir inovasinya akan menghantam produk utamanya yang pada saat itu masih laku di pasaran.

Nokia tentunya melakukan perlawanan agar mahkotanya tidak direbut oleh perusahaan lain, Nokia mengeluarkan telefon genggam layar sentuh juga dan menggandeng OS Windows Phone milik Microsoft. Microsoft sendiri adalah produsen OS komputer nomor 1 di dunia, maka pilihan Nokia dalam menggandeng Microsoft bukanlah keputusan yang salah, OS produksi Microsoft tentunya adalah OS dengan kualitas yang baik. Kalau dilihat dari jumlah aplikasi yang mendukung, OS Windows Phone menag kalah jauh dibandingkan jumlah aplikasi pendukung pada OS IOS dan OS Android, namun itu hanyalah kuantitas, bukan kualitas. Walau jumlah aplikasinya lebih sedikit, bila kualitas dan harga dari aplikasi tersebut ekonomis atau gratis, maka OS Windows Phone ini pastilah mampu menjadi daya tarik bagi pelanggan.

Nokia sudah mengeluarkan hampir segala kemampuan yang mereka miliki, mulai dari mengeluarkan telefon genggam layar sentuh sampai beralih dari OS Symbian ke OS Windows Phone. Semua itu merupakan usaha yang baik, kondisi Nokia tentunya akan lebih terpuruk apabila strategi di atas tidak diterapkan. Masalahnya adalah, ketika Nokia menerapkan strategi di atas, masyarakat masih memiliki mindset bahwa Nokia merupakan produsen telefon genggam yang nyaman digunakan untuk telefon dan SMS, bukan produsen gadget (perangkat) multifungsi dengan kemampuan yang luas.

Nokia harus lebih agresif lagi dalam melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk. Nokia harus terus melakukan penyempurnaan terhadap produknya dengan diiringi oleh marketing yang tepat agar produk-produknya dapat diserap dengan baik lagi oleh pasar. Masyarakat kelas menengah dan kelas atas harus “dididik” agar menyadari bahwa Nokia bukan hanya produsen telefon genggam biasa tapi produsen telefon genggam yang sudah sekuat dan secanggih mini komputer, kuat untuk melakukan multitasking hal-hal yang bisa dilakukan komputer dan sedang trend tapi dapat dibawa ke mana-mana seperti untuk social media, email, GPS, messeger dan lain-lain. Marketing dari Nokia juga harus digalakan ke arah peningkatan reputasi pemilik telefon genggam Nokia yang baru sehingga orang yang menggenggam telefon genggam dengan merk Nokia memiliki “gengsi” menjadi pemilik gadget canggih yang bisa segalanya.

Pihak manajemen Nokia juga harus meminta bantuan dan dukungan dari pemerintah Finlandia karena bagaimanapun juga, Nokia mempengaruhi GDP negara tersebut. Bantuan dari pemerintah tidak hanya berupa dana riset dan pengembangan yang selama ini diberikan, manajemen Nokia dapat meminta bantuan kepada pemerintah untuk menurunkan biaya yang diperlukan untuk melakukan aktifitas produksi dan eksport di Finlandia mulai dari biaya masuknya bahan baku telefon genggam, pajak hingga perizinan. Nokia juga dapat meminta dukungan Bank milik pemerintah Finlandia untuk memberikan pinjaman lunak bagi operator telekomunikasi atau mitra distributor Nokia yang hendak membeli produk milik Nokia dengan syarat seluruh uang yang dipinjam tersebut digunakan 100% untuk membeli produk Nokia. Pinjaman yang diberikan oleh Bank tersebut tentunya akan bermanfaat juga bagi negara Finlandia juga pada akhirnya.

Serupa dengan Nokia, RIM juga mengalami masalah yang serupa. Namun RIM akan menghadapi badai yang lebih parah karena RIM nampak belum berencana mengeluarkan inovasi apapun yang akan menjadi sesuatu yang spektakuler. Masyarakat mengenal Blackberry produk RIM sebagai telefon genggam yang nyaman untuk melakukan komunikasi data terutama messeger. Kelebihan utama Blackberry adalah BBM (Blackberry Messeger) yang diluncurkan mulai 2008, namun pada suatu titik tertentu BBM tidak akan terus menerus menjadi keunggulan kompetitif RIM. Sampai saat ini belum ada inovasi yang dapat menjadi calon keunggulan kompetitif baru di masa depan bagi perusahan asal Kanada ini. Bila RIM tidak sesegera mungkin menghasilkan inovasi baru atau kampanye untuk merubah mindset masyarakat ke suatu arah tertentu, maka RIM akan tenggelam.

5. Kesimpulan & Penutup

5.1 Kesimpulan

  1. 5 Faktor Eksternal yang mempengaruhi masalah Nokia adalah resesi ekonomi di Eropa, bantuan dari pemerintah Finlandia untuk mendanai R&D Nokia, persaingan dari perusahaan lain (Samsung, Apple, HTC dan lain-lain), lokasi bisnis ritel, manufaktur & jasa dari Nokia tersebar di penjuru dunia, perkembangan gaya hidup masyarakat. Sedangkan 5 Faktor Internal yang mempengaruhi masalah Nokia adalah kerjasama dengan Microsoft dalam hal OS Handset Nokia, tersedianya tenaga kerja ahli, paten milik Nokia, kemampuan Nokia berinovasi, sistem kerja internal Nokia.
  2. 3 faktor utama yang mempengaruhi permasalahan yang dihadapi Nokia adalah kemampuan Nokia berinovasi, persaingan dari perusahaan lain (Samsung, Apple, HTC dan lain-lain) dan perkembangan gaya hidup masyarakat.
  3. Perekonomian Finlandia sangat dipengaruhi oleh kelangsungan bisnis Nokia, Finlandia memperoleh pendapatan dari ekport dan pajak Nokia. Finlandia juga memberikan bantuan dana riset dan pengembangan kepada Nokia.
  4. Perusahaan lain yang diduga akan mengalami nasib yang sama seperti Nokia adalah RIM.

5.2 Saran

  1. Nokia sebaiknya melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk yang lebih agresif dengan melakukan penyempurnaan produknya dengan disertai marketing yang tepat agar mindset masyarakat mengenai Nokia dapat secepatnya bergeser.
  2. Nokia sebaiknya meminta bantuan kepada pemerintah Finlandia untuk menurunkan biaya yang diperlukan untuk melakukan aktifitas produksi dan eksport di Finlandia, selain itu Nokia juga dapat meminta dukungan pemerintah Finlandia untuk memberikan pinjaman lunak bagi operator telekomunikasi atau mitra distributor Nokia yang hendak membeli produk milik Nokia.
  3. Agar tidak menyusul Nokia, RIM sebaiknya melakukan riset dan pengembangan produk yang lebih baik dan cepat lagi agar dapat melahirkan inovasi baru. Tentunya hal itu harus diimbangi dengan marketing yang tepat sasaran dan tidak terlambat.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Christensen, Clayton. The Innovator’s Dilemma: When New Technologies Cause Great Firm to Fail. Harvard Business School Press

[2] David, Fred R. Manajemen Strategis konsep, 2009, Salemba Empat

[3] Jyrki Ali-Yrkkö (2010). Nokia and Finland in a Sea of Change. Helsinki: Taloustieto Oy

[4] Pohjola, Matti. Economic Growthand Welfare in Finland. Aalto University School of Economy

[5] http://business.financialpost.com

[6] http://chip.co.id

[7] http://euromoneycountryrisk.com

[8] http://gs.statcounter.com

[9] http://majalahinovasi.com/teknologi-layar-sentuh/

[10] http://online.wsj.com

[11] http://web.worldbank.org

[12] http://wikipedia.com

[13] http://www.etla.fi

[14] http://www.helsinkibusinesshub.fi

[15] http://www.manajementelekomunikasi.org/

[16] http://www.nokia.com

[17] http://www.onlinemarketing-trends.com

[18] http://www.rim.com

Nokia & Finlandia

NokiaLogoNokia adalah sebuah perusahaan telekomunikasi yang sudah mendunia dan sempat menguasai pasar telefon genggam selama 14 tahun sebelum dominasinya dipatahkan oleh Samsung pada 2012 lalu. Sejak 1998, Nokia berhasil mematahkan dominasi Motorola dalam hal penjualan telefon genggam padahal Motorola berasal dari negara Amerika Serikat yang jauh lebih besar dari negara asal Nokia, Finlandia. Berikut akan dipaparkan pengaruh Nokia dan negara Finlandia sebagai negara asal Nokia.

Nok&Fin1

Gambar 1. Sumber Pertumbuhan GDP Finlandia

Gambar 2. Kontribusi Nokia & industri elektronika terhadap GDP Finlandia

Gambar 2. Kontribusi Nokia & industri elektronika terhadap GDP Finlandia

Gambar 3. Grafik Penjualan Nokia 1980-2006

Gambar 3. Grafik Penjualan Nokia 1980-2006

Gambar 4. Grafik Penjualan Nokia 2006-2011

Gambar 4. Grafik Penjualan Nokia 2006-2011

Setelah mengalami resesi pada sekitar tahun 1991, GDP Finlandia kembali mengalami peningkatan pada sekitar tahun 1994 dan seterusnya terus mengalami peningkatan hingga awal abad ke-21 dengan sektor teknologi sebagai penyumbang utama peningkatan tersebut sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 1. Faktor utama pendorong pertumbuhan ini adalah pertumbuhan permintaan akan teknologi handset dan peralatan jaringan telekomunikasi yang dipimpin oleh Nokia. Penjualan Nokia pada periode tahun 1990 hingga awal abad ke-21 cenderung meningkat sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2 dan 3. Nilai eksport yang dilakukan oleh Nokia ke luar negeri sangat mempengaruhi GDP Finlandia.

Gambar 5. Nokia/GDP & Nokia/Exports

Gambar 5. Nokia/GDP & Nokia/Exports

Gambar 6. Persentase Besar Pajak Nokia dari Total Pendapatan Pajak Perusahaan di Finlandia

Gambar 6. Persentase Besar Pajak Nokia dari Total Pendapatan Pajak Perusahaan di Finlandia

Negara Finlandia juga mendapatkan penghasilan dari pajak yang dibayarkan oleh Nokia setiap tahunnya. Persentase besar pajak Nokia dari total pendapatan pajak perusahaan mencapai puncaknya pada tahun 2003 yaitu di atas 20%. Nokia bagaikan harta karun bagi pemerintah Finlandia, entah apa yang terjadi pada negara tersebut bila tidak ada Nokia.

Besarnya pendapatan Nokia tidak dapat dipisahkan dari inovasi-inovasi yang berhasil diluncurkan oleh Nokia. Selama berbisnis di bidang telekomunikasi, Nokia berhasil membuat saklar digital telepon pertama, meluncurkan telepon genggam NMT pertama, meluncurkan handset GSM pertama, meluncurkan ponsel pertama yang memiliki fitur The Nokia Tune, telepon satelit pertama di dunia, meluncurkan handset pertama di dunia yang sudah mendukung teknologi WAP, meluncurkan ponsel 3G pertama, meluncurkan ponsel pertama dengan fitur mobile gaming multiplayer dan lain-lain. Nokia selalu ingin menjadi yang pertama dan terdepan dalam hal inovasi. Inovasi-inovasi yang berhasil memukau penduduk dunia ini dihasilkan oleh Nokia melalui riset dan penelitian yang cukup mahal. Selama ini, biaya riset dan penelitian Nokia dibantu oleh negara Finlandia melalui Tekes (The Finnish Funding Agency for Technology and Innovation). Tabel 1 menunjukkan besaran nilai bantuan yang diterima Nokia dari Finlandia. Negara Finlandia sangat menyadari pentingnya inovasi agar dapat memenangkan kompetisi dan pada akhirnya bantuan dari Finlandia kepada Nokia dapat bermanfaat bagi Finlandia juga sebab Nokia sangat mempengaruhi perekonimian negara tersebut.

Nok&Fin7

Tabel 1. Pembiayaan R&D Nokia

Hubungan antara Nokia dan Finlandia inilah yang harus dicontoh oleh Indonesia. Pemerintah seharusnya lebih aktif dan kreatif lagi dalam pengembangan riset agar pada suatu saat nanti Indonesia juga memiliki perusahaan besar seperti Nokia.

 

Daftar Pustaka

Jyrki Ali-Yrkkö (2010). Nokia and Finland in a Sea of Change. Helsinki: Taloustieto Oy

Pohjola, Matti. Economic Growthand Welfare in Finland. Aalto University School of Economy

http://www.nokia.com

http://www.tekes.fi/en/community/Home/351/Home/473

http://www.wikipedia.com

Outside Broadcasting di RRI

Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau yang dipisahkan oleh lautan sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah Indonesia sangat luas sekali bahkan merupakan yang terluas di Asia Tenggara. Penggunaan satelit merupakan salah satu cara yang efektif dan tepat bagi Indonesia untuk memperoleh informasi.

RRI merupakan radio yang mampu menyiarkan suatu acara tertentu di daerah tertentu ke seluruh nusantara dengan teknologi satelit. Teknologi satelit digunakan oleh RRI untuk melakukan peliputan di luar studio yang bisa disebut juga outside broadcasting.

Outside broadcasting dapat dilaksanakan oleh RRI Cabang Utama Jakarta dengan keempat mobil penghubung satelit melalui satelit Palapa B-4. Selain pengiriman materi siaran, terdapat pula komunikasi full duplex antara mobil penghubung satelit dengan RRI Cabang Utama Jakarta untuk memudahkan koordinasi antara mobil penghubung satelit dengan RRI Cabang utama Jakarta.

Pada RRI Cabang Utama Jakarta terdapat beberapa konfigurasi sistem yang berguna agar RRI dapat mengudara secara efisien dan efektif. Secara garis besar, terdapat 3 jenis sistem yang dipergunakan oleh PERJAN RRI, yakni :

1. DVB (Digital Video Broadcasting)

Sistem ini digunakan untuk pengiriman materi penyiaran antar stasiun-stasiun RRI yang terdapat di Jakarta, Lhokseumawe, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Bengkulu, Tanjung, Karang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Kupang, Purwokerto, Pontianak, Palang Karaya, Samarinda, Banjarmasin, Palu, Ujung Pandang, Gorontalo, Manado, Surakarta, Sumenep dan Padang.

2. SCPC (Single Carrier Per Channel) dengan Constream sebagai perusahaan perancang sistem.

 Sistem ini digunakan untuk pengiriman materi penyiaran antar stasiun-stasiun RRI yang terdapat di Jakarta, Banda Aceh, Bukit Tinggi, Sibolga, Cirebon, Madiun, Mataram, Ambon, Malang, Jember, Kendari, Jayapura, Biak, Fak Fak, Kaimana, Manokwari, Nabire, Sentani, Sarmi, Serui, Tanah Merah, Tembaga Pura, Teminabuan, Wamena, Sorong, Merauke dan Bintuni.

3. SCPC (Single Carrier Per Channel) dengan Siemens sebagai perusahaan perancang sistem.

Sistem ini khusus dipergunakan untuk melakukan outside broadcasting. Perangkat-perangkatnya terdapat di RRI Cabang Utama Jakarta dan 4 buah outside broadcasting van milik RRI.

Pada dasarnya outside broadcasting merupakan pengumpulan materi siaran di luar studio, hal ini dilakukan dengan mobil penghubung satelit atau disebut juga outside broadcasting van. Hasil yang diperoleh dari outside broadcasting kemudian disiarkan oleh RRI ke daerah-daerah di nusantara baik berupa siaran tunda maupun siaran langsung.

 1. Komponen Outside Broadcasting

Pada RRI Cabang Utama Jakarta terdapat MCR (Master Room Control) dan Hub. Pada MCR terdapat studio dan peralatan-peralatan lain yang berfungsi untuk menghasilkan suara sebagus mungkin. Sedangkan pada Hub yang terletak pada lantai teratas dari RRI Cabang Utama terdapat peralatan-peralatan yang digunakan untuk menerima dan mentransmisikan suara dari dan ke Outside Broadcasting van atau lebih dikenal dengan nama Mobil Penghubung Satelit. Sementara itu pada Mobil Penghubung Satelit juga terdapat peralatan-peralatan yang digunakan untuk mengirim dan menerima informasi dari dan ke Stasiun RRI Cabang Utama. Peralatan–peralatan ini tentunya terbentuk dalam suatu sistem yang mampu melakukan fungsi komunikasi satelit dengan baik dan benar.

Sebenarnya alat-alat yang terdapat di Hub RRI Cabang Utama dengan alat-alat yang terdapat di outside broadcasting van adalah sama., tapi tidak semua perangkat yang ada di RRI Cabang Utama tersedia pada outside broadcasting van. Hal ini disebabkan outside broadcasting van memiliki ruang yang kurang besar dan peranan outside broadcasting van tidak termasuk mengolah hasil siaran, maka perangkat yang terdapat di outside broadcasting van lebih diutamakan perangkat yang digunakan untuk up link ke satelit B-4 milik PT Telkom.

Peralatan-peralatan utama pendukung outside broadcasting yang terdapat di Hub RRI Cabang Utama Jakarta antara lain adalah Audio/Voice Codec AV 6496, Musicam Encoder Re 660, Musicam Decoder Re661, SM 2800, RSO-70DR, RSO-70UR, Up Converter SUC 60, Down Converter SDC 60, LNB (Low Noise Block), TRF (Transmit Reject Filter), Gregorian Antenna, SSPA (Solid State Power Amplifier), Satellite Analyzer danOMT (Orthomode Transducer) Polarisator. Sedangkan pada outside broadcasting van terdapat Audio/Voice Codec AV 6496, Musicam Encoder Re 660, SM 2800, RSO-70UR, Up Converter SUC 60, Down Converter SDC 60, LNB (Low Noise Block), TRF (Transmit Reject Filter), Offset Feed Antenna, SSPA (Solid State Power Amplifier), Satellite Analyzer danOMT (Orthomode Transducer) Polarisator.

1.1 Perangkat pada Stasiun Bumi RRI

Berikut penjelasan singkat mengenai peralatan-peralatan pada outside broadcasting :

a. SM 2800

SM 2800 adalah modem satelit dengan biaya rendah yang didesain setelah Fairchild mengeluarkan modem satelit seri SM 290/2900 yang diperuntukkan bagi dunia industri. Sama seperti SM 290/2900, SM 2800 menghubungkan hardware lain kepada IF (Intermediate Frequency) dengan frekuensi 70 MHz atau 140 MHz untuk mentransmisikan dan menerima data digital satelit pada komunikasi satelit. Modem satelit SM 2800 didesain untuk beroperasi pada konfigurasi alur SCPC (Single Carrier per Channel) pada satelit. Modem ini mengakomodasi pengiriman data antara 9,6 kbps hingga 512 kbps menggunakan ½ atau ¾ –rate encoding dan BPSK atau QPSK untuk modulasinya. Antar muka V.35 dan RS422 tersedia dan dapat diubah sesuai kebutuhan.

Encoding konvolusional koreksi kesalahan dan sekuensial decoding  menyebabkan nilai BER (Bit Error Rate) yang rendah. Kelebihan dari modem yang menggunakan sekuensial decoding adalah jaminan bahwa performa nyata tidak akan memiliki perbedaan lebih dari 1,1 dB untuk semua kombinasi pengacakan data, suhu, data rate dan code rate.

SM 2800 tersedia dalam konfigurasi full duplex (mentransmisikan dan menerima) maupun simpleks (hanya menerima). Dalam hal ini, modem satelit SM 2800 dengan konfigurasi full duplex dipergunakan oleh RRI Cabang Utama Jakarta dan 4 mobil penghubung satelit yang tersebar di nusantara karena modem satelit akan dipergunakan untuk proses uplink dan down link.

Modem SM 2800 memiliki dua tipe antar muka utama, yakni data dan RF. Antar muka data adalah dua arah jalur komunikasi data yang berhubungan dengan peralatan pengolahan data milik pengguna. Antarmuka RF menyediakan dua arah komunikasi dengan satelit melalui proses uplink dan downlink.

Transmisi data diterapkan ke papan modulator SM 2800 melalui M & C board dan antar muka data yang dapat diubah. Di modulator, data diacak, dikodekan untuk koreksi kesalahan dan kemudian dikenakan dengan carrier berfrekuensi 70 MHz atau 140 MHz menggunakan modulasi BPSK atau QPSK. Carrier yang sudah memodulasi dikuatkan, dilewatkan ke BPF (Band Pass Filter) dan disalurkan ke konektor output RF. RF yang masuk ke SM 2800 melalui konektor input RF pada demodulator board. Demodulator memisahkan data dari carrier, melakukan proses decoding dan melakukan proses descramble kepada data.

Bagian modulator dari SM 2800 menggunakan data dan clock output dari M & C board untuk menghasilkan sinyal yang telah dimodulasi secara BPSK atau QPSK dengan IF carrier setelah proses encoding. Frekuensi carrier SM 2800 dapat diset dengan kisaran  antara 52 MHz hingga 88 MHz atau antara 104 MHz hingga 176 MHz. Sebuah filter menghilangkan komponen RF (Radio Frequency) yang masih tersisa. Pada modulator board terdapat :

  1. Encoder FEC untuk menerima data dan clock dari M & C board, selain itu berfungsi untuk menyediakan output yang secara konvolusional telah dikodekan kepada modulator.
  2. V.35 scrambler
  3. Modulator BPSK/QPSK
  4. Pensintesis frekuensi 55 MHz sampai 88 MHz atau 104 MHz hingga 176 MHz untuk menghasilkan pengaturan yang terseleksi setiap 2,5 KHz.
  5. Sirkuit Power level.
  6. Encoder Differensial

Bagian demodulator menerima input dalam bentuk IF (Intemediate Frequency) dengan rentangan antara 52 MHz hingga 88 MHz atau 104 MHz hingga 176 MHz dan melaksanakan proses demodulasi BPSK/QPSK pada frekuensi tertentu yang telah ditentukan oleh pensintesis frekuensi. Keluaran dari demodulator. disalurkan ke masukan decoder dimana data dipulihkan. Pada demodulator board terdapat :

  1. Pensintesis frekuensi 96 MHz hingga 134 MHz atau 188 hingga 220 MHz.
  2. 2-stage IF
  3. Costas loop demodulator
  4. Symbol clock recovery
  5. Decoder Viterbi yang menerima keluaran dari demodulator, dan menyalurkan data dan clock ke M & C board. Decoder ini melakukan decoding sekuensial dan proses pengacakanV.35 (CCITT) atau V.35 (IESS 308) sebelum diaplikasikan ke keluaran yang menuju ke M& C board.

Bagian M & C board menyediakan pilihan clock yang dapat diubah-ubah oleh pengguna. Pilihan ini berguna untuk mengkontrol sumber clock modulator merupakan sumber clock bagi antar muka data.

Pada M & C board terdapat sebuah microprocessor yang memberikan semua fungsi monitor dan kontrol bagi modem. Suatu remote host interface seperti handheld terminal interface disediakan untuk melengkapi mengendalikan parameter dan pilihan dari modem SM 2800. Dua buah program kendali juga disediakan dalam bentuk floppy disk yang dapat diakses dengan computer pribadi yang compatible.

b. SUC 60

SUC 60 adalah suatu pensintesis C-band trafik up converter yang canggih dan didisain untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan cakupan frekuensi yang lebar sekali. SUC 60 mampu mengkombinasikan kestabilan frekuensi tinggi, noise yang kecil dan  group delay distortion yang relatif kecil.

Up converter ini melingkupi band frekuensi antara 5,925 GHz hingga 6,425 GHz dengan jeda setiap 100 kHz, 10 kHz atau 1 kHz, semuanya tergantung dari kebutuhan sistem. Masukan dari alat ini adalah pada 70 MHz dengan bandwidth sebesar 40 MHz atau 140 MHz atau 80 MHz. Gain pengkonversian adalah sebesar 15 dB dengan penyesuaian lebih kecil dari kurang lebih 15 dB.

Up converter ini dapat dikonfigurasikan bersama dengan BUC (Block Up Converter) yang mengkonversi L-Band ke C-Band. Pada kasus ini, pengkonversi L-Band ke C-Band dipasang di luar unit up converter yaitu di dekat power amplifier.

