Outside Broadcasting di RRI

Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau yang dipisahkan oleh lautan sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah Indonesia sangat luas sekali bahkan merupakan yang terluas di Asia Tenggara. Penggunaan satelit merupakan salah satu cara yang efektif dan tepat bagi Indonesia untuk memperoleh informasi.

RRI merupakan radio yang mampu menyiarkan suatu acara tertentu di daerah tertentu ke seluruh nusantara dengan teknologi satelit. Teknologi satelit digunakan oleh RRI untuk melakukan peliputan di luar studio yang bisa disebut juga outside broadcasting.

Outside broadcasting dapat dilaksanakan oleh RRI Cabang Utama Jakarta dengan keempat mobil penghubung satelit melalui satelit Palapa B-4. Selain pengiriman materi siaran, terdapat pula komunikasi full duplex antara mobil penghubung satelit dengan RRI Cabang Utama Jakarta untuk memudahkan koordinasi antara mobil penghubung satelit dengan RRI Cabang utama Jakarta.

Pada RRI Cabang Utama Jakarta terdapat beberapa konfigurasi sistem yang berguna agar RRI dapat mengudara secara efisien dan efektif. Secara garis besar, terdapat 3 jenis sistem yang dipergunakan oleh PERJAN RRI, yakni :

1. DVB (Digital Video Broadcasting)

Sistem ini digunakan untuk pengiriman materi penyiaran antar stasiun-stasiun RRI yang terdapat di Jakarta, Lhokseumawe, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Bengkulu, Tanjung, Karang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Kupang, Purwokerto, Pontianak, Palang Karaya, Samarinda, Banjarmasin, Palu, Ujung Pandang, Gorontalo, Manado, Surakarta, Sumenep dan Padang.

2. SCPC (Single Carrier Per Channel) dengan Constream sebagai perusahaan perancang sistem.

 Sistem ini digunakan untuk pengiriman materi penyiaran antar stasiun-stasiun RRI yang terdapat di Jakarta, Banda Aceh, Bukit Tinggi, Sibolga, Cirebon, Madiun, Mataram, Ambon, Malang, Jember, Kendari, Jayapura, Biak, Fak Fak, Kaimana, Manokwari, Nabire, Sentani, Sarmi, Serui, Tanah Merah, Tembaga Pura, Teminabuan, Wamena, Sorong, Merauke dan Bintuni.

3. SCPC (Single Carrier Per Channel) dengan Siemens sebagai perusahaan perancang sistem.

Sistem ini khusus dipergunakan untuk melakukan outside broadcasting. Perangkat-perangkatnya terdapat di RRI Cabang Utama Jakarta dan 4 buah outside broadcasting van milik RRI.

Pada dasarnya outside broadcasting merupakan pengumpulan materi siaran di luar studio, hal ini dilakukan dengan mobil penghubung satelit atau disebut juga outside broadcasting van. Hasil yang diperoleh dari outside broadcasting kemudian disiarkan oleh RRI ke daerah-daerah di nusantara baik berupa siaran tunda maupun siaran langsung.

 1. Komponen Outside Broadcasting

Pada RRI Cabang Utama Jakarta terdapat MCR (Master Room Control) dan Hub. Pada MCR terdapat studio dan peralatan-peralatan lain yang berfungsi untuk menghasilkan suara sebagus mungkin. Sedangkan pada Hub yang terletak pada lantai teratas dari RRI Cabang Utama terdapat peralatan-peralatan yang digunakan untuk menerima dan mentransmisikan suara dari dan ke Outside Broadcasting van atau lebih dikenal dengan nama Mobil Penghubung Satelit. Sementara itu pada Mobil Penghubung Satelit juga terdapat peralatan-peralatan yang digunakan untuk mengirim dan menerima informasi dari dan ke Stasiun RRI Cabang Utama. Peralatan–peralatan ini tentunya terbentuk dalam suatu sistem yang mampu melakukan fungsi komunikasi satelit dengan baik dan benar.

Sebenarnya alat-alat yang terdapat di Hub RRI Cabang Utama dengan alat-alat yang terdapat di outside broadcasting van adalah sama., tapi tidak semua perangkat yang ada di RRI Cabang Utama tersedia pada outside broadcasting van. Hal ini disebabkan outside broadcasting van memiliki ruang yang kurang besar dan peranan outside broadcasting van tidak termasuk mengolah hasil siaran, maka perangkat yang terdapat di outside broadcasting van lebih diutamakan perangkat yang digunakan untuk up link ke satelit B-4 milik PT Telkom.

Peralatan-peralatan utama pendukung outside broadcasting yang terdapat di Hub RRI Cabang Utama Jakarta antara lain adalah Audio/Voice Codec AV 6496, Musicam Encoder Re 660, Musicam Decoder Re661, SM 2800, RSO-70DR, RSO-70UR, Up Converter SUC 60, Down Converter SDC 60, LNB (Low Noise Block), TRF (Transmit Reject Filter), Gregorian Antenna, SSPA (Solid State Power Amplifier), Satellite Analyzer danOMT (Orthomode Transducer) Polarisator. Sedangkan pada outside broadcasting van terdapat Audio/Voice Codec AV 6496, Musicam Encoder Re 660, SM 2800, RSO-70UR, Up Converter SUC 60, Down Converter SDC 60, LNB (Low Noise Block), TRF (Transmit Reject Filter), Offset Feed Antenna, SSPA (Solid State Power Amplifier), Satellite Analyzer danOMT (Orthomode Transducer) Polarisator.

1.1 Perangkat pada Stasiun Bumi RRI

Berikut penjelasan singkat mengenai peralatan-peralatan pada outside broadcasting :

a. SM 2800

SM 2800 adalah modem satelit dengan biaya rendah yang didesain setelah Fairchild mengeluarkan modem satelit seri SM 290/2900 yang diperuntukkan bagi dunia industri. Sama seperti SM 290/2900, SM 2800 menghubungkan hardware lain kepada IF (Intermediate Frequency) dengan frekuensi 70 MHz atau 140 MHz untuk mentransmisikan dan menerima data digital satelit pada komunikasi satelit. Modem satelit SM 2800 didesain untuk beroperasi pada konfigurasi alur SCPC (Single Carrier per Channel) pada satelit. Modem ini mengakomodasi pengiriman data antara 9,6 kbps hingga 512 kbps menggunakan ½ atau ¾ –rate encoding dan BPSK atau QPSK untuk modulasinya. Antar muka V.35 dan RS422 tersedia dan dapat diubah sesuai kebutuhan.

Encoding konvolusional koreksi kesalahan dan sekuensial decoding  menyebabkan nilai BER (Bit Error Rate) yang rendah. Kelebihan dari modem yang menggunakan sekuensial decoding adalah jaminan bahwa performa nyata tidak akan memiliki perbedaan lebih dari 1,1 dB untuk semua kombinasi pengacakan data, suhu, data rate dan code rate.

SM 2800 tersedia dalam konfigurasi full duplex (mentransmisikan dan menerima) maupun simpleks (hanya menerima). Dalam hal ini, modem satelit SM 2800 dengan konfigurasi full duplex dipergunakan oleh RRI Cabang Utama Jakarta dan 4 mobil penghubung satelit yang tersebar di nusantara karena modem satelit akan dipergunakan untuk proses uplink dan down link.

Modem SM 2800 memiliki dua tipe antar muka utama, yakni data dan RF. Antar muka data adalah dua arah jalur komunikasi data yang berhubungan dengan peralatan pengolahan data milik pengguna. Antarmuka RF menyediakan dua arah komunikasi dengan satelit melalui proses uplink dan downlink.

