Setelah euforia Avengers Infinity War (2018), Ant-Man and the Wasp (2018) akan menjadi MCU (Marvel Cinematic Universe) berikutnya yang hadir di layar lebar. Entah kenapa Ant-Man memang absen dari Avengers Infinity War (2018). Padahal ia menjadi salah satu superhero berpartisipasi pada Captain America: Civil War (2016), sebuah film MCU tepat sebelum Avengers Infinity War (2018). Hhhmmm, apa yang terjadi dengan Ant-Man pada periode antara Captain America: Civil War (2016) dan Avengers Infinity War (2018)? Saya rasa Ant-Man and the Wasp (2018) akan menjawab pertanyaan tersebut karena film ini mengambil waktu kejadian tepat setelah Captain America: Civil War (2016) dan sebelum Avengers Infinity War (2018).
Sebagaimana pernah dikisahkan pada Ant-Man (2015), Scott Lang (Paul Rudd) adalah penjahat kelas teri yang dapat berubah menjadi Ant-Man setelah menggunakan kostum buatan Hank Pym (Michael Douglas). Ant-Man memiliki kemampuan untuk mengubah ukuran sebuah objek menjadi lebih kecil atau lebih besar. Pada suatu pertarungan di Ant-Man (2015), Ant-Man berhasil mengubah ukurannya menjadi sangat kecil sekali ke ukuran mikro hingga ia sempat mengunjungi dunia kuantum. Melalui teori kuantun, dijelaskan bahwa seseorang tidak akan mampu keluar dari dunia kuantum ketika ia berhasil menyusutkan tumbuhnya ke ukuran mikro. Scott yang saat ini menggunakan kostum Ant-Man, membuktikan bahwa teori ini salah. Ia berhasil kembali dari dunia kuantum dan mengalahkan Yellowjacket pada saat itu.
Nah, pada Ant-Man and the Wasp (2018), dikisahkan bahwa Scott ternyata membawa sesuatu dari dunia kuantum. Sesuatu yang Pym dan putrinya, Hope van Dyne (Evangeline Lily), dambakan selama 30 tahun terakhir. Semua berawal pada bencana yang terjadi sekitar 30 tahun yang lalu ketika Ant-Man dan Wasp menjalankan misi berbahaya yang menyebabkan terjebaknya Wasp di dalam dunia kuantum. Mengikuti jalan cerita komik Ant-Man tahun 1960-an, pada saat itu Hank Pym adalah Ant-Man dan istri Pym adalah Wasp. Ant-Man dan Wasp kurang kebih memiliki kemampuan yang serupa, hanya saja Wasp memiliki sayap untuk terbang. Kostum Wasp sendiri sebenarnya sudah pernah sekilas diperlihatkan pada bagian akhir Ant-Man (2015).
Sesuai dugaan, putri Pym, Hope van Dyke menggunakan kostum Wasp pada Ant-Man and the Wasp (2018). Bersama dengan Ant-Man, ia berusaha membuka portal menuju dunia kuantum dan menemukan ibunya yang sudah 30 tahun terjebak di sana. Perjalanan mereka tidak mudah karena ada pihak-pihak lain yang menginginkan hal tersebut pula.
Kali ini supervillain yang harus Ant-Man dan Wasp hadapi adalah Ghost (Hannah John-Kamen). Berbeda dengan di komik, karakter Ghost kali ini adalah perempuan dan memiliki motif yang tidak terlalu jahat. Walaupun memiliki kemampuan super yang cukup merepotkan Ant-Man dan Wasp, saya rasa Ghost tidak jahat. Iq hanya putus asa dan menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup.
Sebenarnya, karakter yang sesungguhnya benar-benar jahat adalah Sonny Burch (Walton Goggins). Tapi ia tidak memiliki kekuatan super apapun. Ia pun bukan bos besar yang berkuasa seperti Dr. Doom, Kingpin atau Lex Luthor. Yaaaah hanya penjahat kelas menengah yang memiliki koneksi ke FBI. Hal inilah yang cukup merepotkan Scott dan kawan-kawan karena status Scott adalah tahanan rumah yang tidak boleh kemana-mana. Setelah Scott ikut membantu pihak Captain America melanggar hukum pada Captain America: Civil War (2016), ia memilih untuk menjalani hukuman asalkan ia dapat bertemu putri semata wayangnya, Cassie (Abby Ryder Fortson). Ini memang berbeda dengan mayoritas superhero pendukung Captain America lainnya yang memilih menjadi buronan.
Yaaaah, rasanya Ant-Man and the Wasp (2018) memang berbicara tentang keluarga. Hal-hal yang rela dikorbankan agar dapat hidup bersama keluarga. Di sana terlihat hubungan ayah anak yang kompak dan sedikit mengharukan. Semua dibalut dengan berbagai kelucuan dari Scott Lang :D. Unsur komedi pada film ini memang menjadi nilai plus yang sangat besar. Ditambah lagi adanya adegan aksi yang unik dan jarang saya lihat pada film superhero lainnya.
Sayang Ant-Man and the Wasp (2018) banyak menggunakan teori kuantum yang kurang komunikatif. Para karakter protagonis nampak bisa dengan cepat memperoleh solusi melalui teori dan ilmu pengetahuan yang kurang jelas maksudnya. Kalau kita menonton Ant-Man and the Wasp (2018) tanpa mengikuti dan melihat semua hal terkait teori kuantum dan lorong kuantum, film ini sebenarnya terbilang mudah dipahami dan mampu berdiri sendiri, kita tidak perlu menonton film superhero Marvel lain untuk memahami film ini. Meskipun yaaah memang akan lebih seru kalau kita sudah menonton film MCU lainnya, terutama Ant-Man (2015), Captain America: Civil War (2016) dan Avengers Infinity War (2018).
Jauh berbeda dengan film superhero Marvel terakhir yang saya tonton sebelum menonton film ini, karakter antagonis film ini kurang menggigit. Film ini terasa hampa tanpa adanya tokoh antagonis yang benar-benar “antagonis” dan kuat. Ghost dan Burch gagal mengisi ruang tersebut.
Film ini sebenarnya terbilang bagus kalau dilihat dari sisi aksi dan komedi. Tapi saya pribadi kurang suka dengan alur ceritanya. Selain itu Ant-Man dan Wasp bukanlah superhero yang menurut saya keren. Coba saja bayangkan apabila keduanya menjadi superhero Indonesia, pastilah namanya menjadi manusia semut dan si lalat bukan? :’D. Saya rasa Ant-Man and the Wasp (2018) lebih pantas untuk memperoleh nilai 3 dari skala maksimum 5 yang artinya “Lumayan” ;).
Sumber: https://marvel.com/antman