Frekuensi kerja dapat dipilih melalui saklar pada panel depan atau dapat pula melalui suatu pengendali jarak jauh. Seleksi frekuensi dapat tercapai melalui Local Oscillator (LO) dengan besar kenaikan dan penurunan nilai frekuensi tengah setiap 100 kHz (standard), namun dapat pula diatur sehingga kenikan dan penurunan nilai frekuensi setiap 10 kHz atau 1kHz. Gain dari up converter adalah 15 dB dan dapat disesuaikan maksimal kurang lebih 15 dB melalui potensiometer pada panel depan atau dapat pula melalui suatu pengendali jarak jauh dengan kenaikan dan penurunan setiap 0,1 dB.

SUC 60 merupakan desain triple up conversion dimana tingkat ketiga adalah suatu L ke C-Band Block Up Converter (BUC) menggunakan sebuah fixed frequency oscillator (LO) pada 4975 GHz. Frekuensi input adalah berkisar antara 950 MHz hingga 1450 MHz dan keluarannya berfrekuensi antara 5925 GHz hingga 6425 GHz yang sudah termasuk kategori C-Band. Sementara itu, pengkonversian dari IF ke L-Band (70MHz atau 140 MHz ke 950 MHz – 1450 MHz) dicapai melalui 2 tingkat proses up conversion. LO yang pertama adalah pada 1720 MHz sedangkan LO yang kedua adalah mengkonversi dan melingkupi 2600 MHz hingga 3100 MHz.

c. SDC 60

SDC 60 adalah suatu pensintesis C-band trafik down converter yang canggih dan didisain untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan cakupan frekuensi yang lebar sekali. SDC 60 mampu mengkombinasikan kestabilan frekuensi tinggi, noise yang kecil dan  group delay distortion yang relatif kecil.

Down converter ini melingkupi band frekuensi antara 3,625 GHz hingga 4,2 GHz untuk versi standar, melingkup band frekuensi antara 3,4 GHz hingga 4,2 GHz untuk versi tambahan, semuanya tergantung dari kebutuhan sistem. Keluaran dari alat ini adalah pada 70 MHz dan bandwidth keluaran ialah 40 MHz atau 140 MHz atau 80 MHz. Gain pengkonversian adalah sebesar 50 dB dengan penyesuaian lebih kecil dari kurang lebih 10 dB.

Down converter ini dapat dikonfigurasikan bersama dengan remote mounted LNB (Low Noise Block Converter) atau BDC (Block Down Converter) yang mampu mengkonversi masukan dari C-Band ke L-Band. Pada kasus ini, pegkonversi C-Band menjadi L-Band terpasang di dekat antena, lebih tepat lagi berada tepat di port OMT (Ortho Mode Transducer) dari LNB (Low Noise Block). Dapat dikatakan bahwa pada LNB terdapat LNA (Low Noise Amplifier) dan BDC.

d. RSO-70DR

RSO-70DR adalah unit pensaklaran titik ke titik yang digunakan pada rantai saluran down converter yang melimpah. Alat ini bekerja pada berbagai frekuensi, dari S-Band, C-Band, X-Band, Ku-Bandsampai IF. RSO-70DR ini didisain untuk digunakan dengan sepasang down converter.

RSO-70DR dapat digunakan secara manual atau otomatis. Ketika alat ini digunakan dalam mode manual maka pengguna memilih secara manual down converter mana yang akan digunakan. Ketika alat ini digunakan dalam mode otomatis, pensaklaran akan terjadi jika salah satu down converter masih melakukan aktifitas padahal ada sinyal lain yang harus diproses, dengan demikian sinyal tersebut akan disalurkan ke down converter yang tidak melakukan aktifitas apa-apa.

Pada konfigurasi sistem SIEMENS SCPC, RSO-70DR dapat berfungsi dengan baik walaupun LNB terletak jauh dari SDC 60 dan RSO-70. Hal ini dapat terjadi dengan campur tangan operator atau secara otomatis dikontrol oleh internal logic down converter dan alarm LNB.

e. AV 6496

AV 6496 adalah voice/data codec yang dapat mentransmisikan suara/FAX berkualitas tinggi melalui suatu jalur komunikasi digital yang melalui satelit. Jalur komposit dapat digunakan dalam mode sinkron dan mode asinkron dengan kecepatan sampai 64 kbps.

Kanal suara/FAX menggunakan algoritma CELP (Codebook Excited Linear Predictive) dengan kecepatan sampai 9600 bps. Alat ini juga mampu menerima suplay dengan antar muka V.11/RS499, V.24/RS232 atau V.35 .

f. RSO-70UR

RSO-70UR adalah unit pensaklaran titik ke titik yang digunakan pada rantai saluran up converter yang melimpah. Alat ini bekerja pada berbagai frekuensi, dari S-Band, C-Band, X-Band, Ku-Band sampai IF. RSO-70UR ini didisain untuk digunakan dengan sepasang up converter.

RSO-70DR dapat digunakan secara manual atau otomatis. Ketika alat ini digunakan dalam mode manual maka pengguna memilih secara manual up converter  mana yang akan digunakan. Ketika alat ini digunakan dalam mode otomatis, pensaklaran akan terjadi jika salah satu up converter masih melakukan aktifitas padahal ada sinyal lain yang harus diproses, dengan demikian sinyal tersebut akan disalurkan ke up converter yang tidak melakukan aktifitas apa-apa.

g. Re 660 dan Re 661

Pada Re 660 terjadi proses pengkonversian sinyal analog yang masuk menjadi sinyal digital berfrekuensi rendah, sedangkan Re 661 mengkonversi sinyal digital yang masuk menjadi sinyal analog. Kedua alat ini didesain untuk bekerja pada komunikasi satelit yang menggunakan SCPC.

h. SSPA (Solid State Power Amplifier)

Solid State Power Amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal RF yang akan dipancarkan ke satelit agar diperoleh penguatan sinyal yang baik mengingat jarak bumi ke satelit yang sangat jauh (36.000 km), tetapi juga level penguatan daya  tersebut tidak melampaui batas yang telah ditentukan di stasiun bumi yang bersangkutan, karena daya pancar yang terlalu besar akan dapat mengganggu stasiun bumi lain. Sinyal RF dari perangkat sebelumnya sangatlah kecil dan harus diperkuat terlebih dahulu untuk kemudian dipropagasikan ke satelit.

i. Offset Feed

Antena ini memiliki feeder yang berada di ujung reflektor. Sistem Off Set Feed sebenarnya berawal pada Prime Focus juga, tapi di sini efisiensinya sedikit lebih baik karena blocking berkurang. Selain itu antenna ini relatif lebih ringan dan praktis untuk digelar, misalnya untuk antena stasiun bumi fly-away. Hal yang membuatnya populer adalah karena pengaturan dan penyesuaian isolasi cross-pol jauh lebih mudah dibandingkan dengan antena prime focus feed. Berkenaan dengan desain adalah pada feed support yang harus memiliki kekokohan tertentu, maka ukuran diameter yang dibuat umumnya ialah 1,5 meter sampai 3,8 meter. Karena dimensinya yang kecil, maka antena jenis ini digunakan pada outside broadcasting van

j. Antena Gregorian

Antena ini mmempunyai bentuk hampir sama dengan antena casseigrain, tetapi memiliki pola pantulan yang berbeda. Umumnya sistem antena jenis ini dimanfaatkan untuk antena berukuran 4,6 meter atau lebih. Jika ukuran main reflector lebih kecil dari 4,6 meter, sub-reflector akan mulai memblokir sinyal dan menyebabkan pelemahan, dengan demikian gain berkurang, maka efisiensi menurun.   Kelebihan dari antena ini antara lain adalah aman dan relatif mudah dalam pengaturan isolasi cross-pol untuk memperoleh hasil yang maksimal. Kelebihan-kelebihan di ataslah yang  menyebabkan antena jenis ini dipergunakan pada RRI Cabang Utama Jakarta untuk melakukan outside broadcasting.

2. Satelit B-4

Satelit Komunikasi Domestik yang pada 2003 ini masih mengorbit di atas khatulistiwa nusantara tercinta adalah Palapa seri B. Sebenarnya di atas sana masih terorbit banyak lagi satelit komunikasi lainnya yang dioperasikan negara lain seperti Gonzont milik Rusia, AsiaSat milik Hongkong, JapanSat milik Jepang, AusSat milik Australia dan lain-lain.

Satelit Palapa B-4 yang dipergunakan oleh RRI diluncurkan pada 13 Mei 1992 dengan expected end of life  8 tahun. Satelit ini.memiliki longitude 12,450E dan latitude 55,710N.

Tabel 1. Tetapan frekuensi untuk Fixed Satellite Services

Downlink Frequency (GHz)

Uplink Frequency

(GHz)

Frequency Band Designation

2,535 – 2,655

5,925 – 6,055

S

3,400 – 3,700

5,725 – 5,925

C

3,700 – 4,200

5,925 – 6,425

C

4,500 – 4,800

6,425 – 7,075

C

7,200 – 7,750

7,900 – 8,400

X

10,70 – 10,95

12,75 – 13,25

Ku

10,95 – 11,20

14,00 – 14,50

Ku

11,20 – 11,45

14,00 – 14,50

Ku

11,70 – 12,30

14,00 – 14,50

Ku

11,70 – 12,20

14,00 – 14,50

Ku

12,50 – 12,75

14,00 – 14,25

Ku

12,75 – 12,35

14,00 – 14,25

Ku

18,30 – 21.20

27,00 – 30,00

Ka

21,20 – 22,20

30,00 – 31,00

Ka

Tabel 2. Tetapan frekuensi untuk Broadcast Satellite Service

Downlink Frequency

(GHz)

Uplink Frequency

(GHz)

Frequency Band Designation

2,540 – 2,655

5,920 – 6,040

L

2,655 – 2,635

5,855 – 5,935

L

2,535 – 2,655

5,925 – 6,055

S

11,70 – 12,50

17,30 – 18,10

Ku

12,20 – 12,75

17,30 – 17,80

Ku

Tabel 3. Tetapan frekuensi untuk Mobile Satellite Service

Downlink Frequency

(GHz)

Uplink Frequency

(GHz)

Frequency Band Designation

1,545 – 1,559

13,0 – 13,15

L

1,6465 – 1,6605

13,20 – 13,25

L

1,530 – 1,544

6,41 – 6,441

L

1,6265 – 1,6455

6,41 – 6,441

L

Tabel 1, 2 dan 3 adalah tetapan-tetapan internasional alokasi frekuensi untuk satelit komunikasi. Jadi, besarnya range frekuensi untuk uplink dan downlink suatu satelit komunikasi sudah ditabelkan. Pada tabel tersebut terdapat beberapa pilihan kombinasi range frekuensi dan frequency band designation. Dalam hal ini satelit Palapa B-4 merupakan FSS (Fixed Satellite Services) dengan frequency band designation C band yang memiliki frekuensi uplink 3,7 GHz sampai 4,2 GHz dan frekuensi downlink 5,925 GHz sampai 6,425 GHz sebagaimana terlihat pada tabel 1.

Tabel 4. Perbandingan Sistem Satelit Domestik Indonesia.

Nama

Palapa-A

Palapa-B

Palapa-C

Telkom-1

Type HS-333 HS-376 HS-601 LM-A2100
Kapasitas 12 Transponder 24 Transponder 34 Transponder 36 Transponder
EIRP 30 dBW 33 dBW 37 dBW 38 dBW
G/T 1 dBK 1 dBK 1 dBK 1 dBK
Reliability 0.7 0.7 0.75 0.8
Life Time 7 Tahun 9 Tahun 12 Tahun 15 tahun
Peluncur Delta 2914 Space Shuttle Ariane-4 Ariane-5

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa satelit Palapa-B memang tidak seunggul Palapa-C ataupun Telkom-1. Meski demikian, PalapaB sampai sekarang ini masih dipergunakan oleh beberapa perusahaan termasuk RRI.

Pada sistem penyiaran RRI, satelit yang dipergunakan adalah satelit Palapa B-4 milik PT Telkom, jadi masalah pengaturan transponder, frekuensi sampai pengontrolan orbit satelit diwenangkan kepada PT Telkom sebagai pemilik. Dalam hal ini, RRI menyewa satu per delapan dari eksponder 9V satelit Palapa B-4, hal ini dilakukan karena RRI hanya mentransmisikan data berupa suara sehingga tidak memerlukan bandwidth yang besar. Hanya dengan satu per delapan eksponder, RRI mampu menyiarkan siarannya ke penjuru nusantara baik berupa siaran langsung maupun siaran tunda dari cabang-cabang RRI yang tersebar dipenjuru nusantara.

Tabel 5. Spesifikasi Teknis Satelit

Satellite Name

Palapa B4

Telkom-1

Current/Expected Orbital Location

118°E

108°E

Stabilization

Spin-Axis

Three-Axis

Expected end of life/life time payload

2004

15 years

Number of transponder

24

36

Polarization

Orthogonal Linear

Orthogonal Linear

Characteristic at Boresight:

– G/T (dB/°K) on PAD 0 dB

0

0

– SFD (dBW/m2)

-95

-98

– EIRP (dBW)

36

39 for Std C band

41 for Ext C band

Manufacture

Hughes Aircraft Co.

Locheed Martin

Type

HS 376

A21000A

Frequency Plan

– Standard C Band
Uplink

5926 – 6425 Mhz

5926 – 6425 Mhz

Downlink

3700 – 4200 Mhz

3700 – 4200 Mhz

– Extended C Band
Uplink

6445 – 6705 Mhz

Downlink

3400 – 3660 Mhz

Berdasarkan tabel 5, patut diakui bahwa Telkom-1 memang lebih unggul ketimbang Palapa B-4. Dari tabel terlihat pula bahwa expected end of life B-4 adalah tahun 2004 sehingga dapat dikatakan bahwa satelit B-4 sudah tidak dapat digunakan lagi pada 2004 sehingga para pengguna satelit tersebut harus melakukan relokasi ke satelit-satelit lain sebelum akhir 2004. Expected end of life ini sudah diperhitungkan oleh Hughes Aircraft Co. sebagai pembuat satelit B-4.

Pada 2003 RRI masih menggunakan satelit PALAPA B-4 untuk outside broadcasting. Namun karena masalah usia, B-4 akan dipensiunkan sehingga RRI merencanakan relokasi ke satelit Telkom-1 transponder 6H. Saat penulis berkunjung ke RRI Cabang Utama, outside broadcasting masih bekerja dengan satelit B-4 sehingga pada pembahasan ini masih menggunakan satelit B-4.

2.1 Transponder

Semua frequency center pada gambar deretan transponder di atas adalah frekuensi down link dari satelit, berarti yang akan diterima oleh stasiun bumi, dengan kata lain frekuensi Tx dari satelit B-4 dengan range 3700 MHz sampai 4200 MHz. Berdasarkan gambar di atas, transmit dari transponder-transponder satelit memiliki dua daerah kerja, yakni 12 transponder dengan polarisasi horizontal dan 12 transponder dengan polarisasi vertikal.

Tentunya semua antena penerima di stasiun bumi harus mengatur polarisasi feed horn sedemikian rupa sehingga bersesuaian dengan deretan transponder yang dikehendaki atau yang memang dialokasikan. Sebagai contoh adalah untuk stasiun-stasiun penerima siar-ulang TVRI menggunakan eksponder 8H dari satelit, karena itulah selain arahan atau pointing antena haruslah pada satelit, polarisasi feed horn harus juga diatur setepat-tepatnya pada horizontal. Contoh lain untuk penggunaan transponder vertikal adalah ABRI yang menggunakan transponder 2V dari satelit, polarisasi OMT (Ortho Mode Transducer) Feed haruslah diatur seakurat mungkin agar satelit hanya menerima sinyal masukan yang vertikal.

Suatu repeater pada sistem terestrial tidak akan mentransmisikan sinyal bila tidak menerima sinyal, demikian pula halnya dengan transponder satelit. Jadi harus ada yang di”uplink” dari stasiun bumi ditambah dengan arah yang sangat tepat sehingga tidak meleset dan mengganggu eksponder lain, setelah itu barulah eksponder yang bersangkutan mampu men”down link” sinyal kembali ke bumi. Sebelum di”down link”, sinyal dikuatkan dahulu dengan mencampur sinyal yang masuk dengan sinyal yang berasal dari  local oscillator satelit sehingga selisih antara frekuensi sinyal up link dan sinyal down link adalah 2225 MHz. Besar frekuensi sinyal up link merupakan hasil penambahan dari frekuensi sinyal down link dan 2225 MHz. Penambahan 2225 MHz ini sudah merupakan ketentuan internasional untuk satelit komunikasi tipe B.

2.2 Frekuensi Re-Use

Satelit komunikasi B-4 memiliki 24 transponder, masing-masing dengan lebar pita 36 MHz. Dengan teknologi frequency re-use serta pengaturan polarisasi, maka bandwidth operasional yang diperlukan hanya 500 MHz saja untuk satu arah polarisasi pada transponder.

Arah Rx ke stasiun bumi dari satelit atau biasa disebut down link ditetapkan dari 3700 MHz sampai dengan 4200 MHz, sedangkan Tx dari stasiun bumi ke arah satelit ditetapkan berbeda 2225 MHz. Dengan demikian frekuensi up link harus beroperasi diantara 5925 MHz sampai dengan 6425 MHz.

Pada satu deretan polarisasi yang sama terdapat 12 transponder yang masing-masing frekuensi tengahnya berjarak 40 MHz disebut juga 40 MHz spacing. Antara transponder terdapat tenggang sebesar 4 MHz sebagai guard band, dengan demikian setiap transponder memiliki bandwidth sebesar 36 MHz. Seperti terlihat pada gambar di atas, frekuensi tengah dari transponder horizontal merupakan bagian tengah dari guard band yang membatasi antar transponder vertikal yang letaknya bersebelahan, sedangkan frekuensi tengah dari transponder vertikal merupakan bagian tengah dari guard band yang membatasi antara transponder horizontal yang satu dengan transponder horizontal lain yang letaknya bersebelahan. Dapat disimpulkan bahwa pada bagian-bagian tertentu, ada frekuensi yang digunakan oleh transponder vertikal dan transponder horizontal secara bersama-sama, inilah yang disebut frequency re-use. Dengan adanya frequency re-use ini, pengarahan polarisasi dari antena stasiun bumi yang dilaksanakan oleh OMT Polarisator harus setelit mungkin sehingga sinyal transmit dari RRI tidak mengganggu pengguna transponder lain yang memiliki polarisasi yang berbeda.

3. Proses Outside Broadcasting

Ketika terjadi suatu peristiwa tertentu di luar studio RRI, mobil penghubung satelit dikirim ke lokasi tempat acara yang akan diliput berlangsung. Mobil penghubung satelit  kemudian mengirimkan informasi yang diperoleh ke RRI Cabang Utama dengan melalui satelit. Informasi tersebut diterima Hub yang kemudian dikirimkan ke MCR untuk seterusnya dikirimkan ke pemancar atau stasiun RRI di daerah lain. Informasi ini  juga dikirimkan kembali dari MCR ke Hub untuk kemudian dikirimkan kembali ke mobil penghubung satelit melalui satelit. Hal ini bertujuan agar mobil penghubung satelit juga dapat memonitor sinyal dari siaran langsung yang mereka liput.

Antara mobil penghubung satelit dan RRI Cabang Utama Jakarta perlu adanya komunikasi sehingga koordinasi antara kedua tempat tersebut dapat berjalan lancar. Komunikasi antara mobil penghubung satelit dan RRI Cabang Utama Jakarta dilakukan melalui satelit dan peralatannya tergabung dalam sistem yang sama dengan sistem pengiriman dan penerimaan informasi antara mobil penghubung satelit dengan RRI Cabang Utama di Jl. Medan Merdeka Barat No 4-5 Jakarta Pusat.

Sinyal informasi baik dari Hub maupun Mobil Penghubung Satelit akan diproses di dalam satelit Palapa B-4 untuk kemudian dikirimkan lagi ke sasaran yang dituju. Sasaran yang dituju tersebut harus berada di dalam jangkauan satelit Palapa B-4 agar komunikasi dapat berjalan sesuai tujuan yang diinginkan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa RRI menyewa 1/8 dari transponder 9 V yang telah dibagi menjadi 19 carrier Untuk itu antena harus dapat menembakkan sinyal ke frekuensi tengah dari transponder 9V adalah 6285 MHz. karena transponder ini berada pada posisi 9 vertikal, padahal satelit memiliki transponder 12 vertikal dan 12 horizontal, maka sinyal ini harus tepat mengenai frekuensi center 6285 MHz, jika tidak maka akan mengganggu pengguna lain. Oleh karena itu antena harus diset OMT polarisator pada keadaan terpolarisasi vertikal.

Tabel 6. up-link ke 9V B4

Jenis

Data rate

(kbps)

Bandwidth

C-Band Carrier (MHz)

IF Freq

(MHz)

Up-link mobile 1

137,6

200

6277,560

62,56

Up-link mobile 2

137,6

200

6277,760

62,76

Up-link mobile 3

137,6

200

6278,390

63,39

Up-link mobile 4

137,6

200

6278,590

63,59

Up-link Telp mobile 1

73,6

100

6277,9125

62,9125

Up-link Telp mobile 2

73,6

100

6278,02

63,02

Up-link Telp mobile 3

73,6

100

6276,13

63,13

Up-link Telp mobile 4

73,6

100

6276,2375

63,2375

Sebagaimana seperti terlihat pada tabel 6, setiap mobil penghubung satelit memiliki frekuensi tengah up link masing-masing pada transponder 9V B-4. Sinyal yang disalurkan antara mobil penghubung satelit dengan RRI Cabang Utama Jakarta ada dua, yakni materi siaran dan sinyal percakapan antar telephone intercom. Setiap telephone intercom memiliki frekuensi tengah yang berbeda sehingga sinyal dapat sampai ke tuuan masing-masing. Dapat pula terlihat bahwa bandwidth sinyal dari telephone intercom lebih kecil dari materi informasi, hal ini dikarenakan materi informasi memiliki kualitas yang lebih baik dengan range frekuensi yang lebih lebar sehingga agar semua kegiatan baik percakapan antar telephone intercom maupun penyaluran materi siaran dapat dilaksanakan bersama-sama tanpa delay.

 3.1 Pengiriman Informasi oleh Mobil Penghubung Satelit

Mobil penghubung satelit adalah termasuk stasiun bumi bergerak yang digunakan untuk siaran-siaran langsung di luar studio RRI seperti PON, unjuk rasa, pengadilan KKN dan sebagainya. Mobil penghubung satelit ini akan mentransmisikan informasi ke satelit untuk kemudian ditransmisikan lagi oleh satelit ke stasiun bumi milik RRI.