Transmisi data diterapkan ke papan modulator SM 2800 melalui M & C board dan antar muka data yang dapat diubah. Di modulator, data diacak, dikodekan untuk koreksi kesalahan dan kemudian dikenakan dengan carrier berfrekuensi 70 MHz atau 140 MHz menggunakan modulasi BPSK atau QPSK. Carrier yang sudah memodulasi dikuatkan, dilewatkan ke BPF (Band Pass Filter) dan disalurkan ke konektor output RF. RF yang masuk ke SM 2800 melalui konektor input RF pada demodulator board. Demodulator memisahkan data dari carrier, melakukan proses decoding dan melakukan proses descramble kepada data.

Bagian modulator dari SM 2800 menggunakan data dan clock output dari M & C board untuk menghasilkan sinyal yang telah dimodulasi secara BPSK atau QPSK dengan IF carrier setelah proses encoding. Frekuensi carrier SM 2800 dapat diset dengan kisaran  antara 52 MHz hingga 88 MHz atau antara 104 MHz hingga 176 MHz. Sebuah filter menghilangkan komponen RF (Radio Frequency) yang masih tersisa. Pada modulator board terdapat :

  1. Encoder FEC untuk menerima data dan clock dari M & C board, selain itu berfungsi untuk menyediakan output yang secara konvolusional telah dikodekan kepada modulator.
  2. V.35 scrambler
  3. Modulator BPSK/QPSK
  4. Pensintesis frekuensi 55 MHz sampai 88 MHz atau 104 MHz hingga 176 MHz untuk menghasilkan pengaturan yang terseleksi setiap 2,5 KHz.
  5. Sirkuit Power level.
  6. Encoder Differensial

Bagian demodulator menerima input dalam bentuk IF (Intemediate Frequency) dengan rentangan antara 52 MHz hingga 88 MHz atau 104 MHz hingga 176 MHz dan melaksanakan proses demodulasi BPSK/QPSK pada frekuensi tertentu yang telah ditentukan oleh pensintesis frekuensi. Keluaran dari demodulator. disalurkan ke masukan decoder dimana data dipulihkan. Pada demodulator board terdapat :

  1. Pensintesis frekuensi 96 MHz hingga 134 MHz atau 188 hingga 220 MHz.
  2. 2-stage IF
  3. Costas loop demodulator
  4. Symbol clock recovery
  5. Decoder Viterbi yang menerima keluaran dari demodulator, dan menyalurkan data dan clock ke M & C board. Decoder ini melakukan decoding sekuensial dan proses pengacakanV.35 (CCITT) atau V.35 (IESS 308) sebelum diaplikasikan ke keluaran yang menuju ke M& C board.

Bagian M & C board menyediakan pilihan clock yang dapat diubah-ubah oleh pengguna. Pilihan ini berguna untuk mengkontrol sumber clock modulator merupakan sumber clock bagi antar muka data.

Pada M & C board terdapat sebuah microprocessor yang memberikan semua fungsi monitor dan kontrol bagi modem. Suatu remote host interface seperti handheld terminal interface disediakan untuk melengkapi mengendalikan parameter dan pilihan dari modem SM 2800. Dua buah program kendali juga disediakan dalam bentuk floppy disk yang dapat diakses dengan computer pribadi yang compatible.

b. SUC 60

SUC 60 adalah suatu pensintesis C-band trafik up converter yang canggih dan didisain untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan cakupan frekuensi yang lebar sekali. SUC 60 mampu mengkombinasikan kestabilan frekuensi tinggi, noise yang kecil dan  group delay distortion yang relatif kecil.

Up converter ini melingkupi band frekuensi antara 5,925 GHz hingga 6,425 GHz dengan jeda setiap 100 kHz, 10 kHz atau 1 kHz, semuanya tergantung dari kebutuhan sistem. Masukan dari alat ini adalah pada 70 MHz dengan bandwidth sebesar 40 MHz atau 140 MHz atau 80 MHz. Gain pengkonversian adalah sebesar 15 dB dengan penyesuaian lebih kecil dari kurang lebih 15 dB.

Up converter ini dapat dikonfigurasikan bersama dengan BUC (Block Up Converter) yang mengkonversi L-Band ke C-Band. Pada kasus ini, pengkonversi L-Band ke C-Band dipasang di luar unit up converter yaitu di dekat power amplifier.

Frekuensi kerja dapat dipilih melalui saklar pada panel depan atau dapat pula melalui suatu pengendali jarak jauh. Seleksi frekuensi dapat tercapai melalui Local Oscillator (LO) dengan besar kenaikan dan penurunan nilai frekuensi tengah setiap 100 kHz (standard), namun dapat pula diatur sehingga kenikan dan penurunan nilai frekuensi setiap 10 kHz atau 1kHz. Gain dari up converter adalah 15 dB dan dapat disesuaikan maksimal kurang lebih 15 dB melalui potensiometer pada panel depan atau dapat pula melalui suatu pengendali jarak jauh dengan kenaikan dan penurunan setiap 0,1 dB.

SUC 60 merupakan desain triple up conversion dimana tingkat ketiga adalah suatu L ke C-Band Block Up Converter (BUC) menggunakan sebuah fixed frequency oscillator (LO) pada 4975 GHz. Frekuensi input adalah berkisar antara 950 MHz hingga 1450 MHz dan keluarannya berfrekuensi antara 5925 GHz hingga 6425 GHz yang sudah termasuk kategori C-Band. Sementara itu, pengkonversian dari IF ke L-Band (70MHz atau 140 MHz ke 950 MHz – 1450 MHz) dicapai melalui 2 tingkat proses up conversion. LO yang pertama adalah pada 1720 MHz sedangkan LO yang kedua adalah mengkonversi dan melingkupi 2600 MHz hingga 3100 MHz.

c. SDC 60

SDC 60 adalah suatu pensintesis C-band trafik down converter yang canggih dan didisain untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan cakupan frekuensi yang lebar sekali. SDC 60 mampu mengkombinasikan kestabilan frekuensi tinggi, noise yang kecil dan  group delay distortion yang relatif kecil.

Down converter ini melingkupi band frekuensi antara 3,625 GHz hingga 4,2 GHz untuk versi standar, melingkup band frekuensi antara 3,4 GHz hingga 4,2 GHz untuk versi tambahan, semuanya tergantung dari kebutuhan sistem. Keluaran dari alat ini adalah pada 70 MHz dan bandwidth keluaran ialah 40 MHz atau 140 MHz atau 80 MHz. Gain pengkonversian adalah sebesar 50 dB dengan penyesuaian lebih kecil dari kurang lebih 10 dB.

Down converter ini dapat dikonfigurasikan bersama dengan remote mounted LNB (Low Noise Block Converter) atau BDC (Block Down Converter) yang mampu mengkonversi masukan dari C-Band ke L-Band. Pada kasus ini, pegkonversi C-Band menjadi L-Band terpasang di dekat antena, lebih tepat lagi berada tepat di port OMT (Ortho Mode Transducer) dari LNB (Low Noise Block). Dapat dikatakan bahwa pada LNB terdapat LNA (Low Noise Amplifier) dan BDC.

d. RSO-70DR

RSO-70DR adalah unit pensaklaran titik ke titik yang digunakan pada rantai saluran down converter yang melimpah. Alat ini bekerja pada berbagai frekuensi, dari S-Band, C-Band, X-Band, Ku-Bandsampai IF. RSO-70DR ini didisain untuk digunakan dengan sepasang down converter.

