Mendengar kalimat Romance of the 3 Kingdoms, pastilah kita teringat akan kisah peperangan besar antara 3 kerajaan besar di dataran Cina sana, yaitu Shu, Wu dan Wei. Ternyata di Korea pun ada Romance of the 3 Kingdoms loh, yaitu antara kerajaan Baekja, Silla dan Goguryeo. Ketiganya terus bertempur demi menguasai seluruh Korea. Beberapa kisah pertempurannya sangat dipengaruhi oleh kerajaan tetangga seperti Cina dan Jepang.
Pada The Great Battle (2018) atau Ansi Fortress atau 안시성, dikisahkan bahwa Kekaisaran Tang yang sedang berkuasa di Cina, ingin menguasai Korea. Satu per satu wilayah Korea berhasil Tang kuasai. Sebagai kerajaan yang pada masa jayanya berhasil menguasai bagian tengah dan utara Korea, sampai daerah Mongolia, kerjaan Goguryeo menjadi target utama Kekaisaran Tang. Di bawah Kaisar Taizong atau Li Shimin (Park Sung-woong), bala tentara Tang terus maju ke dalam wilayah Goguryeo yang baru saja mengalami konflik internal.
Raja dari Guguryeo baru saja digulingkan oleh Jendral Yeon Gaesomun (Yu Oh-seong). Jendral Yeon segera menjadi penguasa Goguryeo secara de facto. Sejarah mencatat bahwa terjadi perdebatan sengit karena Raja Goguryeo saat itu dikabarkan memang lemah terhadap Kekaisaran Tang dan Sang Raja ternyata berusaha membunuh Yeon terlebih dahulu. Tidak semua rakyat Goguryeo mengakui kekuasaan Jendral Yeon, termasuk Yang Manchun (Jo In-sung).
Yang adalah penguasa Benteng Ansi yang melindungi semua penduduk di wilayah tersebut. Ia menolak untuk mengirimkan pasukan bantuan kepada Yeon padahal saat itu Yeon sedang membela Goguryeo dari invasi Tang. Pembangkangan ini membuat Yeon geram dan mengirimkan Sa-mul (Nam Joo-hyuk) sebagai mata-mata ke dalam Benteng Ansi. Di saat yang sama, pasukan Tang sedang bergerak ke arah Benteng Ansi. Mereka optimis dapat menguasai Ansi dengan mudah karena mereka sudah berhasil menguasai benteng-benteng Goguryeo lain yang lebih besar dari Benteng Ansi.
Kalah jumlah bukan berarti kalah semangat. Yang ternyata merupakan pemimpin cerdas yang kharismatik. Ia mampu memelihara mental prajuritnya selama berbulan-bulan. Sa-mul yang melihat itu, mulai gundah apakah ia akan tetap menjalankan perintah Yeon atau ikut membelot bersama Yang. Di mata Sa-mul, Yeon dan Yang sebenarnya sama-sama merupakan pemimpin baik yang rela mengorbankan apapun demi menyelamatkan Goguryeo dari invasi Tang.
Konflik batin yang Sa-mul hadapi sangat mudah ditebak arahnya. Cerita dan akhir The Greatest Battle (2018) pun sebenarnya sudah terlihat dari pertengahan cerita. Tapi taktik perang yang ditampilkan sangatlah menarik. Adegan aksinya pun sangat memukau. Inilah keunggulan utama dari The Greatest Battle (2018). Mungkin ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan sejarah, tapi saya rasa hal tersebut tidak terlalu fatal. Bagaimana pun juga, terdapat daerah abu-abu di dalam sejarah sebab sejarah ditulis oleh pemenang [^_^]v. Saya rasa film Korea yang satu ini layak untuk memperoleh nilai 4 dari skala maksimum 5 yang artinya “Bagus”.
Sumber: its-new.co.kr