Proses pengiriman informasi oleh mobil penghubung satelit adalah sebagai berikut:

  1. Sesuai penjelasan sebelumnya, pada dasarnya terdapat 2 jenis informasi audio yang ditransmisikan oleh mobil penghubung satelit  ke stasiun RRI Jakarta, yaitu:
    1. Suara dari intercom telephone yang memungkinkan mobil penghubung satelit berkomunikasi secara full duplex dengan Hub di Stasiun RRI Jakarta. Sinyal suara yang akan ditansmisikan dari intercom telephone dilewatkan ke voice/audio codec AV 6496 yang akan menghasilkan sinyal suara digital. Sebenarnya secara garis besar fungsi AV 6496 mirip dengan Re 660, hanya saja Re 660 hanya mengkonversi sinyal analog menjadi digital dan mampu melakukan hal tersebut untuk sinyal suara dan musik berkualitas CD yang frekuensinya lebih besar dari frekuensi suara saja, sedangkan AV 6496 mampu mengkonversi sinyal analog menjadi digital dan sebaliknya tapi frekuensi sinyal yang dikonversi terbatas sehingga hasilnya tidak sebagus Re 660.
    2. Sinyal audio analog yang berasal dari mic, sinyal ini disalurkan ke musicam encoder Re 660 dengan audio communication field sehingga mic dapat dibawa keluar dari mobil penghubung satelit dengan lebih bebas. Sebenarnya secara fisik audio communication field adalah seperangkat gulungan kabel yang tersedia pada mobil penghubung satelit. Input dari Re 660 adalah gelombang audio analog mentah, sedangkan keluarannya sudah berupa sinyal digital. Re 660 mengkonversi sinyal analog yang masuk menjadi sinyal digital berfrekuensi rendah yang termasuk dalam RF (Radio Frequency) Band. Pada siaran langsung terkadang terdapat suara manusia bercampur musik yang frekuensinya lebih tinggi daripada suara saja. Re 660 digunakan untuk mengkonversi sinyal dari mic sebab Re 660 mampu mengkonversi sinyal analog dengan range frekuensi yang cukup lebar. Sinyal yang masuk ke mic akan disiarkan kepada para pendengar sehingga suara yang dihasilkan harus jelas dan bagus  baik musik maupun suara.
  1. Sinyal yang telah diolah oleh Re 660 dan AV 6496 sudah dalam digital tapi masih berfrekuensi rendah, maka keluaran dari Re 660 dan AV 6496 disalurkan ke satellite modem SM 2800 untuk dikonversi menjadi sinyal dalam kawasan IF (Intermediate Frequency) Band. Pada satellite modem SM 2800, sinyal masukan dicampurkan dengan sinyal berfrekuensi 70 MHz sehingga keluaran dari satellite modem sekitar 70 MHz yang sudah termasuk IF Band.
  2. Sinyal yang ditransmisikan kemudian disalurkan ke Up Coverter, di sini sinyal yang masuk  masih berupa sinyal digital berfrekuensi menengah. Pada up converter terjadi pengkonversian sinyal IF band ke sinyal L band, kemudian keluaran dari up converter sinyal disalurkan ke BUC (Block Up Converter) yang akan mengkonversi sinyal L Band menjadi C Band, keluaran dari BUC ini berfrekuensi cukup tinggi untuk di salurkan ke satelit tanpa dipantulkan atmosfer. Up converter dan BUC secara fisik terletak pada satu alat yang sama, yakni SUC 60. Pada  SUC 60, ditentukan frekuensi carrier dari kanal transponder pada satelit yang akan digunakan, dalam hal ini RRI menggunakan satu per delapan transponder 9 vertikal dari satelit Palapa B-4 yang berfrekuensi carrier sebesar 6285 MHz untuk up link sehingga pada up converter tersebut diset frekuensi carrier sasaran sebesar 6285000000 Hz.
  3. Keluaran dari SUC 60 disalurkan ke power splitter, di sini terjadi percabangan dimana 1 saluran menjadi 2 saluran, setiap 1 saluran terdapat 1 SSPA (Solid State Power Amplifier). Saluran yang dipilih untuk menyalurkan sinyal adalah saluran yang sedang idle atau kosong. Pada bagian ujung dari percabangan tersebut terdapat redund relay dan dummy load. Redund relay berfungsi mensaklarkan sinyal mana yang dteruskan ke OMT polarisator dan sinyal mana yang akan disalurkan ke dummy load. Jika saluran ke OMT polarisator penuh, maka sinyal selanjutnya yang masuk akan ditampung sementara di dummy load untuk selanjutnya disalurkan ke OMT polarisator setelah saluran ke OMT polarisator kosong. Seperti pada stasiun RRI Cabang Utama Jakarta, sebenarnya percabangan ini diatur oleh RSO 70UR. Jadi, secara fisik split dan redund relay berada di dalam RSO 70UR yang berfungsi untuk mengatur saluran yang akan digunakan untuk melewatkan sinyal informasi.
  4. Sinyal keluaran dari SUC 60 memang sudah berfrekuensi tinggi tapi dayanya rendah sekali bahkan sampai minus dB. Dengan daya sekecil ini, sinyal tidak akan mampu ditransmisikan walaupun sudah memiliki frekuensi yang besar sekali. Untuk menaikkan nilai daya dari sinyal tersebut, sinyal dilewatkan ke SSPA. Di sini, daya dari sinyal dikuatkan sehingga sinyal mampu melewati antena kemudian dipancarkan ke satelit tanpa adanya informasi yang hilang.
  5.  Setelah melalui SSPA dan redund delay, sinyal dilewatkan ke OMT (Ortho Mode TransducerPolarisator kemudian ke antena  untuk dipancarkan ke satelit PALAPA B-4. OMT Polarisator mengatur polarisasi yang keluar dari horn antena sehingga sinyal yang ditansmisikan dapat sampai tepat ke sasaran, yakni transponder 9 vertikal satelit Palapa B-4. Karena antena yang dipergunakan adalah antena jenis prime focus feed, maka sinyal yang keluar dari horn antena akan dipantulkan oleh reflector (parabola) antena ke arah satelit.

            Dengan demikian, sinyal yang berasal dari mobil penghubung satelit dapat sampai di transponder 9 vertikal satelit untuk selanjutnya dikuatkan dan dikirimkan oleh satelit ke antena RRI Cabang Utama Jakarta.

3.2 Penerimaan Informasi pada Stasiun RRI Jakarta

Sinyal informasi yang berasal dari mobil penghubung satelit dipancarkan oleh satelit ke antena stasiun RRI Cabang Utama Jakarta untuk kemudian disebarluaskan ke daerah-daerah tertentu.

Proses penerimaan informasi pada stasiun RRI Jakarta adalah sebagai berikut:

  1. Sinyal yang masuk dari satelit ke antena RRI Cabang Utama Jakarta berupa sinyal C band yang berfrekuensi sekitar 4 GHz, pada proses selanjutnya frekuensi yang besar ini akan dikonversi menjadi frekuensi yang lebih kecil nilainya.
  2. Sinyal dari antena kemudian melewati OMT polarisator. OMT Polarisator berfungsi untuk mengatur agar antena menerima sinyal yang polarisasinya vertikal.
  3. Setelah melewati OMT polarisator, sinyal ini disalurkan ke TRF (Transmit Reject Filter) yakni alat yang berfungsi untuk menjaga agar sinyal transmit tidak masuk ke LNB ataupun SDC 60. Hal ini dimaksudkan agar LNB dan SDC 60 tidak rusak, LNB merupakan alat yang sensitif sehingga sinyal yang masuk harus difilter terlebih dahulu.
  4. Setelah melalui TRF, sinyal melalui split yakni percabangan yang memisahkan antara saluran utama dengan saluran cadangan. Pada saluran utama terdapat main LNB dan main SDC 60, sedangkan pada saluran cadangan terdapat standby LNB dan standby SDC 60. Jika main LNB dan atau main SDC 60 tidak ada yang rusak, maka sinyal akan dilewatkan ke saluran utama. Jika antara kedua alat yang ada di saluran utama ada yang rusak, maka sinyal dilewatkan ke saluran cadangan. Pada sisi ujung dari percabangan terdapat switch, switch ini akan memutuskan hubungan dengan saluran yang tidak digunakan sehingga saluran yang akan digunakan dilewati oleh sinyal. Sebenarnya percabangan ini diatur oleh RSO 70DR. Jadi, secara fisik split dan switch berada di dalam RSO 70DR yang berfungsi untuk mengatur saluran mana yang akan digunakan untuk melewatkan sinyal informasi.
  5. Sinyal keluaran dari split akan dilewatkan pada LNB (Low Noise Block) yang berfungsi untuk menguatkan daya sinyal yang masuk sehingga mampu melakukan proses selanjutnya. Daya dari sinyal semakin berkurang setiap malewati suatu alat ataupun saluran transmisi sebab adanya loss baik pada alat maupun saluran transmisi tersebut. Pada LNB juga terjadi proses pengkonversian sinyal dalam C Band menjadi L Band sehingga keluaran dari LNB adalah sudah dalam L Band.
  6. Sinyal keluaran dari LNB dimasukkan ke down converter SDC 60. Sinyal ini mengalami pengkonversian dari L band ke IF band sehingga keluaran dari SDC 60 adalah berupa IF band. Di sini diset frekuensi carrier sinyal transmit dari 9 vertikal transponder satelit Palapa B-4 sebab sinyal yang akan dikonversi menjadi IF band berasal dari transponder 9 vertikal satelit tersebut.
  7. Sesuai penjelasan pada poin 4, setelah melalui SDC 60, sinyal melewati switch yang berfungsi mengatur saluran mana yang akan digunakan untuk menyalurkan sinyal tersebut. Setelah melalui switch, sinyal disalurkan ke PMP 1000, yakni suatu alat pengkombinasi dan pendistribusi yang memungkinkan proses pemecahan input PMP 1000 menjadi 4 sinyal dengan frekuensi masing-masing yang berbeda sesuai frekuensi carrier informasi.
  8. Keempat sinyal hasil pemecahan oleh PMP 1000 akan dilewatkan ke SM 2800. Pada masing-masing SM 2800 diset frekuensi carrier yang akan diterima sehingga keluaran dari PMP 1000 akan terdistribusi dengan benar. Keluaran dari modem SM 2800 sudah berupa IF band yang siap untuk dikonversi lagi menjadi sinyal digital yang masih termasuk RF dengan nilai yang kecil sekali
  9. Keluaran dari setiap modem ada 2 jenis, yakni ke musicam decoder Re 661 dan ke Codec AV 6496. Masing-masing sinyal baik dari conty 1, 3, 4, 5 ataupun telephone intercom memiliki frekuensi yang berbeda sehingga pendistribusian dari modemke Re 661 atau AV 6496 tidak akan salah sasaran atau tercampur. Penjelasan untuk masing-masing jalur antara lain adalah sebagai berikut :
    1. Pada Re 661 terjadi proses pengkonversian sinyal digital menjadi sinyal analog yang kemudian dikirimkan ke masing-masing conty yang terdapat di MCR.
    2. Pada AV 6496 terjadi perubahan sinyal digital menjadi sinyal analog dengan bit rate yang lebih rendah dari yang terjadi pada Re 661 karena sinyal audio yang ditransmisikan hanya berupa suara bukan suara dan musik. setelah melalui AV 6496 sinyal dilewatkan ke intercom telephone di Hub sehingga informasi dari mobil penghubung satelit dapat diterima di Hub.

             Dengan demikian, sinyal informasi yang berasal dari mobil penghubung satelit dapat sampai ke stasiun RRI Cabang Utama Jakarta meskipun mobil penghubung satelit tersebut berada jauh di luar pulau Jawa dan masih termasuk ke dalam wilayah yang mampu dijangkau oleh satelit Palapa B-4.

3.3 Pengiriman Informasi dari Stasiun RRI Jakarta

Informasi dari mobil penghubung satelit yang telah sampai di Hub stasiun RRI Jakarta akan disalurkan ke MCR untuk diproses dan disebarluaskan ke daerah-daerah sasaran dengan system DVB atau SCPC Constream sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Selain disebarluaskan ke daerah-daerah sasaran, informasi tersebut dikirimkan lagi ke mobil penghubung satelit dengan tujuan agar mobil penghubung satelit dapat memantau peliputan yang mereka lakukan, selain itu juga agar RRI Cabang Jakarta dapat berkomunikasi dengan mobil penghubung satelit.

Berikut proses pengiriman informasi dari RRI Cabang Utama Jakarta ke satelit :

  1. Sesuai penjelasan sebelumnya, pada dasarnya terdapat 2 jenis  informasi yang dikirimkan oleh RRI Jakarta, yaitu :
  1. Sinyal audio dari MCR, ketika sinyal ini masuk ke Hub masih berupa sinyal audio analog mentah, sinyal ini salurkan ke musicam encoder Re 660 untuk diubah menjadi sinyal digital.
  2. Sinyal audio dari intercom telephone. Untuk berkomunikasi secara full duplex antara stasiun bumi RRI Cabang Utama Jakarta dengan mobil penghubung satelit terdapat intercom telephone di Hub dan mobil penghubung satelit. Sinyal audio dari intercom telephone di Hub disalurkan ke codec AV 6496 sehingga dihasilkan keluaran sinyal suara yang telah dalam bentuk digital. Sebagaimana terlihat pada gambar 4.14, sinyal dari telephone intercom akan melewati ringer. Terdapat 4 ringer, 4 saluran dan 4 AV 6496. Ringer yang ditekan pada Hub adalah ringer yang menuju saluran yang dituju, setiap saluran memiliki tujuan mobil penghubung satelit yang berbeda. Dari ringer, sinyal disalurkan ke AV 6496 yang akan mengkonversi sinyal analog yang masuk menjadi sinyal digital. Diantara keempat AV 6496 tidak ada yang menghasilkan sinyal dengan frekuensi yang sama sebab setiap mobil penghubung satelit memiliki frekuensi kerja masing-masing pada transponder 9V satelit
  1. Keluaran dari Re 660 dan AV 6496 sudah berupa sinyal digital tapi masih dalam RF (Radio Frequency) yang sangat kecil besarnya. Oleh karena itu, setelah dari Re 660 dan AV 6496, sinyal disalurkan ke Satellite Modem SM 2800. SM 2800 ini mencampur sinyal yang masuk dengan suatu sinyal berfrekuensi 70 MHz sehingga keluaran dari SM 2800 berfrekuensi sekitar 70 MHz yang termasuk ke dalam kategori IF (Intermediate Frequency).
  2. Setelah melalui SM 2800, sinyal audio dari 4 Satellite Modem SM 2800 ini  disalurkan ke PMP 1000, yakni suatu alat pengkombinasi dan pendistribusi sehingga 4 sinyal tersebut dikombinasikan dan didistribusikan dengan 1 satu saluran ke alat split.
  3. Pada split, terdapat 2 pilihan saluran yakni saluran utama dan saluran cadangan. Pada saluran utama terdapat main SUC 60 dan main SSPA. Begitu pula pada saluran cadangan, di sana terdapat standby  SUC 60 dan standby SSPA Apabila semua alat pada kedua saluran tersebut tidak rusak maka sinyal akan diarahkan ke saluran utama, yakni saluran atas pada gambar. Saluran cadangan, yakni saluran bawah pada gambar 4.14, hanya digunakan jika main up converter dan atau main SSPA (Solid State Power Amplifier) rusak.
  4. Setelah melalui split, sinyal dilewatkan pada up converter, di sini sinyal yang masuk  masih berupa sinyal digital berfrekuensi menengah. Pada alat up converter  terjadi pengkonversian sinyal IF  band ke sinyal L band, kemudian keluaran dari up converter disalurkan ke BUC (Block Up Converter) yang akan mengkonversi sinyal L Band menjadi C Band, keluaran dari BUC ini berfrekuensi cukup tinggi untuk di salurkan ke satelit tanpa dipantulkan atmosfer. Up converter dan BUC secara fisik terletak pada satu alat yang sama, yakni SUC 60. Pada SUC 60, ditentukan frekuensi carrier receive dari transponder pada satelit yang akan digunakan, dalam hal ini RRI menggunakan satu per delapan transponder 9 vertikal dari satelit palapa B-4 yang berfrekuensi carrier sebesar 6285 MHz untuk up link sehingga pada up converter tersebut diset frekuensi carrier sasaran sebesar 6285000000 Hz.
  5. Sinyal keluaran dari SUC 60 memang sudah berfrekuensi tinggi tapi dayanya rendah sekali bahkan sampai minus dB. Dengan daya sekecil ini, sinyal tidak akan mampu ditransmisikan walaupun sudah memiliki frekuensi yang besar sekali. Untuk menaikkan nilai daya dari sinyal tersebut, sinyal dilewatkan ke SSPA. Di sini, daya dari sinyal dikuatkan sehingga sinyal mampu melewati antenna kemudian dipancarkan ke satelit tanpa adanya informasi yang hilang.
  6. Pada pertemuan antara main SSPA dan standby SSPA terdapat switch yang digunakan untuk mengatur saluran mana yang digunakan untuk melewatkan sinyal audio, dalam hal ini untuk kondisi normal tentu saja saluran utama yang dipilih. Sebenarnya percabangan antara main SUC 60 dan main SSPA dengan standby SUC 60 dan standby SSPA diatur oleh oleh RSO 70UR. Jadi, secara fisik split dan switch berada di dalam RSO 70UR yang berfungsi untuk untuk mengatur saluran yang akan digunakan untuk melewatkan sinyal informasi.
  7. Setelah melalui switch, sinyal dilewatkan ke OMT (Ortho Mode TransducerPolarisator kemudian ke antena  untuk dipancarkan ke satelit Palapa B-4. OMT Polarisator mengatur polarisasi yang keluar dari horn antena polarisasinya vertikal sehingga sinyal yang ditansmisikan dapat sampai tepat ke sasaran, yakni transponder 9 vertikal satelit Palapa B-4. Karena antena yang dipergunakan adalah antena jenis prime focus feed, maka sinyal yang keluar dari horn antena akan dipantulkan oleh reflector (parabola) antena ke arah satelit.

            Dengan demikian, sinyal yang berasal dari MCR dan telephone intercom dapat sampai di transponder 9 vertikal satelit untuk selanjutnya dikuatkan dan dikirimkan oleh satelit ke antena mobil penghubung satelit.

3.4    Penerimaan Informasi pada Mobil Penghubung Satelit

Sinyal informasi yang berasal dari stasiun RRI cabang utama Jakarta dipancarkan oleh satelit ke antena mobil penghubung satelit.

Proses penerimaan informasi dari RRI Cabang Utama Jakarta oleh mobil penghubung satelit adalah sebagai berikut :

  1. Sinyal yang masuk dari satelit ke antena mobil penghubung satelit berupa sinyal C band yang berfrekuensi sekitar 4 GHz, pada proses selanjutnya frekuensi yang besar ini akan dikonversi menjadi frekuensi yang lebih kecil nilainya. Sinyal ini melewati OMT Polarisator. OMT Polarisator berfungsi untuk mengatur agar antena menerima sinyal yang polarisasinya vertikal.
  2. Setelah melewati OMT polarisator, sinyal ini disalurkan ke TRF (Transmit Reject Filter) yakni alat yang berfungsi untuk menjaga agar sinyal transmit tidak masuk ke LNB ataupun SDC 60. Hal ini dimaksudkan agar LNB dan SDC 60 tidak rusak, LNB merupakan alat yang sensitif sehingga sinyal yang masuk harus difilter terlebih dahulu.
  3. Setelah melalui TRF, sinyal akan dilewatkan pada LNB (Low Noise Block) yang berfungsi untuk menguatkan daya sinyal yang masuk sehingga mampu melakukan proses selanjutnya. Daya dari sinyal semakin berkurang setiap malewati suatu alat ataupun saluran transmisi sebab adanya loss baik pada alat maupun saluran transmisi tersebut. Pada LNB juga terjadi proses pengkonversian sinyal dalam C Band menjadi L Band sehingga keluaran dari LNB adalah sudah dalam L Band.
  4. Sinyal keluaran dari LNB dimasukkan ke down converter SDC 60. Sinyal ini mengalami pengkonversian dari L band ke IF band sehingga keluaran dari SDC 60 adalah berupa IF band. Di sini diset frekuensi carrier sinyal down link kanal 9 vertikal dari satelit, sebab sinyal yang akan dikonversi menjadi IF band berasal dari transponder 9  vertikal satelit.
  5. Sebagaimana terlihat pada gambar 4.15, setelah melalui SDC 60, sinyal disalurkan ke 2 alat yang berbeda, yaitu
    1. Satellite modem SM 2800. Sinyal yang berasal dari telephone intercom Hub akan memasuki SM 2800. Pada satellite modem SM 2800, sinyal yang masuk dikonversi dari IF Band menjadi sinyal yang masih termasuk RF meskipun frekuensinya rendah sekali.
    2. Satellite Analyzer. Sinyal informasi yang berasal dari MCR akan memasuki  satellite analyzer. Sinyal ini digunakan untuk monitoring sistem penyiaran pada mobil penghubung satelit yang akan dijelaskan pada sub bab 4.3.5.
    3. Sinyal dari SM 2800 kemudian disalurkan ke voice codec AV 6496 untuk dikonversi menjadi sinyal analog, lalu sinyal ini disalurkan ke intercom telephone yang akan mengubah sinyal analog menjadi suara sehingga suara yang berasal dari stasiun RRI Cabang Utama Jakarta dapat didengar di intercom telephone mobil penghubung satelit.

 

Dengan demikian sinyal informasi yang berasal dari stasiun RRI Cabang Utama Jakarta yang dikirimkan melalui satelit Palapa B-4 dapat terkirim ke mobil penghubung satelit dengan baik dan benar.

3.5 Monitoring pada sistem penyiaran

Monitoring berfungsi untuk memeriksa apakah proses pengiriman dan penerimaan berjalan dengan benar. Monitoring ini dilakukan di Hub dan mobil penghubung satelit sehingga apabila terjadi kesalahan dapat langsung diketahui untuk diperbaiki secepatnya.

Pada Hub, satellite analyzer dihubungkan  dengan PMP 100 dan kedua down coverter. Dari PMP 100 dapat dilihat sinyal dalam IF Band, sementara itu dari down converter dapat dilihat sinyal dalam L Band. Sedangkan pada mobil penghubung satelit, satellite analyzer dihubungkan dengan down converter sehingga sinyal yang berasal dari Hub juga dapat diperiksa.

Pada satellite analyzer dapat dilihat bandwidth-bandwidth sinyal yang terletak pada satu per delapan transponder 9 vertikal yang disewa oleh RRI. Karena sistem yang digunakan adalah SCPC, maka setiap sinyal pada sistem penyiaran ini memiliki carrier masing-masing pada satu per delapan transponder 9 vertikal tersebut.

Apabila frekuensi kerja dari mobil penghubung satelit yang digunakan tidak muncul pada satellite analyzer atau besarnya frekuensi tidak sesuai ketentuan dan mengganggu frekuensi yang lain, dapat diambil tindakan yang cepat untuk mengatasi masalah ini.

Dalam mengambil tindakan ini, petugas di mobil penghubung satelit dapat berhubungan dan berkonsolidasi dengan stasiun RRI Cabang Utama Jakarta karena adanya jalur komunikasi full duplex antara stasiun RRI Jakarta dengan mobil penghubung satelit, yakni jalur komunikasi yang melalui telephone intercom. mobil penghubung satelit tidak dapat berhubungan melalui telephone intercom dengan stasiun RRI lainnya, sebab konfigurasi sistem ini tidak dimiliki oleh stasiun RRI lain selain stasiun RRI Cabang Utama Jakarta.

Daftar Pustaka

http://broadcasteradio.multiply.com

Gibson, Jerry D. dkk., Digital Compression for Multimedia, San Francisco : Morgan Kaufmann Publishers Inc., 1998.

Nugroho, Arifin , TELKOM-1 : Satelit Indonesia Generasi Millenium Ketiga di Kawasan Asia-Pasifik, 1999, http://www.elektroindonesia.com/elektro /ut25a1. html.

Roddy, D., Satellite Communications, New Jersey : Prentice Hall, 1989

Roddy, D., Coolean J., Komunikasi Elektronika, Jilid 2 ed 3, Jakarta : Erlangga, 1993.

Sukiswo Ir. Prinsip Sistem Komunikasi Satelit. Teknik Elektro Universitas Diponegoro. 2003.

………, Daftar Satelit SatcoDX TELKOM 1 (108.0E), 2004. http://www.satcodx4. com/1080/bid/.

………, Handbook M-Crypt Student Guide Irdeto Access Training, Irdeto Access, 2000.

………, Handbook Satellite Communication, Geneva : International Radio Consultative Committee, 1988.

Prinsip Sistem Komunikasi Satelit

1. Pendahuluan

Dalam era globalisasi saat ini, aliran pertukaran informasi sangatlah tinggi. Kebutuhan komunikasi harus diiringi dengan pembangunan jaringan telekomunikasi yang handal. Untuk itu diperlukan media transmisi yang mampu menyalurkan informasi seperti komunikasi suara, komunikasi gambar, dan komunikasi data, atau gabungan diantaranya.

Penggunaan satelit merupakan salah satu cara efektif dan tepat bagi Indonesia, mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan mempunyai wilayah yang sangat luas. Di dalam usaha membangun infrastruktur telekomunikasi yang dapat menjangkau seluruh Indonesia, selain digunakan jaringan microwave, kabel laut, maupun jaringan optik, penggunaan jaringan satelit dapat sekaligus menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Menurut PP No.53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit disebutkan bahwa “Satelit adalah suatu benda yang beredar di ruang angkasa dan mengelilingi bumi, berfungsi sebagai stasiun radio yang menerima dan memancarkan atau memancarkan kembali dan atau menerima, memproses dan memancarkan kembali sinyal komunikasi radio”.