RSO-70DR dapat digunakan secara manual atau otomatis. Ketika alat ini digunakan dalam mode manual maka pengguna memilih secara manual down converter mana yang akan digunakan. Ketika alat ini digunakan dalam mode otomatis, pensaklaran akan terjadi jika salah satu down converter masih melakukan aktifitas padahal ada sinyal lain yang harus diproses, dengan demikian sinyal tersebut akan disalurkan ke down converter yang tidak melakukan aktifitas apa-apa.

Pada konfigurasi sistem SIEMENS SCPC, RSO-70DR dapat berfungsi dengan baik walaupun LNB terletak jauh dari SDC 60 dan RSO-70. Hal ini dapat terjadi dengan campur tangan operator atau secara otomatis dikontrol oleh internal logic down converter dan alarm LNB.

e. AV 6496

AV 6496 adalah voice/data codec yang dapat mentransmisikan suara/FAX berkualitas tinggi melalui suatu jalur komunikasi digital yang melalui satelit. Jalur komposit dapat digunakan dalam mode sinkron dan mode asinkron dengan kecepatan sampai 64 kbps.

Kanal suara/FAX menggunakan algoritma CELP (Codebook Excited Linear Predictive) dengan kecepatan sampai 9600 bps. Alat ini juga mampu menerima suplay dengan antar muka V.11/RS499, V.24/RS232 atau V.35 .

f. RSO-70UR

RSO-70UR adalah unit pensaklaran titik ke titik yang digunakan pada rantai saluran up converter yang melimpah. Alat ini bekerja pada berbagai frekuensi, dari S-Band, C-Band, X-Band, Ku-Band sampai IF. RSO-70UR ini didisain untuk digunakan dengan sepasang up converter.

RSO-70DR dapat digunakan secara manual atau otomatis. Ketika alat ini digunakan dalam mode manual maka pengguna memilih secara manual up converter  mana yang akan digunakan. Ketika alat ini digunakan dalam mode otomatis, pensaklaran akan terjadi jika salah satu up converter masih melakukan aktifitas padahal ada sinyal lain yang harus diproses, dengan demikian sinyal tersebut akan disalurkan ke up converter yang tidak melakukan aktifitas apa-apa.

g. Re 660 dan Re 661

Pada Re 660 terjadi proses pengkonversian sinyal analog yang masuk menjadi sinyal digital berfrekuensi rendah, sedangkan Re 661 mengkonversi sinyal digital yang masuk menjadi sinyal analog. Kedua alat ini didesain untuk bekerja pada komunikasi satelit yang menggunakan SCPC.

h. SSPA (Solid State Power Amplifier)

Solid State Power Amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal RF yang akan dipancarkan ke satelit agar diperoleh penguatan sinyal yang baik mengingat jarak bumi ke satelit yang sangat jauh (36.000 km), tetapi juga level penguatan daya  tersebut tidak melampaui batas yang telah ditentukan di stasiun bumi yang bersangkutan, karena daya pancar yang terlalu besar akan dapat mengganggu stasiun bumi lain. Sinyal RF dari perangkat sebelumnya sangatlah kecil dan harus diperkuat terlebih dahulu untuk kemudian dipropagasikan ke satelit.

i. Offset Feed

Antena ini memiliki feeder yang berada di ujung reflektor. Sistem Off Set Feed sebenarnya berawal pada Prime Focus juga, tapi di sini efisiensinya sedikit lebih baik karena blocking berkurang. Selain itu antenna ini relatif lebih ringan dan praktis untuk digelar, misalnya untuk antena stasiun bumi fly-away. Hal yang membuatnya populer adalah karena pengaturan dan penyesuaian isolasi cross-pol jauh lebih mudah dibandingkan dengan antena prime focus feed. Berkenaan dengan desain adalah pada feed support yang harus memiliki kekokohan tertentu, maka ukuran diameter yang dibuat umumnya ialah 1,5 meter sampai 3,8 meter. Karena dimensinya yang kecil, maka antena jenis ini digunakan pada outside broadcasting van

j. Antena Gregorian

Antena ini mmempunyai bentuk hampir sama dengan antena casseigrain, tetapi memiliki pola pantulan yang berbeda. Umumnya sistem antena jenis ini dimanfaatkan untuk antena berukuran 4,6 meter atau lebih. Jika ukuran main reflector lebih kecil dari 4,6 meter, sub-reflector akan mulai memblokir sinyal dan menyebabkan pelemahan, dengan demikian gain berkurang, maka efisiensi menurun.   Kelebihan dari antena ini antara lain adalah aman dan relatif mudah dalam pengaturan isolasi cross-pol untuk memperoleh hasil yang maksimal. Kelebihan-kelebihan di ataslah yang  menyebabkan antena jenis ini dipergunakan pada RRI Cabang Utama Jakarta untuk melakukan outside broadcasting.

2. Satelit B-4

Satelit Komunikasi Domestik yang pada 2003 ini masih mengorbit di atas khatulistiwa nusantara tercinta adalah Palapa seri B. Sebenarnya di atas sana masih terorbit banyak lagi satelit komunikasi lainnya yang dioperasikan negara lain seperti Gonzont milik Rusia, AsiaSat milik Hongkong, JapanSat milik Jepang, AusSat milik Australia dan lain-lain.

Satelit Palapa B-4 yang dipergunakan oleh RRI diluncurkan pada 13 Mei 1992 dengan expected end of life  8 tahun. Satelit ini.memiliki longitude 12,450E dan latitude 55,710N.

Tabel 1. Tetapan frekuensi untuk Fixed Satellite Services

Downlink Frequency (GHz)

Uplink Frequency

(GHz)

Frequency Band Designation

2,535 – 2,655

5,925 – 6,055

S

3,400 – 3,700

5,725 – 5,925

C

3,700 – 4,200

5,925 – 6,425

C

4,500 – 4,800

6,425 – 7,075

C

7,200 – 7,750

7,900 – 8,400

X

10,70 – 10,95

12,75 – 13,25

Ku

10,95 – 11,20

14,00 – 14,50

Ku

11,20 – 11,45

14,00 – 14,50

Ku

11,70 – 12,30

14,00 – 14,50

Ku

11,70 – 12,20

14,00 – 14,50

Ku

12,50 – 12,75

14,00 – 14,25

Ku

12,75 – 12,35

14,00 – 14,25

Ku

18,30 – 21.20

27,00 – 30,00

Ka

21,20 – 22,20

30,00 – 31,00

Ka

Tabel 2. Tetapan frekuensi untuk Broadcast Satellite Service

Downlink Frequency

(GHz)

Uplink Frequency

(GHz)

Frequency Band Designation

2,540 – 2,655

5,920 – 6,040

L

2,655 – 2,635

5,855 – 5,935

L

2,535 – 2,655

5,925 – 6,055

S

11,70 – 12,50

17,30 – 18,10

Ku

12,20 – 12,75

17,30 – 17,80

Ku

Tabel 3. Tetapan frekuensi untuk Mobile Satellite Service

Downlink Frequency

(GHz)

Uplink Frequency

(GHz)

Frequency Band Designation

1,545 – 1,559

13,0 – 13,15

L

1,6465 – 1,6605

13,20 – 13,25

L

1,530 – 1,544

6,41 – 6,441

L

1,6265 – 1,6455

6,41 – 6,441

L

Tabel 1, 2 dan 3 adalah tetapan-tetapan internasional alokasi frekuensi untuk satelit komunikasi. Jadi, besarnya range frekuensi untuk uplink dan downlink suatu satelit komunikasi sudah ditabelkan. Pada tabel tersebut terdapat beberapa pilihan kombinasi range frekuensi dan frequency band designation. Dalam hal ini satelit Palapa B-4 merupakan FSS (Fixed Satellite Services) dengan frequency band designation C band yang memiliki frekuensi uplink 3,7 GHz sampai 4,2 GHz dan frekuensi downlink 5,925 GHz sampai 6,425 GHz sebagaimana terlihat pada tabel 1.

Tabel 4. Perbandingan Sistem Satelit Domestik Indonesia.

Nama

Palapa-A

Palapa-B

Palapa-C

Telkom-1

Type HS-333 HS-376 HS-601 LM-A2100
Kapasitas 12 Transponder 24 Transponder 34 Transponder 36 Transponder
EIRP 30 dBW 33 dBW 37 dBW 38 dBW
G/T 1 dBK 1 dBK 1 dBK 1 dBK
Reliability 0.7 0.7 0.75 0.8
Life Time 7 Tahun 9 Tahun 12 Tahun 15 tahun
Peluncur Delta 2914 Space Shuttle Ariane-4 Ariane-5

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa satelit Palapa-B memang tidak seunggul Palapa-C ataupun Telkom-1. Meski demikian, PalapaB sampai sekarang ini masih dipergunakan oleh beberapa perusahaan termasuk RRI.

Pada sistem penyiaran RRI, satelit yang dipergunakan adalah satelit Palapa B-4 milik PT Telkom, jadi masalah pengaturan transponder, frekuensi sampai pengontrolan orbit satelit diwenangkan kepada PT Telkom sebagai pemilik. Dalam hal ini, RRI menyewa satu per delapan dari eksponder 9V satelit Palapa B-4, hal ini dilakukan karena RRI hanya mentransmisikan data berupa suara sehingga tidak memerlukan bandwidth yang besar. Hanya dengan satu per delapan eksponder, RRI mampu menyiarkan siarannya ke penjuru nusantara baik berupa siaran langsung maupun siaran tunda dari cabang-cabang RRI yang tersebar dipenjuru nusantara.

Tabel 5. Spesifikasi Teknis Satelit

Satellite Name

Palapa B4

Telkom-1

Current/Expected Orbital Location

118°E

108°E

Stabilization

Spin-Axis

Three-Axis

Expected end of life/life time payload

2004

15 years

Number of transponder

24

36

Polarization

Orthogonal Linear

Orthogonal Linear

Characteristic at Boresight:

– G/T (dB/°K) on PAD 0 dB

0

0

– SFD (dBW/m2)

-95

-98

– EIRP (dBW)

36

39 for Std C band

41 for Ext C band

Manufacture

Hughes Aircraft Co.

Locheed Martin

Type

HS 376

A21000A

Frequency Plan

– Standard C Band
Uplink

5926 – 6425 Mhz

5926 – 6425 Mhz

Downlink

3700 – 4200 Mhz

3700 – 4200 Mhz

– Extended C Band
Uplink

6445 – 6705 Mhz

Downlink

3400 – 3660 Mhz

Berdasarkan tabel 5, patut diakui bahwa Telkom-1 memang lebih unggul ketimbang Palapa B-4. Dari tabel terlihat pula bahwa expected end of life B-4 adalah tahun 2004 sehingga dapat dikatakan bahwa satelit B-4 sudah tidak dapat digunakan lagi pada 2004 sehingga para pengguna satelit tersebut harus melakukan relokasi ke satelit-satelit lain sebelum akhir 2004. Expected end of life ini sudah diperhitungkan oleh Hughes Aircraft Co. sebagai pembuat satelit B-4.

Pada 2003 RRI masih menggunakan satelit PALAPA B-4 untuk outside broadcasting. Namun karena masalah usia, B-4 akan dipensiunkan sehingga RRI merencanakan relokasi ke satelit Telkom-1 transponder 6H. Saat penulis berkunjung ke RRI Cabang Utama, outside broadcasting masih bekerja dengan satelit B-4 sehingga pada pembahasan ini masih menggunakan satelit B-4.

2.1 Transponder

Semua frequency center pada gambar deretan transponder di atas adalah frekuensi down link dari satelit, berarti yang akan diterima oleh stasiun bumi, dengan kata lain frekuensi Tx dari satelit B-4 dengan range 3700 MHz sampai 4200 MHz. Berdasarkan gambar di atas, transmit dari transponder-transponder satelit memiliki dua daerah kerja, yakni 12 transponder dengan polarisasi horizontal dan 12 transponder dengan polarisasi vertikal.

Tentunya semua antena penerima di stasiun bumi harus mengatur polarisasi feed horn sedemikian rupa sehingga bersesuaian dengan deretan transponder yang dikehendaki atau yang memang dialokasikan. Sebagai contoh adalah untuk stasiun-stasiun penerima siar-ulang TVRI menggunakan eksponder 8H dari satelit, karena itulah selain arahan atau pointing antena haruslah pada satelit, polarisasi feed horn harus juga diatur setepat-tepatnya pada horizontal. Contoh lain untuk penggunaan transponder vertikal adalah ABRI yang menggunakan transponder 2V dari satelit, polarisasi OMT (Ortho Mode Transducer) Feed haruslah diatur seakurat mungkin agar satelit hanya menerima sinyal masukan yang vertikal.

Suatu repeater pada sistem terestrial tidak akan mentransmisikan sinyal bila tidak menerima sinyal, demikian pula halnya dengan transponder satelit. Jadi harus ada yang di”uplink” dari stasiun bumi ditambah dengan arah yang sangat tepat sehingga tidak meleset dan mengganggu eksponder lain, setelah itu barulah eksponder yang bersangkutan mampu men”down link” sinyal kembali ke bumi. Sebelum di”down link”, sinyal dikuatkan dahulu dengan mencampur sinyal yang masuk dengan sinyal yang berasal dari  local oscillator satelit sehingga selisih antara frekuensi sinyal up link dan sinyal down link adalah 2225 MHz. Besar frekuensi sinyal up link merupakan hasil penambahan dari frekuensi sinyal down link dan 2225 MHz. Penambahan 2225 MHz ini sudah merupakan ketentuan internasional untuk satelit komunikasi tipe B.

2.2 Frekuensi Re-Use

Satelit komunikasi B-4 memiliki 24 transponder, masing-masing dengan lebar pita 36 MHz. Dengan teknologi frequency re-use serta pengaturan polarisasi, maka bandwidth operasional yang diperlukan hanya 500 MHz saja untuk satu arah polarisasi pada transponder.

Arah Rx ke stasiun bumi dari satelit atau biasa disebut down link ditetapkan dari 3700 MHz sampai dengan 4200 MHz, sedangkan Tx dari stasiun bumi ke arah satelit ditetapkan berbeda 2225 MHz. Dengan demikian frekuensi up link harus beroperasi diantara 5925 MHz sampai dengan 6425 MHz.

Pada satu deretan polarisasi yang sama terdapat 12 transponder yang masing-masing frekuensi tengahnya berjarak 40 MHz disebut juga 40 MHz spacing. Antara transponder terdapat tenggang sebesar 4 MHz sebagai guard band, dengan demikian setiap transponder memiliki bandwidth sebesar 36 MHz. Seperti terlihat pada gambar di atas, frekuensi tengah dari transponder horizontal merupakan bagian tengah dari guard band yang membatasi antar transponder vertikal yang letaknya bersebelahan, sedangkan frekuensi tengah dari transponder vertikal merupakan bagian tengah dari guard band yang membatasi antara transponder horizontal yang satu dengan transponder horizontal lain yang letaknya bersebelahan. Dapat disimpulkan bahwa pada bagian-bagian tertentu, ada frekuensi yang digunakan oleh transponder vertikal dan transponder horizontal secara bersama-sama, inilah yang disebut frequency re-use. Dengan adanya frequency re-use ini, pengarahan polarisasi dari antena stasiun bumi yang dilaksanakan oleh OMT Polarisator harus setelit mungkin sehingga sinyal transmit dari RRI tidak mengganggu pengguna transponder lain yang memiliki polarisasi yang berbeda.