Dari pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya satelit merupakan repeater yang terdapat pada angkasa, dimana fungsinya adalah menangkap sinyal dari bumi dan kemudian dikirimkan kembali. Namun untuk menjaga sinyal yang dikirimkan kembali perlu diadakan pembenahan sinyal yang diterima. Sinyal yang diterima pasti mengalami pelemahan (attenuation) dan cacat (distortion) dalam perjalanan dari bumi ke satelit. Proses rekonstruksi dilakukan agar sinyal yang akan dikirimkan kembali ke bumi, seperti atau mendekati sinyal aslinya.

Sistem komunikasi satelit memanfaatkan sistem gelombang mikro yang bekerja pada frekuensi di atas 1 GHz, dimana sifat perambatan gelombangnya secara umum mengikuti sifat perambatan cahaya yaitu Line of Sight (LoS) atau merambat secara garis lurus. Sistem gelombang mikro dapat digunakan pada sistem terestrial (merambat mengikuti permukaan bumi) maupun sistem satelit. Sejak tahun 1950 sistem gelombang mikro telah menjadi pilihan utama sebagai pembawa informasi jarak jauh.

Adapun sifat karakteristik gelombang mikro adalah sebagai berikut :

  1. Arah perambatannya lurus (Line of Sight), sehingga membutuhkan ruang bebas tanpa hambatan dalam perambatannya di udara.
  2. Memiliki sifat optik, sehingga dapat terpengaruh oleh uap air, curah hujan serta pembiasan oleh udara.
  3. Membutuhkan daya pancar RF yang tidak terlalu besar serta efisien, dengan penggunaan antena yang memiliki penguatan pengarahan (directivity) yang tinggi.
  4. Memiliki frekuensi tinggi, sehingga memberikan lebar pita (bandwidth) transimisi yang sangat lebar dan handal untuk mentransmisikan ribuan kanal telepon serta memiliki kualitas yang sama jika digunakan untuk beberapa kanal televisi dan kanal komunikasi data.
  5. Frekuensi pembawa (carrier) yang digunakan adalah dalam rentang 3-12 GHz.

1.1 Karakteristik Gelombang Radio

Dari berbagai macam teknik komunikasi yang diketahui, mungkin satu yang sangat peka tehadap perubahan adalah radiasi gelombang radio. Prinsip dasar yang yang memungkinkan gelombang radio dapat di propagasi sampai luar angkasa adalah saat ini sama dengan yang dilakukan 100 tahun yang lalu. Pengertian yang teliti tentang prinsip ini cukup mudah, walaupun beberapa orang menganggap propagasi gelombang radio sesuatu yang kompleks dan memusingkan, memang benar karena ini adalah kekuatan yang tidak kelihatan yang tidak bias dirasakan dan tidak bias disentuh. Ini tergantung dari imajinasi individu untuk memvisualisasi urutan dari konsep dan hubungannya pada latihan aplikasi.

Kedatangan Marconi wireless pada 1895 membuat transmisi informasi dapat dilakukan pada gelombang radio. Propagasi gelombang yang dapat dijangkau sinyal lokasi penerimaan juga mempengaruhi kekuatan bidang.Ada3 klasifikasi besar untuk macam sinyal atau gelomang propagasi: Gelombang tanah, gelombang luar angkasa, dan gelombang udara.

Konsep radiasi dari gelombang radio dapat divisualisasi dengan menjatuhkan batu kerikil ke dalam kolam air. Ketika batu kerikil jatuh kea lam air, gangguan permukaan terjadi, menyebabkan air bergerak keatas dan kebawah. Pada poin ini ganguan di transmisi ke permukaan dari kolam dalam bentuk gelombang lingkaran yang meluas. Ini dapat dicatat bahwa air tidak bergerak jauh dari poin itu. Untuk daun atau kayu kecil ditaruh di permukaan dari kolam, tidak akan ada pergerakan, tapi hanya pergerakan keats dan kebawah untuk setiap gelombang yang melewati. Macam gelombang yang dihasilkan oleh air disebut gelombang transverse, gelombang yang terjadi di arah atau arah-arah yang tegak lurus dari arah gelombang propagasi. Gelombang yang sederhana disebut gelombang berjalan. Radiasi gelombang elektromagnetik yang di transmisi oleh antenna adalah contoh untuk gelombang berjalan.

Bentuk dasar dari gelombang pembawa (carrier) dibangkitkan oleh transmitter yang berbentuk gelombang sinus. Gelombang transverse yang diradiasi keluar angkasa, bagaimanapun, mungkn aau tidak mungkin mempertahankan karakteristik dari gelombang sinus, tergantung dari tipe modulasi dari carrier.

Frekuensi

Frekuensi(f) dari sebuah gelombang adalah banyaknya siklus dari sebuah gelombang sinus yang terjadi dalam satu detik. Seperti gelombang radio, frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya siklus dari sebuah gelombang yang melewati pada satu titik yang diberikan dalam satu detik. Sebagai contoh gambar 1 menunjukkan 2 buah siklus terjadi dalam satu detik, karena itu, gelombang sinus tersebut dikatakan mempunyai 2 siklus perdetik.

Pada tahun 1967, untuk menghormati ahli ilmu fisika german Heinrich Hertzistilah Hertz telah ditunjuk untuk digunakan sebagai pengganti istilah siklus perdetik ketika mengacu pada frekuensi dari gelombang radio. Mungkin kelihatan memusingkan bahwa satu tempat dalam istilah siklus digunakan untuk mengganti alternative positif dan negative dari sebuah gelombang, tetapi dalam kejadian lain istilah Hertz digunakan untuk menggantikan apa yang nampak seperti hal yang sama. Kuncinya adalah factor waktu, siklus mengacu pada manapun urutan peristiwa, sedangkan hertz mengacu pada banyaknya kejadian yang berlangsung satu detik.

Hertz disingkat Hz, seribu Hertz sama dengan  kHz, sekarang ini cakupan frekwensi yang dapat dipakai meluas dari kira-kira 15 Hz ke sekitar 300 GHZ.

Gambar 1. Karakteristik Dasar Gelombang Sinus

Dalam dunia broadcasting digunakan dua macam klasifikasi frekuensi, yaitu frekuensi audio dan frekuensi radio. Frekuensi yakni Frekuensi audio adalah frekuensi yang mempunyai range antara sekitar 15 Hz dan 20 kHz. Frekuensi ini dapat di dengar telinga manusia dan termasuk semua suara yang di dengar rutin setiap hari. Sebagai contoh, rata-rata frekuensi suara bicara yang dapat didengar sekitar 128 Hz, bagaimanapun suara nyanyian dari soprano yang tinggi dapat mencapai 1300 Hz. Bunyi serasi yang sangat tinggi dari alat-alat musik dan siul yang berdekatan, mencapai batas dari range AF. Sementara itu, frekuensi yang jatuh berada antara 3 kHz sampai 300 GHz disebut Frekuensi Radio(RF) yang biasa digunakan dalam komunikasi radio.

 Periode

Periode dari gelombang radio adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus. Sebagai contoh gambar 1 mempunyai frekuensi 2 Hz, oleh karena itu setiap siklus mempunyai durasi atau waktu setengah detik. Jika frekuensi 10 Hz, maka periode setiap siklus adalah satu per sepuluh detik. Sejak frekuensi dari gelombang radio adalah jumlah dari siklus yang dapat diselesaikan dalam satu detik, dapat dilihat semakin besar frekuensi maka periode akan semaki kecil.

1.2 Satelit

Sejak tahun 1920 hingga awal tahun 1960, komunikasi jarak jauh masih menggunakan propagasi dengan HF band. Dan sangat banyaknya peningkatan pemakai tetap setiap tahun, HF band dengan cepat menjadi sesak, dan frekuensi bebas menjadi bayar. walaupun kebutuhan komunikasi dunia telah dijumpai di masa lalu, peningkatan skala besar harus dibuat untuk memenuhi kepuasan dan kebutuhan masa depan. Komunikasi dengan satelit adalah murni pertumbuhan luar dari penerusan permintaan untuk kapasitas yang lebih besar, kualitas komnikasi yang tinggi.

Bumi ini secara harafiah dikelilingi oleh satelit artificial. Banyak dari satelit ini membawa repeaters dan digunakan untuk komunikasi. Di tahun-tahun terakhir, satelit telah ditempatkan di orbit synchronous, menyediakan kemampuan perkembangan komunikasi antara hampir semua poni-poin mungkin diatas bola bumi. Walaupun kita mengira situasi ini diwarisi sekarang, seperti komunikasi adalah tidak mungkin saat permulaan tahun 1960

Satelit komunikasi yang paling tua, adalah bulan. Bulan adalah reflector gelombang radio yang cukup baik  dan telah digunakan untuk komunikasi jarak jauh, terutama oleh radio amatir. Sungguh sial ini adalah satelit kominikasi yang merepotkan, karena ini ada di atas horizon hanya setengah waktu dan bergerak melintasi angkasa.

Di sekitar tahun 1960, seri dari satellite pasif diluncurkan kedalam orbit disekitar bumi. Alat-alat ini, disebut satelit echo, seperti sebuah balon besi yang merefleksi gelombang-gelomang radio yang dikirimkan. Satelit ini di tempatkan pada orbit rendah, karena kita tidak mempunyai teknologi saat itu untuk menempatkan satelit pada orbit synchronous. Area cakupan dari satelit echo terbatas dengan orbit rendah dan akses waktu yang singkat.

Satellite komunikasi aktif dibuat setelah satellite echo. Sebuah satellite komunikasi aktif  adalah sebuah orbit repeater dengan karakteristik broadband. Sebuah sinyal yang diterima dari stasiun bumi diterima, diubah ke frekuensi yang lain dan di transmit kembaali sebagai level tenaga sedang. Susunan ini memberikan kekuatan sinyal yang lebih baik pada receive pada akhir sirkuit, jika dibandingkan dengan satellite pasif. Satelit aktif pertama di tempatkan di orbit rendah. dan dengan begitu para pemakai mereka telah diganggu oleh kekurangan yang sama ketika ditemukan satelit echo. Akhirnya satellite aktif di tempatkan pada orbit synchronous, membuat mungkin untuk menggunakan satelit dengan antenna tetap, dengan level sedang dari tenaga transmisi, dan kapan saja siang atau malam.

Sekarang, banyak sekali satelit synchronous diorbitkan di planet kita yang menyebabkan menjadi suluit untuk menemukan ruang untuk menambah. Hampir semua orang sama membutuhkan satelit synchronous. Satellite ini digunakan untuk TV dan radio broadcasting, dan operasi militer.

Visi Arthur C. Clarke

Satelit-satelit pertama buatan manusia mengorbit pada ketinggian beberapa ratus km saja dari permukaan bumi dengan periode orbit hanya 1-2 jam saja. Kini satelit geostasioner telah digunakan secara luas dengan periode orbit 24 jam, sama dengan waktu yang dibutuhkan oleh bumi untuk berotasi.

Gambar 2. Visi Arthur C. Clarke

Konsep teori tentang orbit geostasioner dikemukakan oleh Arthur C. Clarke pada sebuah artikel di majalah Wireless World edisi bulan Oktober 1945, “Semua kendala telekomunikasi dapat diselesaikan dengan menempatkan beberapa buah stasiun pengulang (satelit) di angkasa dengan periode perputaran 24 jam sehari pada ketinggian 42.000 km dari pusat bumi”. Dalam teori ini disebutkan pula bahwa untuk mencakup seluruh permukaan bumi dibutuhkan sedikitnya tiga buah satelit yang masing-masing berjarak 120o antara satu dengan lainnya. Visi Arthur Clarke diilustrasikan pada gambar 2.

Orbit Satelit

Menurut lintasannya, satelit dikelompokkan menjadi 3 macam :

  1. Orbit khatulistiwa / ekuator.

Adalah orbit yang berada pada lintasan khatulistiwa. Bidang orbit ini memotong bidang ekuator dengan jarak ke bumi 36.000 km. Satelit yang terletak di orbit ini kecepatannya rotasinya sama dengan kecepatan bumi, oleh sebab itu orbit ini disebut orbit geostasioner. Karena memiliki kecepatan yang sama dengan pergerakan bumi, maka satelit dapat melayani komunikasi di bumi selama 24 jam tanpa henti. Orbit khatulistiwa ini ditunjukkan pada gambar 3.

  2. Orbit polar.

Adalah orbit yang berada pada lintasan kutub-kutub bumi. Orbit ini dapat menjangkau seluruh permukaan bumi di sekitar kutub-kutub bumi, oleh sebab itu orbit ini digunakan oleh satelit untuk keperluan riset ilmu pengetahuan, militer dan komunikasi terbatas.

Gambar 3. Orbit Ekuator dan Polar

  3. Orbit intermediate

Adalah orbit yang membentuk sudut dengan khatulistiwa. Sudut yang lazim digunakan adalah 63o terhadap ekuator. Untuk satu kali perputaran membutuhkan waktu 12 jam. Untuk keperluan sistem komunikasi yang konstan orbit ini tentunya kurang handal karena hanya dapat melayani sistem komunikasi selama 12 jam setiap harinya. Untuk membentuk komunikasi yang kontinyu dibutuhkan setidaknya tiga buah satelit. Sistem orbit intermediate ini digunakan oleh Rusia yang memiliki banyak stasiun riset dan militer di daerah kutub utara dan Samudera Arktik. Jarak titik orbit tidak selalu sama terhadap bumi, titik yang paling dekat disebut perigee sedang titik yang paling jauh disebut apogee, seperti ditunjukkan oleh gambar 4.

Gambar 4. Jarak Satelit terhadap Bumi

Pita Frekuensi Satelit

Sekitar 55 tahun yang lalu, teknologi komunikasi radio sudah sangat berkembang. Akan tetapi, masih banyak terdapat kesulitan teknis dalam memproduksi komponen-komponen aktif yang diperlukan karena pada saat itu belum ditemukan Solid State Device. Komponen-komponen aktif tersebut antara lain adalah tabung-tabung elektronik untuk rangkaian penguat/osilator/mixer, hal ini menyebabkan penggunaan dan pemanfaatan spectrum frekuensi radio masih sangat terbatas.

Pada zaman itu umum membagi spectrum RF dalam tiga golongan, yakni daerah LF (Low Frequency), MF (Medium Frequency) dan HF (High Frequency) yang mencapai 30 MHz. Semua yang lebih dari itu dianggap cukup hebat dan digongkan pada VHF (Very High Frequency).

Relasi frekuensi (Hz, kHz, MHz, GHz) dan panjang gelombang radio (meter) adalah :

dimana : f  = frekuensi (MHz), λ  = panjang gelombang radiasi (m)

Dapatlah dipahami, dahulunya mereka beroperasi pada panjang gelombang sekitar 1500 meter, lalu menengah, sekitar 300 meter, dan pendek antara 11 sampai 100 meter.

Setelah perang dunia kedua, banyak hasil-hasil riset yang dulunya rahasia, dimanfaatkan untuk kemajuan industri elektronika sehingga teknologi daerah VHF mulai berkembang mencapai 250-an MHz, yang padanan panjang gelombangnya sekitar 1,2 meter. Bahkan sekitar tahun 60-an sudah merambat naik sampai mendekati 1000 MHz/1 GHz yang pandanan panjang gelombangnya adalah sekitar 0,3 meter. Daerah frekuensi di atas 300 MHz tersebut digolongkan sebagai UHF (Ultra High Frequency). Bila dilanjutkan ke daerah 3000 MHz, panjang gelombangnya 0,1 meter, kemudian bila di sekitar 10 GHz maka panjang gelombangnya 0,03 meter.

Seperti halnya pada penggolongan panjang gelombang yang kemudian mulai kehabisan penamaan mulai long wave, medium wave, short wave dan berlanjut kepada micro-wave yang merupakan sebutan untuk semua gelombang yang panjangnya kurang dari 50 cm. Seiring dengan berjalannya waktu, ketetapan-ketetapan di atas semakin berkembang sehingga pada saat ini ketetapan yang berlaku adalah sebagaimana terlihat pada table 1 dan 2.

Tabel 1. Pembagian Spektrum Frekuensi

Frequency

Panjang Gelombang

Wilayah Frekuensi

3 – 30 kHz

105 – 104

Very Low Frequency (VLF)

30 – 300 kHz

104 – 103

Low Frequency (LF)

300 – 3000 KHz

103 – 102

Medium Frequency (MF)

3 – 30 MHz

102 – 101

High Frequency (HF)

30 – 300 MHz

101 – 100

Very High Frequency (VHF)

300 – 3000 MHz

100 – 10-1

Ultrahigh Frequency (UHF)

3 – 30 GHz

10-1 – 10-2

Superhigh Frequency (SHF)

30 – 300 GHz

10-2 – 10-3

Extremely High Frequency (EHF)

103 – 107 GHz

3 x 10-5 – 3 x 10-9

Infrared, visible light, ultraviolet

Tabel 2.  Pembagian Band Frekuensi

BAND NAME

RANGE FREKUENSI

L

1.0 – 1.5 GHz

S

1.5 – 3.9 GHz

C

3.9 – 8.0 GHz

X

8.0 – 12.5 GHz

Ku

12.5 – 18.0 GHz

K

18.0 – 26.5 GHz

Ka

26.5 – 40.0 GHz

V

40.0 – 80.0 GHz

N

80.0 – 170.0 GHz

A

> 170 GHz

Tabel 2 menunjukkan pembagian band untuk komunikasi gelombang mikro yang digunakan dalam komunikasi satelit dan komunikasi teresterial. Pembagian band ini merupakan rekomendasi dari CCITT (Consultative Committee for International Telephone & Telegraph).

Satelit saat ini telah menjadi solusi untuk keterbatasan komunikasi global yang selama ini tidak dapat dijangkau oleh sistem komunikasi konvensional yang telah ada. Saat ini di orbit bumi terdapat ratusan satelit yang berfungsi untuk merelai sinyal, baik sinyal komunikasi, sinyal televisi serta sinyal lain sesuai dengan jenis satelitnya.

Frekuensi sinyal yang digunakan dalam komunikasi satelit dan teresterial berada dalam orde Giga Hertz (GHz), seperti ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Spektrum Frekuensi Elektromagnetik

Untuk merelai sinyal dari stasiun bumi, satelit harus memiliki garis pandang gelombang mikro uplink dan untuk mereproduksi sinyal yang sama secara akurat harus ada jalur gelombang mikro downlink. Untuk mencegah interferensi antara keduanya, frekuensi uplink harus dipancarkan pada frekuensi yang lebih tinggi daripada frekuensi downlink. Perangkat elektronik yang menghubungkan sinyal uplink dan downlink di satelit disebut transponder. Transponder berfungsi sebagai penerjemah ulang (repeated-translator) dengan penguatan tertentu, tergantung pada daerah yang tercakup dan rancangan penerimaannya. Sinyal yang ditransmisikan pada komunikasi satelit pada umumnya (C-band) antara 4 – 6 GHz atau termasuk ke dalam kelompok Superhigh Frequency (SHF).

Pada saat ini pelayanan satelit tetap bekerja pada frekuensi C-band yaitu uplink 6 GHz dan downlink 4 GHz, demikian pula pada sistem penyiaran langsung ratau Direct Broadcasting System (DBS) sejak tahun 1985 ditetapkan pada frekuensi Ku-band yaitu uplink 17 GHz dan downlink 12 GHz.

Pancaran frekuensi Radio (RF) sampai sekitar 25 MHz (gelombang pendek sekitar 13m) masih bisa dipantulkan oleh lapisan Ionosfer, yang berada pada ketinggian antara 200-300km dari Bumi, dimanfaatkan untuk komunikasi Radio SSB jarak jauh (250 km sampai ribuan km).

Band frekuensi yang lebih tinggi seperti HF (2 MHz-30 MHz), tak bisa lagi dimanfaatkan untuk komunikasi jarak jauh. Bila frekuensi lebih tinggi lagi sampai 800 MHz, maka lapisan Troposfer akan lebih berperan dalam pemanfaatannya untuk telekomunikasi over horizon (jarak sedang) pada sistem Tropo-Scatter Radio.

Komunikasi satelit menggunakan frekuensi mulai sekitar 1,3 GHz (L-Band, C-Band dan Ku-Band). Frekuensi-frekuensi tersebut digunakan karena gelombang dengan  frekuensi tersebut tidak terpengaruh oleh Troposfer maupun Ionosfer pada atmosfer Bumi sehingga gelombang dari stasiun bumi dapat sampai ke satelit dan gelombang dari satelit dapat sampai pula ke stasiun bumi dengan baik dan benar.

Footprint

Footprint adalah wilayah cakupan satelit di permukaan bumi. Footprint disebut juga area terestrial yang dirancang sedemikian rupa mengikuti bentuk wilayah yang diinginkan. Seluruh stasiun bumi dapat menerima sinyal satelit jika berada dalam area footprint. Semakin kuat sinyal yang dipancarkan, makin baik terminal di bumi menerimanya.

Sinyal kuat yang dipancarakan oleh satelit bisa saja menjadi sangat lemah ketika diterima di bumi karena berbagai faktor. Pada frekuensi yang tinggi, rugi lintasan akan naik sebesar kuadrat frekuensi dan kuadrat jarak. Faktor cuaca juga sangat berpengaruh, dimana hujan tidak saja dapat meredam sinyal, tetapi juga dapat menurunkan temperatur sehingga menyebabkan rugi-rugi yang diakibatkan oleh gerakan-gerakan molekul yang memperbesar desah (noise).

Gambar 6. Footprint Satelit

2. Metode Multiple Access

Dikenal tiga metode yang biasa digunakan untuk transmisi uplink dan downlink, yaitu Frequency Division Multiple Acsess (FDMA), Time Division Multiple Acsess (FDMA) dan Code Division Multiple Access (CDMA). Selain itu terdapat pula Demand Assignment Multiple Access (DAMA), namun multiple access ini jarang diaplikasikan.

1. Frequency Division Multiple Access (FDMA)

Gambar 7. Konsep Sistem FDMA

FDMA disebut juga akses jamak pembagian frekuensi, merupakan sistem akses jamak dimana seluruh band frekuensi dari satelit dibagi-bagi atas beberapa band frekuensi yang lebih sempit, dimana setiap stasiun bumi dalam sistem FDMA ini menduduki salah satu dari band frekuensi tersebut.

Pada sistem FDMA, setiap stasiun bumi yang dilayani oleh satelit memiliki frekuensi pancar yang berbeda antara stasiun bumi yang satu dengan stasiun bumi lainnya. Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa setiap stasiun bumi memancarkan dan menerima sinyal dengan frekuensi yang berbeda, yaitu F1, F2 dan F3. Pada gambar 8 ditunjukkan pola FDMA dalam domain frekuensi terhadap waktu.

Gambar 8. FDMA dalam Domain Frekuensi terhadap Waktu

Dalam implementasinya, terdapat dua teknik operasi FDMA yaitu :

  1. Multi Chanel per-Carrier (MCPC), dimana stasiun bumi mentransmisikan beberapa single side band pita pembawa channel carrier informasi ke dalam sebuah baseband carrier yang memodulasi frekuensi sebuah carrier rakitan RF dan ditransmisikan ke sebuah transponder satelit FDMA. Pada sistem MCPC, setiap stasiun bumi akan memancar pada satu frekuensi pembawa RF yang tetap dan berbeda dengan stasiun bumi lainnya, sehingga stasiun bumi akan menerima sinyal yang dikehendaki sesuai dengan pembawa RF yang digunakan dengan menggunakan band pass filter yang sesuai.
  2. Single Channel per-Carrier (SCPC), dimana masing-masing kanal informasi secara bebas memodulasi sebagian RF carrier dan ditransmisikan ke transponder satelit FDMA. Modulasinya bisa analog seperti Frequency Modulation (FM) atau modulasi digital seperti Phase Shift Keying(PSK). Setiap stasiun bumi pada sistem ini dapat memancar pada frekuensi tertentu pada saat yang bersamaan. Keuntungan pentransmisian sinyal informasi dengan mode SCPC adalah sebagai berikut :
    1. Gelombang pembawa baru digunakan bila ada sinyal informasi (pemodulasi), sehingga dapat dilakukan penghematan kanal dan serta efisiensi daya untuk memancarkan sinyal ke satelit.
    2. Mempunyai fleksibilitas tinggi terhadap perluasan jaringan komunikasi.
    3. Peralatannya relatif ekonomis.
    4. Mampu digunakan pada berapapun ukuran bandwidth (sampai bandwidth satu transponder)

Sedangkan kelemahan SCPC antara lain adalah :

  1. Memerlukan on-site control
  2. Saat digunakan pada daerah terpencil, antena harus dilindungi
  3. Antena SCPC yang bergeser hingga mengganggu bandwidth pengguna lain dapat didenda sampai $1100 per menit (berlaku mulai tahun 2003)
  4. Tidak efisien jika digunakan pada bursty transmission

2. Time Division Multiple Access (TDMA)

TDMA merupakan jenis akses jamak yang menerapkan pembagian waktu (time sharing) untuk pengaturan pengiriman sinyal-sinyal dari beberapa stasiun bumi dalam menduduki transponder satelit.