3. Proses Outside Broadcasting

Ketika terjadi suatu peristiwa tertentu di luar studio RRI, mobil penghubung satelit dikirim ke lokasi tempat acara yang akan diliput berlangsung. Mobil penghubung satelit  kemudian mengirimkan informasi yang diperoleh ke RRI Cabang Utama dengan melalui satelit. Informasi tersebut diterima Hub yang kemudian dikirimkan ke MCR untuk seterusnya dikirimkan ke pemancar atau stasiun RRI di daerah lain. Informasi ini  juga dikirimkan kembali dari MCR ke Hub untuk kemudian dikirimkan kembali ke mobil penghubung satelit melalui satelit. Hal ini bertujuan agar mobil penghubung satelit juga dapat memonitor sinyal dari siaran langsung yang mereka liput.

Antara mobil penghubung satelit dan RRI Cabang Utama Jakarta perlu adanya komunikasi sehingga koordinasi antara kedua tempat tersebut dapat berjalan lancar. Komunikasi antara mobil penghubung satelit dan RRI Cabang Utama Jakarta dilakukan melalui satelit dan peralatannya tergabung dalam sistem yang sama dengan sistem pengiriman dan penerimaan informasi antara mobil penghubung satelit dengan RRI Cabang Utama di Jl. Medan Merdeka Barat No 4-5 Jakarta Pusat.

Sinyal informasi baik dari Hub maupun Mobil Penghubung Satelit akan diproses di dalam satelit Palapa B-4 untuk kemudian dikirimkan lagi ke sasaran yang dituju. Sasaran yang dituju tersebut harus berada di dalam jangkauan satelit Palapa B-4 agar komunikasi dapat berjalan sesuai tujuan yang diinginkan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa RRI menyewa 1/8 dari transponder 9 V yang telah dibagi menjadi 19 carrier Untuk itu antena harus dapat menembakkan sinyal ke frekuensi tengah dari transponder 9V adalah 6285 MHz. karena transponder ini berada pada posisi 9 vertikal, padahal satelit memiliki transponder 12 vertikal dan 12 horizontal, maka sinyal ini harus tepat mengenai frekuensi center 6285 MHz, jika tidak maka akan mengganggu pengguna lain. Oleh karena itu antena harus diset OMT polarisator pada keadaan terpolarisasi vertikal.

Tabel 6. up-link ke 9V B4

Jenis

Data rate

(kbps)

Bandwidth

C-Band Carrier (MHz)

IF Freq

(MHz)

Up-link mobile 1

137,6

200

6277,560

62,56

Up-link mobile 2

137,6

200

6277,760

62,76

Up-link mobile 3

137,6

200

6278,390

63,39

Up-link mobile 4

137,6

200

6278,590

63,59

Up-link Telp mobile 1

73,6

100

6277,9125

62,9125

Up-link Telp mobile 2

73,6

100

6278,02

63,02

Up-link Telp mobile 3

73,6

100

6276,13

63,13

Up-link Telp mobile 4

73,6

100

6276,2375

63,2375

Sebagaimana seperti terlihat pada tabel 6, setiap mobil penghubung satelit memiliki frekuensi tengah up link masing-masing pada transponder 9V B-4. Sinyal yang disalurkan antara mobil penghubung satelit dengan RRI Cabang Utama Jakarta ada dua, yakni materi siaran dan sinyal percakapan antar telephone intercom. Setiap telephone intercom memiliki frekuensi tengah yang berbeda sehingga sinyal dapat sampai ke tuuan masing-masing. Dapat pula terlihat bahwa bandwidth sinyal dari telephone intercom lebih kecil dari materi informasi, hal ini dikarenakan materi informasi memiliki kualitas yang lebih baik dengan range frekuensi yang lebih lebar sehingga agar semua kegiatan baik percakapan antar telephone intercom maupun penyaluran materi siaran dapat dilaksanakan bersama-sama tanpa delay.

 3.1 Pengiriman Informasi oleh Mobil Penghubung Satelit

Mobil penghubung satelit adalah termasuk stasiun bumi bergerak yang digunakan untuk siaran-siaran langsung di luar studio RRI seperti PON, unjuk rasa, pengadilan KKN dan sebagainya. Mobil penghubung satelit ini akan mentransmisikan informasi ke satelit untuk kemudian ditransmisikan lagi oleh satelit ke stasiun bumi milik RRI.

Proses pengiriman informasi oleh mobil penghubung satelit adalah sebagai berikut:

  1. Sesuai penjelasan sebelumnya, pada dasarnya terdapat 2 jenis informasi audio yang ditransmisikan oleh mobil penghubung satelit  ke stasiun RRI Jakarta, yaitu:
    1. Suara dari intercom telephone yang memungkinkan mobil penghubung satelit berkomunikasi secara full duplex dengan Hub di Stasiun RRI Jakarta. Sinyal suara yang akan ditansmisikan dari intercom telephone dilewatkan ke voice/audio codec AV 6496 yang akan menghasilkan sinyal suara digital. Sebenarnya secara garis besar fungsi AV 6496 mirip dengan Re 660, hanya saja Re 660 hanya mengkonversi sinyal analog menjadi digital dan mampu melakukan hal tersebut untuk sinyal suara dan musik berkualitas CD yang frekuensinya lebih besar dari frekuensi suara saja, sedangkan AV 6496 mampu mengkonversi sinyal analog menjadi digital dan sebaliknya tapi frekuensi sinyal yang dikonversi terbatas sehingga hasilnya tidak sebagus Re 660.
    2. Sinyal audio analog yang berasal dari mic, sinyal ini disalurkan ke musicam encoder Re 660 dengan audio communication field sehingga mic dapat dibawa keluar dari mobil penghubung satelit dengan lebih bebas. Sebenarnya secara fisik audio communication field adalah seperangkat gulungan kabel yang tersedia pada mobil penghubung satelit. Input dari Re 660 adalah gelombang audio analog mentah, sedangkan keluarannya sudah berupa sinyal digital. Re 660 mengkonversi sinyal analog yang masuk menjadi sinyal digital berfrekuensi rendah yang termasuk dalam RF (Radio Frequency) Band. Pada siaran langsung terkadang terdapat suara manusia bercampur musik yang frekuensinya lebih tinggi daripada suara saja. Re 660 digunakan untuk mengkonversi sinyal dari mic sebab Re 660 mampu mengkonversi sinyal analog dengan range frekuensi yang cukup lebar. Sinyal yang masuk ke mic akan disiarkan kepada para pendengar sehingga suara yang dihasilkan harus jelas dan bagus  baik musik maupun suara.
  1. Sinyal yang telah diolah oleh Re 660 dan AV 6496 sudah dalam digital tapi masih berfrekuensi rendah, maka keluaran dari Re 660 dan AV 6496 disalurkan ke satellite modem SM 2800 untuk dikonversi menjadi sinyal dalam kawasan IF (Intermediate Frequency) Band. Pada satellite modem SM 2800, sinyal masukan dicampurkan dengan sinyal berfrekuensi 70 MHz sehingga keluaran dari satellite modem sekitar 70 MHz yang sudah termasuk IF Band.
  2. Sinyal yang ditransmisikan kemudian disalurkan ke Up Coverter, di sini sinyal yang masuk  masih berupa sinyal digital berfrekuensi menengah. Pada up converter terjadi pengkonversian sinyal IF band ke sinyal L band, kemudian keluaran dari up converter sinyal disalurkan ke BUC (Block Up Converter) yang akan mengkonversi sinyal L Band menjadi C Band, keluaran dari BUC ini berfrekuensi cukup tinggi untuk di salurkan ke satelit tanpa dipantulkan atmosfer. Up converter dan BUC secara fisik terletak pada satu alat yang sama, yakni SUC 60. Pada  SUC 60, ditentukan frekuensi carrier dari kanal transponder pada satelit yang akan digunakan, dalam hal ini RRI menggunakan satu per delapan transponder 9 vertikal dari satelit Palapa B-4 yang berfrekuensi carrier sebesar 6285 MHz untuk up link sehingga pada up converter tersebut diset frekuensi carrier sasaran sebesar 6285000000 Hz.
  3. Keluaran dari SUC 60 disalurkan ke power splitter, di sini terjadi percabangan dimana 1 saluran menjadi 2 saluran, setiap 1 saluran terdapat 1 SSPA (Solid State Power Amplifier). Saluran yang dipilih untuk menyalurkan sinyal adalah saluran yang sedang idle atau kosong. Pada bagian ujung dari percabangan tersebut terdapat redund relay dan dummy load. Redund relay berfungsi mensaklarkan sinyal mana yang dteruskan ke OMT polarisator dan sinyal mana yang akan disalurkan ke dummy load. Jika saluran ke OMT polarisator penuh, maka sinyal selanjutnya yang masuk akan ditampung sementara di dummy load untuk selanjutnya disalurkan ke OMT polarisator setelah saluran ke OMT polarisator kosong. Seperti pada stasiun RRI Cabang Utama Jakarta, sebenarnya percabangan ini diatur oleh RSO 70UR. Jadi, secara fisik split dan redund relay berada di dalam RSO 70UR yang berfungsi untuk mengatur saluran yang akan digunakan untuk melewatkan sinyal informasi.
  4. Sinyal keluaran dari SUC 60 memang sudah berfrekuensi tinggi tapi dayanya rendah sekali bahkan sampai minus dB. Dengan daya sekecil ini, sinyal tidak akan mampu ditransmisikan walaupun sudah memiliki frekuensi yang besar sekali. Untuk menaikkan nilai daya dari sinyal tersebut, sinyal dilewatkan ke SSPA. Di sini, daya dari sinyal dikuatkan sehingga sinyal mampu melewati antena kemudian dipancarkan ke satelit tanpa adanya informasi yang hilang.
  5.  Setelah melalui SSPA dan redund delay, sinyal dilewatkan ke OMT (Ortho Mode TransducerPolarisator kemudian ke antena  untuk dipancarkan ke satelit PALAPA B-4. OMT Polarisator mengatur polarisasi yang keluar dari horn antena sehingga sinyal yang ditansmisikan dapat sampai tepat ke sasaran, yakni transponder 9 vertikal satelit Palapa B-4. Karena antena yang dipergunakan adalah antena jenis prime focus feed, maka sinyal yang keluar dari horn antena akan dipantulkan oleh reflector (parabola) antena ke arah satelit.

            Dengan demikian, sinyal yang berasal dari mobil penghubung satelit dapat sampai di transponder 9 vertikal satelit untuk selanjutnya dikuatkan dan dikirimkan oleh satelit ke antena RRI Cabang Utama Jakarta.

3.2 Penerimaan Informasi pada Stasiun RRI Jakarta

Sinyal informasi yang berasal dari mobil penghubung satelit dipancarkan oleh satelit ke antena stasiun RRI Cabang Utama Jakarta untuk kemudian disebarluaskan ke daerah-daerah tertentu.

Proses penerimaan informasi pada stasiun RRI Jakarta adalah sebagai berikut:

  1. Sinyal yang masuk dari satelit ke antena RRI Cabang Utama Jakarta berupa sinyal C band yang berfrekuensi sekitar 4 GHz, pada proses selanjutnya frekuensi yang besar ini akan dikonversi menjadi frekuensi yang lebih kecil nilainya.
  2. Sinyal dari antena kemudian melewati OMT polarisator. OMT Polarisator berfungsi untuk mengatur agar antena menerima sinyal yang polarisasinya vertikal.
  3. Setelah melewati OMT polarisator, sinyal ini disalurkan ke TRF (Transmit Reject Filter) yakni alat yang berfungsi untuk menjaga agar sinyal transmit tidak masuk ke LNB ataupun SDC 60. Hal ini dimaksudkan agar LNB dan SDC 60 tidak rusak, LNB merupakan alat yang sensitif sehingga sinyal yang masuk harus difilter terlebih dahulu.
  4. Setelah melalui TRF, sinyal melalui split yakni percabangan yang memisahkan antara saluran utama dengan saluran cadangan. Pada saluran utama terdapat main LNB dan main SDC 60, sedangkan pada saluran cadangan terdapat standby LNB dan standby SDC 60. Jika main LNB dan atau main SDC 60 tidak ada yang rusak, maka sinyal akan dilewatkan ke saluran utama. Jika antara kedua alat yang ada di saluran utama ada yang rusak, maka sinyal dilewatkan ke saluran cadangan. Pada sisi ujung dari percabangan terdapat switch, switch ini akan memutuskan hubungan dengan saluran yang tidak digunakan sehingga saluran yang akan digunakan dilewati oleh sinyal. Sebenarnya percabangan ini diatur oleh RSO 70DR. Jadi, secara fisik split dan switch berada di dalam RSO 70DR yang berfungsi untuk mengatur saluran mana yang akan digunakan untuk melewatkan sinyal informasi.
  5. Sinyal keluaran dari split akan dilewatkan pada LNB (Low Noise Block) yang berfungsi untuk menguatkan daya sinyal yang masuk sehingga mampu melakukan proses selanjutnya. Daya dari sinyal semakin berkurang setiap malewati suatu alat ataupun saluran transmisi sebab adanya loss baik pada alat maupun saluran transmisi tersebut. Pada LNB juga terjadi proses pengkonversian sinyal dalam C Band menjadi L Band sehingga keluaran dari LNB adalah sudah dalam L Band.
  6. Sinyal keluaran dari LNB dimasukkan ke down converter SDC 60. Sinyal ini mengalami pengkonversian dari L band ke IF band sehingga keluaran dari SDC 60 adalah berupa IF band. Di sini diset frekuensi carrier sinyal transmit dari 9 vertikal transponder satelit Palapa B-4 sebab sinyal yang akan dikonversi menjadi IF band berasal dari transponder 9 vertikal satelit tersebut.
  7. Sesuai penjelasan pada poin 4, setelah melalui SDC 60, sinyal melewati switch yang berfungsi mengatur saluran mana yang akan digunakan untuk menyalurkan sinyal tersebut. Setelah melalui switch, sinyal disalurkan ke PMP 1000, yakni suatu alat pengkombinasi dan pendistribusi yang memungkinkan proses pemecahan input PMP 1000 menjadi 4 sinyal dengan frekuensi masing-masing yang berbeda sesuai frekuensi carrier informasi.
  8. Keempat sinyal hasil pemecahan oleh PMP 1000 akan dilewatkan ke SM 2800. Pada masing-masing SM 2800 diset frekuensi carrier yang akan diterima sehingga keluaran dari PMP 1000 akan terdistribusi dengan benar. Keluaran dari modem SM 2800 sudah berupa IF band yang siap untuk dikonversi lagi menjadi sinyal digital yang masih termasuk RF dengan nilai yang kecil sekali
  9. Keluaran dari setiap modem ada 2 jenis, yakni ke musicam decoder Re 661 dan ke Codec AV 6496. Masing-masing sinyal baik dari conty 1, 3, 4, 5 ataupun telephone intercom memiliki frekuensi yang berbeda sehingga pendistribusian dari modemke Re 661 atau AV 6496 tidak akan salah sasaran atau tercampur. Penjelasan untuk masing-masing jalur antara lain adalah sebagai berikut :
    1. Pada Re 661 terjadi proses pengkonversian sinyal digital menjadi sinyal analog yang kemudian dikirimkan ke masing-masing conty yang terdapat di MCR.
    2. Pada AV 6496 terjadi perubahan sinyal digital menjadi sinyal analog dengan bit rate yang lebih rendah dari yang terjadi pada Re 661 karena sinyal audio yang ditransmisikan hanya berupa suara bukan suara dan musik. setelah melalui AV 6496 sinyal dilewatkan ke intercom telephone di Hub sehingga informasi dari mobil penghubung satelit dapat diterima di Hub.

             Dengan demikian, sinyal informasi yang berasal dari mobil penghubung satelit dapat sampai ke stasiun RRI Cabang Utama Jakarta meskipun mobil penghubung satelit tersebut berada jauh di luar pulau Jawa dan masih termasuk ke dalam wilayah yang mampu dijangkau oleh satelit Palapa B-4.

3.3 Pengiriman Informasi dari Stasiun RRI Jakarta

Informasi dari mobil penghubung satelit yang telah sampai di Hub stasiun RRI Jakarta akan disalurkan ke MCR untuk diproses dan disebarluaskan ke daerah-daerah sasaran dengan system DVB atau SCPC Constream sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Selain disebarluaskan ke daerah-daerah sasaran, informasi tersebut dikirimkan lagi ke mobil penghubung satelit dengan tujuan agar mobil penghubung satelit dapat memantau peliputan yang mereka lakukan, selain itu juga agar RRI Cabang Jakarta dapat berkomunikasi dengan mobil penghubung satelit.

Berikut proses pengiriman informasi dari RRI Cabang Utama Jakarta ke satelit :

  1. Sesuai penjelasan sebelumnya, pada dasarnya terdapat 2 jenis  informasi yang dikirimkan oleh RRI Jakarta, yaitu :
  1. Sinyal audio dari MCR, ketika sinyal ini masuk ke Hub masih berupa sinyal audio analog mentah, sinyal ini salurkan ke musicam encoder Re 660 untuk diubah menjadi sinyal digital.
  2. Sinyal audio dari intercom telephone. Untuk berkomunikasi secara full duplex antara stasiun bumi RRI Cabang Utama Jakarta dengan mobil penghubung satelit terdapat intercom telephone di Hub dan mobil penghubung satelit. Sinyal audio dari intercom telephone di Hub disalurkan ke codec AV 6496 sehingga dihasilkan keluaran sinyal suara yang telah dalam bentuk digital. Sebagaimana terlihat pada gambar 4.14, sinyal dari telephone intercom akan melewati ringer. Terdapat 4 ringer, 4 saluran dan 4 AV 6496. Ringer yang ditekan pada Hub adalah ringer yang menuju saluran yang dituju, setiap saluran memiliki tujuan mobil penghubung satelit yang berbeda. Dari ringer, sinyal disalurkan ke AV 6496 yang akan mengkonversi sinyal analog yang masuk menjadi sinyal digital. Diantara keempat AV 6496 tidak ada yang menghasilkan sinyal dengan frekuensi yang sama sebab setiap mobil penghubung satelit memiliki frekuensi kerja masing-masing pada transponder 9V satelit
  1. Keluaran dari Re 660 dan AV 6496 sudah berupa sinyal digital tapi masih dalam RF (Radio Frequency) yang sangat kecil besarnya. Oleh karena itu, setelah dari Re 660 dan AV 6496, sinyal disalurkan ke Satellite Modem SM 2800. SM 2800 ini mencampur sinyal yang masuk dengan suatu sinyal berfrekuensi 70 MHz sehingga keluaran dari SM 2800 berfrekuensi sekitar 70 MHz yang termasuk ke dalam kategori IF (Intermediate Frequency).
  2. Setelah melalui SM 2800, sinyal audio dari 4 Satellite Modem SM 2800 ini  disalurkan ke PMP 1000, yakni suatu alat pengkombinasi dan pendistribusi sehingga 4 sinyal tersebut dikombinasikan dan didistribusikan dengan 1 satu saluran ke alat split.
  3. Pada split, terdapat 2 pilihan saluran yakni saluran utama dan saluran cadangan. Pada saluran utama terdapat main SUC 60 dan main SSPA. Begitu pula pada saluran cadangan, di sana terdapat standby  SUC 60 dan standby SSPA Apabila semua alat pada kedua saluran tersebut tidak rusak maka sinyal akan diarahkan ke saluran utama, yakni saluran atas pada gambar. Saluran cadangan, yakni saluran bawah pada gambar 4.14, hanya digunakan jika main up converter dan atau main SSPA (Solid State Power Amplifier) rusak.
  4. Setelah melalui split, sinyal dilewatkan pada up converter, di sini sinyal yang masuk  masih berupa sinyal digital berfrekuensi menengah. Pada alat up converter  terjadi pengkonversian sinyal IF  band ke sinyal L band, kemudian keluaran dari up converter disalurkan ke BUC (Block Up Converter) yang akan mengkonversi sinyal L Band menjadi C Band, keluaran dari BUC ini berfrekuensi cukup tinggi untuk di salurkan ke satelit tanpa dipantulkan atmosfer. Up converter dan BUC secara fisik terletak pada satu alat yang sama, yakni SUC 60. Pada SUC 60, ditentukan frekuensi carrier receive dari transponder pada satelit yang akan digunakan, dalam hal ini RRI menggunakan satu per delapan transponder 9 vertikal dari satelit palapa B-4 yang berfrekuensi carrier sebesar 6285 MHz untuk up link sehingga pada up converter tersebut diset frekuensi carrier sasaran sebesar 6285000000 Hz.
  5. Sinyal keluaran dari SUC 60 memang sudah berfrekuensi tinggi tapi dayanya rendah sekali bahkan sampai minus dB. Dengan daya sekecil ini, sinyal tidak akan mampu ditransmisikan walaupun sudah memiliki frekuensi yang besar sekali. Untuk menaikkan nilai daya dari sinyal tersebut, sinyal dilewatkan ke SSPA. Di sini, daya dari sinyal dikuatkan sehingga sinyal mampu melewati antenna kemudian dipancarkan ke satelit tanpa adanya informasi yang hilang.
  6. Pada pertemuan antara main SSPA dan standby SSPA terdapat switch yang digunakan untuk mengatur saluran mana yang digunakan untuk melewatkan sinyal audio, dalam hal ini untuk kondisi normal tentu saja saluran utama yang dipilih. Sebenarnya percabangan antara main SUC 60 dan main SSPA dengan standby SUC 60 dan standby SSPA diatur oleh oleh RSO 70UR. Jadi, secara fisik split dan switch berada di dalam RSO 70UR yang berfungsi untuk untuk mengatur saluran yang akan digunakan untuk melewatkan sinyal informasi.
  7. Setelah melalui switch, sinyal dilewatkan ke OMT (Ortho Mode TransducerPolarisator kemudian ke antena  untuk dipancarkan ke satelit Palapa B-4. OMT Polarisator mengatur polarisasi yang keluar dari horn antena polarisasinya vertikal sehingga sinyal yang ditansmisikan dapat sampai tepat ke sasaran, yakni transponder 9 vertikal satelit Palapa B-4. Karena antena yang dipergunakan adalah antena jenis prime focus feed, maka sinyal yang keluar dari horn antena akan dipantulkan oleh reflector (parabola) antena ke arah satelit.