Dalam sistem TDMA, stasiun bumi memancarkan burst-burst yang berisi sinyal informasi yang telah dimodulasi pada celah waktu (time slot) tertentu secara bergiliran sehingga antar stasiun bumi dibedakan atas celah waktu yang didudukinya. Namun walaupun time slot-nya berbeda semua stasiun bumi tersebut memiliki frekuensi transmisi yang sama.

Gambar 9. Konsep Sistem TDMA

Pada gambar 9 dapat dilihat bahwa setiap stasiun bumi memancarkan sinyal ke satelit dengan frekuensi yang sama, tetapi pada celah waktu yang berbeda. Lebar celah waktu tiap stasiun bumi tidak harus sama tapi tergantung pada jumlah kanal yang harus ditransmisikannya. Untuk stasiun dengan jumlah kanal yang banyak membutuhkan celah waktu yang lebih lebar dibandingkan dengan stasiun bumi dengan kanal yang lebih sedikit.

Gambar 10. Konfigurasi Frame TDMA

Pada gambar 10 konfigurasi frame TDMA dapat dilihat burst-burst stasiun bumi bergiliran menduduki transponder satelit menurut waktu. Lamanya waktu pendudukan berbeda antara satu burst dengan burst lainnya tergantung dari besarnya kapasitas sinyal yang akan ditransmisikan.

Antara burst diberikan jarak waktu tertentu yang disebut guard band (pita penjaga) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya interferensi sinyal antar burst. Sedangkan sinkronisasi dilakukan pada burst refference. Tiap burst dari setiap stasiun bumi tersusun atas beberapa sub-burst. Karena dalam sistem TDMA hanya ada satu frekuensi pancaran, transponder satelit hanya akan dibebani oleh satu frekuensi pembawa sehingga terhindar dari intermodulasi dan interferensi frekuensi.

3. Code Division Multiple Access (CDMA)

Pada sistem CDMA, sinyal ditransmisikan memencar melalui sebagian atau semua dari bandwidth transponder yang dapat digunakan pada hubungan frekuensi – waktu dengan transformasi kode. Seperti halnya pada sistem TDMA, setiap stasiun bumi memiliki frekuensi kerja yang sama

semua stasiun bumi secara bersamaan memancarkan sinyalnya dalam format kode-kode.

3. Ruang Angkasa (Space Segment)

Peralatan pada sistem komunikasi satelit, secara umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu satelit sebagai ruas angkasa (space segment) dan stasiun-stasiun bumi sebagai ruas bumi (ground segment). Ruas angkasa hanya memiliki perangkat tunggal yaitu satelit.

Satelit komunikasi tidak lain merupakan suatu pengulang komunikasi (repeater) di angkasa. Sinyal-sinyal yang dikirimkan oleh antena stasiun bumi diterima oleh antena satelit dan kemudian dikirimkan lagi ke bumi setelah sinyalnya diperkuat. Mengingat biaya investasinya yang sangat tinggi, maka satelit harus didesain sedemikian rupa agar memiliki masa pakai (life time) yang lama dan dapat bekerja dengan efisiensi yang tinggi.

Umur dari suatu satelit komunikasi pada umumnya ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

  1. Kapasitas bahan bakar yang tersedia.
  2. Umur dari baterai (solar array output power)
  3. Jumlah transponder yang tersedia.
  4. Ketahanan dari peralatan-peralatan elektronika pada transponder

Gambar 11. Jenis-jenis Satelit (a) Spin Axis, (b) Three Axis

Satelit memiliki pembatas gerakan yang distabilkan oleh gerakan putaran (spin-stabilized) atau oleh tiga sumbu (three-axis stabilized motion restriction) dengan baterai-baterai Nikel Kadmium (Ni-Cad) yang bisa diisi kembali.  Baterai ini juga dimanfaatkan untuk tetap menghidupkan satelit selama terjadi gerhana matahari yang terjadi dua kali dalam setahun. Pada gambar 11 diperlihatkan beberapa satelit tipe Spin Axis Stabilization dan Three Axis Stabilization.

3.1 Subsistem Penyusun Satelit

Untuk dapat melaksanakan tugasnya, maka suatu satelit memerlukan perlengkapan atau subsistem yaitu antena, pembangkit daya listrik (power generator), sistem komando,  telemetri dan penjejakan (TT & C), sistem pendorong (thrust) dan sistem stabilisasi.

Gambar 12. Subsistem Penyusun Satelit Tipe Spin Axis

1. Antena Satelit

Antena berfungsi untuk menerima sekaligus memancarkan sinyal. Keluaran sinyal pada antena dilewatkan pada sebuah diplexer yang dapat memisahkan sinyal yang dipancarkan dan yang diterima. Juga dipasang filter yang dirancang dengan seksama untuk mencegah bocornya sinyal pancar ke bagian penerima.

Gambar 13 Subsistem Penyusun Satelit Tipe Three Axis

2. Subsistem Transponder

Transponder adalah serangkaian peralatan elektronik yang berfungsi untuk menerima, memperkuat dan merubah frekuensi sinyal-sinyal yang diterima untuk dipancarkan kembali ke bumi. Besarnya kapasitas suatu satelit ditentukan oleh banyaknya transponder yang dimiliki oleh satelit tersebut. Setiap transponder memiliki range frekuensi yang telah ditentukan. Semakin besar lebar pita frekuensi yang dapat dilayani oleh satelit, artinya semakin banyak transponder yang bisa dimiliki oleh satelit tersebut.

Gambar 14. Sistem Transponder Satelit

Pada gambar 14 dapat dilihat bahwa perangkat elektronik di satelit terdiri dari LNA (Low Noise Amplifier), Mixer, Osilator, Band Pass Filter (BPF) serta Low Power Amplifier berupa TWT (Travelling Wave Tube). Sinyal uplink dari stasiun bumi diterima oleh antena penerima satelit. Sinyal difilter untuk  melewatkan sinyal yang dibutuhkan saja. Setelah difilter, sinyal dilewatkan pada LNA untuk memperkuat level daya dari sinyal untuk dapat diolah. Microwaveosilator membangkitkan sinyal untuk kemudian diolah di Mixer bersama sinyal informasi dari LNA. Sinyal keluaran dari Mixer adalah sinyal penjumlahan, pengurangan, sinyal dari LNA serta sinyal dari Osilator. Seluruh sinyal keluaran Mixer dilewatkan pada BPF untuk melewatkan sinyal pengurangan, sehingga didapatkan sinyal 4 GHz. Keluaran dari BPF ini kemudian dikuatkan oleh penguatan TWT untuk kemudian di propagasikan ke bumi sebagai sinyal downlink.

3. Subsistem Pembangkit Daya Listrik (Electrical Power)

Berfungsi untuk membangkitkan daya listrik yang dibutuhkan satelit. Termasuk di dalamnya peralatan untuk mengatur dan merubah daya listrik sesuai dengan level tegangan / daya yang dibutuhkan oleh masing-masing perangkat. Tenaga listrik yang dibutuhkan oleh satelit didapatkan oleh solar cell array yang mengkonversi energi panas matahari menjadi energi listrik.

4. Subsistem Komando dan Telemetri (Command and Telemetry)

Berfungsi untuk menerima perintah (komando) yang dikirimkan oleh stasiun bumi pengendali dan memancarkan data-data tentang kondisi satelit ke bumi. Satelit dikontrol oleh SPU (Stasiun Pengendali Utama).

 5. Subsistem Pendorong (Thrust)

Berfungsi untuk mengatur perubahan posisi dan ketinggian satelit agar tetap berada pada tempat yang ditentukan di orbit geostasioner. Sistem pendorong dikendalikan secara jarak jauh (remote) dari stasiun bumi pengendali utama.

6. Subsistem Stabilisasi (Stabilization)

Berfungsi untuk menjaga antena satelit selalu dapat mengarah ke sasaran yang tepat di permukaan bumi. Fungsi stabilisasi dilakukan oleh SPU dengan melakukan operasi penjejakan satelit (tracking).

3.2 Jenis-Jenis Satelit

Berdasarkan orbitnya, satelit dikelompokkan menjadi 3 kelompok :

1. Sistem Satelit Tidak Teratur (Random Satellite System)

Sistem ini disebut juga “Sistem Satelit Tidak Terkendali”, yaitu dengan peluncuran sejumlah satelit pada berbagai ketinggian orbit dari mulai ratusan km hingga 10.000 km.

Gerakan satelit ini akan dikuti oleh dua stasiun bumi yang dapat saling melihatnya dan dengan menggunakan cara saling perpindahan (switching) antara dua buah antenna yang dapat berputar pada setiap stasiun, akan dapat dikurangi waktu terputusnya hubungan. Mekanisme penjejakan (tracking) pada sistem ini sulit dilakukan. Kelebihan dari sistem satelit ini adalah kemudahan peluncuran satelit dan kuatnya medan sinyal yang diterima di stasiun bumi.

2. Sistem Satelit Bertahap (Phased Satellite Sytem)

Sistem ini terdiri dari berbagai jenis orbit, seperti Orbit Khatulistiwa, Orbit dengan sudut inklinasi 30o, orbit kutub dan orbit campuran. Sistem ini dapat menjalin perhubungan dengan meluncurkan beberapa satelit pada jarak waktu (interval) yang sama pada orbit dan memindahkannya secara teratur bagi dua stasiun bumi. Oleh sebab itu sistem ini disebut juga sistem terkendali. Umumnya jenis satelit bertahap berada pada orbit khatulistiwa untuk hubungan selatan-utara dan orbit kutub untuk perhubungan timur-barat. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah satelit yang dibutuhkan.

3. Sistem Satelit Stasioner (Stationary Satellite System)

Sistem ini diimplementasikan dengan menempatkan satelit pada ketinggian 35.860 km dari permukaan bumi sehingga akan memiliki kedudukan yang statis terhadap bumi yang mempunyai periode putar 24 jam, oleh karena itu, untuk suatu wilayah dengan wilayah cakupan (coverage) yang tidak terlalu luas, cukup diperlukan satu buah satelit saja. Sistem stasioner ini disebut juga sistem geostasioner atau geosynchronous.

Gambar 15. Diagram Geometris Susunan Satelit Stasioner

Pada satelit stasioner, sudut pancaran antena ke bumi yang diperlukan kira-kira 17,34o  dan jari-jari untuk perhubungan yang masih dapat dilaksanakan kira-kira 76o dengan sudut elevasi antena stasiun bumi lebih besar dari 5o. Dengan cara ini maka peluncuran tiga atau empat satelit berkapasitas besar akan dapat melayani komunikasi seluruh permukaan bumi. Sistem ini disebut juga sistem satelit stasioner. Hingga saat ini sistem satelit stasioner tetap dipilih untuk sistem komunikasi internasional yang dipergunakan secara bersama dalam bentuk multiple access, misalnya pada satelit internasional Intelsat dan Inmarsat yang meng-cover seluruh permukaan bumi.

3.3 Penempatan Satelit di Orbit Geostasioner

Penempatan satelit di orbit geostasioner dilakukan dengan roket atau pesawat ruang angkasa ulang-alik yang didesain secara khusus untuk membawa muatan satelit dan menempatkannya di titik orbit yang diinginkan. Peluncuran dilakukan di instalasi khusus yang memang didesain untuk peluncuran satelit dan wahana angkasa lainnya. Satelit ditempatkan dalam orbit yang bentuknya hampir menyerupai lingkaran dengan sudut yang terbentuk antara bidang khatulistiwa dan orbit tersebut disebut sudut inklinasi. Dalam urutan peluncuran satelit pada gambar 16, tampak bahwa ada 10 langkah dalam peluncuran sebuah satelit dengan roket ke luar angkasa.

Gambar 16. Urutan Peluncuran Satelit Hingga Mencapai Orbit

4. Ruas Bumi (Ground Segment)

Ruas bumi (ground segment)  adalah bagian dari sistem komunikasi satelit yang berada di  bumi. Secara umum, ruas bumi terdiri dari stasiun bumi (earth station) dan jaringan lanjutan atau jaringan ekor (tailing network) yaitu berupa hubungan stasiun bumi menuju ke sentral telekomunikasi (sentel), pusat komputer, stasiun televisi dan radio serta unit-unit pemakaiVSAT.

Stasiun buni, seperti pada gambar 17, adalah lokasi di permukaan bumi yang berfungsi untuk memancarkan serta menerima sinyal informasi dari dan ke satelit. Lokasi stasiun bumi dapat dimana saja tersebar di seluruh permukaan bumi asalkan berada di coverage area dari satelit.

Gambar 17. Gambaran Stasiun Bumi Besar

Berdasarkan ukuran antenanya, stasiun bumi dapat dibedakan menjadi :

  1. Stasiun bumi besar.
  2. Stasiun bumi sedang.
  3. Stasiun bumi kecil.
  4. Stasiun bumi Transportable, Fly-Away.
  5. Stasiun bumi Mini, Mikro,VSAT.

Berdasarkan kedudukan dalam jaringan, stasiun bumi dapat dibedakan menjadi :

  1. Stasiun bumi Induk / Hub Station.
  2. Stasiun bumi Gate Way seperti TELKOM Gambir dan kalibata.
  3. Stasiun bumi Reference seperti pada stasiun bumi sistem digital.
  4. Stasiun bumi Non-Reference seperti stasiun-stasiunVSAT.
  5. Stasiun bumi pengendali / TT & C (Telemetry, Tracking & Control).

Berdasarkan fungsinya, stasiun bumi dapat dibedakan menjadi :

  1. Stasiun Bumi Pengendali Utama (SPU)

Yaitu stasiun bumi yang berfungsi mengendalikan satelit agar selalu berada pada tempat yang ditentukan di orbit serta menjalankan fungsi komando dan telemetri. Selain itu SPU juga bertugas melakukan fungsi tracking (penjejakan) apabila ada satelit yang mengalami pergeseran posisi di orbit. Di Indonesia terdapat setidaknya tiga buah SPU yang dioperasikan oleh tiga operator satelit berbeda. SPU Cibinong milik PT Telkom mengendalikan satelit Telkom-1 dan Palapa B2R, SPU Daan Mogot Jakarta milik PT Satelindo mengendalikan satelit Palapa-C serta SPU Jatiluhur milik PT Indosat mengendalikan satelit milik konsorsium Intelsat dan Inmarsat.

  1. Stasiun Bumi Besar (SBB)

Yaitu stasium bumi yang berfungsi mengirimkan serta menerima sinyal informasi dan sinyal siaran televisi dan radio dari satelit. Stasiun ini memiliki banyak antena dengan kapasitas (bandwidth) yang tinggi besar serta laju bit (bit rate) yang tinggi.

  1. Stasiun Bumi Kecil (SBK)

Fungsinya sama dengan stasiun bumi besar, namun memiliki kapasitas kanal serta bandwidth yang lebih kecil. SBK biasanya ditempatkan di wilayah yang kebutuhan bandwidth-nya tidak terlalu besar atau sebagai transmisi cadangan (redundant).

  1. Stasiun Bumi Bergerak

Adalah stasiun bumi yang digunakan untuk keadaan khusus, misalnya untuk peliputan siaran televisi secara langsung (life broadcasting) di daerah yang berjarak jauh dari stasiun bumi tetap. Stasiun bumi bergerak berupa peralatan stasiun bumi dengan kapasitas kecil yang ditempatkan pada suatu kendaraan bergerak (mobile). Stasiun bumi bergerak utamanya digunakan untuk layanan penyiaran televisi secara langsung (live broadcasting), sehingga sering disebut juga sebagai mobile TV up-link. Selain digunakan oleh stasiun televisi, stasiun bumi bergerak juga digunakan oleh stasiun radio seperti RRI untuk melakukan outside broadcasting dengan kendaraan yang disebut mobil penghubung satelit (OutsideBroadcasting Van) sehingga peristiwa yang terjadi di luar studio dapat diliput dengan cepat.

  1. Stasiun TVRO (Television Receive Only).

Adalah stasiun bumi yang hanya dapat menagkap siaran televisi lewat satelit. TVRO memiliki kapasitas kanal yang kecil, biasa digunakan di kawasan pemukiman untuk keperluan penerimaan siaran TV satelit.

Untuk dapat melaksanakan fungsinya, stasiun bumi memiliki perangkat-perangkat sebagai berikut antenna stasiun bumi, modem, LNA, HPA & converter.

4.1 Antena Stasiun Bumi

Antena stasiun bumi yang biasa digunakan adalah berbentuk parabola, seperti ditunjukkan pada gambar 18. Pada fokus parabola, setiap sinyal yang datang pada parabola memantul sejajar dengan sinyal-sinyal lainnya, sehingga semua garis adalah tegak lurus terhadap bidang fokus. Dengan konstruksi seperti ini antena dapat memiliki penguatan karena bentuk dari berkas titik fokus dalam arah satelit.

Gambar 18. Antena Stasiun Bumi Kecil Tipe Casseigrain

Perangkat penghubung antena dengan saluran transmisinya adalah perangkat yang disebut feed. Pada dasarnya feed merupakan ujung terbuka dari pemandu gelombang (wave guide), sisinya dimiringkan dan membentuk terompet kecil.

Jenis Antena

Jenis antena stasiun bumi menurut bentuknya dibedakan menjadi empat yaitu:

  1. Antena parabola (parabolic) atau Prime Focus Feed, mempunyai feeder di titik pusat dari parabola. Antena ini merupakan antena yang paling banyak digunakan di dunia antara lain karena efisiensinya tinggi. Sayangnya terdapat kesulitan dalam pengaturan cross-pol pada tipe Linear Orthogonal untuk antena stasiun bumi, oleh karenanya antena ini hanya praktis sampai dengan ukuran 5 meter saja.
  2. Antena Horn Reflector/Offset Feed, memiliki feeder yang berada di ujung reflektor. Sistem Off Set Feed sebenarnya berawal pada Prime Focus juga, tapi di sini efisiensinya sedikit lebih baik karena blocking berkurang. Selain itu antenna ini relatif lebih ringan dan praktis untuk digelar, misalnya untuk antena stasiun bumi fly-away. Hal yang membuatnya populer adalah karena pengaturan dan penyesuaian isolasi cross-pol jauh lebih mudah dibandingkan dengan antena prime focus feed. Berkenaan dengan desain adalah pada feed support yang harus memiliki kekokohan tertentu, maka ukuran diameter yang dibuat umumnya ialah 1,5 meter sampai 3,8 meter.
  3. Antena Casseigrain, mempunyai dua reflektor, yaitu main reflector (utama) yang berbentuk parabola sedangkan sub-reflektornya berbentuk hiperbola. Feeder ditempatkan di bawah dari cekungan parabola.
  4. Antena Gregorian, mempunyai bentuk hampir sama dengan antena casseigrain, tetapi memiliki pola pantulan yang berbeda. Umumnya sistem antena jenis ini dimanfaatkan untuk antena berukuran 4,6 meter atau lebih. Jika ukuran main reflector lebih kecil dari 4,6 meter, sub-reflector akan mulai memblokir sinyal dan menyebabkan pelemahan, dengan demikian gain berkurang, maka efisiensi menurun.         Kelebihan dari antena ini antara lain adalah aman dan relatif mudah dalam pengaturan isolasi cross-pol untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Antena stasiun bumi sesuai fungsinya menangkap serta mengirimkan sinyal ke dan dari satelit sehingga memiliki konstruksi dengan bentuk cekungan parabola untuk mendapatkan penguatan. Dengan kostruksi parabolik maka sinyal satelit yang sangat jauh dapat diterima dengan baik.

Gambar 19. Jenis-jenis Antena (a) Antena Parabola, (b) Antena Horn Reflector, (c) Antana Casseigrain, (d) Antena Gregorian

Memungkinkan LNA dan HPA untuk dipasang di belakang main reflecor, sehingga memudahkan konstruksi dan perawatan.Tipe antena yang umum dipakai di stasiun bumi adalah antena Casseigrain. Antena ini memiliki keunggulan dibandingkan jenis antena lain, yaitu :

  1. Memungkinkan LNA dan HPA untuk dipasang di belakang main reflecor, sehingga memudahkan konstruksi dan perawatan.
  2. Dengan mengoptimasi bentuk reflector utama dan sub-reflector, bisa dicapai efisiensi yang tinggi.

Pondasi dan Pedestal Antena

Main reflector sebuah antenna untuk stasiun bumi, haruslah terpasang pada konstruksi yang cukup kuat untuk tahan segala cuaca, panas, hujan, dan angina sedapat mungkin tidak menyebabkan intalasi antenna tidak mengalami perubahan bergetar apalagi bergoyang. Untuk mejamin hal itu, ada 2 sistem Pedestal yang umum dipergunakan, ialah:

1. Sistem HA dan DEC

Pedestal ini mempunyai 2 Axis atau sumbu putar, ialah sumbu medatar untuk perputaran sudut Hour-Angle, dan sumbu Deklinasi untuk perputaran sudut Declinasi. Sistim ini tidak mempunyai sumbu vertikal.

      catatan : Z = Zenith = arah = titik tertinggi matahari.

Jadi petunjuk sudut/ derajat H-A kea rah satellite tertentu, ialah sekian derajat timur, atau sekian derajat barat.

Bila lokasi Stasiun bumi terletak tepat berada pada katulistiwa, maka sumbu H-A tersebut tidak perlu dijinjitkan, tetapi bila tidak demikian, jadi bila lokasi stasiun ada disebelah utara atau selatan katulistiwa, maka sumbu H-A haruslah dideclanasikan sedikit kearah tergantung di belahan mana (lintang utara atau selatan) letak stasiun buminya.

Contoh : untuk stasiun bumi Anune, pointing pada palapa B2-P telah dihitung dan diketahui adalah H-A = 12,34 derajat barat dan DEC = 1,23 derahat selatan. Dari data tersebut dapatlah dipastikan, bahwa Stasiun Anune tersebut terletak pada belahan bumi katulistiwa, karena sumbu HAnya harus di deklanasikan sedikit kearah selatan = 1,23 derajat. Dan sumbu HA antenna harus diputar agak ke barat = 12,34 deajat ari zenith.

Pada instalasi antena sistem HA/ DEC, satu hal utama yang harus diteliti benar-benar, adalah mana arah utara-selatan yang tepatnya, barulah kita bisa tetapkan pondasi pedestal antenanya. Dengan kata lain, Axis HA harus benar-benar mengarah kearah berikut :

  1. Utara ke selatan, bila lokasi stasiun bumu berada di sebelah utara equator
  2. Selatan ke utara, bila lokasi stasiun bumi berada disebelah selatan equator.

2. Sistem AZ dan EL

Pada Pedestal ini, akan selalu memiliki 2 Axis/ sumbu putar, ialah :

  1. Sumbu Vertikal untuk gerakan/ pengaturan sudut azimuth.
  2. Sumbu Horizontal untuk pengaturan sudut elevasi

Feeder Antena

Feeder antena adalah penghubung antara perangkat luar stasiun bumi (antena) dengan perangkat dalam (HPA dan LNA). Sistem satelit menggunakan sebuah antena untuk mengirim dan menerima sinyal, sehingga diperlukan pemisah atau pembatas antara sinyal pancar dan sinyal terima. Pembatas pancaran dan penerima terletak pada feeder antena. Disamping itu pada feeder antena terdapat polarizer yang mengatur pembagian polarisasi. Pada feeder harus diatur agar rugi-rugi (loss) yang terjadi sekecil mungkin. Pemisah antara arah pancar dan terima menggunakan alat yang disebut diplexer.

Feeder memiliki redaman yang timbul akibat pengaruh jenis bahan yang digunakan untuk feeder. Pada gambar 20, setiap perangkat antena dan feeder didesain sedemikian rupa agar memiliki redaman sekecil mungkin.

Gambar 20. Konstruksi Feeder Antena

Gain merupakan parameter penting dalam karakteristik suatu antena stasiun bumi, karena secara langsung berpengaruh pada daya pancar sinyal pembawa (carrier power) uplink dan downlink.Penguatan Antena (Gain) 

dimana      A   =  daerah aperture antena (m2)

                  λ    =  panjang gelombang radiasi (m)

                  f     =  frekuensi radiasi (Hz)

                  c    =  kecepatan cahaya = 2.997925 x 108 m/s

                  η    =  aperture efficiency antena (η <1)

4.2 Modem

Pada modem ini dilakukan proses modulasi dan demodulasi. Jenis modulasi yang umum dipakai adalah Frequency Modulation (FM) yang lazim digunakan pada sistem transmisi analog dan Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) yang digunakan pada sistem transmisi digital.

Frekuensi pembawa (carrier frequency) yang dipakai pada modulasi adalah frekuensi menengah atau IF (intermediate frequency) 70 MHz dan 140 MHz. Pemilihan IF tergantung bandwidth deviasi dari carrier. Pada sistem FDMA dipakai IF 70 MHz sedangkan pada sistem TDMA digunakan IF 140 MHz.

4.3 Low Noise Amplifier (LNA)

Low Noise Amplifier merupakan perangkat untuk menurunkan level noise dari sinyal yang ditangkap oleh antena. Sinyal yang ditangkap oleh antena stasiun bumi sangat lemah mengingat jarak yang jauh dari satelit sehingga sinyal tersebut tidak dapat langsung diolah serta memiliki level noise yang tinggi sehingga harus dikuatkan terlebih dahulu sampai tingkat yang lebih tinggi, baru kemudian dilewatkan ke down converter.

Pada sistem komunikasi C-band,  umumnya LNA bersama dengan perangkat Up dan Down Converter serta filter BPF (Band Pass Filter) berada dalam satu kotak perangkat yang disebut Low Noise Block (LNB). Pada beberapa sistem tertentu LNA berada satu kotak dengan LNB tetapi terpisah dengan perangkat Up dan Down Converter. Noise identik dengan temperatur, sehingga disebut noise temperature. Untuk menurunkan noise temperature dipakai metoda pendinginan, sehingga prinsip kerja LNA adalah melakukan penguatan pada temperatur yang rendah. Jenis LNA yang banyak dipakai adalah tipe parametric amplifier (paramp) yang memanfaatkan gas helium atau udara biasa.

4.4 Up / Down Converter

Up/ Down Converter adalah perangkat yang berfungsi mengkonversikan frekuensi IF menjadi RF dan sebaliknya, namun pada beberapa sistem komunikasi satelit perangkat ini berfungsi hanya untuk mengkonversikan frekuensi C-Band menjadi IF dan sebaliknya. Pada komunikasi satelit, frekuensi uplink lebih besar dari frekuensi downlink dengan tujuan untuk mencegah interferensi sinyal. Misalnya pada satelit dengan C-band 6/4 GHz, artinya frekuensi uplink 6 GHz dan frekuensi downlink 4 GHz. Karena itu diperlukan perangkat up / down converter untuk mengkonversikan sinyal yang diterima dari satelit (downlink) dan sinyal yang akan dikirimkan ke satelit (uplink).

Gambar 21. (a) Contoh Pengolahan Sinyal Uplink, (b) Contoh Pengolahan Sinyal Downlink

Terdapat dua jenis Up / Down Converter untuk Up / Down Converter yang mengkonversi frekuensi IF menjadi RF dan sebaliknya, yaitu :

  1. Single Converter (konverter tunggal), yaitu melakukan konversi IF ke RF hanya dengan satu kali konversi saja. Konverter ini sederhana karena hanya memiliki satu osilator lokal yang kemudian akan dicampur di rangkaian mixer (pencampur) dengan sinyal RF 4 GHz yang telah melewati LNA menjadi sinyal IF 70 MHz.
  2. Double Converter (konverter ganda), yaitu melakukan konversi dari IF ke RF secara bertahap. Konverter ganda melakukan konversi sinyal dalam dua langkah, dengan selisih frekuensi awal sekitar ratusan MHz dan pada langkah kedua pada 70 Mhz.

4.5 High Power Amplifier (HPA)

High Power Amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal RF yang akan dipancarkan ke satelit agar diperoleh penguatan sinyal yang baik mengingat jarak bumi ke satelit yang sangat jauh (36.000 km), tetapi juga level penguatan daya  tersebut tidak melampaui batas yang telah ditentukan di stasiun bumi yang bersangkutan, karena daya pancar yang terlalu besar akan dapat mengganggu stasiun bumi lain.

Ada dua jenis penguat gelombang mikro, yaitu :

  1. Travelling Wave Tube (TWT),  beroperasi dengan lebar band hingga 500 MHz (wideband). TWT memiliki respon frekuensi yang hampir flat (mendatar) di sepanjang pita frekuensinya.
  2. Kliystron, beroperasi pada lebar band 40 MHz (narrowband). Penguat ini dari segi investasi lebih ekonomis dibandingkan TWT karena memiliki catu daya sederhana dengan daya uplink yang lebih kecil dari TWT.

Sinyal RF dari perangkat sebelumnya sangatlah kecil dan harus diperkuat terlebih dahulu untuk kemudian dipropagasikan ke satelit. Penguat biasanya terdiri dari beberapa tahapan penguatan. Sebelum diperkuat oleh HPA, sinyal RF yang sangat kecil diperkuat terlebih dahulu oleh penguat awal, Intermediate Power Amplifier (IPA) yang memakai penguat jenis TWT.

Penguatan akhir sinyal memiliki karakteristik yang berbeda antara single carrier dengan multi carrier. Jika penguat daya diberikan input single carrier, penguat daya tersebut dapat menghasilkan penguatan yang lebih besar karena titik jenuhnya jauh lebih besar dibandingkan dengan input multi carrier.

Pada penguat daya dengan input multi carrier, dapat memunculkan terjadinya frekuensi intermodulasi, yaitu keluarnya frekuensi-frekuensi lain selain frekuensi dasar (frekuensi masukan) yang merupakan jumlah maupun selisih dari kelipatan frekuensi dasar. Misalnya frekuensi carrier masukan adalah f1 dan f2, maka selain f1 dan f2 keluaran lain dari penguat daya adalah (f1+f2), (f1-f2), (2f1-2f2), (2f1-f1) dan masih banyak lagi. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik yang tidak linier dari penguat tersebut.

5. Metode Pancaran Satelit

Gambar 22. Mode Pancaran Satelit

Secara umum, setiap satelit terdiri dari 2 pola pancaran, yaitu uplink dan downlink. Namun untuk keperluan yang lebih khusus ada pula satelit yang memiliki pola pancaran crosslink. Berbagai pola pancaran satelit ini dapat dilihat pada gambar 22.

5.1 Uplink Model

Uplink mode pancaran sinyal dari stasiun bumi menuju satelit di luar angkasa. Sinyal yang dipancarkan antar stasiun bumi tidak akan mengalami interferensi karena dikirimkan pada frekuensi yang berbeda, seperti ditunjukkan pada gambar 23. Sinyal ini kemudian ditangkap oleh antena satelit untuk kemudian dikuatkan dan ditransmisikan kembali ke bumi.

Gambar 23. Contoh Mode Pancaran Uplink

5.2 Downlink Model

Downlink adalah pancaran sinyal dari satelit menuju ke bumi. Sinyal ini memiliki frekuensi yang lebih kecil dari dari frekuensi uplink. Pancaran downlink adalah kebalikan dari pancaran uplink.

Gambar 24. Contoh Mode Pancaran Downlink

Untuk satelit dengan frekuensi C-band, frekuensi C-band besarnya sekitar 6 GHz. Pada gambar 24, pancaran downlink diterima oleh antena stasiun bumi untuk kemudian diolah menjadi sinyal baseband.

5.3 Crosslink Model

 Ada kalanya dibutuhkan komunikasi antar satelit. Hubungan ini disebut crosslink yang menggunakan satelit khusus yang disebut intersatellite links (ISLs). Keuntungan dari digunakannya sistem ISLs ini adalah kedua perangkat tranceiver pada satelit dapat langsung saling berhubungan, tetapi konsekuensinya adalah keterbatasan power keluaran pada transmitter dan keterbatasan sensitivitas pada receiver.

6. Jaringan Ekor (Tail Link)

Jaringan ekor adalah jaringan yang menghubungkan stasiun bumi dengan jaringan komunikasi lain di bumi.

Gambar 25. Jaringan Ekor (Tail Link)

Jaringan gelombang mikro analogJaringan ini diseburt juga jaringan teresterial, dapat berupa :

  1. Jaringan gelombang mikro digital
  2. Fiber optik
  3. Kabel coaxial atau tembaga (copper)

Seluruh jaringan teresterial diatas biasanya terhubung ke sentral telekomunikasi (switching).

6.1 Transmisi Gelombang Mikro Terestrial

Transmisi gelombang mikro teresterial menghubungkan stasiun bumi dengan jaringan komunikasi lokal baik sentral telekomunikasi maupun sistem transmisi lainnya, misalnya kabel fiber optik, coaxial maupun kabel tembaga.

Jaringan microwave teresterial dipakai karena memiliki keuntungan sebagai berikut :

  1. Mempunyai lebar pita (bandwidth) yang lebar.
  2. Lebih tahan terhadap gangguan cuaca
  3. Operasi dan pemeliharaan yang relatif mudah
  4. Memiliki biaya operasional yang rendah.

Namun sistem ini memiliki keterbatasan dimana kedua terminal harus line of sight, sehingga memerlukan perencanaan konstruksi yang baik. Karena itu stasiun transmisi gelombang mikro biasa ditempatkan pada bukit atau pegunungan untuk menghindari halangan (obstacles). Gambar 26 menunjukkan stasiun tranmsisi gelombang mikro beserta antena-antenanya.

Gambar 26. Antena Gelombang Mikro Terestrial

Jaringan gelombang mikro menggunakan frekuensi yang sama dengan frekuensi transmisi satelit, yaitu pada level GHz. Penggunaan frekuensi ini berdasarkan rekomendasi CCIR Rec. 384-3. Band frekuensi radio yang digunakan terbagi dalam dua bagian, yaitu band frekuensi atas dan bawah yang masing-masing terdiri dari 8 kanal radio, dengan jarak antar kanal adalah  40 MHz.

6.2 Switching Centre

Switching centre (sentral telekomunikasi) adalah perangkat telekomunikasi yang berfungsi menghubungkan pelanggan (user) dengan pelanggan lainnya (call-setup process). Selain itu dilakukan pula pencatatan data pembicaraan, perhitungan pulsa (billing) serta administrasi pelanggan, misalnya pengesetan fasilitas tambahan seperti call waiting, three party call, dll.

Sentral telekomunikasi terbagi menjadi dua, yaitu sentral manual dan otomatik. Namun sentral manual saat ini sudah tidak lagi dipakai. Sentral otomatik saat ini telah banyak diimplementasikan, khususnya sentral telepon digital. Di Indonesia terdapat beberapa jenis sentral telekomunikasi digital berdasarkan pabrikan pembuatnya (vendor), yaitu Sentral EWSD (Electronic Wahler System Digital) dari Siemens, Jerman, Sentral 5ESS AT&T dari American Telephone and Telegraph, serta Sentral NEAX (Nippon Electronic Automatic eXchange) dari NEC Corp, Jepang. Selain itu terdapat pula beberapa jenis Sentral buatan dalam negeri, misalnya STDIK (Sentral Telepon Digital Indonesia – Kecil) buatan PT. INTI, Bandung. Semua jenis sentral telekomunikasi ini dapat diaplikasikan dalam semua tingkatan (hirarkhi) sentral, dari mulai sentral lokal maupun sentral trunk (tandem).

7. Layanan Menggunakan Komunikasi Satelit

Telah hampir 40 tahun sejak satelit pertama di dunia diluncurkan, sejak saat itu pula berbagai aplikasi satelit dikembangkan. Dan sejak tahun 1964, hampir semua satelit komunikasi berada pada posisi Geostasionary Earth Orbit (GEO). Posisi GEO ini kira-kira berada pada ketinggian 35000 km di atas permukaan bumi. Orbit-orbit pada posisi ini menyederhanakan sistem-sistem operasi dan infrastruktur stasiun bumi. Tiga atau empat satelit GEO dapat menyediakan cakupan pelayanan telekomunikasi untuk seluruh dunia. GEO menjadi sangat padat, karena kemampuan antena stasiun bumi untuk membeda-bedakan antara satelit-satelit tersebut dibatasi oleh ukuran antena. Karena keterbatasan orbit geostasioner ini, beberapa produsen satelit mengajukan usulan untuk memanfaatkan orbit-orbit yang lebih rendah baik Low Earth Orbit (LEO, 1000 km dari bumi) maupun Medium Earth Orbit (MEO, 10000 km dari bumi) untuk menempatkan satelit-satelit komunikasi yang mereka produksi. Masing-masing jenis orbit tersebut memiliki beberapa keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri dan ini tergantung pada aplikasi-aplikasi satelit yang akan dikembangkan.

Pada masa yang lalu, aplikasi satelit GEO kebanyakan digunakan untuk komunikasi analog jarak jauh atau penyiaran TV analog. Bersamaan dengan perjalanan waktu, generasi pertama dari sistem DAMA/SCPS digunakan untuk melayani wilayah rute tidak padat. Pada waktu itu pelayanan percakapan telepon dan faksimil merupakan aplikasi paling utama yang digunakan oleh perusahaan telekomunikasi. Perkembangan teknologi baru seperti piranti elektronik digital dan pesawat peluncur satelit telah secara dramatis mengubah penggunaan aplikasi-aplikasi satelit dari aplikasi data kecepatan rendah sampai aplikasi data berkecepatan skala gigabit. Munculnya permintaan-permintaan atas berbagai aplikasi satelit telah mendorong para produsen satelit untuk melaksanakan konsep-konsep baru dan menerapkan teknologi-teknologi yang lebih efektif biayanya seperti improve power (EIRP and linearity), lifetime (lebih dari 15 tahun), serta pemakaian ulang polarisasi dan frekuensi, maupun fleksibilitas muatan.

7.1 Layanan Penyiaran TV, outside broadcasting, Faksimil dan Percakapan Telepon

Pada masa lalu, sistem satelit FSS (Fixed Satellite Service) digunakan untuk pelayanan-pelayanan percakapan telepon, faksimil dan penyiaran TV. Dengan kemajuan teknologi fiber optik dan pengembangan infrastruktur telekomunikasi terestrial seperti kabel bawah laut dan transmisi fiber optik bawah tanah, banyak sistem-sistem satelit itu yang dimanfaatkan sebagai sistem guna mem-backup sistem terestrial. Memang disadari bahwa sistem-sistem terestrial adalah media transmisi paling bagus untuk layanan percakapan telepon dibandingkan sistem satelit ditinjau dari segi kualitas dan ketersediaan lebar pita. Karena alasan tersebut, permintaan-permintaan sistem satelit tumbuh dengan cepat dan menjadi infrastruktur yang populer untuk pelayanan-pelayanan penyiaran TV global dan regional.

Kemajuan teknologi satelit saat ini dan dalam kerangka globalisasi menghadapi era perdagangan bebas, telah mengubah penggunaan satelit dan sekaligus mengubah situasi bisnis satelit. Sistem-sistem satelit FSS menjadi infrastruktur telekomunikasi yang penting guna meningkatkan daya saing suatu negara dan untuk merebut kesempatan-kesempatan bisnis baru dalam menyediakan telekomunikasi global.

Ukuran stasiun bumi saat ini semakin kecil tergantung pada frekuensi yang digunakan. Pada tahun 1975, ukuran antena berdiameter antara 10 – 13 meter atau bahkan lebih, tetapi saat ini ukurannya hanya berdiameter 60 cm atau bahkan kurang. Pada dasarnya kecenderungan pasar satelit sekarang adalah untuk menyediakan pelayanan-pelayanan telekomunikasi langsung ke pelanggan. Parapelanggan dapat menikmati pelayanan percakapan telepon, faksimil ataupun komunikasi data sambil dalam waktu yang bersamaan juga menikmati siaran TV atau radio. Karena keunggulan yang dimiliki sistem satelit FSS seperti misalnya : tidak tergantung pada jarak dan dapat menyediakan layanan untuk semua cakupan wilayah, sehingga sangat menarik bagi negara-negara dengan luas wilayah yang besar, berpulau-pulau dan tingkat kepadatan penduduknya rendah. Dengan demikian sistem satelit FSS sangat layak untuk dipergunakan bagi peliputan peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar studio TV atau radio, peliputan seprti ini disebut juga outside broadcasting. Dengan mengirimkan beberapa outside broadcasting van ke daerah-daerah, peristiwa-peristiwa penting yang lokasinya sangat jauh dari studio dapat diliput dan disiarkan ke seluruh nusantara.

7.2 Layanan Multimedia Satelit

Kemajuan-kemajuan teknologi multimedia telah meningkatkan permintaan-permintaan berbagai pelayanan multimedia interaktif jenis baru. Beberapa pelayanan multimedia tersebut antara lain seperti : Image viewers, full motion video players, audio players, high quality document readers. Dalam beberapa kasus, jenis-jenis pelayanan multimedia harus dipilih disesuaikan dengan keterbatasan lebar pita dan permintaan pasar.

Permintaan-permintaan pelayanan multimedia tumbuh dengan pesat, tetapi dalam beberapa kasus ada kalanya sangat sulit untuk memenuhi permintaan tersebut karena kesulitan yang dihadapi dalam menyediakan infrastruktur multimedia. Pengembangan infrastruktur multimedia memerlukan biaya investasi sangat besar dan waktu yang lama. Di negara-negara maju, pengembangan infrastruktur multimedia tidak akan menghadapi berbagai masalah karena mereka biasanya telah memiliki infrastruktur-infrastruktur jaringan telekomunikasi yang telah mapan. Mereka bisa dengan mudah meningkatkan kemampuan jaringan dengan berbagai cara. Sebaliknya kebanyakan negara-negara berkembang masih menitik beratkan pada pengembangan infrastruktur telekomunikasi.

Mereka tidak memiliki dana yang mencukupi untuk diinvestasikan pada jaringan multimedia seperti itu. Sistem satelit multimedia dapat menjadi solusi untuk mengatasi penggunaan biaya investasi yang luar biasa besar, serta masalah kelangkaan pendanaan dan lamanya waktu yang diperlukan untuk proyek tersebut sehingga baik negara maju maupun negara berkembang dapat menyediakan pelayanan-pelayanan multimedia untuk memenuhi permintaan pasar.

Aplikasi-aplikasi satelit multimedia telah dikembangkan sejak sekitar 2 tahun yang lalu. Pada dasarnya pelayanan-pelayanan multimedia dapat dikatagorikan ke dalam aplikasi pasar bisnis dan aplikasi pasar hunian (residential market). Jenis-jenis aplikasi multimedia bisa dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Aplikasi Multimedia

Business Market Residential Market
Video Conferencing
Business Training
Electronic Publisisng
Telecommuting
Industry applications
Telephony, fax, datacom
Tourism, health, Education
Electronic commerce
dll
Movies
Music
Games
Banking
Directory and advertising
Seducation, health, travel
Shopping
Electronic Publising
Telepon, fax, Datacom
dll

Sistem satelit multimedia digunakan tidak hanya untuk pelayanan-pelayanan multimedia seperti yang terlihat pada tabel 3, tetapi juga dapat melibatkan beberapa operator dan provider untuk bergabung dan bekerja bersama pada sistem satelit multimedia antara operator telekomunikasi yang lain seperti: value added service provider, akses internet, provider penyiaran TV atau video. Pada segmen bumi atau sisi terminal VSAT, para pelanggan dapat menggunakan sistem-sistem berikut jika diperlukan: terminal VSAT yang fleksibel dan berkemampuan tinggi (Affordable).

Secara teknis, satelit multimedia menggunakan teknik kompresi video independen (misalnya MPEG I/II) dan mendukung baik point to point maupun broadcast video. Disamping itu, sistem ini memungkinkan untuk transmisi video secara simultan untuk terminal VSAT tertentu, di samping menyediakan sistem video conferencing dua arah dengan kemampuan multipoint dan asymmetric video.

Beberapa sistem satelit multimedia telah dioperasikan dan beberapa di antaranya masih dalam tingkat pengembangan. Sebagai contohnya : JCSATJapan, Koreasat, Thaicom, MeasatMalaysia, Super BirdJapan, Multimedia Asia (M2A)Indonesia, Mabuhay Pilipina. Pada dasawarsa mendatang, sistem satelit multimedia ini akan tumbuh dan menjadi trend dunia di beberapa negara.

7.3 Satelit Direct To Home (DTH)

Televisi telah menjadi bagian yang sangat penting pada kehidupan modern. Secara tradisional, pelayanan penyiaran TV menggunakan transmisi terestrial dan sistem analog langsung ke rumah-rumah. Guna meningkatkan nilai tambah penyiaran TV, beberapa negara memiliki CATV atau Pay TV (televisi berlangganan) untuk mendistribusikan program-program TV menggunakan jaringan kabel fiber optik langsung ke pelanggan.

Dewasa ini ada kecenderungan bahwa para pelaku bisnis penyiaran TV skala global ingin mendistribusikan program-program TV ke seluruh penjuru dunia dalam jangka waktu implementasi yang singkat. Itulah kenapa mereka menggunakan teknologi Direct To Home (DTH) sebagai infrastruktur TV Link untuk mengirimkan beratus-ratus program langsung ke rumah-rumah melalui jaringan satelit.

Ditinjau dari sisi pelanggan, DTH mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya : para pelanggan dapat memilih berbagai macam program, berbagai layanan dapat dilayani di manapun dan kapanpun selama masih pada sistem satelit yang sama. Secara umum pelayanan-pelayanan yang ditawarkan oleh para provider meliputi : program-program TV gratis (program lokal, regional, maupun internasional beserta iklan-iklannya), TV pendidikan, Pay TV dan Video on Demand (VOD) atau Pay Per View.

Pengiriman program dalam sistem DTH menggunakan teknologi kompresi video digital, misalnya berbasis program MPEG-II/III dengan kecepatan data bervariasi dari 1,5 sampai 6 Mbps per channel. Pada sisi penerimaan, para pelanggan dilengkapi dengan antena parabola kecil (berdiameter 60 – 180 cm), box antarmuka (receiver dan decoder) ke pesawat penerima TV, serta kartu tayang (smart card) yang berkemampuan untuk mengakses sistem.

Beberapa perusahaan global dan sejumlah negara sekarang telah mengimplementasikan sistem ini, di antaranya : DirectTV fromJapan, Thaicom, Koreasat, Multimedia Asia Indonesia, TelkomVisionIndonesia, MeasatMalaysiadan beberapa provider di Amerika dan di negara-negara Eropa.

7.4 Akses Internet melalui Satelit

Pelayanan Internet tumbuh dengan sangat pesat dan mencakup hampir semua negara di dunia. Menurut Forrester Research, pada pertengahan tahun 1996, 11 juta pelanggan telah berlangganan Internet dan mencapai 52 juta pada tahun 2000. Pada sisi lain, para pengguna sering merasa frustasi karena kecepatan yang lamban dan dibutuhkannya waktu yang lama untuk menunggu manakala mengakses suatu informasi. Masalah-masalah seperti ini bisa menjadi suatu bencana bagi tumbuhnya permintaan di masa depan.

Sistem-sistem satelit dapat menjadi suatu solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Saat ini jenis teknologi satelit telah digunakan untuk aplikasi akses Internet seperti DirectPC di Amerika, Jepang, Kanada, dan beberapa negara di Eropa. Kecepatan akses Internet dapat menggunakan kecepatan yang bervariasi antara 64 Kbps sampai 400 Kbps untuk keperluan down-loading dengan asymmetric IP traffic : transaksi atau file.