            Dengan demikian, sinyal yang berasal dari MCR dan telephone intercom dapat sampai di transponder 9 vertikal satelit untuk selanjutnya dikuatkan dan dikirimkan oleh satelit ke antena mobil penghubung satelit.

3.4    Penerimaan Informasi pada Mobil Penghubung Satelit

Sinyal informasi yang berasal dari stasiun RRI cabang utama Jakarta dipancarkan oleh satelit ke antena mobil penghubung satelit.

Proses penerimaan informasi dari RRI Cabang Utama Jakarta oleh mobil penghubung satelit adalah sebagai berikut :

  1. Sinyal yang masuk dari satelit ke antena mobil penghubung satelit berupa sinyal C band yang berfrekuensi sekitar 4 GHz, pada proses selanjutnya frekuensi yang besar ini akan dikonversi menjadi frekuensi yang lebih kecil nilainya. Sinyal ini melewati OMT Polarisator. OMT Polarisator berfungsi untuk mengatur agar antena menerima sinyal yang polarisasinya vertikal.
  2. Setelah melewati OMT polarisator, sinyal ini disalurkan ke TRF (Transmit Reject Filter) yakni alat yang berfungsi untuk menjaga agar sinyal transmit tidak masuk ke LNB ataupun SDC 60. Hal ini dimaksudkan agar LNB dan SDC 60 tidak rusak, LNB merupakan alat yang sensitif sehingga sinyal yang masuk harus difilter terlebih dahulu.
  3. Setelah melalui TRF, sinyal akan dilewatkan pada LNB (Low Noise Block) yang berfungsi untuk menguatkan daya sinyal yang masuk sehingga mampu melakukan proses selanjutnya. Daya dari sinyal semakin berkurang setiap malewati suatu alat ataupun saluran transmisi sebab adanya loss baik pada alat maupun saluran transmisi tersebut. Pada LNB juga terjadi proses pengkonversian sinyal dalam C Band menjadi L Band sehingga keluaran dari LNB adalah sudah dalam L Band.
  4. Sinyal keluaran dari LNB dimasukkan ke down converter SDC 60. Sinyal ini mengalami pengkonversian dari L band ke IF band sehingga keluaran dari SDC 60 adalah berupa IF band. Di sini diset frekuensi carrier sinyal down link kanal 9 vertikal dari satelit, sebab sinyal yang akan dikonversi menjadi IF band berasal dari transponder 9  vertikal satelit.
  5. Sebagaimana terlihat pada gambar 4.15, setelah melalui SDC 60, sinyal disalurkan ke 2 alat yang berbeda, yaitu
    1. Satellite modem SM 2800. Sinyal yang berasal dari telephone intercom Hub akan memasuki SM 2800. Pada satellite modem SM 2800, sinyal yang masuk dikonversi dari IF Band menjadi sinyal yang masih termasuk RF meskipun frekuensinya rendah sekali.
    2. Satellite Analyzer. Sinyal informasi yang berasal dari MCR akan memasuki  satellite analyzer. Sinyal ini digunakan untuk monitoring sistem penyiaran pada mobil penghubung satelit yang akan dijelaskan pada sub bab 4.3.5.
    3. Sinyal dari SM 2800 kemudian disalurkan ke voice codec AV 6496 untuk dikonversi menjadi sinyal analog, lalu sinyal ini disalurkan ke intercom telephone yang akan mengubah sinyal analog menjadi suara sehingga suara yang berasal dari stasiun RRI Cabang Utama Jakarta dapat didengar di intercom telephone mobil penghubung satelit.

 

Dengan demikian sinyal informasi yang berasal dari stasiun RRI Cabang Utama Jakarta yang dikirimkan melalui satelit Palapa B-4 dapat terkirim ke mobil penghubung satelit dengan baik dan benar.

3.5 Monitoring pada sistem penyiaran

Monitoring berfungsi untuk memeriksa apakah proses pengiriman dan penerimaan berjalan dengan benar. Monitoring ini dilakukan di Hub dan mobil penghubung satelit sehingga apabila terjadi kesalahan dapat langsung diketahui untuk diperbaiki secepatnya.

Pada Hub, satellite analyzer dihubungkan  dengan PMP 100 dan kedua down coverter. Dari PMP 100 dapat dilihat sinyal dalam IF Band, sementara itu dari down converter dapat dilihat sinyal dalam L Band. Sedangkan pada mobil penghubung satelit, satellite analyzer dihubungkan dengan down converter sehingga sinyal yang berasal dari Hub juga dapat diperiksa.

Pada satellite analyzer dapat dilihat bandwidth-bandwidth sinyal yang terletak pada satu per delapan transponder 9 vertikal yang disewa oleh RRI. Karena sistem yang digunakan adalah SCPC, maka setiap sinyal pada sistem penyiaran ini memiliki carrier masing-masing pada satu per delapan transponder 9 vertikal tersebut.

Apabila frekuensi kerja dari mobil penghubung satelit yang digunakan tidak muncul pada satellite analyzer atau besarnya frekuensi tidak sesuai ketentuan dan mengganggu frekuensi yang lain, dapat diambil tindakan yang cepat untuk mengatasi masalah ini.

Dalam mengambil tindakan ini, petugas di mobil penghubung satelit dapat berhubungan dan berkonsolidasi dengan stasiun RRI Cabang Utama Jakarta karena adanya jalur komunikasi full duplex antara stasiun RRI Jakarta dengan mobil penghubung satelit, yakni jalur komunikasi yang melalui telephone intercom. mobil penghubung satelit tidak dapat berhubungan melalui telephone intercom dengan stasiun RRI lainnya, sebab konfigurasi sistem ini tidak dimiliki oleh stasiun RRI lain selain stasiun RRI Cabang Utama Jakarta.

Daftar Pustaka

http://broadcasteradio.multiply.com

Gibson, Jerry D. dkk., Digital Compression for Multimedia, San Francisco : Morgan Kaufmann Publishers Inc., 1998.

Nugroho, Arifin , TELKOM-1 : Satelit Indonesia Generasi Millenium Ketiga di Kawasan Asia-Pasifik, 1999, http://www.elektroindonesia.com/elektro /ut25a1. html.

Roddy, D., Satellite Communications, New Jersey : Prentice Hall, 1989

Roddy, D., Coolean J., Komunikasi Elektronika, Jilid 2 ed 3, Jakarta : Erlangga, 1993.

Sukiswo Ir. Prinsip Sistem Komunikasi Satelit. Teknik Elektro Universitas Diponegoro. 2003.

………, Daftar Satelit SatcoDX TELKOM 1 (108.0E), 2004. http://www.satcodx4. com/1080/bid/.

………, Handbook M-Crypt Student Guide Irdeto Access Training, Irdeto Access, 2000.

………, Handbook Satellite Communication, Geneva : International Radio Consultative Committee, 1988.

2 thoughts on “Outside Broadcasting di RRI

Tinggalkan komentar