Bagi pengguna skala besar, Intranet telah menjadi populer. Intranet adalah jaringan komunikasi bisnis di suatu gedung, berbasis protokol jaringan TCP/IP. Dua karakteristik yang menarik dari Intranet adalah bahwa Intranet bisa dihubungkan dengan Internet, atau bisa juga tidak dihubungkan dengan Internet. Jika Intranet dihubungkan dengan Internet, Intranet harus dilengkapi dengan perangkat lunak ‘firewall’. Dibanding menggunakan jaringan terestrial, Intranet melalui satelit jauh lebih fleksibel dan mudah untuk dikembangkan. Sistem-sistem satelit multimedia mempunyai kemampuan untuk mengirimkan pelayanan-pelayanan akses Internet kepada para pengguna. Dalam beberapa kasus, sejumlah provider jaringan Internet menggunakan sistem satelit konvensional sebagai infrastruktur internet, sebagai contoh: sambungan point to point atau lease line menggunakan terminal VSAT.

7.5 Satellite News Gathering (SNG)

Pelayanan SNG menjadi jenis pelayanan yang populer diantara yang ditawarkan oleh operator-operator satelit. Pelayanan SNG ini menyediakan pada para pelanggannya seperti perusahaan-perusahaan penyiaran TV, pemerintah, untuk memiliki kemampuan yang mobile dalam meliput program-program outdoor dan siaran langsung TV (acara berita dan olahraga) maupun untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas komunikasi pada kondisi tak terduga atau darurat.

Dalam mengirimkan pelayanan-pelayanan SNG, operator-operator satelit dengan cara sederhana menyediakan stasiun bumi portable atau mobile dengan kemampuan sistem audio, percakapan telepon dan video. Satelit-satelit dengan frekuensi-frekuensi pita Ku atau Ka memiliki karakteristik yang fleksibel dan portabel disebabkan karena ukuran terminalVSAT mobile nya relatif kecil dan sederhana. Kebanyakan operator satelit telah melakukan bisnis seperti ini dan permintaan-permintaan akan tumbuh secara berarti, paralel dengan pertumbuhan bisnis penyiaran TV.

7.6 Satellite Video Conferencing

Video conferencing adalah penggunaan peralatan audio dan video untuk menyelenggarakan konferensi dengan orang-orang yang berada pada lokasi berbeda. Sistem pelayanan ini sekarang masih digunakan hanya untuk tingkat yang masih terbatas.Parapengguna saat ini adalah sektor-sektor bisnis dan industri seperti institusi finansial. Sistem satelit multimedia merupakan infrastruktur yang sangat cocok untuk video conferencing dibanding dengan jaringan lain karena tingkat fleksibilitasnya dan kemudahannya untuk dipasang di manapun.

Referensi

Gibson, Jerry D. dkk., Digital Compression for Multimedia,San Francisco : Morgan Kaufmann Publishers Inc., 1998.

Nugroho, Arifin , TELKOM-1 : Satelit Indonesia Generasi Millenium Ketiga di Kawasan Asia-Pasifik, 1999, http://www.elektroindonesia.com/elektro /ut25a1. html.

Roddy, D., Satellite Communications,New Jersey : Prentice Hall, 1989

Roddy, D., Coolean J., Komunikasi Elektronika, Jilid 2 ed 3,Jakarta : Erlangga, 1993.

Sukiswo Ir. Prinsip Sistem Komunikasi Satelit. Teknik Elektro Universitas Diponegoro. 2003.

………, Daftar Satelit SatcoDX TELKOM 1 (108.0E), 2004. http://www.satcodx4. com/1080/bid/.

………, Handbook M-Crypt Student Guide Irdeto Access Training, Irdeto Access, 2000.

………, Handbook Satellite Communication,Geneva : International Radio Consultative Committee, 1988.

Shelter Communication System

Abstrak

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting ketika suatu bencana terjadi. Para korban bencana yang berada di dalam Shelter pengungsian membutuhkan komunikasi baik dengan pihak-pihak di luar wilayah bencana maupun warga-warga yang berada di Shelter pengungsian lain. Diilhami oleh bencana besar yang menerpa Jepang pada Maret 2011 lalu, Tim peneliti dari Universitas Niigawa yang dipimpin oleh Kenichi Mase mengembangkan SCS (Shelter Communication System), yaitu sebuah konsep sistem komunikasi yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan komunikasi para korban bencana. Pada SCS, sebuah komputer (Server Shelter) terhubung pada jaringan internet dan beberapa komputer lain (PC Shelter) di setiap Shelter yang terhubung juga ke jaringan internet menggunakan koneksi akses internet yang memadai seperti High Speed Packet Access. Server Shelter dan PC Shelter berkolaborasi dalam menyediakan layanan pengiriman pesan antar Shelter dan antara Shelter dengan orang-orang yang berada di luar Shelter. Dengan menggunakan asumsi dan peralatan tertentu, sebuah prototipe dari SCS telah didemonstrasikan untuk menunjukkan kemampuan SCS. Evaluasi yang sederhana menunjukkan bahwa SCS mampu menyediakan layanan komunikasi pesan bagi para pengungsi dalam jumlah yang besar di dalam Shelter-Shelter bila terjadi bencana yang besar sekali, selain itu SCS juga lebih handal dibandingkan media email telefon selular, SMS telefon selular dan faksimili dalam menghantarkan pesan saat bencana datang. Hasil penelitian yang dilakukan di Jepang ini belum dapat diterapkan di Indonesia secara menyeluruh karena faktor keterbatasan sarana, prasarana dan budaya masyarakat Indonesia.

Latar Belakang

Bencana bukanlah hal yang dapat ditolak, namun dampak dari timbulnya bencana tetap harus dapat diminimalisir oleh manusia. Ketika bencana yang sangat besar muncul, banyak penduduk yang kehilangan tempat tinggalnya dan terpaksa mengungsi dalam kurun waktu beberapa hari, minggu atau bahkan bulan. Tempat mengungsi atau Shelter dapat berupa fasilitas-fasilitas publik seperti ruangan serba guna kantor pemerintahan, tempat ibadah atau sekolah. Secala alamiah kebutuhan manusia adalah papan, pangan dan sandang. Hal ini berlaku pula bagi para pengungsi yang berada di dalam Shelter. Listrik juga merupakan kebutuhan para korban, listrik dapat diperoleh dengan menggunakan genset darurat. Selain hal-hal yang telah disebutkan, komunikasi juga merupakan kebutuhan yang sangat penting. Sayangnya, ketika bencana besar terjadi, jaringan telefon biasanya tidak bekerja dengan normal untuk beberapa hari, minggu atau bulan tergantung skala besarnya kerusakan perangkat telekomunikasi dan kepadatan trafik telekomunikasi akibat bencana yang muncul.

Para provider dan operator dapat berkontribusi memberikan bantuan dengan menyediakan stasiun bumi untuk menyediakan layanan komunikasi satelit di wilayah bencana dan menyediakan telefon umum gratis bagi para korban di Shelter pengungsian. Namun, jumlah terminal telefon, kanal telefon dan berbagai sumber daya lain ketersediaannya terbatas dan kemungkinan besar tidak mampu memberikan layanan komunikasi suara yang baik bagi seluruh korban. Demand akan komunikasi saat bencana besar datang, pasti menanjak cukup curam.

Bencana yang sangat besar dapat menimbulkan berbagai masalah sosial dan ekonomi. Para pengungsi dapat mengalami stres akibat bencana yang menimpa mereka. Komunikasi adalah hal yang dapat memitigasi masalah-masalah ini. Dengan komunikasi, para korban dapat memberikan dan menerima kabar dari dan menuju Shelter tempat mereka mengungsi. Aktifitas bisnis yang terganggu juga dapat diminimalisir efeknya dengan komunikasi. Setiap pengungsi harus memiliki akses yang sama terhadap paling tidak layanan komunikasi pada tingkatan yang minimun sampai layanan telekomunikasi konvensional dapat pulih kembali.

Pada dasarnya terdapat 2 pendekatan dalam mengurangi celah antara depand dan supply akan komunikasi pada masa-masa setelah bencana muncul. Pendekatan pertama adalah meningkatkan supply untuk mengurangi demand. Pendekatan ini tentunya sangat diinginkan namun tidak realistis untuk menyediakan sumber daya komunikasi menghadapi trafik komunikasi yang sangat besar ketika bencana baru saja terjadi. Perusahaan telekomunikasi dan pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya dalam melakukan hal tersebut. Pendekatan kedua yang lebih realistis adalah menerapkan regulasi komunikasi yang tegas untuk mencegah kepadatan trafik (network congestion) sehingga demand dapat terlayani dengan sumber daya yang terbatas. Untuk memenuhi pendekatan yang kedua ini, dibutuhkan aplikasi baru yang mampu memenuhi demand yang besar akan komunikasi. Tim peneliti dari Universitas Niigata yang dipimpin oleh Kenichi Mase menggunakan layanan komunikasi pesan untuk mendemonstrasikan pendekatan yang kedua ini. Mereka mendiskusikan tantangan teknis dan mekanisme dalam mendisain SCS. Mereka mengevaluasi kelayakan dari SCS berdasarkan performa dari prototipe yang sedang mereka kembangkan. Layanan dari SCS ini juga dibandingkan dengan beberapa layanan telekomunikasi pesan yang konvensional sehingga kelebihan dari SCS dapat terlihat dengan lebih jelas.

Asumsi dan Sumber Daya yang Dibutuhkan

Dalam mendisain SCS, para peneliti Jepang ini mengasumsikan:

  1. Listrik tersedia pada setiap Shelter. Hal ini dimungkinkan dengan penggunaan genset.
  2. Para korban yang berada di dalam Shelter tidak memiliki perangkat telekomunikasi pribadi seperti telefon selular, PC dan sebagainya.
  3. Minimal terdapat 1 PC Shelter yang memiliki akses ke jaringan internet pada setiap Shelter.
  4. Sebagai komponen utama dari SCS, Server Shelter memiliki akses ke jaringan internet. Server Shelter dapat dioperasikan oleh pihak pemerintah, pihak operator telekomunikasi atau relawan. Server ini merupakan perangkat yang terpisah di luar Shelter dan selalu dalam posisi siap beroperasi bilamana bencana datang.

Gambar 1. Contoh Akses Internet Darurat

Untuk jaringan internet yang dipergunakan oleh Server Shelter, dapat digunakan HSPA (High Speed Packet Access).  Layanan komunikasi data seperti itu dapat tersedia dengan menggunakan fasilitas telekomunikasi eksisting yang tidak rusak atau fasilitas telekomunikasi darurat seperti base station telefon selular yang dikoneksikan dengan stasiun bumi sebagaimana terlihat pada gambar 1.

Gambar 2. Wireless Sky Mesh Network

Wireless mesh network antar Shelter yang ada pada gambar 1 dapat menggunakan berbagai teknologi wireless yang tersedia, diantaranya adalah sky mesh network yang menggunakan balon udara. Sky mesh network pada gambar 2 adalah jaringan telekomunikasi darurat untuk mendukung SCS yang sedang dikembangkan oleh Jepang.  Selain dapat memberikan komunkasi antar beberapa Shelter, jaringan darurat ini juga dapat digunakan untuk memberikan kanal komunikasi antara suatu Shelter dengan stasiun bumi.

Ketika bencana datang, fasilitas-fasilitas telekomunikasi eksisting kemungkinan besar akan mengalami network congestion dan tidak mampu memberikan layanan komunikasi data dengan Quality of Service (QoS) yang baik. Perlu diingat bahwa SCS hanya membutuhkan suatu single data communication session pada setiap Shelter untuk melayani semua korban bencana yang berada di dalam Shelter. Layanan komunikasi publik seperti SCS sudah seharusnya diberikan prioritas utama di atas layanan komunikasi publik umum lainnya. Prioritas ini dapat diperoleh dengan bantuan kerjasama antara pemerintah dan operator telekomunikasi yang ada pada suatu negara. 

Setiap pengungsi yang di dalam Shelter sudah sepantasnya mendapat perlakuan yang sama dan adil. Layanan telefon gratis yang diberikan oleh operator telekomunikasi sering memberikan antrian yang cukup panjang karena keterbatasan sumber daya yang tersedia. Antrian yang panjang ini harus dihindarkan karena dapat membuat para pengungsi yang sudah stares menjadi semakin stres. Komunikasi harus dapat mencapai orang-orang yang berada di luar wilayah bencana dan orang-orang yang berada Shelter lain. Berdasarkan pengamatan di atas, SCS harus memberikan layanan yang:

  1. Tersedia bagi semua
  2. Tersedia setiap saat tanpa harus terlalu lama menunggu
  3. Mendukung komunikasi dengan siapapun dan di manapun

Konsep dan Prinsip Layanan

Menggunakan sebuah PC di dalam Shelter secara bergantian bukanlah hal yang praktis. Selain itu tidak semua pengungsi mahir menggunakan aplikasi-aplikasi di dalam PC Shelter tersebut. Hal ini merupakan tantangan yang cukup besar dalam pengoperasian SCS agar sistem ini dapat beroperasi dengan efisien, efektif dan adil.

Bagi orang-orang yang berada di luar wilayah bencana, internet dan telefon selular merupakan media komunikasi yang tidak tergantikan. Mereka dapat menggunakan aplikasi yang sehari-hari digunakan dalam berkomunikasi. Mereka kemungkinan besar akan mengalami kesulitan bila diharuskan menggunakan aplikasi khusus untuk berkomunikasi dengan para pengungsi di wilayah bencana.

Menghadapi berbagai tantangan di atas, para peneliti dari Universitas Niigata memiliki ide sebagai berikut:

  • Para pengungsi yang berada di dalam Shelter menulis pesan dengan tulisan tangan di sebuah kertas dengan format tertentu. Kertas-kertas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam PC Shelter dengan menggunakan scanner sehingga 1 PC dapat digunakan oleh banyak orang.
  • PC Shelter menciptakan data-data pesan berdasarkan data-data yang masuk melalui scanner, kemudian mengupload file tersebut kepada Server Shelter.
  • Server Shelter memneruskan setiap pesan yang diterima kepada telefon selular atau PC dari penerima di luar wilayah bencana dalam bentuk e-mail yang sudah akrab bagi orang-orang di kota besar.
  • Pesan dari luar wilayah bencana dan Shelter lain diterima oleh Server Shelter. Server Shelter memilah-milah tujuan dari pesan yang masuk kemudian meneruskan data-data pesan tersebut kepada PC Shelter tujuan. Setiap pesan kemudian dicetak menggunakan printer yang ada di setiap Shelter.

Keunggulan dari komunikasi pesan dari SCS antara lain adalah:

  • Pesan dapat ditulis dengan tulisan tangan pada sebuah kertas khusus tanpa memerlukan keahlian lain selain keahlian menulis.
  • Pesan yang diterima dapat dicetak dalam bentuk kertas yang langsung dapat dibaca tanpa menggunakan alat khusus.
  • Pesan dapat dikirim dan diterima kapanpun tanpa terpengaruh oleh keadaan pihak pengirim dan penerima. Sebagai pembanding, dapat dibayangkan banyak orang berbicara menggunakan telefon selular di dalam Shelter yang sangat padat, tentunya hal ini akan mempengaruhi kejelasan informasi karena Shelter menjadi sangat berisik.
  • Pesan dapat disimpan dan disatukan di dalam suatu format tertentu sebelum ditransmisikan. Hal ini dapat menghemat bandwidth dari akses internet darurat yang dipergunakan.
  • Saat ini, penggunaan e-mail sudah tidak asing lagi bagi masyarakat umum terutama masyarakat perkotaan.

Ide-Ide Kunci Untuk Merealisasikan Konsep Layanan SCS

Nomor telefon ditulis dalam tulisan tangan pada kertas khusus untuk kemudian dianalisa oleh OCR (Optical Character Recognition) untuk mengidentifikasi pengirim dan penerima dari pesan yang dikirim. Informasi lain seperti alamat e-mail tidak perlu dicantumkan walaupun pada akhirnya pesan akan dikirim kepada PC atau telefon selular di luar wilayah bencana dalam bentuk e-mail. Alasan kenapa nomor telefon digunakan sebagai identitas pengenal pengirim dan penerima adalah:

  • Nomer telefon lebih dikenal oleh masyarakat dibandingkan alamat e-mail.
  • Manusia lebih mudah menulis nomor telefon dibandingkan menulis alamat e-mail.
  • OCR cenderung lebih mudah mengenali nomor dibandingkan huruf atau karakter khusus.

OCR tidak dipergunakan untuk mengenali isi pesan dalam tulisan tangan. Isi pesan akan diperlakukan sebagai data gambar. Hal ini dilakukan karena rasio pengenalan tulisan tangan cenderung gagal memenuhi tingkat kepuasan yang diinginkan. Sesuai pada asumsi nomor 2 yang sudah diutarakan, diasumsikan tidak tersedia perangkat khusus yang dapat membantu pengungsi dalam mengetik pesan. Data pesan dalam bentuk gambar dikirimkan dalam bentuk lampiran para e-mail atau dapat diakses oleh penerima dengan meng-klik URL pada e-mail yang diterima oleh penerima.

Gambar 3. Contoh Format Kertas SCS di Jepang

Ketika sebuah pesan dikirimkan kepada penerima dalam bentuk e-mail, alamat e-mail tersebut  harus diterjemahkan dari nomor telefon. Para peneliti mengandalkan peran aktif dari pengguna SCS di luar wilayah bencana untuk melakukan mapping. Ketika seseorang dari luar wilayah bencana mengirimkan pesan kepada seseorang di dalam Shelter menggunakan SCS, dia diminta menuliskan nomor telefon dan alamat e-mail miliknya. Server Shelter akan merekam nomor telefon dan alamat e-mail tersebut dalam sebuah mapping database.  Data ini akan dipergunakan ketika si pengirim tadi akan menjadi penerima pesan dari dalam Shelter, Server Shelter akan mengenali alamat e-mail melalui nomor telefon yang sudah ada pada mapping database Server Shelter. Pada kasus lain ketika penerima pesan di luar wilayah bencana belum pernah mengakses SCS sebelumnya, maka mapping alamat e-mail dan nomor telefonnya belum ada di dalam database Server Shelter. Bila ini terjadi, Server Shelter secara otomatis akan menelefon nomor telefon penerima untuk memberitahukan kepada penerima bahwa ia mendapat pesan dari seseorang di dalam wilayah bencana dan penerima harus memasukkan data nomor telefon beserta alamat e-mail miliknya ke dalam mapping database Server Shelter.

Prinsip Disain dan Fungsi dari SCS

Gambar 4. Diagram SCS

Diagram SCS pada gambar 4 menunjukkan bahwa komponen utama dari SCS adalah Server Shelter dan PC Shelter. Agar sistem pengoperasian menjadi lebih mudah, Kenichi Mase mengadopsi prinsip dasar dalam mendisiain sistem sebagai berikut:

  • Pekerjaan PC Shelter didisain sesederhana mungkin. PC tersebut dapat langsung dipergunakan ketika ia dinyalakan dan terhubung dengan Server Shelter melalui jaringan internet.
  • Pekerjaan yang rumit dibebankan kepada Server Shelter.
  • Halaman website SCS disediakan sebagai interface bagi pengguna.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, akun pengguna dan penyimpanan pesan yang dibutuhkan oleh SCS diciptakan dan dikelola oleh Server Shelter sehingga PC Server boleh dimatikan dan diganti kapan saja.

Untuk memulai layanan SCS pada suatu Shelter, seseorang di dalam Shelter dapat mengakses halaman website SCS untuk memasukkan identitas shelter. Akun shelter tercipta di dalam Server Shelter dan layanan SCS siap dipergunakan. Seperangkat PC Shelter dilengkapi oleh ADF (Auto Document Feeder), scanner dan printer. Kertas dalam format tertentu, yang dipergunakan untuk menulis pasan,  telah disiapkan pada ADF. Kertas ini di-scan lembar per lembar untuk ditransformasikan menjadi data elektronik sebagai masukan bagi PC Shelter.

PC Shelter menggabungkan dan memadatkan data-data yang masuk menjadi satu data ketika rentang waktu tertentu telah tercapai atau setelah lembar terakhir telah dimasukkan atau ketika ukuran dari data yang masuk sudah mencapai ambang batas yang telah ditentukan. Kemudian PC Shelter akan mengupload data tersebut kepada Server Shelter. PC Server juga akan mendownload data yang datang dari Server Shelter untuk kemudian diurai menjadi data-data yang berisi pesan-pesan. Data-data ini selanjutnya akan dicetak satu per satu menggunakan printer yang telah tersedia.

Server Shelter berfungsi mengelola akun para pengguna dan menyimpan pesan-pesan. Sebuah Akun pengguna mengandung data nomor telefon, alamat e-mail dan identitas shelter. Akun pengguna diciptakan dan dikelola secara otomatis ketika terdapat permintaan akan layanan komunikasi pesan dan tidak membutuhkan pendaftaran atau pre-registration. Penyimpanan pesan pada Server Shelter terdiri dari kotak penyimpanan pesan umum dan kotak penyimpanan shelter. Setiap Shelter memiliki kotak penyimpanan sendiri di dalam Server Shelter. Kotak penyimpanan umum merupakan tempat penyimpanan sementara bagi pesan-pesan yang data alamat e-mail atau identitas Shelter penerimanya belum tersedia pada akun penerima.  Kotak penyimpanan Shelter adalah tempat menyimpan pesan yang ditujukan bagi Shelter sesuai kode identitas Shelter yang disikan pada akun penerima.

Server Shelter menerima data dari PC Server yang sudah dimampatkan untuk kemudian diuraikan kembali menjadi beberapa data berisikan pesan. Setelah diuraikan, Server Shelter melakukan pemeriksaan apakah akun dari penerima dan pengirim dari pesan-pesan tersebut sudah ada atau belum. Selain itu Server Shelter juga memeriksa apakah nomor telefon penerima sudah ada atau belum. Bila belum ada, Server Shelter akan membantu menciptakannya agar pesan dapat dikirimkan. Untuk akun pengirim pesan, identitas Shelter adalah sesuai dengan identitas PC Shelter yang mengirimkan pesan dan alamat e-mail adalah dalam keadaan kosong ketika akun baru saja diciptakan. Sedangkan untuk akun penerima pesan, baik alamat e-mail maupun identitas Shelter adalah dalam keadaan kosong ketika akun baru saja diciptakan.

Gambar 5. Proses Pengiriman Pesan

Bila data nomor telefon beserta alamat e-mail atau identitas Shelter dari penerima sudah tersedia, maka Server Shelter akan mengirimkan pesan dalam bentuk e-mail atau menyimpan pesan pada kotak penyimpanan Shelter sesuai tujuan dari pesan. Bila data-data tersebut belum tersedia, maka Server Shelter akan menyimpan pesan di dalam kotak penyimpanan umum  untuk kemudian dikirimkan kepada alamat e-mail atau kotak penyimpanan Shelter tujuan bila data-data yang diperlukan sudah tersedia. Gambar 5 menunjukkan hal-hal yang dilakukan oleh Server Shelter ketika akan mengirim pesan ke luar wilayah bencana.

SCS menyediakan web mail interface bagi orang-orang di luar wilayah bencana yang ingin mengirimkan pesan kepada para pengungsi di dalam Shelter. Ketika seseorang di luar wilayah bencana mengakses website SCS, dia diminta untuk memasukkan nomor telefonnya dan nomor telefon orang yang ingin dituju. Server Shelter kemudian memeriksa akun pengguna dari pihak pengirim. Bila Server Shelter tidak menemukan akun penggunanya, maka pengirim diharuskan memasukkan alamat e-mail-nya. Server Shelter menciptakan akun pengguna berdasarkan data nomor telefon dan alamat e-mail yang diterima. Server Shelter juga memeriksa akun penerima dari pesan tersebut dan melakukan proses yang mirip dengan proses yang telah dijabarkan di atas. Prosedur ini diilustrasikan pada gambar 6.

Gambar 6. Proses Penerimaan Pesan

Ketika Server Shelter akan mengirim beberapa pesan kepada PC Shelter, pesan-pesan tersebut dimampatkan terlebih dahulu menjadi satu data. Setelah dimampatkan, data tersebut dikirimkan kepada PC Shelter yang bersangkutan.

Pengembangan Prototipe dan Evaluasi

Sebuah prototipe dari SCS telah dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip dan fungsi-fungsi dari disain sistem yang telah dijabarkan pada bagian terdahulu. Para peneliti mendefinisikan waktu upload dan pemrosesan sebagai waktu yang diperlukan mulai dari melakukan proses scan terhadap kertas-kertas khusus di dalam Shelter sampai proses yang terjadi di Server Shelter selesai. Para peneliti telah melakukan eksperimen dalam mengukur waktu upload dan pemrosesan bagi beberapa lembar kertas berisi pesan-pesan. Pada eksperimen ini, 1 PC Shelter terhubung dengan Server Shelter menggunakan jaringan internet dengan kecepatan 32 kb/s. Spesifikasi dari PC Shelter dan Server Shelter yang digunakan adalah sebagai berikut:

Shelter PC:

1)   Note PC (NEC PC-VJ17MFC7RFW5OS, CeleronM 530, 1.73GHz, 512MB, Windows XP Pro)

2)   Scanner:  PFU fi-6140 (50 sheets maximum in ADF)

3)   Printer: HP LserJet P4515nofficejet J6480

4)   OCR software: DynaEye Pro V5.0)

5)   Browser: Internet Explorer 6

6)   Development Language: Java

7)   Lain-lain: Java Runtime Environment, HttpUnit (Browser Emulation tool)

Shelter Server:

1)   Desktop PC (Dell OptiPrex 740, AMD Athlon x 2 dual core processor 5000B, 512KB x 2 Cash, 1GB x 2 SDRAM, Windows Server 2003)

2)   Database: SQLServer2005Express

3)   Web server: IIS 6.0

4)   Development Language: ASP.NET, Java

5)   Lain-lain: .NET Framework, Java Runtime Environment, HttpUnit

Hasil dari ekperimen ini ditunjukkan oleh tabel 1. Para peneliti telah menurunkan  persamaan untuk menghitung waktu upload dan pemrosesan (waktu upload kertas-kertas berisikan pesan + waktu pemrosesan Server Shelter) sebagai berikut:

Dimana:

Tu = waktu upload dan pemrosesan (detik)

n = jumlah kertas pesan per hari (detik)

B = Bandwidth antara PC Shelter dan Server Shelter

Tabel 1. Waktu Upload & Pemrosesan (detik)

Estimasi Kapasitas Layanan

Gambar 7. Hubungan Antara Jumlah Shelter dengan Jumlah Pesan yang Dikirimkan per Hari

Pada ekperimen yang telah dilakukan oleh Kenichi Mase dan timnya, hanya satu PC Shelter yang dipergunakan. Ketika bencana datang, Shelter yang membutuhkan komunikasi bisa saja lebih dari satu sehingga PC Shelter yang digunakan juga bisa saja lebih dari satu. Web Server pada Server Shelter juga harus menangani sejumlah sesi dari beberapa PC Shelter secara simultan. Pada kasus ini, waktu penggunaan Server Shelter per hari adalah Tu * S, dimana S merupakan jumlah dari PC Shelter.

Diasumsikan jumlah pengungsi yang ada pada suatu Shelter adalah 100 orang, setiap orang mengirim 2 atau 4 pesan setiap hari, maka jumlah pesan pada Shelter tersebut adalah 200 atau 400 per hari. Perlu diingat bahwa bukanlah hal yang mudah untuk menghasilkan pesan yang sangat banyak dalam bentuk tulisan tangan, selain itu orang-orang yang sibuk pada umumnya menghabiskan banyak waktu mereka di luar Shelter. Orang tua dan anak kecil juga tidak menghasilkan banyak pesan. Dengan mengingat asumsi di atas, maka jumlah pesan yang dikirim per hari relatif rendah. Kemudian para peneliti mengasumsikan bandwidth dari jaringan internet yang dipergunakan di setiap Shelter adalah 1 Mb/s. Bandwidth ini sudah tersedia oleh layanan HSPA yang diberikan oleh operator telekomunikasi saat ini. Garis putus-putus pada gambar 7 menunjukkan waktu 12 jam yang merupakan batas atas dari jam pengoperasian Server Shelter, diasumsikan 12 jam dari 24 jam sisanya dipergunakan untuk men-download pesan-pesan. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa 600 atau 300 Shelter dapat dilayani ketika jumlah pesan setiap Shelter adalah 200 atau 400. Kalkulasi ini menunjukkan bahwa 1 Server Shelter yang dikembangkan pada prototipe SCS dapat menghadapi bencana kelas menengah. Diasumsikan bahwa terjadi bencana kelas tinggi dengan total dua juta pengungsi, 100 pengungsi per Shelter, total Shelter yang dibutuhkan adalah dua ribu. Jika kita menggunakan spesifikasi yang sama seperti yang digunakan pada prototipe, dibutuhkan load sharing dengan menggunakan 30 sampai 60 Server Shelter. Jumlah Server Shelter dapat dikurangi dengan menggunakan komputer spesifikasi yang lebih tinggi. Bencana kelas menengah lebih sering terjadi dibandingkan bencana kelas tinggi. Kita dapat memverifikasi asumsi-asumsi yang telah dijabarkan di atas dengan benar-benar menggunakan SCS pada bencana kelas menenga untuk mempersiapkan penggunaannya bagi bencana kelas tinggi.

Perbandingan Layanan

Untuk melakukan perbandingan terhadap layanan SCS, para peneliti dari Jepang ini memilih 2 layanan komunikasi pesan tertulis lain yang mungkin digunakan di dalam Shelter dalam keadaan darurat, yaitu faksimili di dalam Shelter dan layanan e-mail telefon selular yang dimiliki secara individual. Sebagaimana diilustrasikan pada tabel 2, perbandingan-perbandingan yang dilakukan menggunakan pengkategorian dengan menggunakan 3 faktor utama dan beberapa faktor lain.

Faktor utama yang pertama, yaitu beneficiary. Faktor ini berhubungan dengan ketersediaan layaran bagi para pengungsi. E-mail telefon selular tidak dimiliki secara merata oleh semua orang di dalam Shelter, selain itu tidak semua pengungsi memiliki pengetahuan dalam mengoperasikan e-mail. Sementara itu faksimili dan SCS dapat digunakan oleh hampir semua pengungsi karena pesan dapat ditulis menggunakan tulisan tangan biasa dan pesan dapat diterima dalam bentuk kertas.

Faktor utama yang kedua, yaitu waiting for service. Faktor ini berhubungan dengan ketersediaan setiap saat tanpa harus lama menunggu. Untuk mengirimkan pesan menggunakan faksimili, pihak pengirim membutuhkan waktu untuk dialing. Ketika banyak pengingsi ingin mengirimkan pesan-pesan secara simultan, maka para pengungsi terpaksa mengantri menunggu giliran. Sedangkan untuk penggunaan e-mail telefon selular, pengungsi tidak perlu mengantri karena telefon selular dimiliki secara individual. Sementara itu untuk SCS, setiap pengungsi tidak perlu mengantri untuk menggunakan PC Shelter walaupun diperlukan sedikit waktu untuk mengumpulkan kertas-kertas yang akan dimasukkan ke dalam scanner.

Faktor utama yang ketiga, yaitu reachability. Faktor ini berhubungan dengan dukungan layanan  komunikasi terhadap siapapun dan di manapun. Ketersediaan terminal faksimili di rumah-rumah atau lokasi bencana cenderung lebih kecil dibandingkan telefon selular dan PC. Sedangkan layanan e-mail telefon selular tidak selalu tersedia di wilayah bencana karena keterbatasan jaringan. Sementara itu SCS dapat dipergunakan dengan menggunakan sumber daya jaringan yang lebih kecil dan efisien dibandingkan telefon selular.

Tabel 2. Perbandingan Komunikasi Pesan pada Shelter

Selain ketiga faktor utama di atas, terdapat 4 faktor lain yang digunakan untuk membandingkan layanan-layanan di lokasi bencana. Tingkat kerahasiaan atau Privacy of correspondance dari SCS dan faksimili lebih kecil dibandingkan layanan e-mail telefon selular, ada kemungkinan pesan yang ditulis pada kertas dapat terlihat oleh orang lain. Kesalahan pengiriman atau misdelivering dari dari layanan e-mail telefon selular dan faksimili dapat terjadi akibat kesalahan penggunan ketikan menekan nomor tujuan, sementara itu pada SCS hal ini dapat terjadi akibat kesalahan operator PC Shelter dalam mendistribusikan pesan yang masuk dari printer dan kesalahahan OCR dalam membaca nomor tujuan. Dari segi biaya yang harus dibayarkan oleh pengguna atau networking cost/user, layanan e-mail telefon selular menjadi sangat mahal dibandingkan faksimili dan SCS karena ketika bencana tiba, kemungkinan besar jaringan akan penuh dan menyebabkan berbagai gangguanan jaringan sehingga pengguna telefon selular kemungkinan besar harus menggunakan beberapa sesi untuk mengirimkan pesan. Untuk harga terminal, telefon selular tidak mengeluarkan biaya karena telah dimiliki secara individual ketika bencana datang, sedangkan faksimili dan SCS cukup ekonomis karena 1 Shelter minimal cukup memiliki 1 terminal.

 Implementasi SCS di Indonesia

Indonesia sebagai negara yang rawan akan bencana, memerlukan juga fasilitas komunikasi seperti yang sedang dikembangkan oleh Jepang. Bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004 lalu merupakan satu dari beberapa bencana besar yang pernah menimpa Indonesia. Sekarang pertanyaan yang muncul adalah mampukah SCS diterapkan di Indonesia? Saat ini hanya kota-kota besar di Indonesia yang mampu mengimplementasikan SCS karena keterbatasan sarana, prasarana dan budaya. Tidak semua daerah-daerah di Indonesia memiliki genset dan jaringan telekomunikasi darurat yang memadai ketika bencana datang. Ketersedian genset dan jaringan telekomunikasi membutuhkan komitmen dari pemerintah dan operator telekomunikasi. Selain sumber daya fisik, budaya masyarakat Indonesia juga dapat menjadi faktor penghambat berjalannya SCS. Masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di pedesaan, belum mengenal dan akrab dengan e-mail. Selain itu kebiasaan masyarakat yang sering berganti nomor telefon juga membuat SCS sulit berjalan. Namun semua hambatan-hambatan di atas dapat diatasi dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik serta edukasi kepada masyarakat sehingga Indonesia dapat meniru Jepang yang mau dan mampu belajar dari bencana yang pernah mereka alami. Bencana tidak dapat ditolak, namun akibat dari bencana dapat diminimalisir.

 KESIMPULAN

Kebutuhan akan komunikasi bagi para korban bencana yang mengungsi di Shelter-Shelter perlu dipenuhi untuk meminimalisir dampak ekonomi dan sosial dari bencana yang datang. Ketika bencana datang, jaringan telekomunikasi sering mengalami gangguan dan kepadatan trafik (network congestion) sehingga hanya sebagian orang saja yang dapat menikmati komunikasi. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem komunikasi darurat yang lebih efisien dalam memanfaatkan kanal-kanal komunikasi yang ada agar kebutuhan komunikasi pengungsi dapat terpenuhi dengan lebih adil dan merata. Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Kenichi Mase dari Universitas Niigawa mengusulkan SCS (Shelter Communication System) untuk memenuhi kebutuhan para korban bencana tersebut. SCS merupakan sistem komunikasi darurat yang membutuhkan suatu Server yang terpisah dari Shelter, PC pada setiap Shelter, akses internet antara PC Shelter dengan Server yang memadai dan listrik pada setiap Shelter.  Sistem ini efisien karena setiap Shelter hanya membutuhkan 1 PC Shelter yang terhubung pada 1 jaringan internet untuk memenuhi kebutuhan komunikasi seluruh pengungsi di dalam Shelter tersebut sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain di Shelter lain dan orang-orang yang berada di luar wilayah bencana.

Hasil percobaan dan evaluasi dengan menggunakan protipe SCS yang dilakukan oleh tim peneliti Universitas Niigawa menunjukkan bahwa SCS dapat digunakan oleh Jepang ketika negara tersebut harus menghadapi bencana kelas tinggi. SCS juga dibandingkan dengan layanan komunikasi pesan lainnya. Kelebihan dan keunggulan SCS telah didemonstrasikan.

Prototipe yang digunakan pada percobaan tersebut menggunakan satu Server Shelter dan hanya mampu digunakan ketika Jepang menghadapi bencana kelas menengah. Evaluasi dan analisa tim peneliti Universitas Niigawa menunjukkan bahwa ketika bencana kelas tinggi datang, maka diperlukan lebih dari 1 Server Shelter yang bekerja secara load sharing untuk memenuhi kebutuhan seluruh pengungsi.

Implementasi SCS di Indonesia akan menemui hambatan akibat keterbatasan sarana dan prasarana. Selain itu budaya masyarakat Indonesia juga dapat menjadi faktor penghambat, budaya masyarakat Jepang tidak sama dengan budaya masyarakat Indonesia. Komitmen pemerintah dan para operator telekomunikasi sangat diperlukan agar Indonesia dapat memiliki sistem komunikasi darurat yang handal.

Referensi

  1. K. Mase, “How to Deliver Yout Message from/to a Disaster Area,” IEEE Commun. Mag., vol 49, no 1, 2011.
  2. K. Mase, “Research and Development on Information & Communication Networks  in Niigata University,”  Hacettepe University Technopolis Days, 2010.
  3. K. Mase, H. Okada, dan N. Azuma, “Development of an Emergency Communication System for Evacuees of Shelters,” IEEE WCNC, 2010.
  4. N. Fukumoto, “Business Continuity and Disaster Recovery in KDDI,” IEEE Commun. Society Commun. Quality & Reliability Wksp., Apr. 2008.
  5. T. Kitaguchi dan H. Hamada, “Telecommunications Service Continuity and Disaster Recovery,” IEEE Commun. Society Commun. Quality & Reliability Wksp., Apr. 2008.

Kisah Kegagalan Lucent Technologies

Pada tahun 1881, AT&T (American Telephone & Telegraph) mengambil alih kendali sebuah perusahaan bernama Western Electric Manufacturing dengan menjadi pemegang saham mayoritas di perusahaan tersebut. Western Electric diberi hak monopoli dalam pembangunan infrastruktur jaringan telefon dan perangkat telefon di Amerika Serikat. Pada saat itu, fokus dari perusahaan ini adalah menyediakan layanan telekomunikasi dengan kualitas yang prima. Biaya dan fitur tambahan dari layanan telekomunikasi tidak terlalu penting dibandingkan mendisain jaringan telekomunikasi publik yang handal.

Pada tahun 1925, divisi engineering dari AT&T dan divisi penelitian dari Western Electric bergabung menjadi Bell Telephone Laboratories. Kepemilikan dari Bell Telephone Laboratories dibagi sama rata antara AT&T dan Western Electric. Bell Telephone Laboratories berhasil menghasilkan penemuan-penemuan yang revolusioner di abad 20. Hal ini yang menyebabkan Bell Labs memiliki banyak sekali paten-paten.

Setelah melalui beberapa perubahan menyangkut tuntutan antitrust yang beberapa kali dilayangkan oleh Departement of Justice Amerika Serikut kepada AT&T, akhirnya pada tahun 1996 berdirilah suatu perusahaan baru bernama Lucent Technologies yang terpisah dari AT&T. Di dalam Lucent terdapat pecahan dari Bell Telephone Laboratories dan Western Electric. Keberadaan Bell Labs di dalam Lucent membawa prestis dan ratusan paten bagi perusahaan yang baru berdiri ini.

Setelah resmi berdiri sendiri, Lucent mengalami perombakan struktur organisasi pada tahun 1997. Struktur organisasi diubah menjadi lebih horisontal untuk mempercepat birokrasi pengambilan keputusan. Unit bisnis yang pada awalnya hanya 4, dipartisi menjadi 7 unit-unit bisnis yang lebih kecil. Dengan perubahan ini, CEO Lucent pada saat itu mengharapkan agar perusahaan  dapat lebih fokus dalam menjalankan semua bisnisnya secara internal dan mampu memberikan layanan yang sangat baik kepada pelanggan melalui satu wajah yang sama, wajah Lucent.

Untuk menstimulasi kinerja karyawannya, Lucent mengadakan program Founders Grant Share Options, yaitu penawaran saham perusahaan kepada karyawan. Para karyawan Lucent tidak hanya merasa bekerja di suatu perusahaan milik orang lain, tapi mereka juga merasa bekerja di perusahaan milik mereka sendiri. Dengan demikian, budaya memiliki dapat tumbuh di dalam perusahaan ini.

Gambar

Gambar 1. Revenue dan Net Income Alcatel, Ericsson, Lucent, Nortel pada 1995-2006 (US$ billions). Note: data Lucent tahun 1995 sampai April 1996 adalah data ketika Lucent merupakan bagian dari AT&T.

Semenjak dibentuk pada April 1996, Lucent terus mengalami pertumbuhan laba sampai dengan tahun 1999 dan 2000. Lucent terus mengalami penurunan pendapatan dan nilai saham setelah tahun 2000 sampai pada akhirnya perusahaan ini terpaksa harus merger dengan Alcatel pada 2006.

Tidak seperti dahulu kala, keadaan telekomunikasi pada tahun 1900-an sudah berubah. Industri ini dikendalikan oleh pasar dan Lucent harus meninggalkan mindset birokratis, mindset monopoli dan mindset science first yang sudah merupakan masa lalu. Untuk tetap bersaing di industri telekomunikasi yang terus berkembang, Lucent harus memanfaatkan divisi R&D yang dimilikinya untuk menciptakan produk teknologi yang diperlukan oleh next generation telecommunication network atau memperoleh produk teknologi tersebut dengan cara mengakuisisi perusahaan lain. Hal ini merupakan hal yang tidak mudah sebab Lucent harus “berjudi” dalam menentukan teknologi mana yang harus dikembangkan untuk memenangkan kompetisi.

Gambar

Tabel 1. Akuisisi yang dilakukan Alcatel, Lucent, Cisco dan Nortel pada 1997-2000Sumber: Standard and Poor’s Compustat database; Avaya 10-K filing, 2000, p. 49.

Pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2000, Lucent melakukan akuisis terhadap 32 perusahaan teknologi. Seperti ditunjukkan oleh tabel 1, Lucent banyak sekali mengeluarkan biaya untuk akuisisi dibandingkan para pesaingnya, terutama pada tahun 1999. Hal ini dilakukan Lucent karena pada akhir tahun 1990-an, terjadi perkembangan ICT (Information and Communication Technology) yang semakin pesat. Lucent merasa bahwa Bell Labs, yang merupakan R&D dari Lucent,  membutuhkan amunisi tambahan dalam menghadapi perkembangan yang sangat pesat ini. Sebagian besar produk-produk dari perusahaan yang diakuisisi oleh Lucent, masih dalam tahap pengembangan. Lucent percaya dan yakin bahwa Bell Labs, mampu mengembangkan produk-produk ini menjadi produk Lucent yang mampu memberikan Lucent keunggulan kompetitif.

Strategi Lucent adalah berusaha membuat standar baru untuk menyaingi standar-standar yang telah ada atau sedang dikembangkan oleh pesaingnya. Eksekusi dari strategi ini mengalami kegagalan karena pada kenyataannya, menyatukan budaya dan produk dari perusahaan-perusahaan yang telah diakuisisi ternyata bukanlah hal yang mudah. Lucent telah gagal dalam memadukan dan mengintegrasikan sumber daya yang Lucent miliki dalam menghasilkan inovasi. Hal ini diperburuk dengan tumbuhnya berbagai pesaing lain yang mampu memberikan inovasi yang lebih menarik bagi pasar.

Salah satu contoh kegagalan terbesar Lucent dalam memenangkan persaingan adalah ketika Lucent ingin menyaingi Cisco dalam teknologi transfer data. Lucent berencana untuk mengembangkan triple play, yaitu komunikasi data, suara dan video dalam satu jaringan yang sama. Dalam usahanya ini, Lucent harus bersaing dengan Cisco Systems. Cisco telah lebih dahulu mengembangkan teknologi IP yang pada masa depan diharapkan dapat menjadi suatu hal yang dibutuhkan oleh triple play. Lucent mencoba mengembangkan teknologi alternatif untuk menyaingi teknologi IP. Lucent berusaha mengembangkan teknologi ATM untuk menghadang teknologi IP milik Cisco. Dalam usahanya ini, Lucent banyak melakukan akuisisi perusahaan-perusahaan IT. Teknologi alternatif yang dirancang oleh Lucent gagal menyaingi teknologi IP yang sudah lebih dahulu dominan. Ternyata pasar lebih tertarik pada teknologi IP dan Ethernet. VoIP melalui kabel LAN semakin menambah daya tarik teknologi IP yang dikembangkan oleh Cisco. Lucent telah kehilangan banyak waktu, tenaga dan biaya dalam mengembangkan suatu teknologi yang tidak terpakai.

Pada tahun-tahun pertama Lucent berdiri, pelanggan utama Lucent adalah AT&T dan RBOC (Regional Bell Operating Companies). Kedua perusahaan besar tersebut menyumbang laba yang sangat besar bagi Lucent. Namun seiring dengan berjalannya waktu, muncul pesaing-pesaing baru yang mempu menawarkan inovasi-inovasi dengan harga yang lebih menarik. Kedua pelanggan utama Lucent tersebut perlahan-lahan mulai meninggalkan produk-produk Lucent. Usaha Lucent dalam mencari pelanggan baru juga kurang berhasil karena persaingan yang sangat ketat. Unit-unit bisnis Lucent yang dianggap sudah menjadi komoditas perlahan tapi pasti mulai dijual kepada pihak lain.

Selain memperoleh penghasilan dari produk-produk telekomunikasinya, Lucent juga mendapat penghasilan dari paten-paten yang dihasilkan oleh R&D perusahaan tersebut. Lucent termasuk perusahaan penghasil paten terbanyak di Amerika Serikat. Selain menghasilkan laba, paten dapat dipergunakan oleh Lucent untuk menghambat kemajuan dari para pesaingnya. Namun dengan menurunnya pendapatan total Lucent pada tahun 2001, budget untuk R&D Lucent mengalami pemotongan yang cukup besar, dengan demikian paten-paten yang dihasilkan oleh Lucent menurun drastis.

Sepanjang tahun 2001 sampai dengan 2006, Lucent melakukan pemutusan hubungan kerja dan menutup beberapa pabriknya agar terhindar dari kebangkrutan. Nilai saham Lucent juga terus mengerdil sampai akhirnya Lucent melaukan merger dengan Alcatel pada Desember 2006.

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah di atas adalah investasi yang berlebihan dapat menyebabkan kehancuran sebuah perusahaan. Akuisisi yang dilakukan oleh Lucent merupakan bentuk dari investasi yang berlebihan. Akuisisi yang dilakukan oleh Lucent telah gagal dalam menghasilkan keunggulan kompetitif karena menyatukan berbagai perusahaan untuk menghasilkan suatu inovasi bukanlah hal yang mudah, setiap perusahaan memiliki budaya dan karakteriktik yang tidak sama. Melakukan akuisisi bukanlah langkah yang salah, namun bila dilakukan dalam dosis yang terlampau banyak, perusahaan sebesar Lucent pun dapat jatuh tersungkur.

Pelajaran lain yang dapat dipetik adalah bahwa mindset masa lalu sebuah perusahaan harus berubah mengikuti perubahan jaman agar perusahaan tersebut dapat tetap berjaya. Lucent selalu berusaha membuat standar baru dengan mengeluarkan dana yang cukup besar. Dana tersebut dihabiskan dengan melakukan akuisisi dan riset. Lucent bersama Bell Labs-nya seolah-olah lupa bahwa era tahun 2000 bukanlah era yang sama seperti ketika mereka masih merupakan bagian dari AT&T. Pada masa lampau, terjadi monopoli sehingga semua produk yang dihasilkan oleh Bell Labs selalu menjadi standar baru yang diakui di Amerika Serikat. Mungkin sejarah akan berkata lain apabila dahulu Lucent beberapa kali lebih memilih untuk mengembangkan produk menggunakan standar yang sudah ada menjadi suatu produk yang lebih baik, tidak selalu berusaha membuat produk dengan standar baru.

Daftar Pustaka

Endlich, Lisa. (2004). Lucent’s Legacy. New Jersey: Ney Jersey Star

Lazonick, William dan March, Edward. (2012). The Rise and Demise of Lucent Technologies. Wilmington: Business and Economic History